LATAR BELAKANG
Permasalahan lingkungan menjadi salah satu hal yang paling utama dan paling diperhatikan dalam
beberapa tahun belakangan ini. Setiap elemen masyarakat mulai menyadari bahwa Bumi memang
tidak sedang dalam keadaan baik, harus melakukan tindakan untuk menyelamatkan Bumi kita
bersama. Kata “hijau” atau “green” telah menjadi sebuah trend baru dalam setiap keseharian manusia
sekarang ini. Aspek lingkungan pun menjadi salah satu acuan dasar dalam setiap proses
pembangunan.
Perguruan tinggi merupakan tempat dimana para terpelajar dididik dan didewasakan agar dapat
memberi solusi dalam suatu permasalahan bangsa. Tingkat kemajuan suatu Negara dapat dilihat dari
kualitas perguruan tingginya. Oleh karena itu, sudah seharusnya sebuah perguruan tinggi menjadi
ujung tombak terdepan dalam menyelesaikan suatu permasalahan bangsa, termasuk permasalahan
lingkungan.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang paling berkontribusi terhadap permasalahan global.
Apalagi setelah Indonesia sempat dinobatkan sebagai Negara yang paling cepat dalam
penggundulan hutannya. Hutan kita yang dahulu sangat dibanggakan sebagai paru-paru dunia, kini
hanya tinggal cerita belaka. Haruskah kita diam dan tidak peduli akan semua ini?
ITB merupakan salah satu kampus terbaik di Indonesia, banyak pemimpin bangsa kita dilahirkan dari
kampus ini. Bahkan dua dari enam kepala Negara kita merupakan mantan mahasiswa ITB. Lalu, apa
yang bisa dilakukan oleh mahasiswa ITB untuk mancari solusi dalam permasalahan lingkungan di
Negara dan Bumi ini? Pertanyaan ini menjadi landasan utama mengapa perlu adanya gerakan
bersama mahasiswa ITB dalam mewujudkan ITB sebagai kampus yang berwawasan lingkungan
(Eco-Campus). Perwujudan sebuah kampus yang ramah lingkungan merupakan tindakan nyata untuk
menjawab berbagai permasalahan lingkungan yang terjadi di Bumi ini. ITB harus dapat menjadi
pelopor dan role model bagi kampus-kampus lain di Indonesia sebagai kampus yang menerapkan
seluruh unsur ramah lingkungan dalam setiap aspeknya.
ECOCAMPUS
Eco-Campus merupakan sebuah sistem manajemen lingkungan yang berkelanjutan untuk
mewujudkan ITB sebagai kampus yang berwawasan lingkungan dan bertujuan untuk mengatasi
permasalahan lingkungan yang terjadi. Telah banyak kampus di Negara lain (Amerika, Inggris,
Jepang) yang menerapkan konsep Eco-Campus atau Green Campus dalam setiap aspek
pengelolaannya. Eco-Campus merupakan solusi yang paling tepat dalam mengatasi permasalahan
lingkungan yang terjadi terutama akibat dari keberlangsungan perguruan tinggi yang bersangkutan.
Untuk di Indonesia sendiri, istilah Eco-Campus adalah kampus yang berwawasan lingkungan.
Pengertiannya tentu akan sangat luas dan bisa didefinisikan dari berbagai segi. Beberapa perguruan
tinggi di Indonesia telah mencanangkan kampusnya sebagai Eco-Campus. Sejumlah konsep Eco-
Campus tersebut patut diapresiasi positif, meski implementasi nyata masih tetap ditunggu
keberlanjutannya. Eco-Campus tidak hanya sekedar pada pencanangannya saja, tetapi yang
terpenting adalah bagaimana proses pelaksanaannya.
2. Potensi
Potensi ITB menuju Eco-Campus
Selain ukuran banyaknya pohon yang ada di dalam kampus, ITB pun memiliki banyak potensi yang
dapat menjadikan ITB sebagai role model Eco-Campus di Indonesia. Beberapa potensi yang dimiliki
oleh ITB diantaranya adalah:
1. Pusat Pengolahan Sampah (PPS) Sabuga
2. Tempat Sampah 2 Jenis (Sampah yang Dapat Membusuk: warna hitam dan Sampah yang Tidak
Dapat Membusuk: warna putih)
3. Ruang Terbuka Hijau yang Luas
4. Fasilitas Tempat Parkir Sepeda
5. Lampu Solar Cell
6. Gerakan Bersama Mahasiswa ITB di bidang Lingkungan, Ganesha Hijau
1. Kebijakan atau peraturan rektorat dalam penegasan hal-hal yang berkaitan dengan kepedulian
terhadap lingkungan hidup, green rules
2. Perilaku seluruh civitas akademika terkait kesadaran terhadap permasalahan lingkungan, green
attitude dan green lifestyle
3. Sarana dan prasarana (fasilitas fisik) penunjang hal-hal yang berkaitan dengan ramah
lingkungan, green infrastructure
a. Pengelolaan Kertas
b. Manajemen Listrik
c. Manajemen Air
d. Pengelolaan Sampah
Project Target
Pada tahap awal, program ini tidak dapat langsung dijalankan di seluruh Program Studi di ITB, hal ini
dikarenakan butuh dukungan yang kuat dari pemangku kebijakan tertinggi di kampus, yaitu Rektor.
Oleh karena itu, target awal kami adalah
Keberjalanan programnya akan dilaksanakan oleh Ikatan Mahasiswa Arsitektur – Gunadharma (IMA-
G), yang dalam hal ini telah membentuk tim khusus yaitu tim Samantha.
Keberjalanan dua target awal program ini akan terus dipantau oleh Ganesha Hijau. Harapannya,
setelah target awal ini berjalan, Rektor bisa mendukung secara penuh program ini dan
menjadikannya sebagai program ITB sehingga semua Program Studi harus melaksanakan program
ini.
“Sebuah konsep penertiban publikasi di wilayah kampus ITB yang bertujuan agar tata cara dan
sistem penempelan publikasi di ITB akan lebih efektif dan efisien serta berkontribusi dalam
pelestarian lingkungan.“
Inti dari program ini hanya menerapkan budaya penempelan Satu Publikasi di Satu Papan
Pengumuman.
Namun, untuk membuat budaya tersebut, perlu adanya sebuah peraturan yang mengikat yang
membuat orang menjadi jera bila tidak menaati peraturan tersebut. Tentunya perlu dukungan penuh
dari rektorat dalam menjalankan program ini.
Disinilah peran perguruan tinggi atau kampus untuk memberikan satu pencerahan kepada
masyarakat. Dengan memulai satu tatanan masyarakat dalam komunitas yang modern, yakni
masyarakat yang memiliki paradigma yang baik tentang lingkungan ( eco-minded ). Dengan
adanya masyarakay yang memiliki paradigma ini, perubahan menuju tatanan masyarakat yang
berbasis lingkungan.
Berbicara tentang bagaimana menjadikan masyarakat yang peduli lingkungan, tentu dimulai dari
pendidikan tentang pola hidup ramah lingkungan itu sendiri. Karena karakter inilah yang akan
menjadi penguat untuk pembentukan komunitas berbasis lingkungan. Ini yang akan menjadikan
nantinya eco-campus itu terinternalisasi dengan baik. Tidaklah perlu terlalu tergesa-gesa bahwa
sebuah kampus sudah green campus atau eco-campus, karena seperti yang diutarakan di awal,
bahwa eco-community bukanlah apa yg terpampang atau terlihat secara fisik seperti
pembangunan sarana atau fasilitas, tetapi berada pada individu di sebuah komunitas itu yang
sudah eco-minded.
Untuk pendidikan dan pembudayaan ini tentu
butuh waktu dan proses, poin terpentingnya adalah terus menerus mempropagandakan hal ini
dengan repetisi yang tepat. Lalu, memulai pembudayaan dengan hal yang sederhana, seperti
penggunaan kertas dengan baik, mengalihkan penggunaan surat kertas ke e-email, penghematan
penggunaan air, pengurangan jumlah kendaraan bermotor secara berkala hingga penghematan
listrik untuk hal yang berlebihan.
Jika sudah pada tahap pembangunan fasilitas yang lebih terstruktur, pembangunan / renovasi
gedung agar bisa memanfaatkan ventilasi dan jendela sebagai sumber udara dan cahaya sehingga
bisa melakukan penghematan listrik, sistem rain water harvesting agar air hujan yang turun
tidak terbuang begitu saja, green roof top agar tampak lebih hijau dan teduh, meminimalkan
penggunaan aspal atau alas jalan yang tidak menyerap air, dan berbagai hal lainnya. Tetapi tentu
semua ini bisa sustain, jika mayoritas anggota dalam komunitas adalah seorang yang eco-
minded.
ITB sebagai kampus teknologi dan mengedepankan ilmu pengetahuan sebagai dasar
menginspirasi, memiliki kesempatan untuk menjadi pionir eco-campus pertama di Indonesia.
Tentu dengan proses dan ekskalasi yang benar. Tahun 2012 adalah waktu yang dirasa tepat
untuk merampungkan semua. Dan hingga tahun itu, pendidikan lingkungan dan pembangunan
ITB yang berbasis lingkungan bisa lakukan.
Eco Campus 3
Dan setelah saya berkunjung ke UI, saya berkesimpulan bahwa UI adalah salah satu role model dalam
mengembangkan Eco Campus di Indonesia. Kenapa?
1. Karena UI dilalui jalur kereta.
Ini adalah salah satu faktor paling berpengaruh besar bagi kelangsungan eco campus di UI. Dengan adanya
stasiun di depan kampus, maka mahasiswa yang lokasi tempat tinggalnya berada jauh dari kampus punya
pilihan untuk tidak menggunakan kendaraan pribadi ke kampus. Karena kereta, khususnya commuter line
terbukti bebas macet dan hemat biaya. Sehingga civitas akademika yang lokasi tempat tinggalnya jauh dari
kampus tidak perlu takut telat ketika naik kereta.
2. BiKun (Bis Kuning)
Salah satu bukti bahwa UI sangat mengedepankan Eco Campus adalah adanya sarana transportasi di dalam
kampus seperti Bis Kuning. Meskipun namanya bis kuning (Bikun), ternyata warna bisnya tidak hanya
kuning, tapi ada banyak. Entah ada berapa jenis, yang jelas bis kuning merupakan salah satu sarana
transportasi favorit mahasiswa yang tidak menggunakan kendaraan pribadi ke kampus. Karena bis kuning
menjangkau semua fakultas yang ada di UI. Saya sendiri sebenarnya belum pernah coba naik karena takut
nyasar. Tapi kata teman saya yang merupakan alumni FH UI sih bis kuning ini hanya muter-muter kampus
aja. Jadi nggak mungkin nyasar.
3. Sepeda Kuning.
Selain menyediakan bis yang bisa mengangkut penumpang dalam jumlah besar, UI juga menyediakan
sarana transportasi pribadi berupa sepeda yang bisa dipinjam dengan menggunakan kartu identitas civitas
akademika UI. Sewaktu saya ke UI, saya sempat melihat beberapa orang menggunakan sepeda kuning ini.
Meskipun sepengetahuan saya di UI tidak terlihat adanya jalur khusus sepeda-seperti yang ada di ITS,
pengadaan sepeda yang bisa dipinjam oleh civitas akademika merupakan langkah kongkrit untuk
mendukung gerakan Eco Campus.
4. Banyak pohon
Kalau yang satu ini sih sebenarnya agak bias soalnya di kampus-kampus lain juga banyak pohon. Tapi
kemarin waktu saya ke UI, saya menemukan pemandangan lain daripada yang biasa saya saksikan di
kampus saya. Di UI ada rusa, sob! Lumayan banyak lagi rusanya. Saya sendiri kurang tahu darimana
asalnya rusa-rusa tersebut. Yang jelas rusa-rusa tersebut menempati suatu kandang khusus yang sepertinya
memang disediakan oleh pihak kampus.
5. Ada Sungai
Dan satu lagi pemandangan yang menarik perhatian saya waktu di UI adalah keberadaan sungai yang
mengelilingi kampus. Setelah melihat langsung sungainya, saya sempat berpikiran untuk lompat dari
jembatan yang ada di dalam kampus untuk berenang. Mengingat sungainya cukup besar dan kondisinya
juga lumayan bersih. Selain itu, saya lihat sepertinya sungainya juga banyak ikannya. Jadi, you know what
i mean lah.
Saya jadi curiga, apa memang sungai tersebut dibuat untuk kegalauan mahasiswa UI ya? Jadi, misalkan
ada mahasiswa UI yang sedang galau, mereka bisa langsung menceburkan diri ke sungai atau sekadar
memancing di sekitar sungai buat menenangkan suasana hati gitu. Hehehe.
Dari sekian banyak faktor yang sudah saya sebutkan, keberadaan kereta adalah faktor yang paling
signifikan menurut saya. Karena dengan adanya kereta, akhirnya banyak mahasiswa yang tidak membawa
kendaraan ke kampus. Sehingga demand untuk sarana transportasi bagi mahasiswa-mahasiswa yang tidak
membawa kendaraan ke kampus pun meningkat. Dan pada akhirnya pihak rektorat pun – mau tak mau
harus – berinisiatif untuk menyediakan sarana transportasi publik seperti Bikun dan Sepeda Kuning.
Sedangkan di kampus-kampus lain, kondisi seperti ini tidak ada. Selain UI, hampir tidak ada satu pun
kampus negeri yang dilalui jalur kereta dan punya stasiun sendiri. Di ITS misalnya, meskipun gerakan Eco
Campus sudah mulai dicanangkan sejak beberapa tahun yang lalu, sampai saat ini belum terlihat hasilnya.
Satu-satunya yang terlihat hanya keberadaan jalur sepeda di sekitar kampus. Sudah, itu saja.
Kelebihan UI memang karena lokasi kampusnya berada di jalur kereta. Tapi bukan berarti dengan begitu,
kampus-kampus lain tidak bisa melakukan gerakan Eco Campus seperti yang telah UI lakukan. Kalau
memang benar-benar bertekad untuk menjadi Eco Campus, sebenarnya ITS pun bisa melakukannya. Salah
satu caranya adalah dengan mulai menerapkan aturan wajib bersepeda bagi mahasiswa yang lokasi tempat
tinggalnya di asrama atau atau di sekitar perumdos yang tidak jauh dari kampus. Karena kalau mahasiswa
yang lokasi tempat tinggalnya di asrama saja waktu ke kampus masih membawa motor, bahkan mobil,
tentu tidak salah jika mahasiswa yang lokasi tempat tinggalnya berada jauh dari kampus melakukan hal
yang sama.
Demikian sedikit curhatan saya setelah berkunjung ke kampus (yang konon katanya) paling terkenal di
Indonesia ini. Semoga ada manfaatnya.
Eco Campus 5
Oleh: P. Nasoetion
(Jaringan Hijau Mandiri)
Isu Pemanasan Global dan Perubahan Iklim (Climate Change) bukan lagi sekedar isapan
jempol belaka, tapi sudah menunjukan bentuk & wujud yang sebenarnya kehadapan umat
manusia di bumi dengan semakin tidak nyamannya bumi sebagai tempat tinggal ataupun
hunian makhluk hidup. Berbagai fenomena alam yang cenderung mengalami penyimpangan
(anomali) akhir-akhir ini seperti iklim yang kacau, panas yang Ekstrim berkepanjangan,
intensitas curah hujan yang kelewat tinggi diluar normal, banjir, angin ribut, puting beliung,
banyak dikaitkan dengan isu pemanasan global tersebut. Hal tersebut tidaklah keliru dan
berlebihan bila melihat fakta dan hasil-hasil penelitian para ahli yang menunjukkan bahwa
ada kecenderungan jumlah kadar gas rumah kaca seperti CO2 di atmosfer telah kelewat
batas, yang terus menerus dimuntahkan dari bumi, dimana semakin hari jumlahnya dan
konsentrasinya terus membumbung tinggi, serta ternyata sangat berkorelasi positif dengan
semakin tingginya aktivitas manusia di Bumi yang dihasilkan dari berbagai kegiatan antara
lain rumah tangga (termasuk institusi/kantor/rumah sakit/sekolah/kampus), industrI,
transportasi, dan lain-lain.
Berbagai bentuk antisipasi ataupun menyiasati berupa mitigasi serta adaptasi sebagai wujud
kepedulian telah melahirkan berbagai program maupun gerakan-gerakan lingkungan dalam
upaya memerangi pemanasan global tersebut, baik berupa program-program lingkungan
yang diprakarsai oleh pemerintah (baca: Kementerian Lingkungan Hidup), gerakan-gerakan
lingkungan oleh LSM Lingkungan, Pendidikan Lingkungan di sekolah-sekolah, Pesantren dan
Kampus, kampanye, penyuluhan, sosialisasi, dll. Salah satu program lingkungan yang akhir-
akhir ini terutama ditujukan untuk lingkungan Perguruan Tinggi adalah yang disebut dengan
program eco-campus (Green Campus). Pada dasarnya berbagai program lingkungan yang
dibuat pemerintah tidak terkecuali eco-campus adalah bersifat sukarela (volunteer) dan
merupakan program stimulus, dimana tidak ada unsur paksaan maupun tekanan dari
pemerintah. Dengan demikian yang diharapakan adalah muncul dan terbangunnnya
kesadaran dan kepedulian warga kampus sendiri dalam memelihara kelestarian lingkungan.
Demikian juga kampus sebagai tempat berkumpulnya para intelektual dan tempat
dilahirkannya para intelektual muda generasi penerus bangsa diharapkan dapat menjadi
model atau contoh bagi institusi lain dalam pengelolaan lingkungan yang baik.
Green Campus
Program eco-campus pada dasarnya dilatarbelakangi oleh antara lain bahwa, lingkungan
kampus diharapkan harus merupakan tempat yang nyaman, bersih, teduh (hijau), indah dan
sehat dalam menimba ilmu pengetahuan; Kemudian lingkungan kampus sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari ekosistem perkotaan tidak sedikit peranan dan sumbangannya bagi
meningkatkan maupun dalam menurunkan pemanasan global. Disamping itu, yang tidak
kalah pentingnya adalah bagaimana masyarakat kampus dapat mengimplementasikan IPTEK
Bidang Lingkungan Hidup secara Nyata. Oleh karena itu program Eco-Campus adalah
Bertujuan untuk meningkatkan kesadaran serta kepedulian masyarakat kampus sebagai
kumpulan masyarakat ilmiah untuk turut serta berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam
mengurangi Pemanasan Global.
Pengertian istilah Eco-Campus/ Green Campus dalam konteks pelestarian lingkungan bukan
hanya suatu lingkungan kampus yang dipenuhi dengan Pepohonan yang Hijau ataupun
kampus yang dipenuhi oleh Cat Hijau, ataupun barangkali karena kebetulan Jaket Almamater
kampus yang bersangkutan berwarna hijau, namun lebih jauh dari itu makna yang
terkandung dalam eco-campus adalah sejauh mana warga kampus dapat memanfaatkan
sumberdaya yang ada di lingkungan kampus secara efektif dan efisien, misalnya dalam
pemanfaatan Kertas, alat tulis menulis, penggunaan Listrik, Air, Lahan, Pengelolaan Sampah,
dll. Dimana semua kegiatan itu dapat dibuat neraca dan dapat diukur secara Kuantitatif baik
dalam jangka waktu bulanan maupun tahunan.
Pengelolaan Sampah
Pemusnahan limbah kertas dengan cara membakar seperti yang lazim dilakukan bukanlah
penyelesaian masalah sampah, bahkan sebaliknya akan menimbulkan masalah baru berupa
pencemaran udara, dengan dilepaskannya gas karbondioksida yang dapat memicu
meningkatnya pemanasan global. Oleh sebab itu, di dalam lingkungan kampus diharapkan
sudah tersedia tempat-tempat sampah sekaligus upaya-upaya pemilahan sampah antara
organik & an-organik. Penerapan konsep 4 R (Reduce, Recycle, Reuse dan Repair atau
Recovery) merupakan pilihan yang tepat dan bijak dalam mengatasi masalah sampah
termasuk di lingkungan kampus.
Pemanfaatan Lahan
Efisiensi penggunaan lahan di lingkungan kampus juga perlu mendapat perhatian. Idealnya
harus ada perimbangan antara luas bangunan dengan ruang terbuka hijau. Minimal 30%
lahan kampus sebaiknya dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau (RTH). Selama ini ada
kecenderungan bahwa banyak lahan-lahan di lingkungan kampus yang belum dimanfaatkan
secara optimal, bahkan cenderung ditelantarkan atau dibiarkan sebagai lahan tidur (sleeping
land) atau ruang hilang (lost space). Padahal bila lahan yang ada dimanfaatkan bagi berbagai
macam tanaman, termasuk tanaman produktif misalnya buah-buahan akan memberikan
manfaat ganda. Disatu sisi tanaman dapat mendaurulang gas-gas CO2 di udara, sekaligus
menghasilkan udara segar (oksigen) yang memberikan kenyamanan bagi lingkungan
sekitarnya, yang berarti juga akan mengurangi pemanasan global, disisi lain tanaman buah-
buahan dapat memberikan nilai tambah ekonomi bagi warga kampus/masyarakat. Disamping
itu dengan adanya vegetasi/tanaman dapat memberikan nilai estetika/keindahan tersendiri
bagi lingkungan kampus.
Penggunaan Energi
Penggunaan energi listrik juga merupakan salah satu indikator yang digunakan dalam menilai
apakah suatu kampus telah berwawasan lingkungan atau belum. Hal ini sangat erat kaitannya
dengan isu pemanasan global itu sendiri. Selama ini sebagian besar sumber energi utama
manusia di bumi lebih terfokus pada penggunaan bahan bakar fosil (BBF) seperti minyak
bumi, gas, dan batubara yang jelas-jelas telah banyak menghasilkan gas-gas rumah kaca
seperti CO2, dan telah memberikan kontribusi terbesar bagi pemanasan global. Disamping
itu, mengingat BBF ini merupakan energi tersimpan, sehingga dapat diperkirakan stock yang
ada di perut bumi, dimana hanya dapat dimanfaatkan untuk beberapa tahun ke depan. Untuk
itu, perlu upaya-upaya efisiensi dalam penggunaannya sambil terus menerus
mengembangkan energi alternatif lain yang ramah lingkungan seperti energi Matahari (solar
cell) yang terus menerus mengalir dan tidak akan habis selama matahari masih bersinar,
Energi Air, Energi Angin, Bio-fuel, Panas Bumi (geothermal), dll.
Pemanfaatan Air
Demikian juga halnya dengan pemanfaatan sumberdaya alam lainnya seperti air. Air
merupakan kebutuhan Vital manusia dan makhluk hidup lainnnya. Pemanfaatan air oleh
manusia ada kecenderungan terus menerus mengalami peningkatan baik secara kuantitatif
maupun kualitatif, baik diperkotaan maupun pedesaan serta menunjukkan pemakaian yang
cenderung boros. Walaupun secara kuantitatif jumlah air di bumi relatif tidak berkurang,
namun secara kualitas banyak sumber-sumber air yang telah mengalami pencemaran, baik
air permukaan maupun air tanah. Pemanfaatan air permukaan (mis: air sungai) sebagai
sumber air bersih dewasa ini bukan saja membutuhkan pengolahan dengan teknologi yang
ekstra, namun juga membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Tidak mengherankan harga jual
air oleh PDAM juga cenderung mengalami kenaikan yang terus menerus.
Eksploitasi air tanah, terlebih sumur bor sebagai sumber air bersih dan air minum bukan saja
berdampak pada semakin terkurasnya air tanah, namun juga dapat mengakibatkan
menurunnya permukaan tanah (land subsidence) seperti yang dialami oleh banyak kota-kota
besar saat ini seperti Jakarta, dimana selanjutnya akan berdampak pada terjadinya intrusi air
laut. Dengan adanya gejala penurunan permukaan tanah yang terus menerus akan
memudahkan air laut masuk ke daratan yang lebih dikenal dengan banjir laut (rob), terlebih
lebih dewasa ini ada kecenderungan yang menunjukkan bahwa volume air laut terus menerus
bertambah karena mencairnya es di kutub sebagai dampak dari Pemanasan Global yang
terjadi, yang akan memudahkan tenggelamnya daratan.
Oleh sebab itu, efisiensi pemanfaatan air adalah sangat penting dilakukan oleh semua warga
masyarakat tidak terkecuali di lingkungan kampus. Penghematan air misalnya dapat
dilakukan dengan jalan memanfaatkan kembali air yang telah digunakan dengan
menggunakan teknologi re-sirkulasi air seperti yang telah bayak digunakan oleh institusi lain.
Jadi sisa air yang telah digunakan untuk berbagai keperluan seperti dari kamar mandi, dapur,
dll. ditampung kembali dalam kolam penjernihan terpadu, yang kemudian dimanfaatkan
kembali. Di samping itu, lahan yang ada juga dapat dimanfaatkan sebagai sumur resapan
ataupun biopori untuk menampung air hujan yang jatuh agar tidak sia-sia mengalir sebagai
air permukaan dan terbuang ke laut. Air hujan selanjutnya dapat mengisi air tanah, kemudian
tersimpan sebagai air persediaan pada saat musim kemarau tiba.
Pada tahun 1980-an masalah lingkungan mulai dipusatkan pada paradigma pembangunan
yang berkelanjutan. Mungkin karena masyarakat mulai menyadari bahwa Bumi memang
tidak sedang dalam keadaan baik, dan sudah saatnya melakukan tindakan untuk
menyelamatkan Bumi. Konsep pembangunan berkelanjutan memang perlu dikaji, dipahami
dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat. Upaya pengaplikasian
konsep pembangunan berkelanjutan pada sektor pendidikan antara lain dilakukan oleh salah
satu badan dunia, UNESCO dengan mencanangkan 2005 – 2014 sebagai Dekade Pendidikan
untuk Education for Sustainable Development (ESD) yang berusaha mengintegrasikan
prinsip-prinsip, nilai, dan praktek-praktek pembangunan berkelanjutan ke dalam semua aspek
pendidikan Tujuan utamanya adalah jelas mengatasi masalah sosial, ekonomi, budaya dan
lingkungan yang dihadapi pada abad 21. Konsep Education for Sustainable Development
inilah yang kemudian dipopulerkan dengan istilah baru Eco-Campus.
Apa itu eco-campus? Mungkin yang terbesit di pikiran kita adalah sebuah kampus yang
mengusung tema “cinta lingkungan”. istilah Eco-Campus adalah kampus yang berwawasan
lingkungan. Pengertiannya tentu akan sangat luas dan bisa didefinisikan dari berbagai segi.
Beberapa perguruan tinggi di Indonesia telah mencanangkan kampusnya sebagai Eco-
Campus. Sejumlah konsep Eco-Campus tersebut patut diapresiasi positif, meski implementasi
nyata masih tetap ditunggu keberlanjutannya. Eco-Campus tidak hanya sekedar pada
pencanangannya saja, tetapi yang terpenting adalah bagaimana proses pelaksanaannya.
Kampus merupakan tempat generasi muda untuk dididik dan didewasakan agar nantinya
dapat memberi solusi jika bangsa ini ada dalam masalah. Tingkat kemajuan suatu negara
dapat dilihat dari kualitas perguruan tingginya. Oleh karena itu, sudah seharusnya sebuah
perguruan tinggi menjadi ujung tombak terdepan dalam menyelesaikan suatu permasalahan
bangsa, termasuk permasalahan lingkungan. Disinilah peran perguruan tinggi atau kampus
untuk memberikan satu pencerahan kepada masyarakat. Dengan memulai satu tatanan
masyarakat dalam komunitas yang modern, yakni masyarakat yang memiliki paradigma yang
baik tentang lingkungan ( eco-minded ). Dengan adanya masyarakat yang memiliki
paradigma ini, perubahan menuju tatanan masyarakat yang berbasis lingkungan.
Program Eco-Campus 2012 adalah salah satu program peduli lingkungan, dan Institut
Teknologi Bandung juga berkontribusi dalam program ini. Melalui program “ ITB Eco
Campus 2012” yang akan diusung oleh Ganesha Hijau (Wadah Kolaborasi Gerakan
Lingkungan Gerakan Lingkungan Lembaga Kemahasiswaan ITB), diharapkan untuk
mendukung upaya pelestarian lingkungan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang
berkelanjutan. Menurut web dariecocampus.itb.ac.id, Eco-Campus merupakan sebuah sistem
manajemen lingkungan yang berkelanjutan untuk mewujudkan ITB sebagai kampus yang
berwawasan lingkungan dan bertujuan untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang
terjadi.
Evaluasi Program ITB Eco-Campus 2012
Evaluasi program Eco-Campus ini nantinya akan mengukur tingkat keberhasilan program
dengan menggunakan kriteria-kriteria evaluasi. Evaluasi ini termasuk evaluasi ex-ante dan
bersifat kualitatif. Tujuan dari Eco-Campus 2012 yang akan dilaksanakan ITB itu sendiri
adalah mengubah perilaku civitas akademika untuk ramah lingkungan dan menjadikan
ITB sebagai kampus yang tidak berkontribusi pada pemanasan global. Sedangkan sasaran
yang berhasil dirangkum dalam berbagai sumber menyebutkan :
1. Lebih dari 90% sampah udah terpilah dengan baik.
2. Inventarisasi pengolah sampah di ITB
3. Publikasi yang medianya memakai kertas daur ulang
4. Program pelatihan untuk ecocampus
5. Adanya Green Spot,sebuah tempat yg nantinya jd ikon hijau ITB
6. Pembatasan penggunaan plastik di kantin dan penggantian plastik dengann kertas daur ulang
atau daun pisang.
7. Zero-Waste activity
8. Efisiensi penghematan listrik, air, dan kertas
9. Water tap mengalir dengan baik dan kadar besi mendekati nol persen
10. Wajib memakai kertas reuse atau bolak balik untuk tugas-tugas dan laporan-laporan yang
jatuh ke tangan asisten
11. Mengurangi ketergantungan terhadap produk peternakan dan hasil olahan turunannya,
karena kontributor utama pemanasan global adalah kegiatan livestock farming.. dari 18%
pada tahun 2006 (FAO) menjadi 51% pada tahun 2009 (World Watch Institute).
12. Melaksanakan program bike to campus.
Sedangkan strategi dari Eco Campus 2012:
· Green Office
· Green Spot
· Survey Data
· Green Canteen
· Green Event (ZWE) : Waste Management
· Web Eco Campus
· Sepeda Asuh
· Peta Hijau ITB
· Green Education : Modul utk mahasiswa untuk kaderisasi wilayah atau jurusan tentang
pengetahuan lingkungan.
Kriteria Tujuan Indikator
· Publikasi yang
medianyamemakai kertas
daur ulang
· Pemakaian
kertas reuseatau bolak
balik untuk tugas-tugas
dan laporan-laporan yang
jatuh ke tangan asisten
· Warga kampus
mengendarai sepeda jika
berangkat ke kampus
· Penggantian plastik
dengann kertas daur ulang
atau daun pisang
· Terciptanya Zero-
Waste activity
· Dirumuskan suatu
kebijakan mengenai
peminimalan penggunaan
aspal atau alas jalan yang
tidak menyerap air
· Dibangunnya Green
Spot,sebuah tempat yg
nantinya jd ikon hijau ITB
# Dialektika
Permasalahan terbesar yang sedang dihadapi Bumi yaitu terjadinya pemanasan global yang
disebabkan oleh efek gas rumah kaca. Indonesia salah satu negara yang paling berkontribusi hal
tersebut.
Untuk menjawab permasalahan di atas, sebuah inovasi dan solusi cerdas adalah jawaban yang tepat
yang bisa dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Sebuah bangsa yang dianggap maju adalah bangsa
yang mempunyai masyarakat dengan kemampuan intelektualitas tinggi. Universitas adalah ujung
tombak bagi negara maju dalam menghasilkan pemikiran atau teknologi baru untuk menjawab
permasalahan lingkungan yang terjadi pada saat ini.
Indonesia mempunyai perguruan tinggi (universitas) baik negeri ataupun swasta dengan jumlah
sebanyak 3.141. Jumlah mahasiswa di Indonesia pada tahun 2011 berjumlah sebanyak 4,8 juta
(Kompas). Maka dari itu, Indonesia mempunyai aset besar dalam menyiapkan generasi selanjutnya
yang mempunyai wawasan baru untuk memperbaiki permasalahan lingkungan yang akan terus dikaji
dalam beberapa tahun ke depan.
Sebuah perguruan tinggi (universitas) mempunyai sejumlah mahasiswa ‘hebat’ yang akan berperan
dalam memperbaiki kerusakan lingkungan yang terjadi pada saat ini. Seorang pemimpin yang baik
yaitu memiliki sudut pandang baru dalam memperhatikan kondisi lingkungan dan mempunyai inovasi
dan solusi untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan yang akan mengancam kehidupan manusia
di permukaan bumi.
Salah satu aktivitas rutin yang dilakukan oleh sebuah perguruan tinggi (universitas) yaitu penerimaan
mahasiswa baru dan adanya pengenalan (orientasi) tentang fasilitas, sistem pembelajaran dan
aktivitas ekstrakulikuler. Kegiatan tersebut dibantu oleh mahasiswa senior yang sudah tergabung
dalam beberapa organisasi yang akan mengenalkan semua hal tentang aktivitas di kampus.
Mahasiswa baru akan mengikuti serangkaian kegiatan selama kurang lebih 7 hari dan mengikuti
peraturan yang sudah ditentukan oleh mahasiswa senior.
Namun apakah pengenalan (orientasi) yang dilakukan selama ini sudah memberikan manfaat lebih
kepada mahasiswa baru? Apalagi kegiatan yang diikuti mahasiswa baru sebagian besar membuat
suasana menjadi lebih ‘membosankan’.
Untuk mewujudkan kampus yang berwawasan lingkungan (Eco-Campus), maka mahasiswa baru
harus dikenalkan dengan Green Attitude atau Green Lifestyle. Pengenalan (orientasi) bukan menjadi
ajang senioritas atau mengenalkan fasilitas kampus, sistem pembelajaran dan aktivitas ekstrakulikuler
saja. Akan tetapi, pengenalan (orientasi) dapat memberikan wawasan baru kepada mahasiswa baru
untuk bersikap ramah lingkungan di lingkungan kampus dan dapat menyalakan inisiatif baru untuk
menemukan solusi cerdas dalam mengatasi permasalahan lingkungan yang terjadi pada saat ini.
Green Orientation yaitu pengenalan (orientasi) yang mengenalkan tentang wawasan ramah
lingkungan atau sikap peduli terhadap permasalahan lingkungan yang terjadi pada saat ini. Green
Orientation menjadi langkah pertama untuk merealisasikan kurikulum ramah lingkungan dimana
mahasiswa akan melakukan diskusi rutin mengenai isu-isu pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan.
Hasil yang akan dicapai dari kurikulum ramah lingkungan yaitu terciptanya penelitian dan kegiatan
pengabdian masyarakat yang berkaitan dengan Earth Skill Education, Conservation, Green Energy,
dan Recycling.
Green Orientation dapat diwujudkan dengan menerapkan 3 hal yaitu Green Knowledge, Green Habit,
dan Green Innovation. Tiga hal ini dapat digabungkan dalam satu kegiatan atau yang terjadwal
secara urut. Tiga hal ini dikenalkan kepada mahasiswa baru untuk dapat dilakukan seterusnya di
lingkungan kampus (berkelanjutan).
Green Knowledge yaitu memberikan pengetahuan atau wawasan tentang kegiatan ramah lingkungan.
Mahasiswa baru dapat dikenalkan tentang isu kerusakan lingkungan, seperti pencemaran udara dari
kendaraan bermotor dan kegiatan industri; pencemaran tanah dan air yang disebabkan oleh limbah
industri dan berbagai aktivitas manusia (salah satunya yaitu permasalahan sampah). Kemudian
mahasiswa baru dapat dikenalkan dengan Green Living in Campus (bisa berupa diskusi panel atau
talkshow). Untuk membangkitkan semangat mahasiswa baru untuk menciptakan pemikiran atau
teknologi baru yaitu dengan menjelaskan isu terbaru tentang Environmental Science di dunia, seperti
isu air, community, energy, forest, water, waste, dan wildlife.
Green Habit yaitu mengenalkan kepada mahasiswa untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari
(kebiasaan) yang ramah terhadap lingkungan. Untuk menciptakan budaya car free day di lingkungan
kampus, maka mahasiswa baru tidak diperbolehkan membawa kendaraan selama orientasi
(pengenalan) berlangsung. Mahasiswa baru diberikan tugas untuk membawa ‘aksesoris’ pengenalan
(orientasi) dengan bahan dasar dari daur ulang sampah. Panitia kegiatan pengenalan (orientasi)
harus menerapkan konsep paper less, yaitu tidak menghasilkan kertas dengan jumlah yang banyak.
Untuk mewujudkan kegiatan pengenalan (orientasi) menjadi Zero Waste Event, maka mahasiswa
baru diwajibkan untuk membawa tumblr atau gelas dari rumah atau kostnya.
Kemudian panitia menyediakan galon beserta alat pompa di setiap kegiatan yang akan dilakukan.
Panitia menyediakan makanan yang tidak menghasilkan sampah, kemasan makanan dari bahan
alami. Seperti daun pisang, atau paling tidak kemasan kertas. Sehingga bisa dikompos di lingkungan
kampus. Kemudian mahasiswa baru diajarkan untuk membuat kompos atau membuat biopori dari
sampah organik yang dihasilkan selama kegiatan pengenalan (orientasi).
Selain membuat kompos, mahasiswa baru juga diajarkan untuk menanam pohon di beberapa wilayah
kampus.
Lalu kegiatan pengenalan (orientasi) juga akan mengajarkan kepada mahasiswa baru untuk
melakukan penghematan energi dengan menggunakan energi listrik seperlunya, jika energi listrik
tersebut tidak digunakan maka kita wajib melepaskan energi listrik tersebut. Panitia juga dapat
memberikan permainan ramah lingkungan (Eco-Games) yang diberikan pada saat ice breaking.
Permainan ini dapat digunakan sebagai sarana edukasi informal yang dikenalkan secara langsung
kepada mahasiswa baru.
Green Innovation yaitu memberikan rangsangan ‘baru’ kepada mahasiswa baru untuk menciptakan
inovasi yang dapat menghasilkan sebuah solusi nyata dalam memperbaiki kondisi lingkungan yang
semakin tercemar dengan aktivitas manusia. Rangsangan ‘baru’ ini akan mengarahkan mahasiswa
baru untuk berfikir tentang Green Technology Campus (GTC), yaitu sebuah konsep yang diangkat
sebagai bentuk penerapan Green Concept di dalam proses pendidikan. Suatu saat nanti mahasiswa
baru akan menghasilkan ide ‘luar biasa’ untuk memperbaiki kondisi lingkungan kampus dan
lingkungan sekitarnya.
Kegiatan yang dapat dilakukan yaitu panitia memberikan tugas kepada mahasiswa baru untuk
membuat paper atau makalah tentang Eco-Campus atau Eco-Technology. Selain itu, mahasiswa baru
diwajibkan untuk membuat kerajinan daur ulang sampah dan membuat Green Campaign dari produk
daur ulang sampah yang sudah dibuat. Inovasi yang lain juga bisa dilakukan dengan mengambil isu
lingkungan terbaru, seperti : diet kantong plastik; menggunakan transportasi ramah lingkungan
(bersepeda); dan memanfaatkan ruang terbuka hijau (hutan atau taman kota).
Orientasi ramah lingkungan (Green Orientation) dapat dilakukan dengan dukungan dari berbagai
pihak, bukan hanya panitia penyelenggara, melainkan pemegang birokrasi di sebuah perguruan tinggi
(universitas) yang berperan dalam memberikan dukungan berupa materi tentang wawasan peduli
lingkungan dan fasilitas kampus yang mempunyai orientasi dalam pengembangan Eco- Campus. Jadi,
orientasi ramah lingkungan (Green Orientation) dapat berjalan baik jika didukung dengan kerjasamaa
kooperatif dan partisipasi aktif antar civitas akademika di sebuah universitas.
Pada saat ini dunia membutuhkan solusi nyata untuk mengurangi dampak pemanasan global yang
terus berkembang. Kegiatan nyata yang bisa dilakukan oleh mahasiswa yaitu memberikan karya dan
pengabdian dirinya kepada kampus dan lingkungan sekitar.