Oleh :
KELOMPOK 7
Laporan Ekskursi Geologi Regional merupakan bagian rangkaian kegiatan dari kuliah
lapangan wajib bagi mahasiswa Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas
Pakuan pada semester VIII. Kegiatan ini merupakan aplikasi langsung dari mata kuliah yang
telah dipelajari di kampus, yang terdiri dari kegiatan pemetaan geologi daerah Jawa Barat,,
sehingga mahasiswa yang bersangkutan dapat secara benar mengaplikasikan ilmu-ilmu geologi
yang telah dipelajari terutama di bidang perkuliahan seperti geologi struktur, stratigrafi,
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama kegiatan
berlangsung sehingga dapat sangat membantu hingga penulisan laporan akhir kuliah Ekskursi Geologi
Bapak Ir. Sholihin Mt, selaku ketua Program Studi teknik Geologi Fakultas teknik Universitas
Pakuan Bogor.
Bapak Dr. Ir. Bambang Sunarwan, MT. selaku koordinator kuliah lapangan Karangsambung.
Seluruh staf dosen Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Pakuan Bogor
yang telah membimbing dan memberikan pengarahan yang sangat bermanfaat untuk kami
khususnya.
Kakak-kakak asisten yang telah membimbing kami selama kegiatan kuliah lapangan
berlangsung.
Orang tua yang selalu memberikan segalanya yang terbaik buat penulis.
Rekan-rekan peserta kuliah lapangan yang selalu menjaga kebersamaannya dan selalu
karena itu kritik dan saran yang membangun, sangat kami harapkan guna perkembangan
Kelompok 7
DAFTAR ISI
Dalam kuliah Ekskursi Geologi Regional yang memiliki tujuan akhir yaitu setiap
mahasiswa mampu melakukan pemetaan dan mengetahui suatu kondisi geologi di suatu
daerah, meliputi seluruh aspek-aspek yang terkandung di dalamnya, jadi kegiatan Ekskursi
Geologi Regional adalah mampu untuk menafsirkan dan membuat rangkuman kondisi geologi
dari setiap tempat yang dikunjung.
Daerah penelitian yaitu daerah Jawa Barat meliputi lokasi pengamatan sungai Batu
Asih, daerah PT. Penambangan Semen Cibinong, Curug Pareang, Teluk Ciletuh, Pinggir Desa
Ciwaru, Jembatan Ciletuh, Cipanas Saguling, Bukit Tagog Gn.Batu, dan Bendungan Jatigede
Sumedang, daerah lokasi pengamatan ini merupakan daerah yang cukup mewakili sebagai
tempat pengamatan dan tempat pembelajaran ilmu geologi bagi mahasiswa geologi, karena di
daerah ini terdapat singkapan batuan dengan tatanan geologi yang cukup baik untuk dipelajari.
Dasar dari pemetaan daerah ini sendiri antara lain : keberagaman litologi yang tercermin pada
daerah penelitian misalnya: Formasi Ciletuh, Formasi Bayah, Formasi Batuasih, Formasi
Rajamandala, Formasi Jampang, Formasi Citarum, Formasi Saguling, Formasi Cibulakan,
Formasi Bantargadung, dan Formasi Bojonglopang.
2. 1 Landasan Teori
Secara umum van Bemmelen (1949) telah membagi daerah Jawa Barat menjadi empat
zona fisiografi berdasarkan morfologi dan sifat tektoniknya berturut-turut dari utara-selatan,
adalah :
2.1.1. Zona Dataran Rendah Pantai Jakarta, membentang mulai dari Serang sampai bagian
timur Cirebon dengan lebar + 40 km. Terdiri atas endapan alluvial (sungai dan
pantai) serta endapan gunungapi kuarter (lahar dan piroklastik).
2.1.2. Zona Bogor, menyebar mulai dari Rangkasbitung, Bogor, Purwakarta, Subang,
Sumedang sampai Bumiayu (Majenang) dengan lebar + 40 km. Zona ini merupakan
jalur antiklinorium lapisan-lapisan berumur Neogen yang terlipat kuat serta
terintrusi secara intensif. Zona ini banyak dipengaruhi oleh aktifitas tektonik dengan
arah tegasan berarah utara-selatan dan sumbu lipatan berarah barat-timur. Zona ini
memiliki banyak intrusi yang berbentuk volcanic neck, stock, dan boss.
2.1.3. Zona Bandung, terletak di sebelah Selatan Zona Bogor, membentang dari
Pelabuhanratu sebelah barat melalui lembah Cimandiri ke arah Sukabumi, Cianjur,
Bandung, Garut dan lembah Citanduy. Zona ini merupakan puncak dari Geantiklin
Jawa yang telah hancur, setelah pengangkatan pada Tersier Akhir, zona ini meluas
ke arah barat sampai ke Banten yang disebut sebagai Zona Bandung Bagian Barat.
Zona Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949).
2.1.4. Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat, merupakan dataran tinggi dengan puncak di
sebelah selatan Bandung. Terletak memanjang dari Pelabuhan Ratu sampai Pulau
Nusakambangan di sebelah selatan Segara Anakan dengan lebar + 50 km menyempit
hingga beberapa kilometer di sebelah timur. Pegunungan Selatan seluruhnya
merupakan sisi selatan geantiklin Jawa yang mengalami masa pengerutan yang
melandai ke selatan menuju Samudera Hindia. Berdasarkan pembagian zona
fisiografi Jawa Barat di atas, maka daerah Gunung Patuha, termasuk ke dalam Zona
Selatan Jawa Barat.
Gambar 2.1 Fisiografi Jawa Barat
Di daerah Jawa Barat terdapat banyak pola kelurusan bentang alam yang diduga
merupakan hasil proses pensesaran. Jalur sesar tersebut umumnya berarah barat-timur, utara-
selatan, timurlaut-baratdaya, dan baratlaut-tenggara. Secara regional, struktur sesar berarah
timurlaut-baratdaya dikelompokkan sebagai Pola Meratus, sesar berarah utara-selatan
dikelompokkan sebagai Pola Sunda, dan sesar berarah barat-timur dikelompokkan sebagai Pola
Jawa. Struktur sesar dengan arah barat-timur umumnya berjenis sesar naik, sedangkan struktur
sesar dengan arah lainnya berupa sesar mendatar. Sesar normal umum terjadi dengan arah
bervariasi.
Dari sekian banyak struktur sesar yang berkembang di Jawa Barat, ada tiga struktur
regional yang memegang peranan penting, yaitu Sesar Cimandiri, Sesar Baribis, dan Sesar
Lembang. Ketiga sesar tersebut untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh van Bemmelen
(1949) dan diduga ketiganya masih aktif hingga sekarang.
Sesar Cimandiri merupakan sesar paling tua (berumur Kapur), membentang mulai dari
Teluk Pelabuhanratu menerus ke timur melalui Lembah Cimandiri, Cipatat-Rajamandala,
Gunung Tanggubanperahu-Burangrang dan diduga menerus ke timurlaut menuju Subang.
Secara keseluruhan, jalur sesar ini berarah timurlaut-baratdaya dengan jenis sesar mendatar
hingga oblique (miring). Oleh Martodjojo dan Pulunggono (1986), sesar ini dikelompokkan
sebagai Pola Meratus.
Sesar Baribis yang letaknya di bagian utara Jawa merupakan sesar naik dengan arah
relatif barat-timur, membentang mulai dari Purwakarta hingga ke daerah Baribis
di Kadipaten-Majalengka (Bemmelen, 1949). Bentangan jalur Sesar Baribis dipandang
berbeda oleh peneliti lainnya. Martodjojo (1984), menafsirkan jalur sesar naik
Baribis menerus ke arah tenggara melalui kelurusan Lembah Sungai Citanduy, sedangkan
oleh Simandjuntak (1986), ditafsirkan menerus ke arah timur hingga menerus ke daerah
Kendeng (Jawa Timur). Penulis terakhir ini menamakannya sebagai “Baribis-Kendeng Fault
Zone”. Secara tektonik, Sesar Baribis mewakili umur paling muda di Jawa, yaitu
pembentukannya terjadi pada periode Plio-Plistosen. Selanjutnya oleh Martodjojo dan
Pulunggono (1986), sesar ini dikelompokkan sebagai Pola Jawa.
Sesar Lembang yang letaknya di utara Bandung, membentang sepanjang kurang lebih
30 km dengan arah barat-timur. Sesar ini berjenis sesar normal (sesar turun) dimana blok
bagian utara relatif turun membentuk morfologi pedataran (Pedataran Lembang). Van
Bemmelen (1949), mengaitkan pembentukan Sesar Lembang dengan aktifitas Gunung Sunda
(G. Tangkubanperahu merupakan sisa-sisa dari Gunung Sunda), dengan demikian struktur
sesar ini berumur relatif muda yaitu Plistosen.
Struktur sesar yang termasuk ke dalam Pola Sunda umumnya berkembang di utara Jawa
(Laut Jawa). Sesar ini termasuk kelompok sesar tua yang memotong batuan dasar (basement)
dan merupakan pengontrol dari pembentukan cekungan Paleogen di Jawa Barat.
Gambar 2.2 struktur regional jawa barat (Soejono Martodjojo dan Pulunggono, 1994).
Tahapan ini dilakukan dengan maksud untuk mengenal daerah-daerah yang berada
dalam wilayah penelitian seperti nama desa, nama gunung, nama kali (sungai). Pada tahapan
ini juga dilakukan pengamatan litologi secara umum berupa jenis batuan untuk mendapatkan
gambaran dalam penentuan lintasan yang akan dilakukan sewaktu melakukan pengumpulan
data lapangan.