Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS KUALITAS AIR DAN WATER-ASSOCIATED DISEASE

PADA MASYARAKAT PENGGUNA AIR SUNGAI DI DUSUN


CENDRAWASIH KECAMATAN SUNGAI KAKAP
KABUPATEN KUBU RAYA

MINI PROYEK PUSKESMAS

DISUSUN OLEH
Dr. Fina Herlinda Nur
Dr. Muhammad Rheza
Dr. Steven Okta Chandra

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS SUNGAI KAKAP
KABUPATEN KUBU RAYA
2018
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 1
BAB I ...................................................................................................................... 2
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 2
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
1.3. Tujuan .......................................................................................................... 3
1.4. Manfaat ........................................................................................................ 3
BAB II ..................................................................................................................... 4
2.1. Kualitas Air .................................................................................................. 4
2.2. Air Bersih .................................................... Error! Bookmark not defined.
2.2.3. Pengertian Air Bersih .............................. Error! Bookmark not defined.
2.2.4. Standar Kualitas Air Bersih ..................... Error! Bookmark not defined.
2.3. Water Associated Disease ........................... Error! Bookmark not defined.
2.3.1. Diare ....................................................................................................... 14
2.3.2. Dermatitis Kontak Iritan ......................................................................... 14
2.3.3. Dermatitis Kontak Alergi ....................................................................... 14
BAB III ................................................................................................................. 15
3.1 Desain Penelitian ........................................................................................ 15
3.2 Lokasi Penelitian ........................................................................................ 15
3.3 Waktu Penelitian ........................................................................................ 15
3.4 Metode Pengumpulan Data ......................... Error! Bookmark not defined.
3.5 Rencana pelaksanaan penelitian ................................................................. 16

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Air berperan vital bagi kehidupan, akses air bersih dan sehat amat
penting untuk kelangsungan hidup manusia dan seluruh ekosistem. Kegunaan
air meliputi penggunaan di bidang pertanian, industri, rumah tangga, rekreasi,
dan aktivitas lingkungan. Ketersediaan air tawar hanya 3% dari total massa
air di bumi. Sumber air tawar berupa air permukaan (contoh air sungai, air
danau), air tanah, desalinasi, dan air beku.
Sungai merupakan salah satu sumber air yang sering digunakan oleh
masyarakat untuk keperluan air minum, mandi, mencuci, dan keperluan
harian lainnya. Masyarakat Sungai Kakap merupakan salah satu komunitas
yang hidupnya amat bergantung pada kehadiran sungai. Air sungai
dimanfaatkan untuk mandi, mencuci, dan keperluan bidang pertanian.
Sedangkan untuk air minum, masyarakat mengkonsumsi air hujan atau air
minum isi ulang. Tidak ada perusahaan air minum yang mengadakan air
bersih bagi masyarakat Sungai Kakap. Sedemikan pentingnya peran sungai
di Kecamatan Sungai Kakap tentu memiliki dampak besar bagi kesehatan.
Berdasarkan data puskesmas Sungai Kakap, diketahui bahwa angka
kejadian diare adalah 367 per 10.000 penduduk, dengan kasus terbanyak ada
di desa Sungai Kakap. Sedangkan, kasus penyakit kulit dan kondisi kulit gatal
juga merupakan kasus yang sering ditemukan pada pasien yang berobat jalan
selain diare, terdapat 545 kasus selama tahun 2016. Baik diare maupun
penyakit kulit diyakini memiliki kaitan erat dengan penggunaan air baik
untuk dikonsumsi, mencuci alat makan, mencuci botol susu balita, untuk
mandi serta mencuci. Sayangnya, penelitian terhadap kualitas sumber air
yang digunakan masyarakat baik air sungai atau air hujan di desa Sungai
Kakap belum pernah dilakukan.

2
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana kualitas air sungai di Kecamatan Sungai Kakap dan
kaitannya terhadap water associated disease pada masyarakat pengguna air
sungai?

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui kualitas air sungai di Kecamatan Sungai Kakap dan
kaitannya terhadap water associated disease pada masyarakat pengguna air
sungai.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik fisika, kimia, dan mikrobiologi dari air sungai
di Kecamatan Sungai Kakap.
2. Mengetahui gambaran kejadian water associated disease terutama
diare dan eksim pada masyarakat Sungai Kakap.

1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Dokter internsip
Mengetahui masalah aktual yang terjadi pada masyarakat Sungai
Kakap dan lingkungannya, merumuskan penyebab masalah, dan membuat
alternatif pemecahan masalah.

1.4.2. Bagi Puskesmas


Puskesmas mendapatkan gambaran kualitas air sungai dan kaitannya
terhadap taraf kesehatan masyarakat, serta dapat menyusun kebijakan-
kebijakan yang strategis untuk pemecahan masalah tersebut

1.4.3. Bagi Masyarakat


Mengetaui kualitas air yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat
dan implikasinya bagi kesehatan masyarakat, termasuk upaya mengolah air
untuk pengunaan sehari-hari.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kualitas Air


Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang
dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu. Dengan demikian
kualitas air akan berbeda dari suatu kegiatan ke kegiatan lain, sebagai contoh
kualitas air untuk keperluan irigasi berbeda dengan kualitas air untuk
keperluan air minum. Begitu pula dengan air bersih, air minum dan air hujan,
tentunya memiliki kesamaan, namun sangat jauh berbeda diantara ketiganya.
Mulai dari kandungan yang terdapat dalam air tersebut hingga sumber dari
air itu sendiri. Dan tentunya penggunaan dari ketiganya juga berbeda dalam
kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan Permenkes No.416/Menkes/Per/IX/1990, yang
membedakan antara kualitas air bersih dan air minum adalah standar kualitas
setiap parameter fisik, kimia, biologis dan radiologis maksimum yang
diperbolehkan

2.2. Air Bersih


2.2.1. Pengertian Air Bersih
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1405/menkes/sk/XI/2002, terdapat pengertian mengenai Air Bersih
yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya
memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan
perundang-undang yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak.
Bagi manusia kebutuhan akan air sangat mutlak karena sebenarnya
zat pembentuk tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air yang jumlahnya
sekitar 73% dari bagian tubuh. Air didalam tubuh manusia berfungsi sebagai
pengangkut dan pelarut bahan-bahan makanan yang penting bagi tubuh,
misalnya untuk melarutkan oksigen sebelum memasuki pembuluh darah
yang ada disekitar alveoli (Mulia, 2005). Sehingga untuk mempertahankan

4
kelangsungan hidupnya manusia berupaya mendapatkan air yang cukup
bagi dirinya. Dalam menjalankan fungsi kehidupan sehari-hari manusia
sangat tergantung pada air, karena air dipergunakan pula untuk mencuci,
membersihkan peralatan, mandi dan lain sebagainya.
Air merupakan faktor penting dalam pemenuhan kebutuhan vital
bagi mahluk hidup diantaranya sebagai air minum atau keperluan rumah
tangga lainnya. Air yang digunakan harus bebas dari kuman penyakit dan
tidak mengandung bahan beracun. Ditinjau dari segi kualitas (Mutu) air
secara langsung atau tidak langsung pencemaran akan berpengaruh terhadap
kualitas air. Sesuai dengan dasar pertimbangan penetapan kualitas air
minum, usaha pengelolaan terhadap air yang digunakan oleh manusia
sebagai air minum berpedoman pada standar kualitas air terutama dalam
penilaian terhadap produk air minum yang dihasilkannya, maupun dalam
merencanakan system dan proses yang akan dilakukan terhadap sumber
daya air (Razif,2001).

2.2.2. Standar Kualitas Air Bersih


Standar kualitas air bersih adalah ketentuan-ketentuan yang biasa
dituangkan dalam bentuk pernyataan atau angka yang menunjukkan
persyaratan yang harus dipenuhi agar air bersih tersebut tidak menimbulkan
gangguan kesehatan, penyakit, gangguan teknis dan gangguan dalam segi
estetika (Permenkes RI No.416/MENKES/PER/IX/1990). Persyaratan
kualitas air bersih meliputi syarat fisik, kimia, dan bakteriologis adalah
sebagai berikut :
1. Syarat Fisik
Air yang kualitasnya baik harus memenuhi syarat fisik,yaitu
tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.
2. Syarat Kimia
Air yang tidak mengandung bahan atau zat-zat yang berbahaya
untuk kesehatan, seperti zat-zat beracun dan tidak mengandung

5
mineral-mineral serta zat organic lebih tinggi dari jumlah yang
telah ditentukan oleh pemerintah.
3. Syarat Bakteriologis
Air tidak boleh mengandung kuman parasit, kuman patogen, dan
bakteri coliform. Persyaratan bakteriologi air bersih berdasarkan
kandungan jumlah total bakteri Coliform dalam air bersih 100
ml air, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 adalah sebagai
berikut :
i. Untuk air bersih bukan air perpipaan, total Coliform
maksimal 50 MPN atau APM per 100 ml air
ii. Untuk air bersih air perpipaan, total Coliform maksimal
10 MPN atau APM per 100 ml air.
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk media Air untuk
Keperluan Higiene Sanitasi meliputi parameter fisik, biologi, dan kimia
yang dapat berupa parameter wajib dan parameter tambahan. Parameter
wajib merupakan parameter yang harus diperiksa secara berkala sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sedangkan parameter
tambahan hanya diwajibkan untuk diperiksa jika kondisi geohidrologi
mengindikasikan adanya potensi pencemaran berkaitan dengan parameter
tambahan. Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi tersebut digunakan untuk
pemeliharaan kebersihan perorangan seperti mandi dan sikat gigi, serta
untuk keperluan cuci bahan pangan, peralatan makan, dan pakaian. Selain
itu Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi dapat digunakan sebagai air baku
air minum.

Tabel 1 berisi daftar parameter wajib untuk parameter fisik yang harus diperiksa
untuk keperluan higiene sanitasi.

6
Tabel 2 berisi daftar parameter wajib untuk parameter biologi yang harus
diperiksa untuk keperluan higiene sanitasi yang meliputi total Coliform dan
escherichia coli dengan satuan/unit colony forming unit dalam 100 ml sampel
air.

Tabel 3 berisi daftar parameter kimia yang harus diperiksa untuk keperluan
higiene sanitasi yang meliputi 10 parameter wajib dan 10 parameter tambahan.
Parameter tambahan ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dan
otoritas pelabuhan/bandar udara.

7
2.3. Water Associated Disease
2.3.1. Diare
Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di
dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat
menyebabkan infeksi primer pada usus dan bisa menimbulkan infeksi lain
di luar usus (Staff Pengajar Kedokteran UI, 1993).
Escherichia coli menjadi patogen jika jumlahnya dalam saluran
pencernaan meningkat atau berada diluar usus. Escherichia coli
menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare
(Jawetz et al, 1995).
Escherichia coli merupakan salah satu kuman penyebab infeksi, baik
infeksi saluran cerna, saluran nafas, saluran kemih, luka didalam perut dan
juga meningitis. Escherichia colitidak saja menginfeksi pada orang dewasa

8
tapi juga pada bayi dan anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan
(Hardjoeno,2007).
Infeksi Escherichia colisering kali berupa diare yang disertai darah,
kejang perut, demam, sering kali gangguan pada ginjal. Infeksi Escherichia
colipada anak-anak dibawah 5 tahun dan pada orang tua dapat menyebabkan
komplikasi yang disebut dengan syndrome uremik hemolitik.Sekitar 2-7%
infeksi Escherichia coli menimbulkan komplikasi. Penularan dapat terjadi
secara langsung dan biasanya terjadi ditempat yang memiliki sanitasi dan
lingkungan yang kurang bersih.

2.3.2. Dermatitis Kontak Iritan


Dermatitis kontak iritan adalah suatu peradangan pada kulit yang
disebabkan oleh kerusakan langsung ke kulit setelah terpapar agen
berbahaya. Dermatitis kontak iritan dapat disebabkan oleh tanggapan
phototoxic misalnya tar, paparan akut zat-zat (asam, basa) atau paparan
kronis kumulatif untuk iritasi ringan (air, detergen, ahan pembersih lemah)
(NIOSH, 2010).
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat
iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak pelumnas, asam, alkali dan
serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran
molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, dan vehikulum, juga
dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak,
kekerapan (terus menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit
lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisik. Suhu dan
kelembaban lingkungan juga ikut berperan (Djuanda, 2010).
Faktor individu juga ikut berpengaruh pada dermatitis kontak iritan,
misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan
perbedaan permeabilitas, usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih
mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis
kelamin (insidensi dermatitis kontak iritan lebih banyak pada wanita),

9
penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap
bahan iritan menurun), misalnya dermatitis atopik (Djuanda,2010).

Tabel 4. Iritan yang Sering Menimbulkan Dermatitis Kontak Iritan

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh


bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan
tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan
mengubah daya ikatdi kulit (Djuanda, 2010).
Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membrane lemak
keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak
lisosom, mitokondria atau komponen inti. Kerusakan membran akan
mengaktifkan enzim fosfolipase yang akan merubah fosfolipid menjadi asam
arakhidonat, diasilgliserida, platelet activating factor, dan inositida. Asam
arakhidonat diubah menjadi prostaglandin dan leukotrin. Prostaglandin dan
leukotrin menginduksi vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas vaskular
sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. prostaglandin dan
leukotrin juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan
neutrofil, serta mengaktivasi sel mast melepaskan histamin, prostaglandin

10
dan leukotrin lain, sehingga memperkuat perubahan vaskular
(Djuanda,2010).
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik
ditempat terjadinya kontak di kulit yang berupa eritema, edema, panas,
nyeri, bila iritannya kuat. Apabila iritan lemah, akan menimbulkan kelainan
kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum
korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan
fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel di bawahnya
(Djuanda,2010).

2.3.3. Dermatitis Kontak Alergi


Menurut National Occupational Health and Safety Commision
(2006), dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh
reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang
kontak dengan kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergik.
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering
berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang
juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi
oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di
kulit (Djuanda,2010).
Macam-macam allergen yang paling sering menyebabkan dermatitis
kontak alergik menurut North American Contact Dermatitis Group terdapat
pada tabel 5.
Tabel 5. Alergen yang sering menyebabkan DKA (North American
Contact Dermatitis Group)

11
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergik
adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated
immune respons) atau reaksi hipersensitivitas tipe IV. Reaksi
hipersensitivitas di kulit timbul secara lambat (delayed hypersensitivity),
umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen.
Patogenesis hipersensitivitas tipe IV ini sendiri dibagi menjadi dua
fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi (Djuanda, 2010).
Fase sensitisasi dimulai saat adanya kontak dengan bahan kimia
sederhana yang disebut hapten (alergen yang memiliki berat molekul kecil
yang dapat menimbulkan reaksi antibodi tubuh jika terikat dengan protein
untuk membentuk antigen lengkap). Antigen ini kemudian berpenetrasi ke
epidermis dan ditangkap dan diproses oleh antigen presenting cells (APC),
yaitu makrofag, dendrisit, dan sel langerhans (Hogan, 2009).
Selanjutnya antigen ini dipresentasikan oleh antigen presenting cells
ke sel T. Setelah kontak dengan antigen yang telah diproses ini, sel T
menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan
berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik
dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh
tubuh, jugasistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas

12
yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-
3minggu (Djuanda, 2010).
Fase elisitasi terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang
sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen
dermis. Sel Langerhans akan mensekresi interleukin-1 yang akan
merangsang sel T untuk mensekresi interleukin-2. Selanjutnya interleukin-
2 akan merangsang interferon gamma. Interleukin-1 dan interferon gamma
akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion
molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan leukosit, serta
sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag
untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas
yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti
eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses
peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme
yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel
langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan prostaglandin E-1,2 oleh sel
makrofag akibat stimulasi interferongamma. prostaglandin E-1,2 berfungsi
menekan produksi interleukin-2 dan sel T serta mencegah kontak sel T
dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan
memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga
histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik.
Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen
spesifik, dan akhirnya menekan atau mereda kan peradangan (Djuanda,
2010).

13
2.4. Kerangka Konsep

MCK Warga di Penggunaan Pupuk


Sepanjang Sungai dan Pestisida

Kualitas Air

Water Associated
Disease

14
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yaitu
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik
satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau
menghubungkan dengan variabel yang lain yang berbentuk angka atau data
kualitatif yang diangkakan. Penelitian ini berfokus pada pemecahan
masalah.

3.2 Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Dusun Cendrawasih Desa Sungai Kakap
Kecamatan Sungai Kakap yang merupakan wilayah Puskesmas Sungai kakap
Kubu Raya selama bulan Juli - Agustus tahun 2018. Wilayah kerja Puskesmas
Sungai kakap ini meliputi 7 Desa, yaitu Desa Sungai Kakap, Sungai Itik, Pal
Sembilan, Sungai Belidak, Kalimas, Tanjung Saleh, dan Sepok Laut.

3.3 Waktu Penelitian


Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juni 2018

3.4 Metode Pengumpulan Data


3.4.1. Sumber Data
Data-data yang dikumpulkan berupa data primer. Data primer dalam
penelitian ini adalah sampel air yang diambil dari sungai yang berada
di Dusun Cendrawasih Desa Sungai Kakap Kecamatan Sungai
Kakap
3.4.2. Cara Pengumpulan Data
a. Pengambilan sampel
Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengambilan
sampel dari air sungai yang berada di Dusun Cendrawasih Desa

15
Sungai Kakap Kecamatan Sungai Kakap. Sampel air diambil
sebanyak dua liter. Banyaknya jumlah sampling yang diperlukan
adalah sebanyak 1 kasus berdasarkan pedoman untuk populasi
sekitar 5.000 populasi.
Tabel 6. Guidelines for drinking-water quality 2nd edition
(WHO, 1997)
Population served No. of monthly samples
<5.000 1
5.000 – 100.000 1 per 5.000 population
>100.000 1 per 10.000 population, plus
10 additional samples

b. Analisis sampel
Analisis sampel air dilakukan di Laboratorium Kesehatan
Dinas Kesehatan Kalimantan Barat. Parameter yang dianalisis pada
sampel meliputi, faktor fisika (kekeruhan, warna, residu terlarut),
faktor kimia (pH, total fosfat, kesadahan, nitrat, nitrit) dan faktor
biologi (total coliform)
3.5. Rencana pelaksanaan penelitian
Juli Agustus September
Agenda
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
mini
project
Presentasi
proposal
mini
project
Melakukan
intervensi
Presentasi
hasil mini
project

16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Hasil analisis sampel air sungai Kakap di Laboratorium Dinas Kesehatan
memerlukan waktu sekitar 28 hari, didapatkan hasil sebagai berikut:
Kadar
No Parameter Satuan Hasil
Maks
1 Residu Terlarut (TDS) mg/L 1500 5480
2 Turbidity Skala NTU 25 2
3 Warna Pt. Co 15 52
4 Nitrat (NO3) mg/L 10 0,27
5 Nitrit (NO2) mg/L 1,0 0,02
6 pH 6,5-9,0 7,35
7 Total Fosfat (PO4) mg/L - 0,16
8 Deterjen (MBAS) µg/L - 0,002
9 Total Coliform CFU/100ml 50

Berdasarkan hasil analisis air diatas, didapatkan karakteristik air sungai


Kakap termasuk kelas mutu air IV, yang berarti air untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama. Air kelas IV tidak digunakan untuk air minum.

4.2. Pembahasan

4.3. Managemen Air


Pengolahan air dapat dilakukan secara fisika, biologi, dan kimia agar
polutan dapat dieliminasi dari air. Berdasarkan analisis air yang telah
dilakukan, diketahui bahwa parameter yang memerlukan perhatian adalah
residu terlarut dan total coliform. Metode yang dipilih pada kondisi air Sungai
Kakap adalah pengolahan secara kimia dengan metode koagulasi. Bahan
kimia yang digunakan adalah Poly aluminium chlorida (PAC), sedangkan
untuk antiseptik air dapat digunakan kalium hipoklorit. Penggunaan koagulan
PAC dapat menurunkan kekeruhan dan TSS, dengan penggunaan 15-25 mg
setiap 1000 liter air tergantung kekeruhan air. Sedangkan antiseptik dapat

17
menurunkan kadar mikrobakteria terutama koliform, dengan penggunaan 5
mg tiap 1000 liter air. Air yang diperoleh dari hasil penggunaan koagulan dan
antiseptik diharapkan dapat digunakan untuk keperluan seperti rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan mengairi pertamanan
(kategori air kelas II). Untuk memperoleh air kategori I dari air Sungai Kakap,
diperlukan metode tambahan reverse osmosis, agar air yang diolah dapat
diminum.

18
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI, 1990. Peraturan Menteri Kesehatan RI No
416/Menkes/Per/IX/1990, Jakarta.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja Perkantoran Dan Industri
3. Razif. 2001. Pengolahan Air Minum. Institut Teknologi Sepuluh Nopember:
Surabaya.
4. Departemen Kesehatan (1990). Peraturan Menteri Kesehatan No.
416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas
Air. Jakarta.
5. Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar
Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara; 1993. hal. 10-
3.
6. Jawetz E, Melnick J, Adelberg E, 1995,Medical Microbiology, 20th ed.,
Appleton & Lange, Connecticut.
7. Hardjoeno UL. 2007. Kapita selekta hepatitis virus dan interpretasi hasil
laboratorium. Makassar: Cahya Dinan Rucitra: hlm.5-14
8. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s. 2009.Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology. Edisi ke-6.hlm. 20-33. New York: The Mc Graw-Hill
Companies
9. National Institute for Occupational Safety and Health, 2007. NIOSH Pocket
Guide To Chemical Hazards Third Print., Pittsburgh: US Government
Printing Office
10. Djuanda, A., 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia

19

Anda mungkin juga menyukai