Kasus 4, Bencana Merapi
Kasus 4, Bencana Merapi
Bencana Merapi
Merapi sangat berbahaya karena mengalami erupsi setiap dua sampai lima tahun
sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat. Balai Penyelidikan dan
Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta
merekomendasikan peningkatan status dari “normal aktif” menjadi “waspada”
pada tanggal 20 September 2010. Setelah sekitar satu bulan, status berubah
menjadi “siaga”. Kemudian pada tanggal 25 Oktober status menjadi “awas”.
Walaupun berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak yang terkait,
termasuk sector kesehatan, rangkaian letusan Gunung Merapi pada November
2010 memakan korban nyawa 273 orang dan dievaluasi sebagai letusan terbesar.
3. Jenis-jenis bencana :
A. Bencana alam
a. Tsunami
b. Gempa bumi
c. Banjir
d. Longsor
e. Kebakaran hutan
f. Angin putting beliung
g. Gunung meletus
B. Bencana non alam
a. Peperangan
b. Wabah penyakit
c. Kecelakaan
d. Kegagalan teknolig
e. Bom
f. Kebakaran
Pengembangan Kapasitas
Penyelenggaraan
a. Prabencana
- Peringatan dini
- Kesiapsiagaan
- Pencegahan
b. Saat bencana
- Tanggap darurat
- Bantuan darurat
c. Pasca bencana
- Pemulihan
- Rehabilitas
- Rekonstruksi
Tanggap Bencana
1. Dasar hukum ?
2. Penanganan tim kesehatan ?
3. disaaster planner ?
1. Dasar hukum :
A. Aspek medicolegal
Aspek medicolegal adalah pelayanan kedokteran untuk
memberikan bantuan profesional yang optimal dalam
memanfaatkan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan
hokum dan keadilan.
Ada 5 bidang medicolegal :
a. Pelayanan forensic medic
b. Pelayanan forensic patologi
c. Pelayanan laboraturium kedokteran forensic
d. Pelayanan konsultasi medicolegal
e. Pelayanan bank jaringan
BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
Pasal 2
Pasal 4
BAB III
TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG
Pasal 5
Pasal 7
Pasal 8
BAB IV
KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Pasal 10
Pasal 12
Pasal 14
Pasal 16
Bagian Kedua
Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 21
Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai tugas:
a. menetapka pedoman dan pengarahan sesuai dengan
kebijakan pemerintah daerah dan Badan Nasional
Penanggulangan Bencana terhadap usaha
penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan
bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta
rekonstruksi secara adil dan setara;
b. menetapkan standardisasi serta kebutuhan
penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan;
c. menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta
rawan bencana;
d. menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan
bencana;
e. melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana
pada wilayahnya;
f. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana
kepada kepala daerah setiap sebulan sekali dalam kondisi
normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
g. mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan
barang;
h. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang
diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
i. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan.
Pasal 22
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
A. Prabencana
Perencanaan kebutuhan SDM Kesehatan pada masa prabencana
menyangkut penempatan SDM Kesehatan dan pembentukan Tim
Penanggulangan Krisis akibat Bencana. Dalam perencanaan
penempatan SDM Kesehatan untuk perayanan kesehatan pada
kejadian bencana perlu diperhatikan beberapa hal berikut:
a. Analisis risiko pada wilayah rawan bencana
b. Kondisi penduduk di daerah bencana (geografi, populasi,
ekonomi, sosial budaya, dan sebagainya)
c. Ketersediaan fasilitas kesehatan
d. Kemampuan SDM Kesehatan setempat
e. Kebutuhan minimal pelayanan kesehatan di wilayah setempat
3. Disaster planner :
Bencana adalah rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam atau
manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia,
kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan
prasarana umum serta menimbulkan gangguan tata kehidupan dan
penghidupan, yang memerlukan pertolongan dan bantuan secara
khusus.
Kategori Bencana / Disaster
Yang termasuk dalam kategori bencana / disaster di Rumah Sakit harus
di tetapkan oleh rumah sakit itu sendiri, sebagai contoh misalnya :
a. Intern
Bencana yang berasal dari intern rumah sakit dan menimpah rumah
sakit dengan segala obyek vitalnya yaitu pasien, pegawai, material,
dan dokumen. Contoh : Kebakara.
b. Ekstern
Bencana bersumber/berasal dari luar rumah sakit yang dalam
waktu singkat mendatangkan korban bencana dalam jumlah
melebih rata – rata / keadaan biasa sehingga memerlukan
penanganan khusus, dan mobilisasi tenaga pendukung lainnya.
Contoh : Korban keracunan massal, korban kecelakaan missal.
(Pusponegoro, 2011).
TIM Disaster
Pengorganisasian Tim Disaster Rumah Sakit, yang mana
anggotanya terdiri dari setiap unit kerja terkait dengan tugas, fungsi
dan wewenangnya masing – masing, sebagai berikut :
1. Pimpinan Disaster
Pada saat jam dinas kantor yang bertindak sebagai pimpinan
disaster adalah Wadir Umum rumah sakit, dan di luar jam
kantor yang bertindak sebagai pimpinan disaster adalah Kepala
Jaga yang bertugas saat itu sebagai pengganti direktur rumah
sakit.
Berwenang :
- Menentukan keadaan bencana
- Menentukan tingkat siaga
- Memobilisasi Tenaga
Bertugas :
- Mengkoordinasi segenap unsur di rumah sakit yang
bertugas menanggulangi bencana.
- Berkoordinasi dengan unsur dari luar rumah sakit bilamana
dipandang perlu, setelah berkonsultasi dengan direktur
Rumah Sakit.
2. Tim Evakuasi
Terdiri dari perawat, petugas kebersihan, petugas administrasi
dan keuangan.
Tugas :
- Membantu pasien dan keluarganya untuk keluar dari
gedung rumah sakit menyelamatkan diri.
- Menyelamatkan harta benda milik rumah sakit dan pasien.
3. Tim Keamanan
Adalah Satuan Pengamanan dari rumah sakit.
Tugas :
- Mengamankan lokasi bencana dari orang-orang yang tidak
bertanggung jawab
- Mengamankan jalur lalulintas ambulan, tenaga medis,
dokumen-dokumen, dan harta benda.
- Mengamankan jalur transportasi intern rumah sakit.
4. Tim Medis
Dipimpin oleh dokter IGD yang bertugas saat itu dan dibantu
oleh perawat IGD.
Berwenang :
- Menentukan kondisi kegawatdarurat korban
- Menentukan penanganan lanjut untuk para korban,
misalnya dirujuk atau tidak
- Menentukan tempat rujukan yang tepat buat korban
Bertugas :
Triase
Triase berasal dari bahasa perancis trier artinya macam (bermacam –
macam) bermacam – macam dalam menilai gangguan. Triase adalah suatu
proses yang dinamik. Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar
beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat
darurat serta transportasi. Triage adalah suatu sistem seleksi pasien yang
menjamin supaya tidak ada pasien yang tidak mendapatkan perawatan medis.
(Pusponegoro, 2011).
Prinsip Triage
Seleksi korban berdasarkan :
1. Ancaman jiwa yang dapat mematikan (dalam ukuran menit)
2. Dapat mati (dalam ukuran jam)
3. Ruda paksa ringan
4. Sudah meninggal
Macam – macam system triage yang dipakai pada korban masal yang
memudahkan personil medic dengan cepat dapat melakukan:
1. Menilai tanda vital dan keadaan pasien
2. Menilai kebutuhan medic dari pasien
3. Menilai kemungkin hidup pasien
4. Menilai sasaran kesehatan yang ada ditempat
5. Membuat prioritas penanggulangan pasien
6. Memasang colour tag sesuai dengan prioritas pasien.
Tipe triage
Single Patient Triage
Pada satu pasien pada fase pra RS maupun pada fase RS – UGD dalam Day to
Day Emergency dimana pasien dikategorikan kedalam True Emergency ( ada
masalah dengan Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure), (hipotermi
/ hipertermi), dan false Emergensy ( tidak ada masalah diatas).
Dasar dari cara triage ini adalah menanggulangi pasien dapat meninggal bila
tidak dilakuakan resusitasi.
Single patien triage dapat juga di bagi dalam 3 kategori :
1. Emergent/ immediate/ priority: pasien dalam kategori ini harus mendapatkan
prioritas pertama. Tindakan sudah dilakukan pada fase pra RS/ di dalam
ambulans, setiba di UGD. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah cedera
berat, infark miokard akut, gangguan airway, syok, anafilaksis.
2. Urgent/ prioritas pasien dalam kategori ini harsu sudah di tanggulangi dalam
beberapa jam. Termasuk yang secara fisiologik stabil tetapi dapat memburuk
bila tidak di tanggulangi dalam beberapa jam yaitu cedera spinal, stroke /
cereberal vascular accident, appendiksitis, cholesistitis.
3. Non urgent/ delayed/ priority, dalam kategori ini termasuk pasien – pasien
yang dapat jalan walking wounded. Meraka termasuk pasien yang secara
hemodinamik stabil tetapi dengan cedera yang nyata yaitu laserasi kulit,
kontusio, abrasi & lukan lain, fraktur tulang pendek serta sendi dan demam.
4. Mati/ nonsalvageable, sudah tidak bernafas meskipun telah dibebaskan jalan
nafas akut atau cedera berat, perdarahan massif, luka bakar >90%
dikategorikan merah. Area yang tidak jelas dapat bertahan hidup atau tidak
meskipun setelah di lakukan resusitasi dan tindakan maksimum.
(Pusponegoro, 2011).
Hanafiah, M. Jusuf dan Amir, amri. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum
Kesehatan. Jakarta : EGC
Butler DL, Anderson PS. 1999. The use of wide area computer network in
disasters management and implications for hospital/medical
network, annuals of the new York academi of sciences.