Anda di halaman 1dari 28

ASKEP GADAR II

JENIS-JENIS CEDERA AKIBAT KECELAKAAN DAN


KEMUNGKINAN ORGAN YANG CEDERA AKIBAT KECELAKAAN

Oleh :

KOMANG PANDE DEWI AYUNI (P07120216001)

PUTU INDAH PRAPTIKA SUCI (P07120216002)

KADEK DWI DHARMA PRADNYANI (P07120216003)

EKA WAHYU RIFANI MEILIA D. (P07120216004)

KOMANG SRI ARDINA (P07120216005)

NI LUH PUTU DESY TRISNA EKAYANTI ( P07120216006 )

NI LUH PUTU INTAN SARI (P07120216007)

NI MADE ANASARI (P07120216008)

NI LUH PUTU MANIK JUNI ASTRI D. (P07120216009)

NI LUH PUTU PUTRI WIDIARI (P07120216010)

NI LUH PUTU DESY TRISNA EKAYANTI (P07120216006 )

KELAS 3-A

D-VI KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang
Maha Esa. karena berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan tepat waktu. Selain itu penulis juga mengucapkan banyak terimakasih
kepada dosen pembimbing yang telah memberikan tugas dan membimbing kami. Penulis
membuat makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah ASKEP GADAR II tentang
“JENIS-JENIS CEDERA AKIBAT KECELAKAAN DAN KEMUNGKINAN ORGAN
YANG CEDERA AKIBAT KECELAKAAN”.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka penulis
berharap kritik dan saran dari pembaca . Semoga makalah ini memberikan informasi bagi
pembacat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan
kita semua.

Denpasar, Agustus 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 3
BAB 1 ..................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 6
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 6
BAB 2 ..................................................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 7
1. Definisi Trauma Biomekanik ...................................................................................................... 7
2. Biomekanika Trauma Pada Kecelakaan Kendaraan ...................................................................... 8
2.1 Tabrakan mobil ....................................................................................................................... 10
2.2 Biomekanika trauma pada kecelakaan motor ........................................................................ 19
2.3 Biomekanika trauma Pejalan kaki ditabrak............................................................................. 22
2.4 Pola Kelainan Kecelakaan ...................................................................................................... 23
BAB 3 ................................................................................................................................................... 27
PENUTUP............................................................................................................................................ 27
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 27
3.2 Saran ........................................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 28

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma mengacu pada luka tubuh atau kejutan yang dihasilkan oleh cedera fisik
tiba-tiba, seperti dari kekerasan atau kecelakaan. Kasus kecelakaan lalu lintas
merupakan keadaan serius yang menjadi masalah kesehatan di negara maju maupun
berkembang. Di negara berkembang seperti Indonesia, perkembangan ekonomi dan
industri memberikan dampak kecelakaan lalu lintas yang cenderung makin
meningkat.
Hal ini juga dapat digambarkan sebagai luka fisik atau cedera, seperti fraktur atau
pukulan. Sedangkan biomekanik trauma adalah proses / mekanisme kejadian
kecelakaan pada saat sebelum, saat dan sesudah kejadian. Keuntungan mempelajari
biomekanik trauma adalah dapat mengetahui bagaimana proses kejadian dan
memprediksi kemungkinan bagian tubuh atau organ yang terkena cedera.
Pengetahuan akan biomekanik trauma penting karena akan membantu dalam mengerti
akibat yang ditimbulkan trauma dan waspada terhadap jenis perlukaan tertentu.
Trauma dapat mengakibatkan komplikasi sekunder seperti kejutan peredaran darah,
kegagalan pernafasan dan kematian. Trauma adalah penyebab utama kematian
keenam di seluruh dunia, yaitu 10% dari semua kematian, dan merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang serius dengan biaya sosial dan ekonomi yang signifikan.
Pada Trauma terjadi dua hal penting pada tubuh manusia:
1. Proses trauma : kecelakaan akan mengakibatkan benturan pada tubuh manusia
yang menyebabkan cedera, proses ini disebut “Biomekanika Trauma”
2. Tubuh manusia bereaksi terhadap trauma dengan adanya perubahan metabolisme
disebut “Respon Metabolik Terhadap Trauma”.
Perkembangan teknologi transportasi yang meningkat pesat, telah menyebabkan
tingkat kecelakaan lalu lintas semakin tinggi. Akibat kemajuan teknologi, disatu sisi
menyebabkan daya jangkau dan daya jelajah transportasi semakin luas, disisi lain
menjadi penyebab kematian yang sangat serius dalam beberapa dekade terakhir.

4
Keadaan ini, semakin parah mengingat kurangnya kesadaran masyarakat akan
keselamatan lalu lintas dan lamban atau kurang tepatnya penanganganan korban
akibat kecelakaan lalu lintas.
Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab terbanyak terjadinya cedera di
seluruh dunia. Cedera akibat kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama kematian
dan disabilitas (ketidakmampuan) secara umum terutama di negara berkembang.
Informasi yang rinci mengenai biomekanik dari suatu kecelakaan dapat
membantu identifikasi sampai dengan 90 % dari trauma yang diderita penderita.
Informasi yang rinci dari biomekanik trauma ini dimulai dengan keterangan dari
keadaan / kejadian pada fase sebelum terjadinya kecelakaan seperti minum alkohol,
pemakaian obat, kejang, sakit dada, kehilangan kesadaran sebelum tabrakan dan
sebagainya. Anamnesis yang berhubungan dengan fase ini meliputi :
a. Tipe kejadian trauma, misalnya : tabrakan kendaraan bermotor, jatuh atau trauma
/ luka tembus.
b. Perkiraan intensitas energi yang terjadi misalnya : kecepatan kendaraan,
ketinggian dari tempat jatuh, kaliber atau ukuran senjata.
c. Jenis tabrakan atau benturan yang terjadi pada penderita : mobil, pohon, pisau dan
lain-lain.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, kecelakaan lalu lintas di Indonesia oleh Badan
Kesehatan Dunia (WHO) dinilai menjadi pembunuh terbesar ketiga, di bawah
penyakit jantung koroner dan tuberculosis/TBC. Data WHO tahun 2011
menyebutkan, sebanyak 67 persen korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia
produktif , yakni 22 – 50 tahun. Terdapat sekitar 400.000 korban di bawah usia 25
tahun yang meninggal di jalan raya, dengan rata-rata angka kematian 1.000 anak-anak
dan remaja setiap harinya. Bahkan, kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama
kematian anak-anak di dunia, dengan rentang usia 10-24 tahun.
Sebagaimana diketahui, masyarakat modern menempatkan transportasi sebagai
kebutuhan turunan, akibat aktivitas ekonomi, sosial dan sebagainya. Oleh karena itu,
kecelakaan dalam dunia transportasi memiliki dampak signifikan dalam berbagai
bidang kehidupan masyarakat.

5
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa saja jenis-jenis cedera akibat kecelakaan ?
1.2.1 Apa saja kemungkinan organ tubuh yang cedera akibat kecelakaan?

1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pola kekerasan pada kecelakaan lalu lintas.
Tujuan Khusus
Mengetahui jenis-jenis cedera akibat kecelakaan dan kemungkinan organ tubuh yang
cedera.

6
BAB 2

PEMBAHASAN

1. Definisi Trauma Biomekanik


Biomekanika trauma adalah ilmu yang mempelajari kejadian cedera pada suatu
jenis kekerasan atau kecelakaan. Biomekanika trauma ini penting diketahui untuk
membantu dalam menyelidiki akibat yang di timbulkan trauma dan waspada terhadap
perlukaan yang diakibatkan trauma. Sedangkan jenis perlukaan dapat digolongkan
menjadi dua yaitu :
1. Perlukaan yang tampak atau kelihatan, misalnya luka pada bagian luar tubuh.
2. Perlukaan yang tidak dapat dilihat secara langsung, misalkan perlukaan pada
organ dalam tubuh.
Sedangkan organ dalam dibagi menjadi dua yaitu :
1. Organ tidak berongga (padat, solid), contohnya hepar (hati), limpa, paru dan
otak
2. Organ berongga contohnya usus
Perlukaan organ dalam tubuh dapat terjadi, melalui mekanisme cedera yaitu :
- Cedera Langsung :
Misalnya kepala dipukul martil, maka kulit kepala bisa robek dan menimbulkan
perdarahan luar, tulang kepala dapat retak atau patah serta dapat mengakibatkan
perdarahan di otak.
- Cedera akibat gaya perlambatan (deselerasi)
Misalnya seorang pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan lalu
lintas yaitu menabrak pohon, setelah badan berhenti di pohon maka organ dalam
akan tetap bergerak maju, dalam rongga masing-masing.
- Cedera akibat gaya percepatan
Misalnya pengendara mobil yang ditabrak dari belakang bisa terjadi karena
kendaraan yang ditabrak kecepatan melajunya lebih pelan atau berhenti sehingga
menimbulkan cedera karena terjadi daya pecut (whiplash injury) dan apabila
mobil yang ditabrak tidak memakai head rest (sandaran kepala) dapat
menyebabkan cedera dibawah tulang leher dan luka tembak.

7
- Cidera kompresi
Misalnya mainan anak – anak yaitu sebuah kantung kertas yang ditiup kemudian
ditutup lalu dipukul untuk menimbulkan efek ledakan, ini juga dapat terjadi pada
organ berongga yang dapat pecah karena mendapatkan tekanan.

2. Biomekanika Trauma Pada Kecelakaan Kendaraan


Kecelakaan adalah serangkaian peristiwa dari kejadian-kejadian yang tidak
terduga sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada benda, luka atau
kematian. Kecelakaan lalu lintas dibagi atas “A motor-vehicle traffic accident” dan
“Non motor-vehicle traffic accident.
“A motor-vehicle traffic accident” adalah setiap kecelakaan kendaraan
bermotor di jalan raya.“Non motor-vehicle traffic accident”, adalah setiap kecelakaan
yang terjadi di jalan raya, yang melibatkan pemakai jalan untuk transportasi atau
untuk mengadakan perjalanan, dengan kendaraan yang bukan kendaraan bermotor.
Suatu peristiwa dikatakan sebagai kecelakaan lalu lintas, bila:
1. Terdapat kerusakan pada benda derajat 1
2. Terdapat luka : non- visible derajat 2
3. Terdapat luka : minor-visible derajat 3
4. Terdapat luka : serious visible derajat 4
5. Terdapat korban tewas derajat 5
Fakta fisika dasar dapat menjelaskan pola perlukaan yang kompleks karena
kecelakaan lalu lintas.Trauma jaringan disebabkan karena adanya perbedaan dari
pergerakan. Pada kecepatan yang konstan, dengan kecepatan yang berbeda, tidak akan
menimbulkaan efek apapun seperti pada perjalanan luar angkasa atau rotasi bumi.
Adanya perbedaan perpindahan gerak, dapat menyebabkan peristiwa traumatis yaitu,
akselerasi dan deselerasi.
Perbedaan ini diukur dengan gaya gravitasi atau umum disebut G force.
Jumlah dimana tubuh manusia dapat mentoleransi sangat bergantung pada arah
datangnya gaya tersebut. Deselerasi dengan kekuatan 300G bisa tidak menimbulkan
cedera dan dalam jangka waktu yang pendek gaya 2000G pun masih bisa tidak
menimbulkan cedera, bila datangnya gaya tepat pada sudut yang tepat pada sumbu

8
panjang tubuh. Tulang frontal dapat menahan gaya 800G tanpa fraktur dan mandibula
400G, demikian juga dengan rongga thoraks.
Selama akselerasi maupun deselerasi jumlah trauma jaringan yang dihasilkan
tergantung dari gaya yang bekerja per unit area, perumpamaan seperti pisau yang
tajam akan menembus lebih mudah daripada yang tumpul dengan gaya yang sama.
Jika sebuah pengendara mobil diberhentikan tiba-tiba dari kecepatan 80 km/jam dan
10 cm2 luas dari kepala membentur kaca depan kerusakan akan lebih parah
dibandingkan dengan gaya yang sama dan tersebar 500 cm2 sepanjang sabuk
pengaman.
Pada benturan dari arah frontal, tidak mungkin kendaraan langsung berhenti
sempurna, walaupun menabrak struktur yang sangat besar dan tidak bergerak.
Kendaraan itu akan berubah bentuk dan mengurangi gaya deselerasi dan mengurangi
G force yang akan diterima dari penumpang kendaraan. Nilai dari G forces dapat
dihitung dengan rumus G = C ( V2 )/D, dimana V = kecepatan (km/jam), D jarak stop
dimulai dari waktu benturan (m), dan C adalah konstanta 0.034.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu lintas, antara lain:
a. Faktor manusia
Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan.
Hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran rambu-rambu lalu
lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadap
arti aturan yang berlaku ataupun tidak melihat ketentuan yang diberlakukan atau pula
pura-pura tidak tahu, kelelahan fisik bahkan penggunaan alkohol ataupun obat-obat
terlarang.
b. Faktor kendaraan
Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem tidak
berfungsi sebagaimana seharusnya, kelelahan logam yang mengakibatkan bagian
kendaraan patah, peralatan yang sudah aus tidak diganti dan berbagai penyebab
lainnya. Keseluruhan faktor kendaraan sangat terkait dengan technologi yang
digunakan, perawatan yang dilakukan terhadap kendaraan.Data resmi yang
dikeluarkan Dishub Kota Depok mencatat, saat ini jumlah angkot yang beroperasi
melayani penumpang di 40 trayek atau rute yang ada berjumlah 7.504 unit kendaraan.
Dari jumlah itu sebanyak 3.752 unit atau 50 persennya tidak layak beroperasi.
Keberadaan angkot tak layak jalan itu pun kerep menimbulkan persoalan. Seperti,

9
terjadinya kebakaran akibat konsleting listrik. Dan mogok ditengah jalan sehingga
menggangu arus lalu lintas
c. Faktor jalan
Faktor jalan terkait dengan kecepatan rencana jalan, geometrik jalan, pagar pengaman
didaerah pegunungan, ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan kondisi
permukaan jalan. Jalan yang rusak/berlobang sangat membahayakan pemakai jalan
terutama bagi pemakai sepeda motor.
d. Faktor lingkungan
Hari hujan juga mempengaruhi unjuk kerja kendaraan seperti jarak
pengereman menjadi lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarak pandang juga
terpengaruh karena penghapus kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau lebatnya
hujan mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan kabut juga bisa
mengganggu jarak pandang, terutama didaerah pegunungan.

2.1 Tabrakan mobil


a. Tabrakan dari depan (frontal)

Gambar 3.tekanan dari atap dan mesin mobil.

Tabrakan frontal adalah tabrakan atau benturan dengan benda di depan


kendaraan yang secara tiba- tiba mengurangi kecepatannya. 25 % korban berusia
> 50 tahun.
Orang yang didalam kendaraan yang mengerem mendapat jumlah energy
yang sama , tetapi di bagi pada permukaan yang luas ( seperti gesekan tempat
duduk, kaki pada lantai, ban yang mengerem, ban pada jalan, tangan pada setir)
dan untuk jangka waktu yang lebih lama. Penumpang yang tidak memakai sabuk
pengaman dalam kendaraan yang tabrakan, mengalami peristiwa yang sama
seperti kendaraan yang ditumpanginya. Ketika tabrakan menyebabkan kendaraan
berhenti tiba-tiba, penumpangnya bergerak terus kedepan dengan initial velocity

10
yang sama sampai sesuatu menghentikan gerakkannya seperti dashboard, kaca
depan atau tanah kalau penumpang tersebut terlempar keluar.
Gerakan kedepan dari tubuh terhadap tungkai dapat mengakibatkan :
1. Fraktur dislokasi sendi ankle
2. Dislokasi sendi lutut
3. Fraktur femur
4. Dislokasi posterior acetabulum femoris
Komponen kedua dari gerakan down and under ini adalah gerakan kedepan
dari tubuh dan mengenai setir atau dashboard. Bila bentuk kursi dan posisi
penderita menyebabkan kepala menjadi titik paling depan , maka kepala akan
mengenai kaca depan atau rangka kca depan.
Vertebra cervical menyerap sebagian dari energy initial dan abdomen
menyerap energy dari benturan pada setir atau benturan frontal.Dan juga
kompresi langsung pada struktur muka.Dapat juga terjadi laserasi pada jaringan
lunak oleh pecahan/bagian dari kendaraan.

Gambar 4.dua orang meninggal dalam kejadian kecelakaan frontal mobil


dengan mobil
Tabrakan frontal dengan penderita tanpa sabuk pengaman akan dapat terjadi :
 Bagian bawah penderita bergeser ke depan, biasanya lutut akan
menghantamdashboard
 Bagian atas penderita turut tergeser ke depan, dada atau perut akan
menghantam stir
 Tubuh pendorong terdorong ke atas kepala akan menghantam kaca depan
 Penderita terpental kembali ke tempat duduk

11
Mayoritas luka yang diakibatkan tabrakan frontal.
a. Cedera kepala.
b. Cedera tulang cervical dan vertebrae.
c. Trauma dada.
d. Fraktur tulang panggul.
e. Fraktur tulang lutut kaki.

Pada suatu benturan frontal dengan penderita tanpa sabuk pengaman akan ada
beberapa fase :
- Fase 1
Bagian bawah penderita bergeser ke depan, biasanya lutut terbentur
dashboard. Tulang paha akan menahan beban terlalu berat, akibatnyatulang
paha bisa patah jika tidak kuat manahan beban. Sendi panggul terdorong ke
belakang, jika tidak kuat menahan beban sendi panggul bisa terlepas dari
mangkuknya.

Gambar 6. angkle trauma

- Fase 2
Bagian atas penderita turut bergeser ke depan , dada dan perut akan
menghantam setir mobil. Dalam keadaan ini kemungkinan yang cedera
12
adalah dada atau perut tergantung dari posisi setir (tergantung jenis
mobil).Jika mobil kecil kemungkinan mencederai dada, mobil besar
kemungkinan mencederai perut, atau bahkan mencederai dada dan perut
sekaligus.Dalam menangani kasus ini, penolong harus teliti dalam
melakukan pemeriksaan.

Gambar 7.chest trauma


- Fase 3
Tubuh penderita akan naik, lalu kepala membentur kaca mobil. Dalam fase
ini yang perlu diwaspadai adalah cedera kepala atau leher penderita.
- Fase 4
Penderita terpental kembali ke tempat duduk.Pada fase ini kemungkinan
terjadi cedera tulang belakang (dari tulang servikal sampai tulang
sakrum).Pada jenis kendaraan yang tidak memakai sandaran kepala (head
rest) harus berhati-hati terhadap kemungkinan cedera pecut (whiplash
injury) pada tulang leher.

13
Gambar 8. Trauma cervical pada whiplash injury
Sedangkan kemungkinan yang paling parah pada fase ini adalah penderita bisa
terpental ke luar kendaraan, sehingga cedera yang diakibatkan bisa lebih banyak
lagi (multi trauma).

Gambar 9.knee trauma, head trauma, chest trauma

b. Tabrakan dari belakang


Tabrakan dari belakang mempunyai biomekanik tersendiri. Biasanya
benturan seperti ini terjadi ketika kendaraan sedang berhenti dan ditabrak dari
belakang oleh kendaraan lain. Kendaraan tersebut berikut penumpangnya
diakselerasi ke depan oleh perpindahan energy dari benturannya. Karena aposisi
sabuk pengaman dan badan, badan diakselerasi ke depan bersama dengan
kendaraannya. Tetapi kepala penumpang atau pengemudi sering diakselerasi
bersama dengan badannya, karena tidak ada sandaran kepala yang fungsional dan
mengakibatkan hiperekstensi leher.Kejadian ini meregangkan struktur penunjang
leher dan menyebabkan terjadinya trauma cervical dan trauma whiplash.Fraktur
dari elemen posterior vertebra servikalis dapat terjadi, seperti fraktur laminar,
fraktur vedikel, fraktur spinous procces, dan ini disebar ke seluruh vertebra
cervical.Fraktur pada beberapa tingkat sering terjadi dansering disebabkan karena
kontak langsung dari bagian-bagian bertulang.Benturan frontal dapat terjadi
setelah kendaraan digerakan.
Tabrakan dari belakang bisa terjadi pada kendaraan yang sedang berhenti
atau kendaraan yang kecepatannya lebih lambat.Cedera yang sering terjadi

14
biasanya karena adanya daya pecut (whiplash injury) dan cedera yang harus
diwaspadai adalah cedera dibawah tulang leher, apalagi jika kendaraan tersebut
tidak memakai headrest.

c. Tabrakan dari samping (lateral)


Tabrakan lateral adalah tabrakan/benturan pada bagian samping kendaraan
yang mengakselerasi penumpang menjauhi titik benturan. Benturan seperti ini
adalah penyebab kematian dan trauma tersering kedua setelah trauma frontal.31%
dari kematian karena tabrakan kendaraan terjadi sebagai akibat dari benturan
lateral. Pengemudi yang ditabrak pada sisi pengemudi mempunyai kemungkinan
lebih besar untuk trauma pada sisi kanan tubuhnya, termasuk fraktur iga kanan,
trauma hati dan fraktur skeletal sebelah kanan termasuk fraktur kompresi pelvis.
Demikian juga penumpang di sebelah kiri akan mendapat trauma skeletal yang
sama pada sisi kiri demikian juga dengan trauma thorak dan sering didapat
trauma limpa.
Pada benturan lateral kepala bergerak seperti massa atau benda yang berat
yang memutar dan membengkokkan leher ke samping, sedangkan badan di
akselerasi menjauhi sisi terjadinya tabrakan atau benturan. Benturan lateral yang
kuat dapat terjadi avulse akar syaraf dan trauma pada plexus brachialis.
Tabrakan dari samping yang sering terjadi di perempatan jalan yang tidak
ada rambu lalu-lintasnya.Cedera yang bisa terjadi di bagian samping yang
tertabrak kendaraan, yaitu bisa dari kepala hingga kaki tergantung jenis
kendaraan yang menabrak dan yang ditabrak.
d. Terbalik
Kendaraan yang terbalik secara perlahan dan pengemudi atau
penumpangnya memakai sabuk pengaman jarang sekali mengalami cedera yang
serius, lain halnya dengan kendaraan yang terguling (roll over) apalagi
penumpangnya tidak memakai sabuk pengaman, bisa mengakibatkan cedera di
semua bagian tubuh (multi trauma).
Dalam menangani kasus seperti ini penolong harus berhati-hati karena
semua bagian bisa mengalami cedera baik yang kelihatan maupun yang tidak
kelihatan.Pada kejadian dengankendaraan terbalik yang harus diwaspadai adalah
cedera daerah tulang belakangdan cedera organ dalam.Pada kendaraan yang
terbalik penumpangnya dapat mengenai atau terbentur pada semua bagian dari

15
kompartemen penumpang.Jenis trauma dapat diprediksi dengan mempelajari titik
benturan pada penderita.Sebagai hukum yang umum dalam kejadian terbaliknya
kendaraan maka terjadi beberapa gerakan yang dahsyat dapat menyebabkan
trauma yang serius (multipeltrauma).Ini lebih berat bagi penumpang yang tidak
memakai sabuk pengaman.
 Lokasi perlukaan
Lokasi perlukaan adalah lokasi dimana terjadinya luka akibat kecelakaan lalu
lintas yang meliputi daerah kepala, ekstremitas atas, ekstremitas bawah, tubuh bagian
depan, dan tubuh bagian belakang. 7
a. Trauma Kompresi
Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti bergerak,
sedangkan bagian dalam tetap bergerak kedepan. Organ-organ terjepit dari
belakang oleh bagian belakang dinding thoraco abdominal dan columna
vertebralis dan didepan oleh struktur yag terjepit. Trauma tumpul miokardial
adalah contoh khas untuk jenis mekanisme trauma ini.
Trauma yang mirip dapat terjadi pada parenkim paru dan organ
abdominal.Paru-paru dan isi rongga abdomen menggambarkan variasi khusus
mekanisme trauma dan menekankan prinsip yang menyatakan bahwa keadaan
jaringan pada saat pemindahan energy mempengaruhi kerusakan jaringan. Pada
tabrakan penderita secara reflek akan menarik nafas dan menahannya dengan
menutup glottis, kompresi pada torak menyebabkan rupture alveola dan terjadi
pneumothorak dan atau tension pneumothorak. Meningkatnya tekanan intra
abdominal menyebabkan rupture diafragma dan translokasi organ-organ abdomen
kedalam rongga thorak.Juga dapat terjadi rupture hepar dan gangguan usus akibat
kompresi ini.Trauma kompresi dapat juga terjadi pada jaringan otak.Gerakan
kepala dikaitkan dengan penerapan Force melalui benturan dapat merupakan
akselerasi cepat pada otak.Akselerasi otak pada axis manapun dapat
menyebabkan trauma kompresi pada jaringan susunan syaraf pusat ditempat yang
berlawanan dengan titik benturan.Akselerasi otak juga menyebabkan penekanan
dan peregangan pada tempat pertemuan kritis, seperti pertemuan otak dan batang
otak atau sumsum tulang belakang, dan pertemuan perenkim otak dan membrane
meningeal.Trauma kompresi dapat juga terjadi pada depresi tulang tengkorak.
b. Trauma Deselerasi

16
Trauma deselerasi terjadi jika bagian yang menstabilisasi organ, seperti
pedikel ginjal, ligamentum teres, aorta desnden thorax, berhenti bergerak ke
depan bersama badan, sedangkan organ yang mobil seperti limpa, ginjal atau
jantung dan aortic arch tetap bergerak ke depan. Shear forces terjadi di aorta
dengan berlanjutnya gerak ke depan dari aortic arch terhadap aorta desenden yang
statis. Aorta distal melekat pada tulang punggung dan deselerasi yang cepat
terjadi bersama badan. Shear forces yang terbesar terjadi dimana arch aorta
desenden yang stabil bertemu dengan ligamentum arteriosum. Mekanisme trauma
ini dapat juga terjadi dengan limpa dan ginjal pada pedikelnya : pada hati terjadi
laserasi hati bagian sentral, ketika terjadi deselerasi lobus kanan dan kiri sekitar
ligamentum teres : di tengkorak ketika bagian belakang otak terlepas dari
tengkorak dan merobek pembuluh darah dan terbentuk lagi space occupying.
Perlekatan yang banyak pada dura, arachnoid dan pia didalam tengkorak secara
efektif memisahkan otak ke dalam beberapa kompartmen. Kompartmen-
kompartmen ini menderita beban oleh akselerasi maupun deselerasi. Contoh lain
adalah vertebra cervical yang fleksibel dan terikat pada vertebra thoracalis yang
relative tidak dapat bergerak, sering terjadi trauma pada pertemuan servikal 7-
thorakal 1.
c. Trauma karena alat pengaman (sabuk pengaman)
Nilai alat pengaman dalam menurunkan trauma telah terbukti, sehingga
tidak perlu diperdebatkan lagi. Riwayat alat pengaman dimulai pada waktu
perang dunia ke I. pemakaian kantung udara akan mengurangi risiko benturan
pada saat tabrakan fontal, namun hanya 70% tabrakan. Pada saat tabrakan
kantung udara akan mengembang lalu segera mengempis kembali. Kantung udara
tidak bermanfaat pada tabrakan dari samping, belakang ataupun terbaik. Kantung
udara samping, untuk menghadapi tabrakan lateral saat ini sedang dalam
perkembangan. Saat ini proteksi maksimal hanya dicapai bila kantung udara
dipakai bersama sabuk pengaman.Bila dipakai dengan benar, sabuk pengaman
dapat mengurangi trauma. Pada kecepatan tinggi, sabuk pengaman sendiri dapat
merupakan sumber trauma, namun tentu saja traumanya akan lebih ringan. Bila
tidak dipakai dengan benar, sabuk pengaman dapat menimbulkan trauma.Agar
berfungsi baik, sabuk pengaman harus dipakai di bawah spina iliaka anterior
superior, dan diatas femur, tidak boleh mengendor saat tabrakan dan harus
mengikat penumpang dengan baik. Bila dipakai terlalu tinggi (diatas spina iliaka)

17
maka hepar, lien, pancreas, usus halus, duodenum dan ginjal akan terjepit antara
sabuk pengaman dan tulang belakang, dan timbul burst injury atau laserasi.
Hiperefleksi vertebra lumbalis akibat sabuk terlalu tinggi akan
mengakibatkan fraktur kompresi anterior dari vertebra lumbalis (chance fracture).
Transfer energy dalam rongga thorak dapat sangat besar, walaupun memakai
sabuk pengaman dan dapat menjadi pneumothorak, trauma tumpul jantung
maupun fraktur klavikula; penumpang tidak akan hidup tanpa sabuk pengaman.
Pada daerah dada, jika tidak menggunakan sabuk pengaman akan dijumpai
jejas stir, yang bila benturannya hebat dapat menyebabkan kerusakan pada bagian
dalam yaitu fraktur dada dan iga serta pecahnya jantung.

Gambar 10: setir mobil yang tercetak di dada.

d. Trauma karena airbag (kantung udara)


Airbag berfungsi sebagai pelindung dalam berkendara dan dikombinasikan
dengan sabuk pengaman.Airbag terdiri dari satu atau lebih sensor yang dapat
mendeteksi perubahan kecepatan secara longitudinal selama benturan, unit
elektronik yang memonitor sistem, sebuah inflator dan kantong udara.Prinsip
airbag itu sendiri adalah sebagai ruangan antara pengendara dengan interior di
dalam mobil yang berupa kantong udara bertekanan rendah yang fungsinya
sebagai bantalan untuk meredam energi yang dilepaskan sewaktu terjadi benturan
dan menyebarkan energi tersebut area tubuh secara maksimal.
Ketika tubuh yang bergerak membentur benda yang diam, energi yang
dihasilkan akan memberikan kerusakan terhadap jaringan tubuh yang terkena
benturan tersebut, sementara jika tubuh terhalangi oleh sesuatu yang tidak padat

18
atau bagian tubuh yang terkena benturan tersebut bersifat elastis maka waktu
benturan menjadi lebih panjang dan dampak benturan menjadi berkurang.

Gambar 11. Komposisi airbag

Menurut hasil penelitian, trauma yang paling sering adalah trauma dada
sehingga biasanya ditemukan perforasi jantung dengan tamponade perikardial,
fraktur iga multipel dengan flail chest, laserasi pada arteri brankiocephalika,
laserasi pada vena kava inferior dan kontusio jantung. Hal ini disebabkan karena
pada pengembangan airbag, kekuatan yang terfoks pada sternum adalah sebesar
20 kNyaitu sekitar enam kali lebih besar dari toleransi yang bisa ditahan
manusia.Ketika airbag mengempis biasanya ditemukan residu kapur karena
pembuat kantung airbag menggunakan kapur sebagai pelicin sehingga kantong
dapat mengembang dan mengempis dengan cepat.Fakta ini dapat membantu saat
dilakukan pemeriksaan luar pada korban.

2.2 Biomekanika trauma pada kecelakaan motor


Ada 3 cara yang sering terjadi pada saat kejadian kecelakaan :
1. Tabrakan frontal, pada kecelakaan ini pengemudi akan terbentur ke depan, kedua
tungkai akan mengenai stang kemudi yang dapat mengakibatkan patah setelah itu
pengemudi akan mengalami terjun bebas dengan cidera yang tak bisa diramalkan.

19
2. Benturan dari samping, disini yang terbentur terlebih dahulu adalah kaki setelah
itu pengemudi akan terpental.
3. Sliding down the bike, pada saat akan terjadi benturan pengemudi dengan sengaja
(profesional) atau tidak sengaja menekan motornya ke bawah sehingga motornya
akan melesat dan pengemudinya di belakangnya. ini menimbulkan cidera yang
paling ringan, namun cidera terhadap jaringan lunak bisa sangat berat apabila
pengemudi tidak memakai jaket atau celana tebal.
 Pola perlukaan pada kecelakaan bermotor :
Bagian ekstremitas merupakan bagian tubuh yang paling sering mengalami
cedera pada kasus kecelakaan sepeda motor, namun selain itu juga sering terjadi
cedera pada organ kepala, dada dan juga abdomen. Sepeda motor yang terlibat
kecelakaan saat memungkinkan menimbulkan cedera pada bagian atas tubuh
khususnya pada kepala dan tenggorokan. Beberapa cedera terjadi akibat benturan
selama pengemudi masih duduk di atas sepeda motor, tetapi lebih banyak terjadi
ketika dia terjatuh dan terhantam pada aspal jalan atau benda lain. Beberapa kematian
terjadi ketika sepeda motor terjatuh dan menabrak kendaraan. Roda dari kendaraan
tersebut mungkin melindas pelindung kepala tersebut, pengendara juga mungkin
dapat menderitabeberapa cedera kepala yang berat tanpa terjadi kerusakan jaringan
lunak kulit kepala. Beberapa jenis ataupun perlukaan yang terjadi:

a. Karena pengendara sepeda motor tidak mungkin untuk menghindari bersentuhan


atau benturan terhadap benda keras seperti jalan maupun benda keras lainnya saat
terjadi kecelakaan, maka biasanya pengendara mengalami cedera kepala dan sering
dalam tingkat yang parah, dan merupakan 80% penyebap kematian. Meskipun
memakai helm di wajibkan di tiap Negara, namun tingkat keparahan benturan
seringkali mengalahkan efek perlindungan dari pengguna helm, mungkin dapat
ditemukan adanya serpihan helm yang merusak bagian otak besar.Gambaran rusakan
pada tulang tengkorak sedikit banyak juga dapat memberikan petunjuk mengenai
dampak kekerasan yang terjadi terhadap organ otak, besaran daya yang digunakan,
arah datangnya kekerasan dan lain-lain.Secara konvensional, kerusakan tulang
terbagi menjadi dua kategori yakni akibat kekerasan tumpul dan tajam.Kerusakan
akibat kekerasan tumpulmenghasilkan tanda-tanda benturan, pada tulang hingga
serpihan tulang.Dapat juga ditentukan besaran daya yang dihantarkan untuk
menghasilkan kekerasan tersebut, dilihat dari jumlah fragmen tulang yang terbentuk

20
dan perubahan bentuk fragmen tulang.Baik kekerasan tumpul maupun tajam, tanda-
tanda bekas benturan, patah tulang atau tanda terpotong dapat mengindikasikan
diantaranya bentuk objek yang mengenai tulang saat benturan dan tipe cedera.
b. Cedera pada dada dapat menjadi penyebab kematian yang tidak terdeteksi pada
keadaan dimana terjadi benturan kuat pada dada, dapat timbul memar pada jantung.
Memar ini menyebabkan terbentuknya gumpalan darah (trombosis) yang
menyumbat pembuluh nadi jantung, jalur suplai makanan dan oksigen pada jantung
(arteri coronaria), hingga terjadi kematian mendadak. Karena kondisi ini, pada kasus
kecelakaan lalu lintas dengan cedera pada dada, seyogyanya dilakukan pemeriksaan
patologi anatomi pada otot jantung. Pengamatan seksama pada otot jantung saat
otopsi dapat membantu deteksi kerusakan otot jantung, walau tidak memiliki
sensitifitas yang sama dengan pemeriksaan patologi anatomis.
Demikian juga pada kondisi dimana terjadi tekanan atau himpitan yang kuat pada
dada korban, pernafasan dapat terhenti karena dinding dada tidak dapat
mengembanag. Pada otopsi kondisi ini harus diperhatikan dengan seksama,
mengingat, di daerah dada kadang hanya terdapat memar, informasi tambahan pada
tahap persiapan otopsi harus dimaksimalkan untuk dapat mendeteksi dengan baik
asfiksia mekanik ini.
c. anggota gerak (ekstremitas) bawah juga merupakan bagian tubuh yang sering
mengalami cedera pada kecelakaan sepeda motor, baik akibat dari benturan
langsung dengan kendaraan lain, benturan terhadap jalan, maupun karena terjepit
oleh bagian dari kerangka motor. Laserasi, luka gesek dan fraktur sering terjadi pada
anggota gerak bawah. Komplikasi yang sering terjadi adalah fraktur tulang pelvis
yang terjadi pada 55% dari keseluruhan kasus kecelakaan sepeda motor. Dislokasi
sendi maupun patahnya tulang pada ekstremitas pada studi ini memang tidak ada
yang menyumbangkan angka sebab kematian, namun deteksinya penting dalam
pemahaman mekanisme cedera dan pengobatannya. Pada beberapa kasus,
pemeriksaan radiologis akan amat membantu dalam deteksi cedera.
d. Salah satucedera yang juga sering terjadi pada kecelakaan sepeda motor biasanya
berupa kecelakaan “tail gating”, dimana pengendara sepeda motor menabrak dan
sepeda motor bagian kerangka mesin masuk hingga berada di bawah celah mobil
(truk) tetapi bagian kepala sepeda motor tersangkut di bagian belakang mobil (truk).
Dekapitasi juga dapat terjadi pada kasus kecelakaan yang berat, namun cedera
kepala dan leher hamper selalu terjadi. Saat ini kenderaan besar (truk) di berbagai

21
Negara diharuskan memiliki besi penahan yang diletakkan di bagian belakang
kenderaan untuk mencegah terjadinya kecelakaan jenis ini, yang juga dapat terjadi
pada kenderaan bermotor lainnya.
Helm pelindung berfungsi baik sebagai pelindung yang bersifat kaku terhadap
benturan yang sebenarnya tergantung dari bahan pembuat bantalan pelindung yang
berada didalam helm, fungsi yang kedua adalah memberikan permukaan yang rata
dengan tujuan untuk memperpanjang jarak berhenti apabila pengendara tergelincir
dan jatuh sehingga menurunkan “G Force” dari deselerasi yang mungkin terjadi.
Helm dirancang terutama untuk mengontrol kecepatan deselerasi yang terjadi,
sehingga pada benturan yang kuat, yang terjadi pada kecelakaan tinggi, helm
tersebut tetap dapat mengalami kerusakkan atau terjadinya cedera kepala dan otak
akibat persentuhan dengan benda tumpul. Besi penahan (crash bars) yang dipasang
atau diletakkan pada bagian depan dari mesin sebenarnya bertujuan untuk
melindungi kaki pada saat terjadi kecelakaan. Namun pada kasus dengan benturan
yang cukup kuat, besi penahan tersebut dapat menyebabkant terjepitnya kaki
pengendara karena besi penahan tersebut terjadi terlekuk kearah dalam dikarenakan
oleh benturan.

2.3 Biomekanika trauma Pejalan kaki ditabrak


Lebih dari 7000 pejalan kaki terbunuh setiap tahun setelah tertabrak kendaraan
bermotor, 110000 korban lainnya mengalami trauma serius nonfatal setelah tabrakan
tersebut. Masalahnya ialah kejadian ini merupakan sifat alami orang kota, dimana
hamper 80% trauma seperti ini terjadi di kota dan jalan-jalan pemukiman. Tanda-tanda
bekas rem memang terlihat pada hamper ¾ kejaian kecelakaan, mengurangi kecepatan
benturan rata-rata kurang lebih 10mph (16km/jam). Diperkirakan bahwa hamper 90%
dari seluruh pejalan kaki yang tertabrak kejadiannya berlangsung dalam kecepatan
kurang dari 30mph (48km/jam). Anak-anak menempati prosentase yang besar dalam
tabrakan dengan kendaraan ini.Trauma yang dialami pada umumnya meliputi kepala,
thorak, ekstremitas bawah.
Terdapat tiga fase benturan yang dialami pejalan kaki.
a. Benturan dengan bemper
Tingginya bemper versus ketinggian penderita merupakan factor kritis dalam
traumayang terjadi.Orang dewasa dengan posisi berdiri, benturan awal dengan
bemper biasanya mengenai tungkaidan pelvis.Trauma lutu terjadisama seringnya

22
seperti trauma pelvis. Anak-a;nak lebih mungkin terkena dadadan abdomen.
Dengan berubahnya desaihn kendaraan dimana bemper lebih rendah, makapola
cidera pun bergeser dimana baik pada dewasa maupun anak, trauma ekstremitas
bawah akan lebih menonjol. Namun kecenderungan ini tidak belaku bagi
kendaraan truk, pick-up ataupun kendaraan rekreasi yang sering ada dijalan raya.
b. Benturan kaca depan mobil dan tutup mesin
Trauma dada dan kepala merupakan akibat dari benturan dengan atap dan kaca
angin.
c. Benturan dengan tanah
Trauma kepala dan tulang belakang, terjadi karena penderita terjatuh ke tanah
atau mengalami akselerasi dan mengenai obyek lain sebagai tambahannya.
Trauma kompresi organ dapat terjadi pada keadaan ini.

2.4 Pola Kelainan Kecelakaan


 Pola kelainan pada pejalan kaki.
Pada pejalan kaki terdapat kelainan yang menurut mekanisme terjadinya dibagi
dalam:
1. Luka karena impak primer, yaitu benturan yang pertama terjadi antara korban
dengan kendaraan
2. Luka karena impak sekunder, yaitu benturan korban yang kedua kalinya
dengan keduakalinya dengan kendaraan (misal : impak primer adalah tungkai,
korban terdorong sehingga jatuh ke belakang terkena pada bagian kaca mobil,
ini yang disebut impak sekunder),
3. Luka yang sekunder, yaitu luka yang terjadi setelah korban jatuh ke atas jalan.
Luka pada tungkai merupakan kelainan yang terpenting didalam menentukan
bagaimana dari kendaraan yang membentur korban.Korban dewasa umumnya
ditabrak dari arah belakang atau samping, luka yang khas biasanya terdapat pada
tungkai bawah, pada satu tungkai atau keduanya.Jika korban berdiri pada
tungkainya sewaktu tabrakan terjadi, luka yang hebat dapat dilihat pada tungkai,
dimana sering terjadi fraktur tersebut dapat terdorong keluar menembus otot. Pada
waktu yang bersamaan dengan terjadinya impak primer pada tungkai bawah
(bumper injuries; bumper fractures), bagian bokong atau punggung akan terkena
dengan radiator atau kap mobil, lampu atau kaca depan (impak sekunder) sebagai

23
kelanjutannya korban dapat jatuh dari kendaraan ke jalan, dan ini menimbulkan
luka (luka sekunder). 6,8
Korban yang tergeletak di jalan dapat terlindas oleh roda kendaraan, yang
dapat menimbulkan luka yang sesuai dengan bentuk kembang dari ban tersebut
(jejas ban; tyre marks). Luka memar jejas ban yang ditimbulkan oleh penekanan
permukaaan ban pada kulit yang menyebabkan terjadinya perdarahan bawah kulit
yang kemudian berpindah ke tempat yang kurang tertekan, yakni pada daerah
cekungan pada muka ban, berupa perdarahan di tepi. Jejas ban atau tyre marks
berguna dalam penyidikan kasus tabrak lari; yang akan diperkuat lagi bila terdapat
kecocokan golongan darah yang terdapat pada kendaraan dengan golongan darah
korban.
Bila kendaraan yang menabrak tadi termasuk kendaraan berat, seperti truk
atau bis, kelainan pada korban dapat sangat hebat, tubuh seluruhnya dapat hancur
atau sukar dikendali; keadaan ini dikenal sebagai “crush injuries“atau
“compression injuries”.
Jika bagian bawah dari kendaraan sangat rendah, tubuh korban dapat terseret
dan terputar , sehingga terjadi pengelupasan kulit dan otot yang hebat keadaan ini
dikenal sebagai rolling injuries. Luka lecet serut dapat ditemukan, dimana pada
awal luka lecet, tampak batas yang lebih tegas sedangkan pada akhir luka lecet,
batas tidak tegas dan terdapat penumpukan kulit ari yang tergeser.
Pada daerah dimana terdapat lipatan kulit seperti daerah lipat paha, jika daerah
tersebut terlindungi, kulit akan teregang sehingga menimbulkan kelainan yang
disebut striae like tears, dimana sebenarnya daerah yang terlindas bukan di lipatan
kulit tersebut, tetapi di daerah yang berdekatan.
 Pola Kelainan Pada Pengendara Sepeda
Luka-luka pada pengendara sepeda hampir sama dengan pejalan kaki, tetapi luka-
luka sekundernya biasanya lebih parah. Letak benturan pada tubuh biasanya
rendah.
 Pola Kelainan Pada Pengemudi Mobil
Bila pada kecelakaan yang terjadi kendaraan berhenti secara mendadak, akan
didapatkan kelainan yang agak khas; yaitu:
1. Pada daerah kepala, yang berbenturan dengan kaca akan didapatkan luka
terbuka kecil-kecil dengan tepi tajam sebagai akibat persentuhan dengan kaca

24
yang pecah; bila benturannya hebat sekali dapat terlihat luka lecet tekan,
memar atau kompresi fraktur. Cedera leher (whiplash injury) dapat terjadi pada
penumpang kendaraan yang ditabrak dari belakang. Penumpang akan
mengalami percepatan mendadak sehingga terjadi hiperekstensi kepala yang
disusul dengan hiperfleksi. Cedera terjadi terutama pada ruas tulang leher ke
empat dan lima yang membahayakan sumsum tulang belakang. Kerusakan
pada medulla oblongata dapat berakibat fatal. Timbulnya cedera leher ini juga
dipengaruhi oleh bentuk sandaran tempat duduk dan kelengahan korban.
2. Pada daerah dada, jika tidak menggunakan sabuk pengaman akan dijumpai
jejas stir, yang bila benturannya hebat dapat menyebabkan kerusakan pada
bagian dalam yaitu fraktur dada dan iga serta pecahnya jantung.
3. Pemakaian sabuk pengaman dapat pula menyebabkan luka bagi si pengemudi,
khususnya bila terjadi tabrakan dengan kecepatan tinggi. Kerusakan tersebut
terutama alat-alat dalam rongga perut, hati dapat hancur. Kelainan yang
disebabkan oleh sabuk pengaman (seatbelt injuries) dapat dikenali sebagai
suatu luka lecet tekan yang bentuknya sesuai dengan sabuk tersebut atau dalam
bentuk apa yang disebut perdarahan tepi (marginal hemorrhages), yaitu
perdarahan yang terdapat tepat di luar dan berbatasan dengan tubuh yang
terkena sabuk pengaman tersebut.
4. Pengemudi biasanya mengalami luka pada pergelangan tanyan karena
menahan kemudi, sedangkan tulang femur dan pelvis mungkin patah akibat
menginjak pedal dengan kuat.
 Pola Kelainan Pada Penumpang Mobil
Penumpang mobil yang duduk di depan dapat mengalami kelainan terutama di
kepala dan bila memakai sabuk pengaman akan ditemukan kelainan seperti
pengendara mobil. Pada penumpang mobil yang duduk di belakang dapat
mengalami kelainan terutama di daerah perut, panggul atau tungkai.
 Pola Kelainan Pada Pengemudi Sepeda Motor
Luka karena impak primer pada tungkai, luka karena impak sekunder pada bagian
tubuh lain sebagai akibat benturan tubuh dengan bagian lain dari kendaraan
lawan; luka yang yang terjadi sekunder sebagai akibat benturan korban dengan
jalan. Laying the bike down merupakan usaha yang dilakukan untuk menghindari
terjepit antara kendaraan dan objek yang akan ditabraknya, pengendara mungkin

25
akan menjatuhkan kendaraanya ke samping, membiarkan kendaraan bergeser dan
ia sendiri bergeser dibelakangnya. Bila jatuh dengan cara ini akan dapat terjadi
trauma jaringan lunak yang parah.

Luka yang terjadi sekunder, seringkali merupakan penyebab kematian


pada korban karena yang mengalami kerusakan adalah kepalanya.Fraktur pada
tengkorak sebagai akibat luka sekunder tersebut dapat mudah diketahui, yaitu dari
sifat garis patahnya, dimana terdapat garis patas linier (fraktur linier), sedangkan
pada keadaan lain, misalnya kepala dipukul dengan palu yang berat, frakturnya
adalah fraktur kompresi. Dengan demikian terdapat perbedaan kelainan fraktur
tengkorak yaitu bila korban (kepala), bergerak mendekati benda tumpul (jalan),
dengan bila kepala diam akan tetapi benda tumpulnya yang dating mendekati
kepala. Pemakaian helm dimaksudkan untuk meredam benturan pada kepala.
Perlu diketahui bahwa bagi pembonceng kendaraan sepeda motor tidak
ditemukan kelainan yang khusus.

26
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Trauma adalah penyebab utama kematian di seluruh dunia keenam, akuntansi untuk
10% dari semua kematian, dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius
dengan biaya sosial dan ekonomi yang signifikan. Trauma dapat mengakibatkan
komplikasi sekunder seperti kejutan peredaran darah, kegagalan pernafasan dan
kematian.Resusitasi pasien trauma sering melibatkan beberapa prosedur
manajemen.Pada Trauma terjadi dua hal penting pada tubuh manusia yaitu biomedika
trauma dan respon metabolik terhadap trauma.Jenis-jenis trauma mekanik yaitu trauma
tumpul dan trauma tembus merupakan kavitas merupakan hasil perubahan energy
antara peluru yang bergerak dan jaringan tubuh.Jumlah kavitasi (atau perubahan energi)
adalah sebanding dengan area permukaan pada titik tabrak, kepadatan jaringan dan
kecepatan dari proyektil pada saat tabrakan. Trauma tumpul terdiri dari tabrakan
kendaraan dimana penderita adalah penumpang atau pengemudi, tabrakan pejalan kaki,
tabrakan sepeda motor, trauma yang disengaja (serangan), jatuh (Falls), trauma ledakan
(Blast Injury) sedangkan trauma tembus terdiri dari peluru, kecepatan / velositas, luka
tembak masuk dan luka tembak keluar. Penanganan trauma mekanik dengan ABCD
(Airway, Breathing, Circulation, Disability), pengelolaan jalan nafas, ventilasi dan
survey sekunder.Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil.Bila
sewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali
mengulangi Primary survey. Primary survey adalah Pemeriksaan dari kepala sampai ke
jari kaki (head-to-toe examination)

3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka kami selaku penulis berpesan untuk lebih
mengenali konsep trauma mekanik secara teoritis agar dapat mengaplikasikannya
dilapangan.Hendaknya instansi kesehatan sering menelakukan pelatihan-pelatihan
tentang pencegahan dan penanggulangan trauma mekanik.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Kurianti, A. 2015. Modul PPGD dan TAGANA: Penanganan Luka, Patah Tulang dan
Biomekanika Trauma. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.
2. Riyadina Woro. 2009. Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan
Lalu Lintas di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. Volum:
59.2009http://www.bps.go.id/
3. WHO. 2013. Fact Sheet: Status Keselamatan Jalan di Regional Asia Tenggara tahun
2013. Regional Office of South – East Asia.
4. Polrestabes Semarang. 2014. Laporan Tahunan Laka Lantas Polrestabes Semarang
2012-2014. Semarang: Polrestabes Semarang.
5. BPS. 2014. Jumlah Populasi Kendaraan di Kota Semarang. Badan Pusat Statistik: Kota
Semarang
6. Idries, dr. Abdul Mun'im. 1997. Kecelakaan Transportasi. Pedoman Ilmu Kedokteran
Forensik. s.l. : Binarupa Aksara, 1997
7. Dikshit, P.C. RoadTraffic Accidents. Textbook of Forensik Medicine and Toxicology.
New Delhi : PEEPEE, pp. 189-198.
8. DiMaio, V. Death Caused by Motor Vehicle Accidents. Forensic Pathology. London. :
CRC. 2001
9. Ramsay, David A. 2007. Blunt Trauma. Forensic Pathology of Trauma. Totowa :
Human Press, 2007.
10. Budianto, Arif, Widiatmaka, Wibisana and Sudiono, Siswandi. 1997. Traumatologi
Forensik. Arif Budianto. Ilmu Kedokteran Forensik FKUI. s.l. : Bagian Kedokteran
Forensik FKUI, 1997.
11. Wolf, Dwayne A. 2005. Motor Vehicle Collisions. [book auth.] David Dolinak.
Forensic Pathology Principles and Practice. USA : Elsevier, 2005.
12. Argyros GJ. Management of Primary Blast Injury. Toxicology 1997
13. Guy RJ, Glover MA, Cripps NPJ. The Pathophysiology of Primary Blast Injury and Its
Implication for Treatment. Part I: The Thorax. J R Nav Med Serv 1998
14. Knight, B., Firearm and Explosive Injuries, in Simpson's Forensic Medicine, B. Knight,
Editor 1997, Arnold: London

28

Anda mungkin juga menyukai