Anda di halaman 1dari 2

Mekanisme Terjadinya Alergi

Didalam tubuh terdapat 5 jenis antibodi atau imunologi, diantaranya adalah G, A, M, E, dan D.
Yang banyak berperan pada reaksi alergi adalah antibodi atau imunoglobulin E. Antibodi atau
imunoglobulin E tinggi terdapat didalam tubuh penderita yang mengidap penyakit alergi yang
spesifik terhadap zat-zat tertentu yang dapat menimbulkan reaksi alergi (zat alergen), seperti
debu, susu, ikan laut, dan sebagainya. Didalam jaringan tubuh, antibodi atau imunoglobulin E
yang bereaksi pada alergen-alergen tersebut menempel pada sel mast, yaitu sel yang berperan
pada reaksi alergi dan peradangan. Jika antibodi ini kontak lagi dengan zat-zat terkait, misalnya
protein susu sapi, protein telur, tungau debu rumah dan lain-lain, maka sel mast ini akan
mengalanu degranulasi (pecah) dan mengeluarkan zat-zat seperti histamin, kinin, dan bradikinin
yang terkandung didalam granulanya yang berperan pada reaksi alergi. Zat-zat tersebutlah yang
menyebabkan timbulnya gejala-gejala alergi seperti gatal-gatal (biduran), sistem saluran
pernafasan (alergi asma, rhinitis alergi), saluran cerna (diare, muntah), kuliy (eksim, biduran),
mata (konjungtivitas alergika), dan susunan syaraf (sakit kepala dan lain-lain).

Reaksi alergi setelah terkena zat alergen membutuhkan waktu atau yang disebut dengan proses
sensitisasi yaitu masa sejak kontak dengan alergen hingga terjadi reaksi alergi. Reaksi alergi
dapat terjadi jika kadar imunoglobulin E sudah cukup banyak. Pada awal kontak dengan alergen
mulai timbul perlawanan dari tubuh yang memiliki bakat atopik, yaitu terbentuknya antibodi atau
imunoglobulin yang spesifik. Jika kontak dengan alergen ini terjadi secara terus menerus, kadar
imunoglobulin E yang spesifik terhadap alergen semakin banyak hingga suatu saat dapat
menimbulkan reaksi alergi bila terpapar lagi oleh alergen tersebut.

Timbulnya reaksi alergi terhadap alergen ketika kontak pertama kali atau disebut dengan proses
sensitisasi dapat timbul dalam waktu yang singkat atau beberapa bulan atau hingga beberapa
tahun kemudian. Jika alergen tidak dihindari, maka kadar imunoglobulin E yang spesifik
terhadap alergen tesebut akan semakin meningkat. Sel mast yang mengalami granulasi atau
pecah dapat mengeluarkan zat yang disebut dengan interleukin 4 yang dapat merangsang sel
limfosit B untuk menghasilkan imunoglobulin E yang lebih banyak lagi. Reaksi alergen yang
berlanjut dapat menghasilkan zat mediator baru yang lebih poten dari zat histamin, yaitu
leukoterin. Kondisi ini terutama terjadi pada penyakit alergi yang sudah memasuki tahapan alergi
kronis. Jika terjadi hal yang seperti ini, umumnya seseorang akan kebal dengan obat alergi
antihistamin biasa. Dibutuhkan obat radang yang lebih bagus, seperti obat golongan
kortikosteroid untuk mengobati reaksi alergi yang terjadi.

Menghindari alergen atau zat yang dapat memicu alergi merupakan salah satu langkah
pencegahan yang tepat untuk dilakukan. Dengan menghidari pemciu alergi, penderita dapat
mencegah reaksi alergi yang telah terjadi agar tidak semakin parah. Lakukan pemeriksaan
kepada dokter untuk mengetahui perkembangan selanjutnya dari reaksi alergi yang dialami

Anda mungkin juga menyukai