Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN HASIL OBSERVASI DAN WAWANCARA

ASPEK KOGNITIF PESERTA DIDIK SERTA IMPLIKASINYA


DALAM PENDIDIKAN
(Siswa MTs N 2 Lebak Kelas VIII )
Tugas Ini Dibuat Dengan Sebaik-Baiknya Untuk Memenuhi Tugas Ulangan Akhir Semester Mata Kuliah

“ Perkembangan Peserta Didik”

Dosen pengampu : Umayah, S.Psi. M.M.Pd

Di Susun oleh :
Luvitta Irzanadilla (171210186 )

PAI – E / SEMESTER 4

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN

2019

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehinga saya dapat melakukan observasi ini dengan lancar. Dalam tugas observasi
ini saya menjelaskan mengenai arti dan maksud dari perkembangan masa Kognitif peserta
didik serta implikasinya dalam pendidikan . Tugas observasi ini saya buat untuk memenuhi
tugas akhir semester yang di berikan oleh dosen.
Saya menyadari, dalam Tugas Observasi ini masih banyak kesalahan dan kekurangan.
Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang saya miliki,
namun demikian banyak pula pihak yang telah membantu saya dalam tugas Observasi ini
untuk memberikan sumber informasi, serta memberikan masukan pendapat. Oleh karena itu
saya mengharapkan kritik dan saran dari Ibu Umayah, S. Psi., M.M.Pd. Selaku dosen saya
demi perbaikan dan kesempurnaan Tugas Obsetvasi ini di waktu yang akan datang. Semoga
Tugas Observasi ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan para pembaca pada umumnya.

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkembangan Kognitif ............................................................... 2
B. Perkembangan Kognitif Menurut Piaget ............................................................... 3
C. Karakteristik perkembangan kognitif peserta didik ....................................... 7
D. Implikasi Perkembangan Kognitif terhadap Pendidikan ....................................... 9
BAB III HASIL WAWANCARA DAN OBSERVASI
A. Identitas ............................................................................................................. 12
B. Hasil Observasi ................................................................................................. 12
C. Pelaksanaan Observasi/Wawancara ................................................................... 12
D. Hasil Wawancara ................................................................................................. 13
E. Analisis Hasil Observasi dan Wawancara ............................................................ 14
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan ......................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 16
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah lingkungan keluarga, maupun
lingkungan masyarakat. Kemampuan kognitif sangat diperlukan peserta didik dalam
pendidikan. Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
perkembangan peserta didik. Kita ketahui bahwa peserta didik merupakan objek yang berkaitan
langsung dengan proses pembelajaran, sehingga perkembangan kognitif sangat menentukan
keberhasilan peserta didik dalam sekolah.
Dalam perkembangan kognitif di sekolah, guru sebagai tenaga kependidikan yang
bertanggung jawab dalam melaksanakan interaksi edukatif dan pengembangan kognitif peserta
didik, perlu memiliki pemahaman yang sangat mendalam tentang perkembangan kognitif pada
anak didiknya.
Orang tua juga tidak kalah penting dalam kognitif anak karena perkembangan dan
pertumbuhan anak dimulai di lingkungan keluarga. Namun, sebagian pendidik dan orang tua
belum terlalu memahami tentang perkembangan kognitif anak, karakteristik perkembangan
kognitif, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah perkembangan kognitif anak.
Oleh karena itu, mengingat pentingnya perkembangan kognitif bagi peserta didik,
diperlukan penjelasan perkembangan kognitif lebih detail baik pengertian maupun tahap-tahap
karakteristik perkembangan kognitif peserta didik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian perkembangan kognitif ?
2. Bagaimana perkembangan kognitif menurut Piaget?
3. Apa saja karakteristik perkembangan kognitif peserta didik?
4. Bagaimana implikasi perkembangan kognitif terhadap pendidikan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian perkembangan kognitif .
2. Mengetahui perkembangan kognitif menurut Piaget.
3. Mengetahui karakteristik perkembangan kognitif peserta didik
4. Mengetahui Implikasi Perkembangan Kognitif terhadap Pendidikan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkembangan Kognitif


Perkembangan kognitif merupakan dasar bagi kemampuan anak untuk berpikir. Hal
ini sesuai dengan pendapat Ahmad Susanto (2011: 48) bahwa kognitif adalah suatu proses
berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan
suatu kejadian atau peristiwa. Jadi proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan
(intelegensi) yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan
kepada ide-ide belajar.
Perkembangan kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan anak dalam
belajar karena sebagian aktivitas dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah berpikir.
Menurut Ernawulan Syaodih dan Mubair Agustin (2008: 20) perkembangan kognitif
menyangkut perkembangan berpikir dan bagaimana kegiatan berpikir itu bekerja. Dalam
kehidupannya, mungkin saja anak dihadapkan pada persoalan-persoalan yang menuntut adanya
pemecahan. Menyelesaikan suatu persoalan merupakan langkah yang lebih kompleks pada diri
anak. Sebelum anak mampu menyelesaikan persoalan anak perlu memiliki kemampuan untuk
mencari cara penyelesaiannya.
Husdarta dan Nurlan (2010: 169) berpendapat bahwa perkembangan kognitif adalah
suatu proses menerus, namun hasilnya tidak merupakan sambungan (kelanjutan) dari hasil-
hasil yang telah dicapai sebelumnya. Hasil-hasil tersebut berbeda secara kualitatif antara yang
satu dengan yang lain. Anak akan melewati tahapan-tahapan perkembangan kognitif atau
periode perkembangan. Setiap periode perkembangan, anak berusaha mencari keseimbangan
antara struktur kognitifnya dengan pengalaman-pengalaman baru. Ketidak seimbangan
memerlukan pengakomodasian baru serta merupakan transformasi keperiode berikutnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa faktor kognitif mempunyai
peranan penting bagi keberhasilan anak dalam belajar karena sebagian besar aktivitas dalam
belajar selalu berhubungan dengan masalah mengingat dan berpikir. Perkembangan kognitif
dimaksudkan agar anak mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar melalui panca
inderanya sehingga dengan pengetahuan yang didapatkannya tersebut anak dapat
melangsungkan hidupnya.1

1
Mar’at, Samsunuwiyati. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. hal. 37 - 38

2
B. Perkembangan Kognitif Menurut Piaget.
Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan bagaimana
anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian sekitarnya.
Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek seperti mainan, perabot, dan
makanan serta objek-objek sosial seperti diri, orangtua dan teman. Bagaimana cara anak
mengelompokkan objek-objek untuk mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-
perbedaannya, untuk memahami penyebab terjadinya perubahan dalam objek-objek dan
perisiwa-peristiwa dan untuk membentuk perkiraan tentang objek dan peristiwa tersebut.
Piaget memandang bahwa anak memainkan peran aktif dalam menyusun pengetahuannya
mengenai realitas. Anak tidak pasif menerima informasi. Walaupun proses berfikir dalam
konsepsi anak mengenai realitas telah dimodifikasi oleh pengalaman dengan dunia sekitarnya,
namun anak juga berperan aktif dalam menginterpretasikan informasi yang ia peroleh melalui
pengalaman, serta dalam mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi mengenai dunia
yang telah ia punya.
Piaget percaya bahawa pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-tahap atau
priode-periode yang terus bertambah kompleks. Menurut teori tahapan Piaget, setiap individu
akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang bersifat invariant, selalu tetap, tidak
melompat atau mundur. Perubahan kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur berfikir. Untuk
menunjukan struktur kognitif yang mendasari pola-pola tingkah laku yang terorganisir Piaget
menggunakan istilah skema dan adaptasi. Dengan kedua komponen ini berarti bahwa kognisi
merupakan sistem yang selalu diorganisir dan diadaptasi, sehingga memungkinkan individu
beradaptasi dengan lingkungannya.
Skema (struktur kognitif) adalah proses atau cara mengorganisir dan merespons berbagai
pengalaman. Dengan kata lain, skema adalah suatu pola sistematis dari tindakan, perilaku,
pikiran, dan strategi pemecahan masalah yang memberikan suatu kerangka pemikiran dalam
menghadapi berbagai tantangan dan jenis situasi. Adaptasi (struktur fungsional) adalah sebuah
istilah yang digunakan oleh Piaget untuk menunjukkan pentingnya pola hubungan individu
dengan lingkungannya dalam proses perkembangan kognitif. Menurut Piaget, adaptasi ini
terdiri dari dua proses yang saling melengkapi, yaitu asimilasi ( terjadi ketika individu
menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada) dan akomodasi
(terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru).

3
Piaget mengemukakan bahwa setiap organisme yang ingin mengadakan penyesuaian
(adaptasi) dengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan (ekuilibrium), yaitu antara
aktivitas individu terhadap lingkungan (asimilasi) dan aktivitas lingkungan terhadap individu
(akomodasi). Agar terjadi ekuilibrasi antara individu dengan lingkungan, maka peristiwa-
peristiwa asimilasi dan akomodasi harus terjadi secara terpadu, bersama-sama dan
komplementer.
Piaget mengatakan bahwa kita melampui perkembangan melalui empat tahap dalam
memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan usia dan terdiri dari cara berpikir yang
berbeda. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut:

 Periode sensorimotor ( usia 0-2 tahun )


Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk
mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan
tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat
bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting
dalam enam sub-tahapan:
1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan
berhubungan terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan
dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan
bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai dua
belas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu
yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda
(permanensi objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan
belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk
mencapai tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal
kreativitas.

4
 Tahapan-pra operasional ( usia 2-7 tahun )
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan
permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara
kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran Pra-Operasional dalam teori Piaget
adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini
adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak
belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata.
Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang
lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan
semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat
walau warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul
antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan
berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar.
Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan
tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di
dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami
bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk
memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif
di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.

 Tahapan operasional konkrit ( usia 7-11 tahun )


Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai
duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses
penting selama tahapan ini adalah:
1. Pengurutan : kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri
lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya
dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
2. Klasifikasi :kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda
menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa
serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian

5
tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan
bahwa semua benda hidup dan berperasaan).

3. Decentering : anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan


untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir
lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
4. Reversibility : anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah,
kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan
bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
5. Konservasi : memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah
tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda
tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama
banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda,
air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
6. Penghilangan sifat Egosentrisme : kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut
pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah).
Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di
dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke
dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit
akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak
walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

 Tahapan operasional formal ( usia 11 tahun sampai dewasa )


Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori
Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus
berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk
berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan
nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada “gradasi
abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat
terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara
fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial.
Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak

6
mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran
dari tahap operasional konkrit.
Perlu diingat, bahwa pada setiap tahap tidak bisa berpindah ke ketahap berikutnya bila
tahap sebelumnya belum selesai dan setiap umur tidak bisa menjadi patokan utama seseorang
berada pada tahap tertentu karena tergantung dari ciri perkembangan setiap individu yang
bersangkutan. Bisa saja seorang anak akan mengalami tahap pra -operasional lebih lama dari
pada anak yang lainnya sehingga umur bukanlah patokan utama.2

C. Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik


Karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Masa kanak-kanak awal
a) Pengertian perkembangan kognitif masa kanak-kanak awal
Jean Piaget menanamkan masa kanak-kanak awal. Dari sekitar usia 2 sampai 7 tahun,
sebagai tahap praoperasional, karena anak-anak belum siap untuk terlibat dalam operasi atau
manipulasi mental yang mensyaratkan pemikiran logis. Karakteristik perkembangan dalam
tahap kedua adalah perluasan penggunaan pemikiran simbolis, atau kemampuan
representional, yang pertama kali muncul pada akhir tahap sensorimotor. Menurut Montessori
( Hurlock, 1978) anak usia 3-6 tahun adalah anak yang sedang berada dalam periode sensitif
atau masa peka, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan
sehingga tidak terhambat perkembangannya. Anak taman kanak-kanak adalah anak yang
sedang berada dalam rentang usia 4-6 tahun, yang merupakan sosok individu yang sedang
berada dalam proses perkembangan. Proses pendidikan bagi anak usia 4-6 tahun secara formal
dapat ditempuh di taman kanak-kanak.
b) Kemampuan yang mampu dikuasai anak
Pada tahap ini kemampuan anak berada pada tahap praoperasional. Dikatakan praoperasional
karena pada tahap ini anak belum memahami. Fase praoperasional dapat dibagi ke dalam tiga
subfase, yaitu subfase fungsi simbolis, subfase berpikir secara egosentris dan subfase berpikir
secara intuitif. Fase ini rnemberikan andil yang besar bagi perkembangan kognitif anak. Pada
fase praoperasional, anak tidak berpikir secara operasional yaitu suatu proses berpikir yang
dilakukan dengan jalan menginternalisasi suatu aktivitas yang memungkinkan anak
mengaitkannya dengan kegiatan yang telah dilakukannya sebelumnya. Fase ini merupakan fase

2
Jahja, Yudrik. 2015. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Prenadamedia Group. Hal. 76 - 82

7
permulaan bagi anak untuk membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh
sebab itu, cara berpikir anak pada fase ini belum stabil dan tidak terorganisasi secara baik.
2. Masa Kanak-kanak Akhir
Menurut teori Piaget, pemikiran anak – anak usia sekolah dasar disebut pemikiran
Operasional Konkrit (Concret Operational Thought), artinya aktivitas mental yang difokuskan
pada objek – objek peristiwa nyata atau konkrit. Masa ini berlangsung pada masa kanak-kanak
akhir. Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan
informasi yang bersumber dari pancaindera, karena ia mulai mempunyai kemampuan untuk
membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan sesungguhnya. Dalam keadaan
normal, pada periode ini pikiran anak berkembang secara berangsur – angsur. Jika pada periode
sebelumnya, daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini
daya pikir anak sudah berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional dan objektif. Daya
ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada pada stadium belajar.
Dalam masa ini, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang disebut dengan operasi
– operasi, yaitu :
a) Negasi (Negation), yaitu pada masa konkrit operasional, anak memahami hubungan-
hubungan antara benda atau keadaan yag satu dengan benda atau keadaan yang lain.
b) Hubungan Timbal Balik (Resiprok), yaitu anak telah mengetahui hubungan sebab-
akibat dalam suatu keadaan.
c) Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda-benda yang
ada.
Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk mengetahui suatu
perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut ditunjukkan. Jadi, pada tahap ini anak telah
memiliki struktur kognitif yang memungkinkanya dapat berfikir untuk melakukan suatu
tindakan, tanpa ia sendiri bertindak secara nyata.
3. Masa Remaja
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli
perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan
operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah
memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan
abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka
dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta
kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka
berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja
8
tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta
mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu
mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi
konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini,
para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Perkembangan kognitif remaja mencapai tahap operasional formal yang memungkinkan
remaja berpikir secara abstrak dan komplek, sehingga remaja mampu mengambil keputusan
untuk dirinya. Selama masa remaja, kemampuan untuk mengerti masalah-masalah kompleks
berkembang secara bertahap. Masa remaja adalah awal dari tahap pikiran formal operasional,
yang mungkin dapat dicirikan sebagai pemikiran yang melibatkan logika pengurangan atau
deduksi. Tahap ini terjadi di semua orang tanpa memandang pendidikan dan pengalaman
mereka. Namun, bukti riset tidak mendukung hipotesis itu yang menunjukkan bahwa
kemampuan remaja untuk menyelesaikan masalah kompleks adalah fungsi dari proses belajar
dan pendidikan yang terkumpul.
Unsur yang terpenting dalam mengembangkan pemikiran seseorang adalah latihan dan
pengalaman. Latihan berpikir, merumuskan masalah dan memecahkannya, serta mengambil
kesimpulan akan membantu seseorang untuk mengembangkan pemikirannya ataupun
intelegensinya. Piaget membedakan dua macam pengalaman, yaitu :
1) Pengalaman fisis: terdiri dari tindakan atau aksi seseorang terhadap objek yang di
hadapi untuk mengabstraksi sifat-sifatnya.
2) Pengalaman matematis-logis: terdiri dari tindakan terhadap objek untuk mempelajari
akibat tindakan-tindakan terhadap objek itu.3

D. Implikasi Perkembangan Kognitif terhadap Pendidikan


Teori-teori kognitif yang diajukan Piaget sebenarnya hanya bermaksud menerangkan dan
memberi satu pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana kondisi anak-anak berkembang.
Piaget tidak banyak menulis tentang pendidikan dan secara langsung tidak bermaksud
memberikan semacam sugesti kepada para Guru serta penerapan teori-teorinya didalam
ruangan-ruangan kelas. Meskipun demikian, dalam perkembangan selanjutnya, teori Piaget
ternyata memberikan pengaruh yang sangat besar serta acuan penting dalam pelaksanaan
proses pendidikan di sekolah. Banyak guru mendapatkan inspirasi dari Teori Piaget dalam

3
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : CV Pustaka Setia. Hal. 24-27

9
mendesain kurikulum dan memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan tingkat
perkembangan kognitif peserta didiknya.
Teresa M. McDevitt dan Jeanne Ellis Ormrod (2002) menyebutkan beberapa implikasi
teori Piaget bagi guru-guru disekolah, yaitu :
1) Memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan eksperimen terhadap objek
objek fisik dan fenomena-fenomena alam.
Anak-anak dari semua usia akan banyak mendapat pelajaran dari hasil eksplorasi dunia
nyata. Pada tingkat pra-sekolah, eksplorasi ini dapat berupa permainan dengan air, pasir, balok-
balok kayu, dan lain-lain. Selama tahun-tahun sekolah dasar, eksplorasi mungkin dilakukan
melalui beberapa aktivitas, seperti melempar dan menangkap bola, menjelajahi alam, bekerja
dengan tanah liat dan cat air, atau membentuk struktur bangunan dengan menggunakan stik es
krim, dan lain-lain.

Demikian juga halnya dengan siswa-siswa sekolah menengah, meskipun telah memiliki
kemampuan untuk berfikir abstrak, masih perlu diberi kesempatan untuk memanipulasi dan
melakukan eksperimen dengan benda-benda konkret, seperti bereksperimen dengan
menggunakan alat-alat di laboratorium, kamera dan film, peralatan masak dan makan, atau
dengan peralatan tukang kayu.

2) Mengeksplorasi kemampuan penalaran dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan


atau pemberian tugas-tugas pemecahan masalah.

Dengan memberikan tugas-tugas Piagetian, baik yang berkaitan dengan keterampilan


berpikir operasional konkret maupun operasional formal (seperti konservasi, multiklasifikasi,
separasi atau mengontrol variabel-variabel, penalaran proporsional, dan sebagainya), serta
dengan mengobservasi respons siswa terhadap tugas-tugas tersebut, guru akan mendapatkan
pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana pemikiran dan penalaran para siswa. Dengan
mengetahui pemikiran dan penalaran para siswa, guru akan dapat menyususn kurikulum dan
materi-materi pengajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir mereka.

3) Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget menjadi acuan dalam menginterpretasikan


tingkah laku siswa dan mengembangkan rencana pelajaran.

Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget memang tidak selalu akurat dalam


mendeksripsikan kemampuan berpikir logis para siswa bagaimanapun tahapan pemikiran yang
diajukannya dapat memberikan petunjuk tentang pemikiran dan proses penalaran siswa pada
berbagai tingkat usia (Metz, 1997). Guru sekolah dasar misalnya akan memahami bahwa

10
siswanya kemungkinan menghadapi kesulitan dengan proporsi (seperti : pecahan atau desimal)
dan dengan konsep-konsep abstrak (seperti: konsep keadilan, kebaikan, dan lain-lain).
Sedangkan bagi guru sekolah menengah tentu akan lebih mengharapkan siswanya
mendiskusikan ide-ide tentang kemajuan hidup masyarakat meskipun masih berupa pemikiran
yang tidak realistis.
4) Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget juga memberikan petunjuk bagi para guru
dalam memilih srategi pembelajaran yang lebih efektif pada tingkat kelas yang berbeda.
Pada setiap tingkat perkembangan kognitif, siswa secara aktif diberi semangat dalam
proses pembelajaran. Guru harus tidak meremehkan atau terlalu mengunggulkan kemampuan
berfikir siswa saat sekarang. Sebaliknya, siswa pada setiap tingkat didorong untuk secara aktif
menggabungkan informasi yang ada agar sampai ke dalam skema mereka. Untuk itu, mereka
harus melakukan tindakan atas informasi dengan berbagai cara, dan proses pendidikan di
sekolah harus memberi siswa kesempatan untuk memiliki pengalamn atas dunia.

5) Merancang aktivitas kelompok dimana siswa berbagi pandangan dan kepercayaan


dengan siswa lain.
Piaget percaya kalau belajar mestinya menjadi proses penemuan aktif dan disesuaikan
dengan tahap perkembangan anak. Dalam hal ini, Piaget melihat adanya nilai pendidikan yang
sangat besar didalam interaksi-interaksi sosial dengan teman sebaya. Menurut Piaget interaksi
dengan teman sebaya sangat membantu anak memahami bahwa orang lain memiliki pandangan
dunia yang berbeda dengan pandangannya sendiri dan ide-ide mereka tidak selalu akurat dan
logis. Oleh sebab itu, interaksi dengan teman-teman sekelas, yang secara khusus meliputi
konflik atau perbedaan pendapat dan yang memungkinkan terjadinya ketidakseimbangan, tentu
akan mendorong anak untuk mengevaluasi kembali pandangan-pandangannya saat ini.
Artinya, interaksi dengan teman sebaya akan memungkinkan siswa menguji pemikirannya,
merasa tertantang, menerima umpan balik, dan melihat bagaimana orang lain mengatasi
masalah.4

4
Fatimah,E. 2010. Psikologi Perkembangan ( perkembangan Peserta Didik ). Banndung : CV Pustaka
Setia Hal. 91-94

11
BAB III
HASIL WAWANCARA DAN OBSERVASI
A. Identitas
Nama : Ikhsan Irza Prayoga
Tempat Tanggal Lahir : Lebak, 29 Desember 2004
Usia : 14 Tahun
Alamat : Kp. Bungkeureuk, RT 02/ RW 07 Des. Bayah Timur Kec. Bayah
Pendidikan Terakhir : SDN 03 Bayah Timur

B. Pelaksanaan Observasi/Wawancara
Hari/Tanggal : Minggu, 26 Mei 2019
Tempat : Kediaman Ikhsan & Ibu Unes
Waktu : 10.30 s/d Selesai

C. Hasil Observasi
Ikhsan Irza Prayoga adalah anak dari ibu Hajarunesih dan bapak Irwan mereka
mempunyai 2 orang anak, dan Ikhsan merupakan anak kedua, kakanya kuliah di UIN SMH
Banten dan berumur 20 tahun. Mereka tinggal di rumah sederhana yang berada Kampung
Bungkereuk Kecamatan bayah.
Ikhsan merupakan seorang anak yang aktif, dan ceria di sepanjang harinya. Ketika di
wawancarai mengenal kognitif dirinya bersemangat karena kata teman teman nya, dia di kenal
rajin dan semangat dalam belajar serta aktif dalam kegiatan sekolah lainnya.
Ketika di kelas nilai yang ia dapatkan selalu bagus bahkan selalu mendapatkan rangking
10 ke atas. Teman teman nya banyak baik laki -laki atau pun perempuan karena rumah mereka
yang saling berdekatan dan kegiatan sekolah yang hampir setiap minggu ada. Dan mereka pun
bersekolah yang sama dengan Ikhsan. MTsN 2 Lebak nama sekolahnya, sekolah yang ada di
tengah kampung Bayah Dua ini kebnayakan siswa siswi nya berasal bukan dari sekitaran
bayah saja,bahkan ada yang berasal dari luar bayah denganjarak yang sangat jauh sehingga
kebanyakan dari merekamemilih tinggal di pondok salafi agar mengefektifkan perjalananke
sekolahnya.
Untuk memulai pagi hari, Ikhsan selalu sarapan makanan yang di buatkan oleh ibu
tercintanya, dan semua makanan yang dibuatkan oleh ibunya ber nutrisi karbonhidrat karena
untuk memulai hari harus ada energi yang lebih, oleh karena itu ibu wulan selalu membuat kan
nasi goreng atau makanan penuh karbonhidrat lain nya.

12
Ketika Ikhsan berusia 6 tahun dia selalu bertanya kepada ayah dan ibunya masalah apa
saja yang dia lihat, mulai dari atas langit sampai daratan bumi semuanya wulan tanya ke orang
tuanya. Dia suka bermain, saking asiknya sampai lupa waktu makan bahkan pernah dicari
ibunya untuk sekedar makan siang.
Minggu - Minggu ini Ikhsan sedang di sibukan dengan belajar karena akan ada UAS
untuk kelas 8. Maka dari itu Ikhsan mengurangi waktu bermain nya dan konsen untuk belajar
karna dia ingin mendapatkan nilai yang bagus. Keluarga Ikhsan pun tak segan dalam
mengigatkan dia tuk belajar, kaka nya selalu mengajari ketika wulan blum bisa memahami
materi materi yang akan di ujikan khusunya matematika. Peran guru dalam membimbing pun
tak luput dari perhatian, mulai dari di adakan nya PR sampai latihan – latihan yang selalu di
bimbing oleh guru .

D. Hasil Wawancara
Pertanyaan dan jawaban dari narasumber diantaranya yaitu :
1. Bagaimana perkembangan kognitif anak ibu pada usia sekarang ini ?
“Baik apa lagi jika rajin belajar mungkin dia akan lebih baik lagi prestasinya. Karena terlalu
banyak kegiatan sehingga dia jarang mengikuti pelajaran di kelas dengan baik, ditambah
dengan era modern sekarang yang membuat anak malas untuk belajar dengan adanya game
online.”
2. Bagaimana cara ibu membingbing anak ibu dalam menyelesakan masalah yang ia hadapi ?
“Awalnya meminta untuk di ceritakan dulu permasalahannya, saya menyuruh ambil sisi
positif dan negatifnya setelah itu, baru saya memberitahu cara menyelesaikan masalahnya.”
3. Bagaimana ibu mengajarkan anak ibu untuk mengambil suatu pengetahuan dari teman
sepermainan dan orang tua ?
“Dalam hal teman sepermainan, beritahu anak jangan memilih teman yang kaya atau
miskinnya seharusnya kita pilih teman yang dapat membaa kita ke pergaulanyang lebih
baik dan alangkah lebih baiknya pula kita berteman dengan pengetahuannya lebih dari kita
agar kita bisa menambah pengetahuan dari dia. Dan sebagai orang tua cara
memberipengetahuan itu dengan harus di siplin waktu, karena dengan disiplin waktu anak
bisa menempatkan waktu belajar dan waktu main.”
4. Apakah anak ibu sudah bisa menyesuaikan diri terhadap lingkungannya ?
“Alhamdulillah sudah bisa, dia dapat membedakan bagaimana cara bersikap terhadap yang
muda,yang tua dan seumur dengan dia.”
5. Bagaimana cara berpikir anak ibu yang sudah memasuki tahap remaja ini ?

13
“Alhamdulillah cara berfikirnya sudah sesuai dengan masa umurnya, tapi terkadang dia
masih terpengaruhi oleh orang lain. Namun, setelah di beri arahan kembali, dia dapat
menyesuaikan kembali.”
6. Usaha apa yang ibu lakukan untuk meningkatkan kognitif/kecerdasan anak ibu ?
“Dengan cara mendisiplinkan cara belajar di rumah.
7. Apakah dengan usaha ibu itu bisa membantu proses belajarnya di sekolah ?
“Insha allah bisa, karena peran orang tua itu lebih utama setelah pendidikan di sekolah”

E. Analisis Hasil Observasi Dan Wawancara


Menurut analisis saya bahwa perkembangan kognitif anak khususnya pada usia remja ini
di bilang masih harus di sesuaikan atau beradaptasi dengan pengethauan yang ia miliki. Dalam
hal perkembangan kognitif juga anak selalu di hadapi oleh permasalahan yang muncul, di mana
si anak harus menemukan cara untuk memecahkan masalah itu. Dengan kemampuan kognitif
yang ia miliki , anak pada masa remaja ini akan mampu memecahkan masalah jika ia sudah di
beri masukan terlebih dahulu karena pada usia ini cara berpikir remaja masih dibilang labil.
Namun, kognitif remaja juga sudah bisa berfikir abstrak dan menarik kesimpulan dari informasi
yang tersedia.
Contohnya implikasi kogntitf dalam belajar, ketika remaja ini mampu berfikir abstrak dan
mampu menerima informasi maka ia akan bertanya pada guru apa yang ia belum mengerti.
Maka dari itu perkembangan kognitif ini sangatlah membantu perkembangan belajar di sekolah
maupun di rumah. Selain belajar di sekolah, cara mengembangkan kognitif remaja juga di
dukung oleh cara didikan orang tuanya dengan di siplin mengulang pelajaran yang di ajarkan
di sekolah ketika di rumah.

14
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Perkembangan kognitif pada anak merupakan kemampuan anak untuk berpikir lebih
kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah yang termasuk
dalam proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu memperlajaridan
memikirkan lingkungannya.
Dalam memahami perkembangan kognitif, kita harus mengetahui proses perkembangan
kognitif tersebut. Selain itu karakteristik perkembangan kognitif peserta didik juga harus dapat
di pahami semua pihak. Dengan pemahaman pada karakteristikperkembangan peserta didik,
pengajar dan orang tua dapat mengetahui sebatas apaperkembangan yang di miliki anak
didiknya sesuai dengan usia mereka masing – masing, sehingga pengajar dan orang tua dapat
menerapkan ilmuyang sesuai dengan kemampuan kognitif masing – masing anak didik.
Meskipun banyakhaldan kendala dalam perkembangan kognitif anak, setidaknya kita
sebagai calon pengajar maupun orang tua harus memahami tentang perkambangan kognitif
agar anak kita mampu mengetahui perkembangan kemampuan kognitif masing – masing anak.

15
DAFTAR PUSTAKA

Mar’at, Samsunuwiyati. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Jahja, Yudrik. 2015. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Prenadamedia Group.

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : CV Pustaka Setia.

Fatimah,E. 2010. Psikologi Perkembangan ( perkembangan Peserta Didik ). Banndung : CV

Pustaka Setia

16
LAMPIRAN

17

Anda mungkin juga menyukai