Anda di halaman 1dari 6

“ANGELICA”

BY: Annisetya Robertha Bate

Bagimana aku memulai kisah ini?


Namaku? Jika yang kau maksud adalah panggilan yang terkadang sering dilupakan orang itu,
maka aku akan mengatakannya. Angelica. Begitu aku dinamai,meski tak ada yang benar-benar
tahu atau peduli. Oke,maksudku, siapa yang peduli jika bahkan kau dilahirkan dengan nama
Angelina Jolie? Kau toh tak benar-benar dianggap bernapas dan berbagi oksigen di dunia ini.
Apalagi ketika kau dinamai Angelica. Malaikat. Kau bahkan akan dikira transparan dan tak
teraba seperti malaikat yang lain. Mungkin.

Aku pikir, manusia pada dasarnya adalah sama. Mereka terbuat dari sekumpulan daging dan
tulang yang dapat berjalan dengan baik. Dan sekilo daging lembut berwarna merah muda di
dalam kepala mereka yang dapat membuat mereka berpikir. Oke, aku tidak pernah meremehkan
daging dan tulang berjalan itu karena pada dasarnya, meskipun manusia itu hanyalah daging dan
tulang, mereka banyak menciptakan hal-hal besar. Mereka menemukan bagaimana menciptakan
pesawat yang dapat terbang seperti burung, atau sebuah roket yang dapat menembus ruang
angkasa dan mungkin membuatmu berpotensi tersedot ke dalam blackhole.

Waktu berjalan seperti seharusnya. Detik berpindah dan meninggalkan sebuah kekosongan yang
bahkan aku sendiri bingung bagaimana untuk mengisinya. Kau tahu, hidup di dunia yang sama
dan berbagi tempat dengan yang lain adalah sebuah hal yang sulit. Terkadang kau akan menangis
dengan sangat banyak, lalu kau tertawa. Begitulah hidup. Jika kau menangis dengan sangat
banyak dan merasa sangat sedih, kau hanya perlu bertahan dan menanggungnya. Bukankah
semua manusia melalui hal ini sehingga mereka dapat hidup hingga tua?

Aku selalu seperti ini, aku berdiri dengan sangat tegak dan sangat kuat, tetapi mereka terus saja
melewatiku. Aku bertahan dan terus berjuang, tetapi tak ada yang benar-benar memperhatikanku.
Aku berusaha dengan sangat keras, tetapi tak ada yang peduli. Aku di sini sepanjang waktu,
tetapi tak ada yang benar-benar sadar bahwa aku ada, di sini. Aku pikir, jika aku benar-benr
menghilang, mungkin tak ada yang menyadarinya. Aku pikir, itu lucu. Tentu, aku tak akan
benar-benar menghilang.

Matahari baru saja terbit. Empat orang mahasiswa, tiga perempuan dan satu laki-laki dengan
almamater universitas berwarna hitam melewatiku.

“Ada seorang cowok yang merasa dirinya paling ganteng.” Si cowok memulai sambil melirik
genit kepada salah seorang cewek berambut cokelat yang berada tepat di sebelahnya.

“Elu donk, Rick…” Goda cewek berponi yang berjalan di sisi yang berseberangan dengan si
cowok itu.

“Emang gua ganteng, Lola. Tapi, cowok yang gua certain ini tentu bukan gua.” Cowok itu
melirik kepada cewek berponi yang bernama Lola itu.

“Paling juga curcolan elu pake modus cerita orang.” Cewek berambut cokelat merespon ucapan
cowok itu.

“Sok tau lu, Anggi.” Si cowok tersenyum sambil mengacak rambut cokelat cewek yang bernama
Anggi. “Mau denger ga lanjutannya?”

“Engga.” Lola dan Anggi menyahut bersamaan, dan cowok itu tersenyum.

“Kalo Jelita mau denger ga?” Cowok yang dipanggil Rick itu memandang ke arah gadis sipit
yang berjalan tepat di sebelah Anggi. Jelita tersenyum lalu menggeleng.

“Ga mau denger cerita lebay Erick.” Jelita merespon sambil terkikik. Cowok dengan tinggi
sekitar seratus tujuh puluh lima sentimeter dan memiliki mata hitam sejuk itu ternyata bernama
Erick. Erick mendengus marah sambil berjalan dengan mempercepat langkahnya.

“Oke, ceritanya batal.” Erick merespon kesal, mengabaikan cekikikan lucu dari Lola, Anggi, dan
Jelita.
Aku mau dengar, Erick…

Aku ingin mengatakan itu saat melihat Erick berlalu dari hadapanku dengan ekspresi wajah
kesal. Well, aku sangat ingin mengatakan bahwa aku ingin mendengar ceritanya. Sangat. Tetapi,
suaraku benar-benar tak dapat keluar dan tak pernah sampai padanya.

Erick adalah cinta pertamaku. Melihat mata hitamnya yang sejuk membuat aku merasa sesak
nafas dan sulit untuk berbicara. Aku akhirnya hanya berceloteh di dalam hati, mengabaikan
keinginan membuncahku untuk berbicara dengannya.

Semua orang yang pernah jatuh cinta pasti akan berusaha untuk terlihat di mata orang yang
disukainya. Dia ingin diperhatikan dan dianggap oleh orang yang sangat ia suka. Aku berusaha
begitu keras untuk terlihat bagi Erick. Aku berusaha berdiri dengan segala kemampuan dan
keberanianku agar Erick dapat menoleh kepadaku dan tersenyum. Aku benar-benar berusaha,
tetapi dia tak pernah berpaling. Mungkin, aku memang transparan sehingga dia tak benar-benar
menganggapku ada.

Beberapa hari setelahnya, aku bertemu lagi dengan Erick. Kali ini, Erick hanya berjalan berdua
dengan Anggi sambil berbicara dengan sangat pelan. Mereka nampak sangat dekat, dan fakta itu
membuat aku sangat cemburu. Aku ingin memotong diriku menjadi sepuluh lalu menguburnya
di dalam tanah yang penuh dengan cacing dan belatung sehingga aku tidak perlu merasakan
marah, sakit hati, dan kesedihan dalam waktu yang bersamaan. Anggi dengan rambut cokelatnya
yang indah terlihat begitu serasi di samping Erick. Dan aku hanya bisa menangisi nasibku
sendiri. Begitu tak kelihatankah aku sehingga dia terus melewatiku tanpa pernah menoleh
padaku? Well, aku sangat ingin tersedot ke dalam blackhole daripada harus melihat Erick dan
Anggi melewatiku dalam kemesraan yang terus meluluhlantahkan hatiku.

Aku masih di sini saat pertama kali aku melihat Erick dan merasa jatuh cinta padanya. Aku terus
di sini saat Erick melewatiku dan berjalan begitu dekat dengan Anggi. Aku terus di sini, berharap
Erick melihatku dan menyukaiku. Well, jika menyukaiku adalah khayalan yang terlalau tinggi,
aku hanya ingin dia tersenyum padaku. Oke, hanya menganggapku ada juga cukup untukku.

Aku berdoa pada Tuhan, beberapa kali dalam sehari agar setidaknya Erick menoleh dan
melihatku. Aku sungguh sangat menyukainya dan ingin terus menyukainya sepanjang hidupku.
Aku berharap, ketika aku bertemu dengan Erick ketiga kalinya, dia menyadari bahwa ada
seorang Angelica yang menyukainya sejak pertama kali melihatnya. Ada seorang Angelica yang
ingin mendengar cerita-ceritanya di saat tak ada seorang pun di dunia yang ingin mendengar
ceritanya. Aku ingin dia tahu tentang hal itu.

Aku masih berdiri di sini dua bulan setelahnya, dan aku tak pernah melihat Erick selama waktu
itu. Aku tak tahu dia berada di mana atau mengapa dia tak pernah melewati jalan ini, jalan di
mana aku bertemu dengannya. Aku begitu merindukannya sehingga aku menjadi semakin sakit
dan buruk.

Musim hujan berakhir dan musim kemarau menyapa. Aku masih ingat bagaimana aku pertama
kali bertemu dengan Erick dan jatuh cinta padanya. Mata hitamnya yang sangat sejuk membuat
sekujur tubuhku ikut merasakan kesejukan yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Aku
selalu sendiri melewati setiap detik hidupku yang Nampak membosanka dan minim cerita, lalu
Erick hadir dan mewarnai seluruh cerita hidupku yang awalnya hanya sebuah tulisan putih hitam
membosankan dan tak menarik. Dia membuat semua detik dalam hidupku yang mengerikan
berubah puitis seperti sajak-sajak indah yang ditulis oleh Khalil Gibran. Semua tentang Erick
adalah indah dan sejuk, seperti musim hujan yang baru saja berakhir.

Itu adalah siang yang buruk dan aku begitu lemah untuk terus berdiri di tempat itu. Dari
kejauhan, aku melihat Erick berjalan ke arahku, dengan ketiga teman wanitanya yang selalu
mengelilinginya. Aku berharap, aku dapat menjadi orang keempat yang berdiri di sampingnya,
ikut tertawa saat mendengar cerita-ceritanya, dan mencibirnya keika dia melakukan kekonyolan
yang menarik. Panas membuat penglihatanku tak begitu baik tetapi aku terus memfokuskan diri
melihat siluet Erick yang semakin mendekat dari kejauhan.

“Ciee…” Lola tersenyum sambil menyikut rusuk Erick saat Erick lewat di hadapanku. Erick
tersenyum sambil mengacak rambut Lola.

“Kalo lo ngacak rambut gue, ntar Anggi cemburu lho, Rick…” Lola menjauh dari jangkauan
tangan Erick.

“Apaan sih lo, La?” Anggi merespon sambil tersenyum penuh arti kepada Erick.
“Tau deh yang udah jadian…” Jelita tak mau ketinggalan turut meramaikan suasana. Erick
tersenyum dan menatap manis ke arah Anggi. Anggi balas menatapnya lalu tersenyum.

“I love you, Anggi.” Erick berkata pelan sambil tersenyum.

Duniaku seperti runtuh. Rasanya seperti ada jutaan belatung menggigit tubuhku, mengunyahku
menjadi serpihan-serpihan kecil yang tak dapat dikenali oleh siapapun. Erick terus berlalu, masih
menatap Anggi dengan tatapan penuh cinta. Dia berlalu mengabaikan jutaan air mataku yang
akhirnya tumpah. Meninggalkan sebuah rumput liar yang sangat buruk, yang begitu
mencintainya dan bertahan untuk melihatnya.

Aku adalah sebuah rumput liar yang jatuh cinta kepada seorang manusia dengan semua
kesempurnaan di dalam matanya. Aku begitu mencintainya hingga aku terus bertahan melewati
musim panas dan hujan, melewati keringnya tanah dan kerasnya angin, terus berdiri dan bertahan
sehingga dapat terus melihatnya. Tetapi sebagaimanapun aku berusaha, meski dengan sangat
keras dan tulus, aku tetap hanyalah sebuah rumput liar bernama Angelica yang mencintai
manusia sempurna bernama Erick yang berada di luar jangkauanku.

Kau tahu Erick, aku pikir aku tak mungkin bertahan di musim panas ini. ini adalah musim panas
terberat dalam hidupku setelah patah hati terparahku. Aku sangat ingin berdiri tegak tetapi aku
tak mampu. Aku pikir aku akan mati di musim panas ini. Aku tak akan pernah melihatmu. Aku
berdoa beberapa hari sebelum aku mati untukmu. Aku berhrap kau selalu memiliki kehidupan
yang bahagia dengan Anggi. Mungkin mencintaimu adalah hal menyakitkan yang pernah aku
rasakan seumur hidupku, tetapi aku tak pernah menyesal pernah mencintaimu. Meski aku
hanyalah sebuah rumput liar bernama Angelica yang malang dan tak terlihat, aku selalu ingin
kau tahu bahwa aku selalu menyukaimu. Aku tak mengerti bagaimana caranya, tetapi aku dapat
mencintaimu dengan semua keterbatasan indera yang dimiliki oleh sebuah rumput liar sampai
rumput liar itu mati.
“Erick, apa yang kamu lihat?” Anggi menatap Erick saat Erick berhenti sesaat di sebuah jalanan
ramai itu. Erick masih terdiam dam terus menatap kosong.

Erick hanya terdiam. Pandangannya menunjukan jutaan kesedihan yang tak mampu dibahasakan.

“Sayang, kamu kenapa sih?” Anggi bertanya lagi, kali ini sambil ikut menengok ke arah tempat
yang ditatap Erick.

“Rumput liar yang ada di situ sepertinya udah mati.” Erick menjawab seadanya sambil menunjuk
ke pinggir jalan itu.

“Rumput liar?” Anggi mengulang tak paham.

“Dulu, dia selalu ada di sana setiap kita melewati jalan ini. Aku tahu, aku selalu melihatnya.”
Erick mengakhiri kata-katanya dengan seulas senyum kesedihan saat menatap tempat tumbuhnya
Angelica yang tampak kosong.

Meskipun kisah cinta sang rumput lia bernama Angelica itu berakhir tragis, tetapi setidaknya dia
tahu bahwa Erick selalu menatapnya jauh sebelum dia menyadari kehadiran Erick.

END……. August 12th 2013 - 5.53 pm

Anda mungkin juga menyukai