Anda di halaman 1dari 20

Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:

1. pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa


(student centered approach)
2. pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru
(teacher centered approach)
Macam-macam pendekatan pembelajaran antara lain sebagai berikut:
1. Pendekatan Kontruktivisme
a. Pengertian
Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual.
Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-
tiba(Suwarna,2005).

Konstruktivisme adalah sebuah teori belajar dimana teori ini berpusat


pada siswa. Dalam penerapan teori ini, siswa adalah objek utama pada
proses pembelajaran. Konstruktivisme menempatkan siswa sebagai pusat
pembelajaran (student center). Guru hanya menolong siswa untuk
membangun/mengembangkan pengetahuan mereka untuk
menyelesaikan masalah yang diberikan. Jadi, dapat dikatakan guru hanya
menjadi guide (pembimbing) siswa untuk memahami masalah dan
memberi siswa kesempatan untuk menyelesaikan masalah tersebut
dengan kemampuan mereka sendiri. Guru dapat memberi beberapa
petunjuk atau pertolongan yang diperlukan untuk mengarahkan pemikiran
siswa dalam menyelesaikan masalah.

Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey (1938) dan Ausubel
(1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997), dan Nik Aziz
(1999) kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar berpeluang membina
pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh antara
pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Pembelajaran
terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina
sendiri oleh pelajar.

Tujuan konstruktivisme adalah membuat siswa mengembangkan


pengetahuan siswa. Teori belajar ini membuat siswa aktif dalam
mengetahui bagaimana cara menyelesaikan suatu masalah, tidak hanya
bergantung pada jawaban guru. Konstruktivisme menginginkan siswa
mampu berpendapat atau memberikan umpan balik pada jawaban guru
karena siswa sudah bisa menyelesaikan masalah dan memberikan
jawaban mereka sesuai dengan pendapat mereka sendiri. Dalam
konstruktivisme, guru adalah moderator bukan fasilitator.

Dalam proses pembelajaran, guru mendapat peran besar dalam membuat


situasi yang baik yang dapat membangun keingintahuan siswa tentang
pelajaran karena keingintahuan siswa tersebut akan membuat mereka
berpikir. Pengalaman tiap siswa yang berbeda yang berhubungan dengan
pelajaran yang akan dipelajari akan memberikan titik penyelesaina
masalah. Dalam hal ini, karena setiap siswa pasti mempunyai jawaban
yang berbeda-beda, seorang guru harus bisa membangun situasi yang
memungkinkan bagi siswa untuk berdiskusi.

Guru adalah moderator artinya seorang guru memperhatikan jalannya


diskusi, terkadang memberikan pendapat, setuju atau tidak setuju dengan
pendapat/pemikiran siswa. Dalam proses ini, siswa akan
mengembangkan pengetahuan dan kemampuan mereka dalam sharing
pendapat. Guru bertugas membuat keputusan/kesimpulan dari hasil
diskusi siswa. Diskusi hanya cara yang bisa di terapkan dalam
konstrruktivisme, guru juga diperbolehkan menggunakan alat bantu.

b. Ciri-Ciri
Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh
teori konstuktivisme, yaitu:
1. Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar.
2. Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada
siswa.
3. Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang
ingin dicapai.
4. Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan
menekankan pada hasil.
5. Mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan.
6. Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar.
7. Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada
siswa.
8. Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan
pemahaman siswa.
9. Mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip teori
kognitif.
10. Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan
proses pembelajaran, seperti: prediksi, inferensi, kreasi, dan
analisis.
11. Menekankan pentingnya “bagaimana siswa belajar”.
12. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau
diskusi dengan siswa lain dan guru.
13. Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.
14. Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata.
15. Menekankan pentingnya konteks dalam belajar.
16. Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar.
17. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan
pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata.
c. Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan dan Kekurangan dalam menggunakan model konstruktivisme
menurut Sidik (2008) adalah :
a. Kelebihan
1. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan
secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri,
berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa
memberikan penjelasan tentang gagasannya.
2. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi
pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah
dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan
gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan
mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk
merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk
membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena
yang menantang siswa.
3. Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa
kesempatan untuk berpikir tentang pengalamannya. Ini
dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif,
mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan
gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
4. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi
kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru
agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri
dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah
dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa
untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
5. Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk
memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari
kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk
mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
6. Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan
belajar yang kondusif yang mendukung siswa
mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan
menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar.
b. Kekurangan
1. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak
jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan
hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan
miskonsepsi.
2. Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun
pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu
yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang
berbeda-beda.
3. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak
semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat
membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.
d. Langkah-Langkah
Langkah-Langkah Pembelajaran Kontrutivisme
0. Identifikasi tujuan. Tujuan dalam pembelajaran akan memberi
arah dalam merancang program, implementasi program dan
evaluasi.
1. Menetapkan Isi Produk Belajar. Pada tahap ini, ditetapkan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip fisika yang mana yang harus
dikuasai siswa.
2. Identifikasi dan Klarifikasi Pengetahuan Awal Siswa. Identifikasi
pengetahuan awal siswa dilakukan melalui tes awal, interview klinis
dan peta konsep.
3. Identifikasi dan Klarifikasi Miskonsepsi Siswa. Pengetahuan
awal siswa yang telah diidentifikasi dan diklarifikasi perlu dianalisa
lebih lanjut untuk menetapkan mana diantaranya yang telah sesuai
dengan konsepsi ilmiah, mana yang salah dan mana yang
miskonsepsi.
4. Perencanaan Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan
Konsep. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan
pelajaran. Sedangkan strategi pengubahan konsepsi siswa
diwujudkan dalam bentuk modul.
5. Implementasi Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan
Konsepsi. Tahapan ini merupakan kegiatan aktual dalam ruang
kelas. Tahapan ini terdiri dari tiga langkah yaitu : (a) orientasi dan
penyajian pengalaman belajar, (b)menggali ide-ide siswa, (c)
restrukturisasi ide-ide.
6. Evaluasi. Setelah berakhirnya kegiatan implementasi program
pembelajaran, maka dilakukan evaluasi terhadap efektivitas model
belajar yang telah diterapkan.
7. Klarifikasi dan analisis miskonsepsi siswa yang resisten.
Berdasarkan hasil evaluasi perubahan miskonsepsi maka
dilakukaan klarifikasi dan analisis terhadap miskonsepsi siswa, baik
yang dapat diubah secara tuntas maupun yang resisten.
8. Revisi strategi pengubahan miskonsepsi. Hasil analisis
miskonsepsi yang resisten digunakan sebagai pertimbangan dalam
merevisi strategi pengubahan konsepsi siswa dalam bentuk modul.
2. Pendekatan Kontekstual
a. Pengertian
Pendekatan konstektual merupakan suatu konsep belajar dimana guru
menghadirkan situasi dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa
membuat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Hasil pembekajaran diharapkan lebih
bermakna bagi anak untuk memecahkan persoalan, berfikir kritis
danmelaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan
jangka panjangnya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna
belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana
mencapainya.

Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih


bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan
alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami.
Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang
akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam
kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan
daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan
strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan –
memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa
b. Karakteristik
Lima karakteristik dalam proses pembelajaran yang menggunakan
pendekatan kontekstual:
0. Dalam pendekatan kontekstual pembelajaran merupakan
proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting
knowledge).
1. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka
memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring
knowlwdge).
2. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk diyakini
dan dipahami.
3. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut
(applying knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang
diperoleh harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa,
sehingga tampak perubahan prilaku siswa.
4. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan.
c. Kelebihan dan Kekurangan
 Kelebihan
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa
dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman
belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting,
sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan
dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan
berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya
akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan
mudah dilupakan.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan
penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran
CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa
dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui
landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui
”mengalami” bukan ”menghafal”.
 Kelemahan
1. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode
CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru
adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama
untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi
siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang
berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi
oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang
dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai
instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan
guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai
dengan tahap perkembangannya.
2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa
agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–
strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini
tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra
terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang
diterapkan semula.
d. Langkah-Langkah
Langkah-langkah pembelajaran kontekstual menurut Depdiknas ( 2002 :
10 ) adalah sebagai berikut :
0. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih
bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. (
Constructivisme )
1. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua
topik. ( Inquiry )
2. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. (
Questioning )
3. Ciptakan masyarakat belajar atau belajar dalam kelompok-
kelompok ( Learning Community )Hadirkan model sebagai contoh
pembelajaran ( Modeling )
4. Lakukan refleksi di akhir pertemuan. ( Reflection )
5. Lakukan penilaian yang sebenarnya dan objektif dengan
berbagai cara ( Authentic Assesment )
3. Pendekatan RME (Realistic Mathematic Education)
a. Pengertian
Pengertian pendekatan realistik menurut Sofyan, (2007: 28) “sebuah
pendekatan pendidikan yang berusaha menempatkan pendidikan pada
hakiki dasar pendidikan itu sendiri”.

Menurut Sudarman Benu, (2000: 405) “pendekatan realistik adalah


pendekatan yang menggunakan masalah situasi dunia nyata atau suatu
konsep sebagai titik tolak dalam belajar matematika”.

Matematika Realistik yang telah diterapkan dan dikembangkan di Belanda


teorinya mengacu pada matematika harus dikaitkan dengan realitas dan
matematika merupakan aktifitas manusia.

Dalam pembelajaran melalui pendekatan realistik, strategi- strategi


informasi siswa berkembang ketika mereka menyeleseikan masalah pada
situasi- situsi biasa yang telah diakrapiniya, dan keadaan itu yang
dijadikannya titik awal pembelajaran pendekatan realistik atau Realistic
Mathematic Education(RME) juga diberi pengertian “cara mengajar
dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelediki dan
memahami konsep matematika melalui suatu masalah dalam situasi yang
nyata”. (Megawati, 2003: 4). Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran
bermakna bagi siswa.

Realistic Mathematic Education(RME) adalah pendekatan pengajaran


yang bertitik tolak pada hal- hal yang real bagi siswa(Zulkardi). Teori ini
menekankan ketrampilan proses, berdiskusi dan berkolaborasi,
berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat
menemukan sendiri(Student Invonting), sebagai kebalikan dari guru
memberi(Teaching Telling) dan pada akhirnya murid menggunakan
matematika itu untuk menyeleseikan masalah baik secara individual
ataupun kelompok.

Pada pendekatan Realistik peran guru tidak lebih dari seorang fasilitator,
moderator atau evaluator. Sementara murid berfikir, mengkomunikasikan
argumennya, mengklasifikasikan jawaban mereka, serta melatih saling
menghargai strategi atau pendapat orang lain.

Menurut De Lange dan Van Den Heuvel Parhizen, RME ini adalah
pembelajaran yang mengacu pada konstruktifis sosial dan dikhususkan
pada pendidikan matematika.(Yuwono: 2001)

Dari beberapa pendapat diatas dapat dikatakan bahwa RME atau


pendekatan Realistik adalah pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah sehari- hari sebagai sumber inspirasi dalam
pembentukan konsep dan mengaplikasikan konsep- konsep tersebut atau
bisa dikatakan suatu pembelajaran matematika yang berdasarkan pada
hal- hal nyata atau real bagi siswa dan mengacu pada konstruktivis sosial.

b. Prinsip dan Karakteristik


Terdapat 5 prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik,
yaitu:
0. Didominasi oleh masalah- masalah dalam konteks, melayani
dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep
matematika.
1. Perhatian diberikan pada pengembangan model”situasi skema
dan simbol”.
2. Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat
pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif.
3. Interaktif sebagai karakteristik diproses pembelajaran
matematika.
4. Intertwinning(membuat jalinan) antar topik atau antar pokok
bahasan.

Gravemeijer(dalam Fitri. 2007: 10) menyebutka tiga prinsip kunci


dalam pendekatan realistik, ketiga kunci tersebut adalah:

5. Penemuan kembali secara terbimbing/ matematika secara


progresif(Gunded Reinvention/ Progressive matematizing). Dalam
menyeleseikan topik- topik matematika, siswa harus diberi
kesempatan untuk mengalami proses yang sama, sebagai
koknsep- konsep matematika dikemukakan. Siswa diberikan
masalah nyata yang memungkinkan adanya penyeleseian yang
berbeda.
6. Didaktif yang bersifat fenomena(didaktial phenomology) topik
matematika yang akan diajarkan diupayakan berasal dari
fenomenan sehari-hari.
7. Model yang dikembangkan sendiri(self developed models)
dalam memecahkan ‘contextual problem”, mahasiswa diberi
kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri.
Pengembangan model ini dapat berperan dalam menjembatani
pengetahuan informal dan pengetahuan formal serta konkret dan
abstrak.

Menurut Grafemeijer (dalam fitri, 2007: 13) ada 5 karakteristik


pembelajaran matematika realistik, yaitu sebagai berikut:

8. Menggunakan masalah kontekstual


Masalah konsektual berfungsi sebagai aplikasi dan sebagai titik
tolak dari mana matematika yang digunakan dapat muncul.
Bagaimana masalah matematika itu muncul(yang berhubungan
dengan kehidupan sehari- hari).
9. Menggunakan model atau jembatan
Perhatian diarahkan kepada pengembangan model, skema, dan
simbolisasi dari pada hanya mentrasfer rumus. Dengan
menggunakan media pembelajaran siswa akan lebih faham dan
mengerti tentang pembelajaran aritmatika sosial.
10. Menggunakan kontribusi siswa
Kontribusi yang besar pada saat proses belajar mengajar
diharapkan dari konstruksi murid sendiri yang mengarahkan
mereka dari metode informal ke arah metode yang lebih formal.
Dalam kehidupan sehari- hari diharapkan siswa dapat
membedakan pengunaan aritmatika sosial terutama pada jual beli.
Contohnya: harga baju yang didiskon dengan harga baju yang
tidak didiskon.
11. Interaktivitas
Negosiasi secara eksplisit, intervensi, dan evaluasi sesama murid
dan guru adalah faktor penting dalam proses belajar secara
konstruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai
jembatan untuk menncapai strategi formal. Secara berkelompok
siswa diminta untuk membuat pertanyaan kemudian diminta
mempresentasikan didepan kelas sedangkan kelompok yang lain
menanggapinya. Disini guru bertindak sebagai fasilitator.
12. Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya(bersifat
holistik)
Aritmatika sosial tidak hanya terdapat pada pembelajaran
matematika saja, tetapi juga terdapat pada pembelajaran yang
lainnya, misalnya pada akutansi, ekonomi, dan kehidupan sehari-
hari.
c. Kelebihan dan Kekurangan
Beberapa keunggulan dari pembelajaran metematika realistik
antara lain:
0. Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa dan
suasana tegang tidak tampak.
1. Materi dapat dipahami oleh sebagian besar siswa.
2. Alat peraga adalah benda yang berada di sekitar, sehingga
mudah didapatkan.
3. Guru ditantang untuk mempelajari bahan.
4. Guru menjadi lebih kreatif membuat alat peraga.
5. Siswa mempunyai kecerdasan cukup tinggi tampak semakin
pandai.
Beberapa kelemahan dari pembelajaran metematika realistik
antara lain:
6. Sulit diterapkan dalam suatu kelas yang besar(40- 45 orang).
7. Dibutuhkan waktu yang lama untuk memahami materi
pelajaran.
8. Siswa yang mempunyai kecerdasan sedang memerlukan
waktu yang lebih lama untuk mampu memahami materi pelajaran.
d. Langkah-Langkah
Berdasarkan prinsip dan karakteristik PMR serta dengan
memperhatikan pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka
dapatlah disusun suatu langkah-langkah pembelajaran dengan
pendekatan PMR yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
sebagai berikut:
0. Langkah 1: Memahami masalah kontekstual
yaitu guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan
sehari-hari kepada siswa dan meminta siswa untuk memahami
masalah tersebut,serta memberi kesempatan kepada siswa untuk
menanyakan masalah yang belum di pahami. Karakteristik PMR
yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik pertama yaitu
menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam
pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi
1. Langkah 2: Menjelaskan masalah kontekstual
jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka
guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara
memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya,
terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang
belum dipahami
2. Langkah 3 : Menyelesaikan masalah
Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan
interpretasi aspek matematika yang ada pada masalah yang
dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah.
Selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan
caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya,
sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa
yang satu dengan yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan
memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh
penyelesaian masalah-masalah tersebut. Karakteristik PMR yang
muncul pada langkah ini yaitu karakteristik kedua menggunakan
model
3. Langkah 4 : Membandingkan jawaban
Guru meminta siswa membentuk kelompok secara berpasangan
dengan teman sebangkunya, bekerja sama mendiskusikan
penyelesaian masalah-masalah yang telah diselesaikan secara
individu (negosiasi, membandingkan, dan berdiskusi). Guru
mengamati kegiatan yang dilakukan siswa, dan memberi bantuan
jika dibutuhkan. Dipilih kelompok berpasangan, dengan
pertimbangan efisiensi waktu. Karena di sekolah tempat
pelaksanaan ujicoba, menggunakan bangku panjang. Sehingga
kelompok dengan jumlah anggota yang lebih banyak,
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pembentukannya.
Sedangkan kelompok berpasangan tidak membutuhkan waktu,
karena siswa telah duduk dalam tatanan kelompok berpasangan.
Setelah diskusi berpasangan dilakukan, guru menunjuk wakil-wakil
kelompok untuk menuliskan masing-masing ide penyelesaian dan
alasan dari jawabannya, kemudian guru sebagai fasilitator dan
modarator mengarahkan siswa berdiskusi, membimbing siswa
mengambil kesimpulan sampai pada rumusan konsep/prinsip
berdasarkan matematika formal (idealisasi, abstraksi). Karakteristik
PMR yang muncul yaitu interaksi
4. Langkah 5: Menyimpulkan
Dari hasil diskusi kelas, guru mengarahkan siswa untuk menarik
kesimpulan suatu rumusan konsep/prinsip dari topik yang
dipelajari. Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah
adanya interaksi antar siswa dengan guru.
4. Pendekatan Saintific
a. Pengertian
Pendekatan saintific adalah Proses pembelajaran yang dirancang
sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruksi
pengetahuan, ketrampilan, dan lainnya melalui tahapan mengamati ,
menanya, menalar, mencoba, dan menbentuk jejaring untuk semua
mapel.
b. Prinsip-Prinsip
0. pembelajaran berpusat pada siswa
1. pembelajaran membentuk students’ self concept
2. pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk
mempelajari, mnganalisis, menyimpulkan konsep, pengetahuan,
dan prinsip.
3. pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan
berpikir siswa
4. pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan
motivasi mengajar guru
5. memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih
kemampuan dalam komunikasi
c. Kelebihan dan Kekurangan
 Kelebihan
1. Menilai data lebih objektif, karena tidak boleh terpengaruh oleh
nilai atau kepercayaan periset atau orang lain ( harus value free )
2. Dari segi kemudahan mendapatkan data ,data sekunder yang
tersedia dapat digunakan
3. Eksternal validiti lebih tinggi karena dapat melibatkan
permasalahan yang lebih luas menggunakan waktu yang lebih
panjang dan jumlah observasi yang lebih banyak sebagai objek
penelitian karena tersedia di data sekunder.
 Kekurangan
1. Setting tidak natural ( artificial ) , dapat menurunkan validitas
penelitian
2. Penelitian kurang terfokus tetapi lebih luas, sehingga kurang
mendalam
3. Penelitian biasanya menjelaskan dan memprediksi fenomena
yang tampak, sehingga lebih mengarah ke verifikasi teori
d. Langkah-Langkah
Pembelajaran saintifik terdiri atas lima langkah, yaitu Observing
(mengamati), Questioning (menanya), Associating (menalar),
Experimenting (mencoba), Networking (membentuk Jejaring/
mengkomunikasikan).

Langkah-langkah Pembelajaran Saintifik:

0. Mengamati
Mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Mengamati memiliki keunggulan tertentu,
seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik
senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja
kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya
memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan
tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan
makna serta tujuan pembelajaran.

Mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu


peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki
kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik
menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang
dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.

Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan


menempuh langkah-langkah seperti berikut ini.

 Menentukan objek apa yang akan diobservasi


 Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek
yang akan diobservasi
 Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi,
baik primer maupun sekunder
 Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
 Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan
untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
 Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil
observasi , seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape
recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.
1. Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk
meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan,
dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula
dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan
baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu
pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan
pembelajar yang baik.
Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyara,
pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal.
Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”,
melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya
menginginkan tanggapan verbal.

Fungsi Bertanya:
0. Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian
peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran;
1. Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif
belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk
dirinya sendiri;
2. Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus
menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya;
3. Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap,
keterampilan, dan pemahamannya atas substansi
pembelajaran yang diberikan;
4. Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam
berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban
secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang
baik dan benar;
5. Mendorong partisipasipeserta didik dalam berdiskusi,
berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan
menarik simpulan;
6. Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi
dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa
kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup
berkelompok;
7. Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat,
serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba
muncul; dan
8. Melatih kesantunan dalam berbicara dan
membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.
Kriteria Pertanyaan yang Baik:
9. Singkat dan jelas;
10. Menginspirasi jawaban;
11. Memiliki fokus;
12. Bersifat probing atau divergen;
13. Bersifat validatif atau penguatan;
14. Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang;
15. Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif;
16. Merangsang proses interaksi.
2. Menalar
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan
pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk
menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku
aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta
didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran adalah proses
berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang
dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa
pengetahuan.

Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski


penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. Istilah menalar
di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan
terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna
menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam
konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan
ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau
pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran
merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan
mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian
memasukannya menjadi penggalan memori.

Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak,


pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain.
Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak
berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang
sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar.
Dari persepektif psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara
entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari kesamaan antara
pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu.

3. Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta
didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk
materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA,
misalnya,peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus
memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan
tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah
dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya sehari-hari.

Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk


mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap,
keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata
untuk ini adalah:

0. menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi


dasar menurut tuntutan kurikulum;
1. mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang
tersedia dan harus disediakan;
2. mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil
eksperimen sebelumnya;
3. melakukan dan mengamati percobaan;
4. mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan
menyajikan data;
5. menarik simpulan atas hasil percobaan; dan
6. membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil
percobaan.

Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka:

7. Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yanga


akan dilaksanakan murid
8. Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan
yang dipergunakan
9. Perlu memperhitungkan tempat dan waktu
10. Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan
kegiatan murid
11. Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan
dijadikan eksperimen
12. Membagi kertas kerja kepada murid
13. Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan
guru, dan
14. Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan
mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara
klasikal.
4. Jejaring
Jejaring Pembelajaran disebut juga Pembelajaran Kolaboratif. Apa
yang dimaksud dengan pembelajaran kolaboratif? Pembelajaran
kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar
sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi
esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia
yang menempatkan dan memaknai kerjasama sebagai struktur
interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk
memudahkan usaha kolektif dalam rangka mencapai tujuan
bersama.

Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru fungsi guru lebih


bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya, peserta didiklah
yang harus lebih aktif. Jika pembelajaran kolaboratif diposisikan
sebagai satu falsafah peribadi, maka ia menyentuh tentang
identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau
berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif
itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati,
dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan
cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkin
peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tntutan belajar
secara bersama-sama.

Ada empat sifat kelas atau pembelajaran kolaboratif. Dua sifat


berkenaan dengan perubahan hubungan antara guru dan peserta
didik. Sifat ketiga berkaitan dengan pendekatan baru dari
penyampaian guru selama proses pembelajaran. Sifat keempat
menyatakan isi kelas atau pembelajaran kolaboratif.
 Guru dan peserta didik saling berbagi informasi. Dengan
pembelajaran kolaboratif, peserta didik memiliki ruang gerak untuk
menilai dan membina ilmu pengetahuan, pengalaman personal,
bahasa komunikasi, strategi dan konsep pembelajaran sesuai
dengan teori, serta menautkan kondisi sosiobudaya dengan situasi
pembelajaran. Di sini, peran guru lebih banyak sebagai
pembimbing dan manajer belajar ketimbang memberi instruksi dan
mengawasi secara rijid.
 Berbagi tugas dan kewenangan. Pada pembelajaran atau kelas
kolaboratif, guru berbagi tugas dan kewenangan dengan peserta
didik, khususnya untuk hal-hal tertentu. Cara ini memungkinan
peserta didik menimba pengalaman mereka sendiri, berbagi
strategi dan informasi, menghormati antarsesa, mendoorong
tumbuhnya ide-ide cerdas, terlibat dalam pemikiran kreatif dan
kritis serta memupuk dan menggalakkan mereka mengambil peran
secara terbuka dan bermakna.
 Guru sebagai mediator. Pada pembelajaran atau kelas
kolaboratif, guru berperan sebagai mediator atau perantara. Guru
berperan membantu menghubungkan informasi baru dengan
pengalaman yang ada serta membantu peserta didik jika mereka
mengalami kebutuan dan bersedia menunjukkan cara bagaimana
mereka memiliki kesungguhan untuk belajar.
 Kelompok peserta didik yang heterogen. Sikap, keterampilan,
dan pengetahuan peserta didk yang tumbuh dan berkembang
sangat penting untuk memperkaya pembelajaran di kelas. Pada
kelas kolaboratif peserta didikdapat menunjukkan kemampuan dan
keterampilan mereka, berbagi informasi,serta mendengar atau
membahas sumbangan informasi dari peserta didik lainnya.
Dengan cara seperti ini akan muncul “keseragaman” di dalam
heterogenitas peserta didik.
5. Pendekatan Open-Ended Problem
a. Pengertian
Menurut Suherman dkk (2003; 123) problem yang diformulasikan memiliki
multijawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga
Open-Ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan
Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan
jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada
suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau
metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak.

Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya


ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya
ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Contoh
penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan pembelajaran adalah
ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan
yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan
berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.

Pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended diawali dengan


memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran
harus mengarah dan membawa siswa dalam menjawab masalah dengan
banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban (yang benar),
sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa
dalam proses menemukan sesuatu yang baru.

Tujuan dari pembelajaran Open-Ended problem menurut Nohda


(Suherman, dkk, 2003; 124) ialah untuk membantu mengembangkan
kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa melalui problem posing
secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir
matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan setiap siswa.

Pendekatan Open-Ended menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada


siswa untuk meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya
sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya
tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat
berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-
kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses
pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan
Open-Ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif
antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk
menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.

b. Kelebihan dan Kekurangan


 Kelebihan
Pendekatan Open-ended memiliki beberapa keunggulan antara lain
(Suherman, dkk, 2003):
0. Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering
mengekspresikan idenya.
1. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan
pengetahuan dan keterampilan matematika secara komprehensif.
2. Siswa dengan kemampuan matematika rendah dapat
merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri.
3. Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau
penjelasan.
4. Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu
dalam menjawab permasalahan.
 Kelemahan
Di samping keunggulan, terdapat pula kelemahan dari pendekatan Open-
ended, diantaranya (Suherman, dkk, 2003):
0. Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang
bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah.
1. Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa
sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan
bagaimana merespon permasalahan yang diberikan.
2. Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau
mencemaskan jawaban mereka.
c. Langkah-Langkah
Langkah-langkah pembelajaran Open ended
0. Orentasi. Pembelajran diawali dengan penyampaian tujuan
pembelajaran dan pemberian motivasi kepada siswa berupa
masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa.
1. Penyajian masalah terbuka. Guru memberikan masalah secara
umum tentang materi yang diberikan
2. Pengerjaan masalah terbuka secara individu. Siswa diminta
mengerjakan soal atau menyelesaikan masalah secara individu.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan tingkat
kreativitas siswa secara individu akibat pembekalan yang diberikan
kepada siswa. Pada saat siswa mengerjakan masalahnya atau
soal yang diberikan tidak diperkenankan untuk minta bantuan
kepada teman2 yang lain sehingga siswa akan benar2 terpacu
kreativitasnya untuk dapat menyelesaikan masalahnya sendiri.
Setelah selesai mengerjakan soal atau masalah. Siswa diminta
untuk mengumpulkan lembar penyelesaiannya.
3. Diskusi kelompok tentang masalah terbuka. Siswa diminta
bekerja secara berkelompok untuk mendiskusikan penilaian dari
masalah open ended yang telah dikerjakan secara individu.
Dengan demikian diharapkan diskusi kelompok akan dapat
memunculkan ide pada tiap siswa sehingga nantinya kreativitas
siswa akan meningkat.
4. Presentasi hasil diskusi kelompok. Beberapa atau semua
anggota kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompok
mereka.
5. Penutup. Siswa bersama guru menyimpulkan atau membuat
ringkasansingkat tentang konsep atau ide-ide yang terdapat pada
permasalahan yang diajukan.
6. Pendekatan Konsep
a. Pengertian
Pendekatan konsep adalah pendekatan yang mengarahkan peserta didik
meguasai konsep secara benar dengan tujuan agar tidak terjadi
kesalahan konsep (miskonsepsi). Konsep adalah klasifikasi perangsang
yang memiliki ciri-ciri tertentu yang sama. Konsep merupakan struktur
mental yang diperoleh dari pengamatan dan pengalaman.

Pendekatan Konsep merupakan suatu pendekatan pengajaran yang


secara langsung menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada
siswa untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh.

b. Ciri-Ciri
Ciri-ciri suatu konsep adalah:
. Konsep memiliki gejala-gejala tertentu
a. Konsep diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman
langsung
b. Konsep berbeda dalam isi dan luasnya
c. Konsep yang diperoleh berguna untuk menafsirkan
pengalaman-pengalaman
d. Konsep yang benar membentuk pengertian
e. Setiap konsep berbeda dengan melihat ‘ciri-ciri tertentu
c. Langkah-Langkah
Langkah-langkah mengajar dengan pendekatan konsep melalui 3 tahap
yaitu,
0. Tahap enaktik
Tahap enaktik dimulai dari:
 Pengenalan benda konkret.
 Menghubungkan dengan pengalaman lama atau berupa
pengalaman baru.
 Pengamatan,penafsiran tentang benda baru
1. Tahap simbolik
Tahap simbolik siperkenalkan dengan:
Simbol,lambang,kode,seperti angka,huruf. kode,seperti (?=,/) dll.
 Membandingkan antara contoh dan non-contoh untuk
menangkap apakah siswa cukup mengerti akan ciri-cirinya.
 Memberi nama,dan istilah serta defenisi.
2. Tahap ikonik
Tahap ini adalah tahap penguasaan konsep secara abstrak,seperti:
 Menyebut nama,istilah,defmisi,apakah siswa sudah mampu
mengatakannya
7. Pendekatan Induktif
a. Pengertian
Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu,lalu menarik
kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut
sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus
menjadi umum.

Pendekatan induktif merupakan proses penalaran yang bermula dari


keadaan khusus menuju keadaan umum

Menurut Yamin (2008:90) pendekatan induktif tepat digunakan manakala:

0. Siswa telah mengenal atau telah mempunyai pengalaman yang


berhubungan dengan mata pelajaran tersebut,
1. Yang diajarkan berupa keterampilan komunikasi antara pribadi,
sikap, pemecahan, dan pengambilan keputusan,
2. Pengajar mempunyai keterampilan fleksibel, terampil
mengajukan pertanyaan terampil mengulang pertanyaan, dan
sabar,
3. Waktu yang tersedia cukup panjang.
b. Kelebihan dan Kekurangan
Menurut Wariman (1997) ada beberapa kekurangan dan kelebihan
pembalajaran induktif
 Kelebihan
0. Dapat mengembangkan keterampilan berpikir siswa karena
siswa selalu dipancing dengan pertanyaan.
1. Dapat menguasai secara tuntas topic-topik yang dibicarakan
karena adanya tukar pendapat antar siswa sehingga didapatkan
suatu kesimpulan akhir.
2. Mengajarkan siswa berpikir kritis karena selalu dipancing untuk
mengeluarkan ide-ide.
3. Melatih siswa belajar bekerja sistematis.
c. Kelemahan
0. Memerlukan banyak waktu.
1. Sukar menemukan pendapat yang sama karena setiap siswa
mempunyai gagasan yang berbeda-beda.
d. Langkah-Langkah
Langkah-langkah yang harus Anda tempuh dalam model pembelajaran
dengan pendekatan induktif yaitu:
. guru memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan
dengan pendekatan induktif
a. guru menyajikan contoh-contoh khusus, prinsip, atau aturan
yang memungkinkan siswa memperkirakan sifat umum yang
terkandung dalam contoh,
b. guru menyajikan bukti yang berupa contoh tambahan untuk
menunjang atau mengangkat perkiraan,
c. menyimpulkan, memberi penegasan dari beberapa contoh
kemudian disimpulkan dari contoh tersebut serta tindak lanjut.
8. Pendekatan Deduktif
a. Pengertian
Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang
menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan
(conclusion) berdasarkan seperangkat premis yang diberikan. Dalam
sistem deduktif yang kompleks,peneliti dapat menarik lebih dari satu
kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan
kesimpulan dari sesuatu yang umum kesesuatuyangkhusus.

Pendekatan deduktif merupakan proses penalaran yang bermula dari


keadaan umum ke keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang
bermula dengan menyajikan aturan,prinsip umum dan diikuti dengan
contoh contoh khusus atau penerapan aturan,prinsip umum ke dalam
keadaan khusus.

Pendekatan deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan


istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran. Pendekatan deduktif
dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan
berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah
persoalannya dan konsep dasarnya(Suwarna,2005).

Menurut Yamin (2008:89) pendekatan deduktif dapat dipergunakan bila:

0. Siswa belum mengenal pengetahuan yang sedang dipelajari,


1. Isi pelajaran meliputi terminologi, teknis dan bidang yang
kurang membutuhkan proses berfikir kritis,
2. Pengajaran mengenai pelajaran tersebut mempunyai
persiapan yang baik dan pembicaraan yang baik,
3. Waktu yang tersedia sedikit.
b. Kelebihan dan Kekurangan
Toni Julianto (2012) dalam makalahnya menyatakan kelebihan dan
kelemahan dari pendekatan deduktif dibandingkan dengan pendekatan
lain adalah:
 Kelebihan
0. Tidak memerlukan banyak waktu.
1. Sifat dan rumus yang diperoleh dapat langsung diaplikasikan
ke dalam soal-soal atau masalah yang konkrit.
 Kelemahan
0. Siswa sering mengalami kesulitan memahami makna
matematika dalam pembelajaran.Hal ini disebabkan siswa baru
bisa memahami konsep setelah disajikan berbagai contoh.
1. Siswa sulit memahami pembelajaran matematika yang
diberikan karena siswa menerima konsep matematika yang secara
langsung diberikan oleh guru.
2. Siswa cenderung bosan dengan pembelajaran dengan
pendekatan deduktif, karena disini siswa langsung menerima
konsep matematika dari guru tanpa ada kesempatan menemukan
sendiri konsep tersebut.
c. Langkah-Langkah
Langkah-langkah yang dapat Anda tempuh dalam model pembelajaran
dengan pendekatan deduktif dijelaskan sebagai berikut:
. guru memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan,
a. guru menyajikan aturan, prinsip yang berifat umum, lengkap
dengan definisi dan contoh-contohnya,
b. guru menyajikan contoh-contoh khusus agar siswa dapat
menyusun hubungan antara keadaan khusus dengan aturan
prinsip umum yang didukung oleh media yang cocok,
c. guru menyajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak
kesimpulan bahwa keadaan umum itu merupakan gambaran dari
keadaan khusus,

Anda mungkin juga menyukai