Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bencana alam secara langsung memberikan dampak buruk pada kehidupan

manusia, lingkungan fisik, biologis dan sosial. Dampak buruk ini akan

menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan, kesejahteraan, dan kelangsungan

hidup masyarakat yang berkepanjangan (WHO, 2017).

Centre for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED), melaporkan

bahwa pada tahun 2012 di seluruh dunia telah terjadi 357 kali bencana alam yang

menyebabkan 122.900.000 korban dan lebih dari 9.655 orang meninggal dunia

dengan kerugian diperkirakan mencapai US$ 157.300.000.000 akibat kerusakan

yang terjadi. Lima dari 120 negara yang paling sering terkena bencana adalah,

Cina, Amerika Serikat, Filipina, Indonesia, dan Afganistan menyumbang 38,1 %

dari total bencana (CRED, 2012).

Berkaitan dengan dampak-dampak yang ditimbulkan akibat bencana alam

seperti yang diuraikan di atas, pada tahun 1994 PBB mengeluarkan deklarasi

pencanangan dimulainya dekade tahun 1990 – 2000 sebagai dekade kerjasama

internasional dalam usaha mengurangi dampak bencana alam terhadap umat

manusia di dunia yang disebut sebagai The Yokohama Strategy Plan and Action.

Deklarasi tersebut pada intinya merupakan suatu pernyataan dari seluruh bangsa-

bangsa di dunia bahwa telah terjadi perubahan yang mendasar pendekatan “the

post disaster management” ke pendekatan “pre disaster mitigation, prevention

and preparedness strategies” (UNISDR, 1994).

1
2

Indonesia merupakan salah satu negara yang tergolong rawan terhadap

kejadian baik bencana alam maupun karena tindakan manusia, hal tersebut

berhubungan dengan letak geografis, iklim, geologis dan faktor-faktor lain seperti

keragaman sosial budaya dan politik (DepKes RI, 2007). Berdasarkan The

WorldRiskIndex 2016, Indonesia ditetapkan sebagai negara yang berisiko tinggi

terhadap bencana dengan index risiko 10,24% (kejadian bencana: 19,36%,

kerentanan: 52,87%) (UNU-EHS, 2016).

Selama kurun waktu 5 tahun antara tahun 2010 – 2014 jumlah kejadian

bencana di Indonesia mencapai 1.907 kejadian bencana, terdiri dari 1.124 bencana

alam, 626 bencana non alam dan 157 bencana social. Sedangkan untuk tahun

2014 jumlah kejadian bencana sebanyak 456 kejadian, terdiri dari 227 bencana

alam (49%), 197 bencana non alam (44%) dan 32 bencana sosial (7%). Kejadian

bencana tersebut menimbulkan jumlah korban sebanyak 1.699.247 orang, terdiri

dari 957 orang korban meninggal, 1.932 orang luka berat/dirawat inap, 694.305

orang luka ringan/rawat jalan, 391 orang hilang dan 1.001.662 pengungsi

(Kemenkes RI, 2014).

Berdasarkan statistik kejadian bencana dalam periode antara 1 Januari sampai

11 November 2016, dilaporkan terjadi 1.985 bencana alam di Indonesia. Angka

statistik ini merupakan yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Dari 1.985 bencana

tersebut di antaranya adalah 659 kejadian banjir bandang, 572 kejadian angin

puting beliung, dan 485 kejadian tanah longsor. Bencana alam ini menyebabkan

375 orang meninggal dunia, dan 383 orang menderita luka-luka (BNPB, 2016)
3

Propinsi Sulawesi Tengah dengan luas wilayah 68.059,71 km2, memiliki

angka kepadatan penduduk mencapai 39 jiwa per km persegi. Wilayah provinsi

ini terdapat sekitar 25 gunung yang memiliki ketinggian lebih dari 2.000 meter.

Berdasarkan indeks risiko bencana Indonesia (IRBI) tahun 2013, dari 11

Kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah, 10 di antaranya berada dalam kelas risiko

tinggi dengan risiko bencana banjir, gempa bumi, kebakaran permukiman,

kekeringan, cuaca ekstrem, longsor, gunung api, abrasi, konflik sosial, epidemi

dan wabah penyakit (BNPB, 2016).

Kabupaten Poso adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Sulawesi Tengah

dengan luas wilayah 8.712,25 km2, memiliki jumlah penduduk 225.379 orang.

Menurut IRBI tahun 2013 Kabupaten Poso berada dalam kelas risiko tinggi

terhadap kejadian bencana. Kondisi geografis Kabupaten Poso yang terdiri atas

bukit, pegunungan, danau, laut, dan sungai-sungai besar merupakan potensi

menjadi ancaman yang bisa memicu terjadinya bencana alam terutama bila terjadi

perubahan cuaca global. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

Kabupaten Poso mencatat adanya 168 titik daerah rawan bencana di Kabupaten

Poso (BPBD Poso, 2016). Data yang diperoleh dari BPBD Poso bahwa pada

tahun 2016 ini telah terjadi 2 kali kejadian bencana banjir dan tanah longsor yaitu

pada bulan Januari dan April 2016.

Perawat sebagai lini terdepan dalam pelayanan kesehatan memegang peranan

penting dalam situasi bencana dan krisis. Perawat dipanggil untuk merespon

kebutuhan individu, kelompok dan masyarakat di saat krisis karena perawat

mempunyai keterampilan yang luas (misalnya menyediakan pengobatan, dan


4

pencegahan penyakit), kreativitas dan kemampuan beradaptasi, kepemimpinan,

dan berbagai keterampilan yang dapat diterapkan dalam pengaturan dan situasi

bencana (ICN, 2009).

Hasil studi yang dilakukan oleh Baack, & Alfred. (2013) mengungkapkan

bahwa sebagian besar perawat yang bekerja di pedesaan tidak percaya diri dengan

kemampuan mereka untuk menanggapi peristiwa bencana besar. Teori perilaku

kesehatan yang paling terkenal adalah teori efikasi diri Bandura menjelaskan

efikasi diri berkaitan dengan keyakinan diri bahwa ia mampu mengontrol situasi

sulit dan yakin mampu mengatasi situasi yang merugikan (Bandura, 1997). efikasi

diri berkaitan dengan keyakinan individu dapat atau tidak dapat melakukan

sesuatu bukan pada hal apa yang akan ia lakukan. efikasi diri yang tinggi akan

menggiring individu untuk mengatasi tantangan dan hambatan dalam mencapai

tujuan.

Hasil dari studi pendahuluan didapatkan bahwa telah ditetapkan perda Nomor

5 tahun 2009 tentang Badan Penanggulangan Bencana Daerah di kabupaten Poso.

Namun, sampai saat ini belum terbentuk sistem penanggulangan bencana yang

terkoordinir dengan baik. Keadaan seperti ini akan mempersulit koordinasi dan

panatalayanan kesehatan pada korban dalam situasi bencana. Manajemen

keperawatan yang dibutuhkan dalam fase preparedness, misalnya menyiapkan

rencana kontinjensi bencana di masyarakat, evakuasi pasien di sarana kesehatan

yang tepat, perencanaan untuk menangani pasien dengan jumlah yang banyak,

menjamin kesiapan peralatan medis dan sistem perawatan serta pendidikan dan

pelatihan bagi perawat untuk meningkatkan kapasitas dalam penangan bencana.


5

Data dinas kesehatan Kabupaten Poso tahun 2015, terdapat 23 Puskesmas

dengan jumlah perawat 305 orang yang terdiri dari 280 orang lulusan D3

Keperawatan, 5 orang Sarjana Keperawatan, dan 20 orang lulusan Sekolah

Perawat Kesehatan (SPK). Persebaran perawat masing-masing Puskesmas tidak

merata. Perawat lebih banyak di daerah perkotaan sedangkan daerah terpencil

paling banyak memiliki 4 perawat dengan tingkat pendidikan SPK.

Hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 12 – 13 Juli 2016 di

Puskesmas Tagolu dan Puskesmas Kawua kepada 5 orang perawat didapatkan

pernyataan bahwa mereka belum pernah mengetahui adanya pelatihan

kesiapsiagaan perawat terhadap bencana. Pelatihan bantuan hidup dasar dan

kegawatdaruratan tiap tahun hanya dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi

Sulawesi Tengah dengan mengundang peserta dari Puskesmas hanya 2 orang per

Kabupaten sehingga tidak semua perawat mendapat kesempatan mengikuti

pelatihan tersebut. Hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 30 – 31 Januari

2017 di Puskesmas Kayamanya dan Puskesmas Kawua pada 6 orang perawat

didapatkan pernyataan bahwa mereka tidak percaya diri memberikan pertolongan

pada saat bencana. Hal ini disebabkan karena mereka tidak pernah mengikuti

pelatihan kebencanaan dan tidak memahami peran perawat dalam penanggulanan

bencana. Merekapun tidak mempunyai pengalaman ikut dalam respon bencana.

Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan di atas, maka penulis tertarik

untuk meneliti bagaimana kesiapsiagaan perawat di Kabupaten Poso dalam

penanggulangan bencana dan bagaimana tingkat efikasi diri perawat dalam

penanggulangan bencana dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki.


6

B. Rumusan Masalah Penelitian

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan efikasi

diri dengan kesiapsiagaan perawat Puskesmas di Kabupaten Poso dalam

penanggulangan bencana?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan efikasi diri dengan kesiapsiagaan perawat

Puskesmas di Kabupaten Poso dalam penanggulangan bencana.

2. Tujuan khusus:

a. Mengetahui tingkat efikasi diri perawat Puskesmas di Kabupaten Poso

terhadap kesiapsiagaan pada bencana.

b. Mengetahui tingkat kesiapsiagaan perawat Puskesmas di Kabupaten Poso

dalam penanggulangan bencana.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi pemerintah

Memberikan masukan dan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan

sehubungan dengan kesiapsiagaan perawat di Kabupaten Poso dalam menghadapi

bencana dan dijadikan pertimbangan untuk memperlengkapi Kabupaten Poso

dengan sistem penangulangan bencana yang baik di mana Kabupaten Poso adalah

termasuk daerah dengan tingkat kerawanan yang tinggi terhadap bencana.


7

2. Bagi perawat

Memberikan informasi kepada perawat dalam kesiapasiagaan terhadap semua

kejadian bila terjadi bencana.

3. Bagi institusi pendidikan

a. Sebagai bahan masukan atau pertimbangan dalam pengembangan

kurikulum terkain keperawatan bencana.

b. Sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan

khususnya mahasiswa keperawatan mengenai kesiapsiagaan perawat

menghadapi bencana.

4. Bagi peneliti

Sebagai pedoman dalam mengimplementasikan hasil penelitian sesuai dengan

prosedur yang benar.

5. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai referensi tambahan bagi peneliti selanjutnya tentang kesiapsiagaan

perawat terhadap penanggulangan bencana.

E. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian dikemukakan dengan menunjukkan bahwa penelitian ini

berbeda dengan penelitian sebelumnya terkait dengan kesiapsiagaan perawat

dalam penanggulangan bencana. Berdasarkan literature review yang dilakukan

penulis bahwa penelitian ini belum pernah diteliti oleh peneliti lainnya. Beberapa

penelitian terkait kesiapsiagaan perawat pada bencana, antara lain:


8

1. Whetzel, et al. (2013). Emergency Nurse Perceptions of Individual and

Facility Emergency Preparedness. Sebuah penelitian deskriptif dengan metode

survey. Survey dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada 177 perawat

emergency di Atlantic city dengan 56 pertanyaan. Jawaban yang diberikan dengan

skala likert: ya / tidak / tidak tahu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

mayoritas responden (81,4%) merasa tertarik untuk mempelajari tanggap darurat

bagi perawat yang bekerja sebagai penyedia pelayanan prarumah sakit, atau

bertugas di tim bantuan medis bencana. Persamaan dengan penelitian yang akan

dilakukan adalah responden yaitu perawat. Sedangkan, perbedaannya adalah pada

metode yang digunakan, di mana metode pada penelitian yang akan dilakukan

adalah Deskriptif analitik dengan rancangan Cross-Sectional.

2. Tzeng, et al. (2016). Readiness of hospital nurses for disaster responses in

Taiwan: A cross-sectional study. Desain penelitian yang digunakan yaitu studi

cross sectional, tempat penelitian di RS Militer Taiwan dengan melibatkan 331

perawat yang teregistrasi. Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner yang

dikembangkan peneliti dengan didasarkan pada 3 (tiga) instrumen yaitu

Emergency Preparedness Information Questionnaire (EPIQ), Disaster

Preparedness Evaluation Tool (DPET), dan Readiness Estimate and

Deployability Index (READI). Kuesioner yang dikembangkan terdiri 40 item

pertanyaan yang terdiri dari 4 (empat) domain yaitu persiapan individu, proteksi

diri, respon kedaruratan, dan penanganan klinis. Analisa menggunakan

independent t-test dan digeneralisasi dengan model linear. Hasil dari penelitian

yaitu masih rendahnya kesiapan perawat RS dalam merespon bencana. Persamaan


9

dengan penelitian selanjutnya pada metodologi yaitu cross-sectional dan

responden adalah perawat serta salah satu instrumen yang digunakan adalah

DPET. Perbedaannya adalah responden penelitian ini adalah perawat rumah sakit,

sedang responden pada penelitian yang akan dilakukan adalah perawat yang

bertugas di Puskesmas.

3. Baack., & Alfred. (2013). Nurses’ Preparedness and Perceived Competence

in Managing Disaster, menggunakan disain deskriptif korelasi. Pengumpulan data

melalui survey kuesioner on-line dengan 58 item pertanyaan. Responden dalam

penelitian ini adalah perawat terdaftar di Texas yang bekerja di rumah sakit

pedesaan sejumlah 620 responden. Analisis data dengan menggunakan uji regresi

berganda dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Hasil penelitian ini

mengungkapkan bahwa sebagian besar perawat yang bekerja di pedesaan tidak

percaya diri dengan kemampuan mereka untuk menanggapi peristiwa bencana

besar. Persamaan dengan penelitian selanjutnya adalah perawat puskesmas

sebagai responden, sedangkan perbedaannya pada metode yaitu penelitan yang

akan dilakukan menggunakan metode deskriptif analitik dengan rancangan Cross-

Sectional.

4. Fung, et al. (2008). Disaster Preparedness Among Hong Kong Nurses.

Sebuah penelitian dengan metode survey (convenience sampling) dengan

memberikan kuesioner kepada mahasiswa praktik keperawatan pada program

Magister salah satu Universitas di Hong Kong. Kesimpulan hasil penelitiannya

bahwa perawat di Hong Kong tidak cukup siap untuk menghadapi bencana, tetapi

mereka menyadari bahwa persiapan menghadapi bencana tersebut sangat


10

dibutuhkan. Pelatihan manajemen bencana harus dimasukkan dalam pendidikan

dasar bagi mahasiswa keperawatan. Perbedaan dengan penelitian yang akan

dilakukan adalah pada metode dan responden. Metode pada penelitian yang

dilakukan adalah cross-sectional study dengan responden perawat yang bekerja di

Puskesmas.

Anda mungkin juga menyukai