Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana
masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas
yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional
sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien
dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam
(penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru
kembali kekeasaan asalnya.
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana
terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan
terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi,
cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia
mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat
dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak
adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkan atau
dengan meningkatkan efek dari analgetik opioid. Pnemonia atau dengan penyakit paru-
paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

B. MASALAH
Gagal Nafas Akut

C. TUJUAN
Untuk mengetahui segala masalah yang berhubungan dengan gagal nafas akut
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Gagal respirasi diartikan sebagai tidak berfungsinya respirasi yang
menyebabkan ketidaknormalan oksigenasi atau ventilasi (eliminasi CO2) yang
parah, cukup untuk menyebabkan kerusakan fungsi organ – organ vital. Kriteria
kadar gas darah arteri untuk gagal respirasi tidak mutlak bisa ditentukan dengan
mengetahui PO2 kurang dari 60 mmHg dan PCO2 diatas 50 mmHg. Gagal respirasi
akut terjadi dalam berbagai gangguan, baik pulmoner maupun nonpulmoner.
(Tierney, Lawrence dkk. 2002. Diagnosis dan terapi kedokteran (penyakit dalam) :
214

Acute respiratory failure (ARF) merupakan gangguan sistem pernapasan


yang disebabkan adanya gangguan primer pada paru atau gangguan lainnya,
sehingga sistem pernapasan tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.

Gagal nafas akut adalah kegagalan system pernafasan untuk


mempertahankanpertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yang dapat
mengakibatkan gangguan pada kehidupan.

B. ETIOLOGI

1. Depresi Sistem Saraf Pusat


Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan
yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan
medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.

2. Kelainan Neurologis Primer


Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat
pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke
saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti
gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular
yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang
mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan
gagal nafas.

4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan
perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas
atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang
iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat
terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk
memperbaiki patologi yang mendasar

5. Penyakit akut paru


Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau
pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi
lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan
edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.

6. Penyakit kardiovaskular

7. Pasca bedah toraks, laparotomi tinggi

C. TANDA DAN GEJALA


1. Tanda
a. Gagal nafas total
1) Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
2) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga
serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
3) Adanya kesulitasn inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan
b. Gagal nafas parsial
1) Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
2) Ada retraksi dada
c. Gejala klinis
1) Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
2) Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2
menurun)
3) Batuk dan berdahak
4) Kesadaran menurun, agitasi
5) Peningkatan frekuensi napas, berupa: retraksi suprasternal, interkostal,
supraklavikular
6) retraksi epigastrium, takipneu, pernapasan paradoks.
7) Sianosis
8) Takikardi
9) Bradipneu ( dalam keadaan lanjut )

D. PATOFISIOLOGI

(Mutttaqin, arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan): 215)

Penekanan pusat pernafasan


Kelainan neuromuscular
Kelainan pleura dan dinding
Kelainan obstruktif
dada
difus Kelainan restriktif
difus Kelainan vaskular

Pada pascaoperatif

Periode
pascaoperatif

Agen – agen farmakologi menekan pernapasan


Adanya penurunan metabolisme atau mengekskresi obat

Nyeri pada area thoraks dan abdomen menganggu napas dalam dan batuk

Penekanan dorongan pernapasan sentral


Gangguan pada respons ventilasi

Penurunan / hilangnya kontrol pernapasan


Penurunan pola pernapasan

Ketidaksesuaian dari ventilasi – perfusi

Gagal napas

Kelainan neurologis primer (gangguan pada respons ventilasi)

Kelainan neurologis primer

(sindrom guillain – bare, miastenia gravis, kerusakan pada segmen servikal

medula spinalis, lesi akut yang luas pada otak dalam multiple sclerosis, dan
poliomielitis )

Penenkanan pada dorongan pernapasan sentral


Ganggguan pada respons ventilasi

Penurunan/hilangnya control pernapasan

Ketidak sesuaian dari ventilasi – perfusi

Gagal napas

Trauma

Trauma pada kepala dan toraks

Cedera kepala, penurunan kesadaran, dan terjadi pendarahan dari hidung dan mulut
menyebabkan obstruksi jalan napas dan depresi pernapasan
Adanya penekanan meningkat intrapleura akibat udara atau darah

Penekanan dorongan pernapasan sentral


Gangguan pada respons ventilasi

Penurunan/ hilangnya control pernapasan


Penurunan kemampuan pengembangan paru

Ketidak sesuaian dari ventilasi – perfusi

Gagal napas

Penyakit paru akut

Pneumonia

Terjadi konsolidasi dan pengisian organ alveoli oleh eksudat

Penurunan jaringan efektif paru, kerusakan membran alveolar – kapiler

Ketidak sesuaian dari ventilasi – perfusi

Gagal napas
status asmatikus

Peningkatan kerja pernapasan dan hipoksemia sesaat (reversible)

Ketidaksesuaian dari ventilasi perfusi

Gagal napas

Penyakit paru kronis


PPOM

Gangguan pergerakan udara ked an dari luar paru

Peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia sesaat (reversible)

Ketidaksesuaian dari ventilasi perfusi

Gagal napas
Atelektasis

Kolapsnya alveoli

Gangguan dalamm pertukaran gas secara permanent (inreversible)

Ketidaksesuaian dari ventilasi perfusi

Gagal napas

Penyakit pleura

Efusi pleura, hemathotaks, dan pneumoniathoraks

Meningkatnya tekanan intrapleura akibat udara atau darah

Gangguan ventilasi

Ketidaksesuaian dari ventilasi – perfusi

Gagal napas
\
Penyakiit akut paru

Status asmatikus

Peningkatan kerja pernapasan, hipoksemia secara reversible

Ketidaksesuaian dari ventilasi – perfusi

Gagal napas

(Mutttaqin, arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan): 216-217)
E. PENATALAKSANAAN MEDIK/TREATMENT
Kunci untuk pengobatan gagal nafas akut adalah antisipasi terhadap kondisi ini
selanjutnya untuk menghadapi kejadian yang ditimbulkannya. Tujuan
penatalaksanaan untuk pasien gagal nafas akut adalah sebagai berikut:
1. Membuat oksigenasi arteri adekuat, dengan memeberi perfusi jaringan adekuat
2. Meniadakan penyebab dasar dari gagal nafas
akut Adapun terapi medis yang dilakukan yaitu:
1. Terapi oksigen
2. Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong
Perbaiki ventilasi
3. Perbaikan jalan nafas
4. Ventilasi bantuan : memompa dengan sungkup muka berkantung (bag and
mask), IPPB
5. Ventilasi kendali : IPPV, IPPV +
PEEP Inhalasi nebuliser
Fisioterapi dada
Pemantauan hemodinamik/jantung
Pengobatan
6. Bronkodilator
7. Steroid
Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
Pengobatan spesifik yang ditujukan pada etiologinya
(www.putridaun.com.Rabu, 15 April 2009)
F. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Atasi Penyebab
2. Mempertahankan jalan nafas dan meningkatkan ventilasi
a. Posisi pasien setengah duduk
b. Hidrasi
Memberikan cairan 2-3 ltr/24 jam
c. Bronchial hygiene dan fisiotherapi dada
- Latihan nafas dalam
- Analgetik saat fisiotherapi
- Jika ada ronchi anjurkan klien untuk batuk atau lakukan suctioning
- Postural drainase, vibrasi dan perkusi mungkin dibutuhkan

d. Pemberian obat – obatan


- Bronchodilator
- Ekspectoran
- Sedativ, jika pasien gelisah
e. Bronkoskopi Jika lendir tidak bisa keluar dengan suctioning
f. Intubasi dan ventilasi mekanik
- Jika PaCO2 cenderung meningkat dan asidosis
- tujuan untuk menormalkan PH. Untuk pasien PPOM nilai PaCO2 tidak
harus dibuat normal.
3. Mengoptimalkan pengangkutan O2 dan menurunkan konsumsi O2 dengan cara :
a. memberikan therapy O2
b. Memberikan PEEP
c. Istirahat
d. Memberikan lingkungan nyaman
e. Mengobati demam
f. transfuse darah
g. Obatan digitalis
4. Mengatasi infeksi dengan memberikan antibiotic
5. Mencegah terjadinya komplikasi
(www.farms-area.com. Rabu, 15 April 2009)
G. PX DIAGNOSTIK
1. Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 <>
2. Pemeriksaan rontgen dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak
diketahui
3. Pemeriksaaan sputum
yang perlu diperhatikan ialah warna, bau dan kekentalan
4. EKG
Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
Disritmia
5. Pengukuran fungsi paru
Penggunaan spirometer dapat membuat kita mengetahui ada tidaknya
gangguan obstruksi dan restriksi paru

(www.akperppnisolojateng.com, Rabu 15 April 2009)


H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Anamnesis
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak napas atau
peningkatan frekuensi napas. Perlu diperhatikan juga, apakah klien berubah menjadi
sensitif dan cepat marah(irritability), tampak bingung (confusion), atau
mengantuk(somnolent).Yang tidak kalah penting ialah kemampuan orientasi klien
akan tempat dan waktu.
Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Kesulitan bernapas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi pernapasan.
Keadaan normal frekuensi pernapasan 16-20 x/menit dengan amplitudo yang
cukup besar, sehingga menghasilkan volume tidal sebesar 500ml. Jika seseorang
bernapas lambat dan dangkal, itu menunjukan adanya depresi pusat pernapasan.
Penyakit akut paru sering menunjukan frekuensi pernapasan lebih dari 20x/menit
atau karena penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan, syok, dan gangguan
metabolik seperti diabetes melitus
Adanya tanda sianosis masih sukar ditentukan, bila saturasi oksigen darah
arteri belum dibawah 80% atau bila tekanan parsial oksigen darah arteri dibawah
50 mmHg. Sianosis tipe sentral dapat dilihat dari perubahan warna mukosa yang
semula kemerahan menjadi kebiruan terutama pada mukosa pipi, bawah lidah, dan
bibir sebelah dalam. Sianosis tipe perifer terjadi karena sirkulasi darah buruk serta
hasil yang rendah, ditandai dengan adanya warna kebiruan pada kuku disertai akral
dingin
b. Palpasi
Perawat harus memerhatikan adanya pelebaran ICS dan penurunan taktil fremitus
yang menjadi penyebab utama gagal napas.
c. Perkusi
Perkusi yang dilakukan oleh perawat dengan cermat dan seksama membuatnya
dapat menemukan daerah redup – rendah dengan suara napas melemah yang
disebabkan oleh penebalan pleura, efusi pleura yang cukup banyak, dan hipersonor,
bila didapatkan pnemothoraks atau empisema paru.
d. Auskultasi
Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah ada bunyi napas tambahan seperti
wheezing dan ronkhi serta untuk menetukan dengan tepat lokasi yang didapat dari
kelainan yang ada.

(Mutttaqin, arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan): 218-219)

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola
pernapasan yang efektif
Kriteria Hasil:
Pasien menunjukkan
a. Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal
b. Adanya penurunan dispneu
c. Gas-gas darah dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan.
b. Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setaiap jam dan prn
c. Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2<>
d. Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan pesanan
e. Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan
PaCO2
f. atau kecendurungan penurunan PaO2
g. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam
h. Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45
derajat
i. untuk mengoptimalkan pernapasan
j. Berikan dorongan utnuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk mebebat
dada
k. selama batuk
l. Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir
m. Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2
meningkat
n. dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60
mmHg atau
o. lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi
menjadi
p. sulit untuk diatasi.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-


perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas
yang adekuat
Kriteria Hasil :
a. Pasien mampu menunjukkan :
b. Bunyi paru bersih
c. Warna kulit normal
d. Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang
diperkirakan Intervensi :
a. Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
b. Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan
perubahan
c. tinmgkat kesadaran pada dokter.
d. Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan
dalam
e. PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
f. Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP
atau PEEP.
g. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
h. Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau
i. Penyimpangan
j. Pantau irama jantung
k. Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
l. Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
m. Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.

3. Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo


Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan:
a. TTV normal
b. Balance cairan dalam batas normal
c. Tidak terjadi edema
Intervensi :
a. Timbang BB tiap hari
b Monitor input dan output pasien tiap 1 jam
c. Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung
d. Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB , CVP
e. Monitor parameter hemodinamik
f. Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit

4. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu mempertahankan perfusi
jaringan.
Kriteria Hasil :
a. Pasien mampu menunjukkan
b. Status hemodinamik dalam bata normal
c. TTV
normal Intervensi
:
a. Kaji tingkat kesadaran
b. Kaji penurunan perfusi jaringan
c. Kaji status hemodinamik
d. Kaji irama EKG
5. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan gangguan rasio O2 dan
CO2.
Data : perubahan frekuensi nafas, retraksi interkostal, penurunan vital kapasitas
paru, takipnea atau henti nafas bila ventilator dihentikan, sianosis, penurunan PO2
<> 45, peningkatan saturasi oksigen, gelisah
Tujuan keperawatan :
Pola pernapasan efektif melalui ventilator tanpa adanya penggunaan otot bantu
pernapasan

Kriteria hasil :
a. Saturasi oksigen normal
b. Tidak ada hipoksia
c. Kapasital vital normal
d. Tidak ada sianosis
Intervensi :
1. Selidiki penyebab gagal pernapasan, rasional pemahaman tentang penyebab
kegagalan pernapasan penting untuk memberikan perawatan.
2. Observasi pola napas dan catat frekuensi pernapasan, jarak antara pernapasan
spontan dan napas ventilator, rasional pasien dengan pemasanagn ventilator dapat
mengalami hiperventilasi/hipoventilasi dan pasien berupaya memperbaiki kekurangan
oksigen dengan peningkatan pola pernapasan sehingga frekuensi meningkat.
3. Auskultasi dada secara periodik, catat bila ada kelainan bunyi pernapasan.
Rasional : Memberikan informasi tentang adanya obsturksi jalan nafas, perubahan
simetrisitas dada menunjukkan tidak tepatnya letak selang endotrakeal.
4. Jumlahkan pernapasan pasien selama 1 menit penuh dan bandingkan untuk
menyusun frekuensi yang diinginkan ventilator. Rasional : Pernapasan pasien cepat
menimbulkan alkalosis respiratorik, sednagkan pernapasan pasien lambat
menimbulkan asidosis ( peningkatan PaCO2)
5. Kembangkan balon selang endotrakeal dengan tepat menggunakan tehnik
hambatan minimal, periksa pengembangan tiap 4 jam. Rasional : balon harus tepat
mengembang untuk meyakinkan ventilasi adekuat sesuai volume tidak yang
diinginkan
6. Periksa selang bila ada sumbatan/lipatan. Rasional lipatan selang menghambat
aliran volume udara adekuat. Adanya air memungkinkan tumbuhkan kuman sehingga
pencetus terjadinya kolonisasi kuman.
7. Periksa fungsi alarm ventilator. Rasional : ventilator mempunyai berbagai
alarm sehingga kelainan dini bisa terdeteksi misalnya adanya penurunan tekanan gas,
saturasi oksigen, rasio inspirasi dan ekspirasi dsb.
8. Bantu pasien dalm kontorl pernapasan bila penyapihan diupayakan. Rasional
melatih pasien untuk bernapas secara lambat denga cara nafas abdomen dan
penggunaan tehnik relaksasi sehingga fungsi pernapasan bisa maksimal.
9. Kolaborasi untuk pemeriksaan analisa gas darah sesuai pesanan. Rasional
untuk mengetahui keberhasilan pemberian bantuan napas.
10. Kaji volume tidal. Rasional untuk menentukan jumlah udara inspirasi dan
ekspirasi
11. Awasi rasio inspirasi den ekspirasi. Rasional : fase ekspirasi biasanya 2 kali
panjangnya dari kecepatan inspirasi.

6. tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya sekret


pada jalan nafas akibat ketidakmampuan batuk efektif.
Data :
a. Perubahan frekuensi nafas
b. Sianosis
c. bunyi nafas tidak normal (stridor)
d. gelisah
Tujuan keperawatan :
Pasien mampu mempertahankan jalan nafas bersih tanpa ada kelainan bunyi
pernapasan.
Kriteria hasil :
a. Tidak ada stridor
b. frekuensi napas
normal intervensi:
1. Observasi bunyi nafas. Rasional : obstruksi disebabkan adanya akumulasi
sekret, spasme bronkus, perlengketran muskosa, dan atau adanya masalah terhadap
endotrakeal.
2. Evaluasi gerakan dada. Rasional : gerakan dada simetris dengan bunyi nafas
menunjukkan letak selang tepat. Obstruksi jalan nafas bawah menghasilkan
perubahan bunyi nafas seperti ronkhi dan whezing.
3. Catat bial ada sesak mendadak, bunyi alarm tekanan tinggi ventilator, adanya
sekret pada selang. Rasional : pasien dengan intubasi biasanya mengalami reflek
batuk tidak efektif.
4. Hisap lendir, batasi penghisapan 15 detik atau kurang, pilih kateter penghisap
yang tepat, isikan cairan garam faali bila diindikasikan. Gunakan oksigen 100 % bila
ada. Rasional : penghisapan tidak harus ruitn, dan lamanya harus dibatasi untuk
mengurangi terjadinya hipoksia. Diamter kateter <>
5. Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi. Rasional untuk meningkatkan
ventilasi pada semua segmen paru dan untuk drainage sekret.
6. Berikan bronkodilator sesuai pesanan. Rasional untuk meningkatkan ventilasi
dan mengencerkan sekret dengan cara relaksasi otot polos bronkus.

7. Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan tidak


efektifnya bersihan oral.

Tujuan keperawatan :
Pasien mampu menunjukkan kesehatan mukosa mulut dengan tepat tanpa adanya
tanda peradangan.

Kriteria hasil :
a. Tanda peradangan mukosa mulut tidak ada
b. mulut bersih dan tidak berbau.
Intervensi :
1. Observasi secara rutin rongga mulut, gigi, gusi terhadap adanya luka atau
pendarahan. Rasional : identifikasi dini memberikan kesempatan untuk pencegahan
secara tepat.
2. Berikan perawatan mulut secara rutin. Rasional : Mencegah adanya luka
membran mukosa mulut dan menurunkan media pertumbuhan bakteri dan
meningkatkan kenyamanan.
3. Ubah posisi selang endotrakeal sesuai jadual. Rasional : menurunkan resiko
luka pada bibir dan membran mukosa mulut.
4. Berikan minyak bibir. Rasional: mempertahankan kelembaban dan mencegah
kekeringan.

8. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


gangguan kemampuan mencerna.

Data :
a. penurunan berat badan
b. tonus otot lemah
c. peradangan pada mulut
d. bunyi usus lemah.
Tujuan keperawatan : Kebutuhan nutrisi cukup
Kriteria hasil :
a. berat badan naik
b. albumin serum normal
c. tonus otot kuat
Intervensi :
1. Evaluasi kemampuan makan. Rasional : pasien dengan selang endotrakeal
harus terpenuhi kebutuhan makannya melalui parenteral atau selang makan.
2. Observai penurunan kekuatan otot dan kehilangan lemak subkutan. Rasional :
penurunan jumlah komponen gizi mengakibatkan penurunan cadangan energi pada
otot dan dapat menurunkan fungsi otot pernapasan.
3. Timbang berat badan bila memungkinkan. Rasional untuk mengetahui bahwa
kehilangan berat badan 10 % merupakan abnormal.
4. Catat masukan oral bila memungkinkan
5. Berikan masukan cairan sedikitnya 2500 cc/ hari. Rasional : untuk mencegah
adanya dehidrasi.
6. Awasi pemeriksaan laboratorium : serum, glukosa, dan
BUN/kreatinin. Rasional : memberikan informasi tentang dukungan nutrisi adekuat
atau tidak.

9. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.


Tujuan keperawatan :
pasien menunjukkan tidak terdapat adanya tanda infeksi selama perawatan.
Kriteria hasil :
a. daya tahan tubuh meningkat,
b. diff. Count normal,
c. penurunan monosyt tidak ada,
d. lekosit normal : >10.000/mm
Intervensi :
1. Catat faktor resiko terjadinya infeksi. Rasional : faktor yang menyebabkan
adanya infeksi antara lain; malnutrisi, usia, intubasi, pemasangan ventilator lama,
tindakan invasif. Faktor ini harus dibatasi/diminimalkan.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. Rasional untuk mengurangi
sekunder infeksi
3. Pertahankan hidrasi adekuat dan nutrisi. Rasional, membantu peningkatan
daya tahan tubuh.
4. Kolaborasi dengan pemberian antibitika sesuai pesanan. Rasional : untuk
membunuh dan mengurangi adanya kuman.

10. Resiko tinggi disfungsi respons penyapihan ventilator berhubungan dengan


ketidak mampuan untuk penyapihan.
Tujuan perawatan :
pasien mampu aktip untuk berpartisipasi dalam proses penyapihan.
Kriteria hasil : tanga gagal nafas tidak ada
Intervensi :
1. Kaji faktor fisik dalam proses penyapihan : vital sign. Rasional : penyapihan
adalah kerja keras, peningkatan suhu indikasi peningkatan kebutuhan oksigen 7 %,
takikardia dan hipertensi menandai jantung kerja keras dalam bekerja sehingga
penyapihan tidak diperbolehkan, stres dalam penyapihan mengurangi stamina
sehingga daya tahan tubuh menurun.
2. Tentukan persipan psikologis. Rasional : penyapihan menimbulkan stress.
3. Jelaskan tehnik penyapihan. Rasional : membantu pasien untuk siap
mengadapi penyapihan.
4. Berikan periode istirahat tanpa gangguan. Rasional : memaksimalkan energi
untuk proses penyapihan.
5. Catat kemajuan pasien. Rasonal : untuk mengetahui perkembangan dalam
proses penyapihan.
6. Awasi respons terhadap aktivitas. Rasional : kebutuhan oksigen berlebih bila
aktifitas berlebih.
7. Kaji foto dada dan analisa gas darah. Rasional : saturasi oksigen harus
memuaskan dengan cek analisa gas darah, FIO2 <>

(www.akperppnisolojateng.com, Rabu 15 April 2009)

DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Salemba Medika : Jakarta
Reksoprodjo Soelarto. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara:
Jakarta.
www.farms-area.com, Rabu 15 April 2009
www.putridaun.com, Rabu 15 Apriil 2009
www.akperppnisolojateng.com, Rabu 15 April 2009

Anda mungkin juga menyukai