Sau Dan Sewe
Sau Dan Sewe
D
ahulu kala, hiduplah sepasang anak kembar bernama Sau dan Sewe.
kaya raya, karena kedua orang tua mereka sudah meninggal. Mereka
hidup sangat menderita karena selalu diperlakukan kasar oleh anak dan istri dari si
Pedagang kaya tersebut. Segala jenis pekerjaan, baik yang berat maupun yang ringan
selalu dilimpahkan kepada mereka. Meskipun sering mengalampi perlakuan yang kasar,
keduanaya tidak pernah mengeluh dan tidak pernah berniat melarikan diri dari rumah
tersebut.
Sau dan Sewe selalu diberikan kesempatan untuk makan paling terakhir setelah
keluarga si Pedagang tersebut selesai makan. Seringkali mereka hanya memakan sisa-
sisa makanan bahkan sering juga tidak diberi makan oleh istri si pedagang tersebut
meskipun mereka sudah bekerja keras sepanjang hari. Keduanya hanya bisa menangis
pasrah dan berdoa kepada Tuhan agar segala penderitaan mereka segera berakhir.
kampung yang cukup jauh dan harus menginap selama beberapa hari. Sebelum mereka
“Selama kami berpergian, kalian harus memberi makan semua hewan ternak
peliharaan kami ini dan tidak boleh ada satupun yang hilang,”pesan istri pedagang
tersebut. “Kamu boleh makan setelah semua hewan ternak ini sudah selesai makan,
karena mereka lebih berharga apabila dijual dibandingkan kamu yang hanya bisa
Sau dan Sewe merasa sangat sedih mendengar perkataan istri pedagang itu,
namun apa daya mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti segala perintah ibu
Beberapa hari kemudian, si Sewe jatuh sakit sehingga tubuhnya menjadi sangat
kurus. Segala pekerjaanya diambil alih oleh si Sau. Nafsu makanya semakin menurun
sehingga membuat si Sau merasa sangat sedih dan takut akan terjadi hal-hal yang tidak
Suatu malam, si Sewe terbangun dan merasakan perutnya sangat lapar. Dia
“Sau, perutku sangat lapar dan ingin sekali memakan daging. Tolong carikan lauk
pauk agar nasi ini bisa saya makan” pintanya kepada Sau.
“ini sudah larut malam,Sewe. Tidak mungkin saya pergi berburu pada saat gelap
begini. Makanlah apa adanya, saya berjanji besok saya akan pergi menangkap burung di
hutan”kata Sau.
“tolonglah Sau, saya sudah tidak mampu menahan rasa lapar ini. Bunuhlah seekor
burung tekukur peliharaan tuan rumah ini, mereka pasti tidak akan tahu kalau salah satu
Meskipun takut, si Sau menuruti keinginan saudaranya karena di dorong oleh rasa
kasihan serta keinginan agar saudaranya itu lekas sembuh. Diambilnya seekor burung
tekukur yang sangat besar dan disembelihnya untuk dimasak. Setelah itu diberikanya
kepada saudaranya itu. Si Sewe memakan burung tekukur itu dengan lahap.
terkejutnya mereka ketika mengetahui bahwa seekor burung tekukur peliharaan mereka
telah hilang. Sang istri si pedagang itu memanggil Sau dan Sewe.
“Sau dan Sewe, kami telah menghitung jumlah burung tekukur ini dan satu dari
“Ampun Ibu, kami memang telah membunuh burung tekukur itu”kata Sau dengan
jujur. Dia menceritakan bahwa selama mereka pergi, si Sewe jatuh sakit dan ingin sekali
memakan lauk pauk sehingga terpaksa dia membunuh seekor burung tekukur untuk
tidak mau tahu, salah satu diantara kalian saya usir dari rumah ini!”teriaknya marah.
mempedulikanya. Dia tetap mengusir salah satu dari mereka. Akhirnya, karena merasa
paling bersalah, si Sewe yang memakan burung tekukur tersebut harus meninggalkan
rumah tanpa membawa bekal sedikitpun dan hanya membawa baju yang melekat
Berbulan-bulan lamanya, si Sewe mengembara tanpa arah yang jelas dan tidur
kedinginan di hutan belantara. Untuk mengganjal perutnya, segala jenis dedaunan dan
buah-buahan yang ada di hutan Ia makan. Hal terebut menjadi kebiasaanya selama
bertahun-tahun sehingga Sewe tumbuh dan berkembang layaknya binatang liar di hutan.
Tubuhnya ditumbuhi bulu-bulu halus seperti seekor kera. Si Sewe telah menyatu dengan
Si Sau yang tumbuh dan dibesarkan dalam keluarga si Pedagang tersebut sudah
tidak sanggup lagi menahan penderitaan dan siksaan dari keluarga tersebut. Dia
menyesal telah membiarkan saudaranya pergi sendirian dari rumah. Dia memutuskan
untuk lari dari rumah si Pedagang dan pergi mengembara mencari si Sewe saudaranya
itu. Bertahun-tahun dia mencari saudaranya namun tidak ditemukan. Akhirnya dia
berhenti mengembara dan memutuskan untuk membuka kebun sendiri. Dia membuka
sawah dan kebun untuk ditanami berbagai macam tanaman dan hasilnya dijual ke kota.
Berkat keuletan dan kerja kerasnya, kehidupan si Sau berlahan-lahan membaik dan Ia
kemudian menjadi seorang yang kaya raya di kampungnya. Meskipun telah menjadi
orang yang sukses, Si Sau tetap rendah hati dan selalu menolong orang-orang yang
menderita, karena dia juga pernah mengalami hal serupa. Dia kemudian mengambil istri
dan hidup berkeluarga dengan dikaruniai sepasang anak kembar. Hal itu membuat dia
semakin rindu untuk bertemu kembali dengan si Sewe saudaranya. Dia selalu bercerita
kepada anak istrinya tentang kehidupan mereka dulu dan tentang saudaranya yang pergi
Suatu hari, Si Sau mendapat laporan dari para pekerja di kebunya bahwa banyak
buah-buahan di kebunnya dimakan kera. Hal itu berlangsung lama dan membuat si Sau
merasa sangat marah. Dia memerintahkan kepada seluruh anak buahnya untuk
menangkap semua kera-kera yang telah menghancurkan tanamanya itu. Anak buahnya
pergi dan memasang jerat untuk menangkap kera-kera yang kerap mencuri buah-
buahan di kebun si Sau. Banyak kera-kera serta segala jenis binatang liar tertangkap.
besar dekat rumah si Sau. Beberapa diantaranya dibunuh dan dimakan beramai-ramai
Suatu malam, si Sau mendengar suara yang aneh dari tempat kurungan binatang-
binatang liar yang ditangkapnya itu. Suara itu seperti lagu-lagu ratapan yang seringkali
mereka nyanyikan sewaktu masih kecil bersama dengan saudaranya, apabila mereka
mengingat ayah dan ibu mereka yang telah meninggal, serta penderitaan yang mereka
alamai setiap hari. Nyanyian itu terasa sangat menusuk kalbu, membuka memori kelam
binatang liar tersebut. Betapa terkejutnya Ia ketika mengetahui bahwa nyanyian itu
keluar dari mulut seekor kera bertubuh besar dan aneh. Tubuhnya dipenuhi bulu-bulu
namun seluruh badan dan wajahnya seperti mausia. Sau mendekatkan diri dan
memandang wajahnya dengan jelas. Wajah yang tidak asing baginya. Dia berteriak dan
menangis dengan keras sembari merangkul tubuh itu. Dia adalah saudara kembarnya, Si
Sewe yang telah hilang selama berpuluhan tahun. Dipeluknya saudaranya itu dan
Kedua saudara tersebut saling berpelukan dan menangis haru. Si Sau kemudian
pakayan yang bagus kepadanya. Diberikannya makanan yang paling enak dan Ia