Anda di halaman 1dari 31

“MANAJEMEN PATIENT SAFETY”

Konsep Managemen Infeksi Nosokomial

Disusun Oleh Kelas 1.1 :

Anggota Kelompok 14

NI PUTU SONIA APRIYANTI (P07120018018)

IDA AYU ASRI PRADNYANI KUSUMA (P07120018028)

AYU RIKA PRADNYA PARAMITA (P07120018030)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

2018/2019
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Konsep Management Infeksi Nosokomial ini dengan tepat waktu. Tak
lupa pula kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pembimbing
kami yaitu ibu Nengah Runiari yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada kami,
terutama terkait penulisan makalah ini. Tak lupa juga kami mengucapkan terimakasih kepada
Tim dan teman-teman yang telah berkontribusi dalam penyusunan makalah ini.

Adapun makalah ini kami rangkum dari sumber yang dapat dipercaya yang penyajiannya
penulis sajikan dalam lembar daftar pustaka. Kami menyadari penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik sangat kami harapkan guna
penyempurnaannya di masa mendatang. Akhir kata semoga makalah ini dapat menambah ilmu
pengetahuan dan kemampuan kita dalam bidang Majemen Patient Safety sebagaimana yang kita
semua harapkan.

Denpasar, 04 April 2019

Penyusun

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ........................................................................................................................... i

Daftar Isi ...................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................. 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ............................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Infeksi Nosokomial ......................................................................................... 3

2.2 Indikator Infeksi Nosokomial ............................................................................................ 5

2.3 Fakor yang Mempengaruhi Infeksi Nosokomial ................................................................ 7

2.4 Gejala Infeksi Nosokomial ................................................................................................. 8

2.5Penyebab dan Dampak Infeksi Nosokomial ...................................................................... 10

2.6 Pencegahan Infeksi Nosokomial ........................................................................................ 16

2.7 Proses Penularan Infeksi Nosokomial ................................................................................ 22

2.8 Contoh Infeksi Nosokomial ............................................................................................... 23

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan .......................................................................................................................... 27


3.2 Saran ............................................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 28

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat dan
ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Rumah sakit adalah tempat pasien
mendapatkan terapi dan perawatan agar sembuh dari penyakit yang diderita. Selain
untuk mencari kesembuhan, rumah sakit juga merupakan depot bagi berbagai
macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang
berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan
rumah sakit seperti udara, air, lantai, makanan dan benda-benda medis maupun non
medis. Terjadinya infeksi nosokomial akanmenimbulkan banyak kerugian, antara
lainnya adalah lama hari perawatan bertambah panjang, penderitaan bertambah dan
biaya meningkat. Saat ini, insiden kejadian penyakit infeksi merupakan yang
tertinggi di Indonesia. Di samping itu infeksi nosokomial sering menimbulkan
kematian, memperpanjang waktu rawat nginap, menambah beban penderita dengan
biaya tambahan untuk perawatan clan pengobatan pasien. Infeksi nosokomial
banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan
negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi
penyebab utama. Suatu penelitian yang yang dilakukan oleh WHO menunjukkan
bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa,
Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi
nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0%.
Walaupun ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi meningkat
dengan pesat pada 3 dekad terakhir serta sedikit demi sedikit resiko infeksi dapat
dicegah, tetapi semakin meningkatnya pasien-pasien dengan penyakit
immunocompromised, bakteri yang resisten antibiotik, super infeksi virus dan
jamur, dan prosedur invasif, masih menyebabkan infeksi nosokomial menimbulkan
kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahun.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan infeksi nosokomial ?


2. Apa saja indikator dari infeksi nosocomial?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi infeksi nosocomial?
4. Apa saja gejala dari infeksi nosocomial?
5. Bagaimana penyebab dan dampak infeksi nosokomial?
6. Bagaimana cara mencegah infeksi nosokomial?
7. Bagaimana proses penularan infeksi nosokomial ?
8. Bagaimana contoh kasus yang berkaitan dengan infeksi nosocomial?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian infeksi nosokomial.


2. Untuk mengetahui indikator infeksi nosokomial
3. Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi infeksi nosokomial
4. Untuk mengetahui gejala dari infeksi nosokomial
5. Untuk mengetahu penyebab dan dampak infeksi nosokomial.
6. Untuk mengetahui cara pencegahan infeksi nosokomial.
7. Untuk mengetahui proses penularan infeksi nosokomial.
8. Untuk mengetahui kasus yang berkaitan dengan infeksi nosokomial.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Praktis

Dapat memperoleh pemahaman tentang infeksi nosokomial serta dapat


dijadikan referensi pembelajaran.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Menambah informasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan strategi


dalam meningkatkan pengetahuan mengenai infeksi nosokomial.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Infeksi Nosokomial


Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien dari rumah sakit pada saat
pasien menjalani proses asuhan keperawatan. Infeksi nosokomial pada umumnya
terjadi pada pasien yang dirawat di ruang seperti ruang perawatan anak, perawatan
penyakit dalam, perawatan intensif, dan perawatan isolasi (Darmadi, 2008).Infeksi
nosokomial merupakan infeksi yang tidak diderita pasien saat masuk ke rumah sakit
melainkan setelah ± 72 jam berada di tempat tersebut (Karen Adams & Janet M.
Corrigan, 2003). Infeksi ini terjadi bila toksin atau agen penginfeksi menyebabkan
infeksi lokal atau sistemik (Karen Adams & Janet M. Corrigan, 2003).
Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi
yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi
sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah
72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial (Harrison, 2001).
Hal-hal yang berhubungan dengan infeksi nosokomial : (Panjaitan, B, 1989)
1. Secara umum infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapatkan penderita
selama dirawat dirumah sakit.
2. Infeksi nosokomial sukar diatasi karena sebagai penyebabnya adalah mikro
organisme / bakteri yang sudah resisten terhadap anti biotika.
3. Bila terjadi infeksi nosokomial, makaakan terjadi penderitaan yang berpanjangan
serta pemborosan waktu serta pengeluaran biaya yang bertambah tinggi
kadangkadang kualitas hidup penderita akan menurun.
4. Infeksi nosokomial disamping berbahaya bagi penderita, jugaberbahaya bagi
lingkungan baik selamadirawat dirumah sakit ataupun diluar rumah sakit setelah
berobat jalan.
5. Dengan pengendalian infeksi nosokomial akan menghemat biaya dan waktu
yang terbuang.

3
6. Di Negara yang sudah maju masalah ini telah diangkat menjadi masalah
nasional, sehingga bila angka infeksi nosokomial disuatu rumah sakit tinggi,
maka izin operasionalnya dipertimbangkan untuk dicabut oleh instansi yang
berwenang

Infeksi nosokomial disebut juga dengan “Hospital acquired infection” apabila


memenuhi batasan / criteria sebagai berikut:
1.Apabila padawaktu dirawat di RS, tidak dijumpai tanda-tanda klinik infeksi
tersebut.
2.Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalammasa inkubasi dari infeksi
tersebut.
3.Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam
sejak mulai dirawat.
4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya.
5. Bila pada saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda-tanda infeksi,
tetapiterbukti bahwa infeksi didapat penderita pada waktu perawatan
sebelumnya dan belum pernah dilaporkan sebagai indeksi nosokomial.

Tabel Bakteri penyebab Infeksi

No Tempat Infeksi Bakteri


e. coli, salmonella, shigella
1 Saluran Pencernaan compylobacter

Saluran Pernafasan
2 influenzae, s. pyogenes, s. Pneumoniae
Atas
s. pneumoniae, p. aeroginosa, k.
Saluran Pernafasan
3 pneumoniae, l. Pneumophila
Bawah

e. coli, p. aeruginosa, proteus aerogenes,


4 Saluran Perkemihan
s. marcescens, klebsiella, s. Faecalis

4
e. coli, p. aeroginosa, s. Auerus
5 Septikemi

s. aureus, s. epidermidis, klebsiella


6 Luka bacteroides, p. mirabilis marcescens

p. aeroginosa, e. coli, s. aureus


7 Luka Bakar pyogenes

2.2 Indikator Infeksi Nosokomial


Indikator pengendalian infeksi nosokomial menurut Depkes tahun 2001
meliputi Angka Pasien Dekubitus, Angka Kejadian dengan jarum infus, dan
Angka Kejadian Infeksi Luka Operasi. Ketiga indicator ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Angka Pasien dengan Dekubitus (Dekubitus Ulcer Rate)
Luka dekubitus adalah luka pada kulit dan/atau jaringan yang dibawahnya
yang terjadi di rumah sakit karena tekanan yang terus menerus akibat tirah
baring. Luka dekubitus akan terjadi bila penderita tidak dibolak-balik atau
dimiringkan dalam waktu 2 x 24 jam. Angka pasien dengan dekubitus adalah
banyaknya penderita yang menderita Dekubitus dan bukan banyaknya kejadian
Dekubitus. Rumus yang digunakan untuk mengukur Angka pasien dengan
dekubitus (APD) adalah:
Banyaknya pasien dengan dekubitus/bulan
𝑥 100%
Total pasien tirah baring bulan itu

2. Angka Infeksi karena Jarum Infus (Intravenous Cabule Infection Rate)

Infeksi karena jarum infus adalah keadaan yang terjadi disekitar tusukan
atau bekas tusukan jarum infus di Rumah Sakit, dan timbul setelah 3 x 24 jam

5
dirawat di rumah sakit kecuali infeksi kulit karena sebab-sebab lain yang tidak
didahului oleh pemberian infus atau suntikan lain. Infeksi ini ditandai dengan
rasa panas, pengerasan dan kemerahan (kalor, tumor, dan rubor) dengan atau
tanpa nanah (pus) pada daerah bekas tusukan jarum infus dalam waktu 3 x 24
jam atau kurang dari waktu tersebut bila infus terpasang. Rumus yang
digunakan untuk mengukur Angka kejadian infeksi karena jarum infus (AIKJ)
adalah:

Banyaknya kejadian infeksi kulit karena jarum infus/bulan


𝑥 100%
Total kejadian pemasangan infus bulan itu

3. Angka Kejadian Luka Operasi (Wound Infection Rate)


Adanya infeksi nosokomial pada semua kategori luka sayatan operasi
bersih yang dilaksanakan di rumah sakit ditandai oleh rasa panas (kalor),
kemerahan (color), pengerasan (tumor), dan keluarnya nanah (pus) dalam
waktu lebih dari 3 x 24 jam kecuali infeksi nosokomial yang terjadi bukan pada
tempat luka. Rumus yang digunakan untuk mengukur Angka infeksi luka
operasi (AILO) adalah:

Banyaknya infeksi luka operasi /bulan


𝑥 100%
Total operasi bersih bulan itu

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial


Sesara umum factor yang mempengaruhi terjadinya nosokomial terdiri atas 2
bagian besar, yaitu : (Roeshadi, D, 1991)
1. Faktor endogen (umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh dan
kondisikondisi lokal)
2. Faktor eksogen (lama penderita dirawat,kelompok yang merawat, alat
medis, serta lingkungan)
Perawat juga dapat menjadi factor yang mempengaruhi infeksi nosocomial
dimana peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan sangat berkaitan dengan

6
terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit dan perawat bertanggung jawab
menyediakan lingkungan yang aman bagi klien terutama dalam pengendalian infeksi
dalam proses keperawatan. Perawat juga bertindak sebagai pelaksana terdepan dalam
upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial (Potter & Perry, 2005).
Jumlah tenaga pelayanan kesehatan yang kontak langsung dengan pasien, jenis
dan jumlah prosedur invasif, terapi yang diterima, lama perawatan, dan standar
asuhan keperawatan mempengaruhi risiko terinfeksi. Faktor standar asuhan
keperawatan yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial adalah klasifikasi
dan jumlah ketenagaan yang memiliki kemampuan dalam menjalankan dan
mempraktikkan teknik aseptik, peralatan dan obat yang sesuai, siap pakai dan cukup,
ruang perawatan yang secara fisik dan hygiene yang memadai, aspek beban kerja
dalam pembagian jumlah penderita dengan tenaga keperawatan, dan jumlah pasien
yang dirawat (Darmadi, 2008).
Selain sebagai pengendali, perawat juga dapat menjadi penyebab terjadinya
infeksi nosocomial di Rumah Sakit. Hal ini dikarenakan, sebagai pelaksana perawat
melakukan kontak langsung dengan pasien sehingga infeksi nosocomial sering terjadi
melalui kontak langsung dari perawat itu sendiri ketika melaksanakan asuhan
keperawatan. Seperti contoh perawat masuk ke ruangan pasien dengan membawa
virus dan bakteri yang tanpa disadari menempel di baju perawat, atau contoh lainnya
yaitu virus dan bakteri menyebar melalui gelang tangan (gelang tri datu) yang dipakai
perawat.

2.4 Gejala Infeksi Nosokomial


Gejala infeksi nosokomial tergantung pada bagian tubuh yang mengalami infeksi.
Secara umum, infeksi nosokomial ditandai dengan demam tinggi atau justru suhu
tubuh turun di bawah normal, penderitanya terlihat lemah, dan bisa disertai dengan
penurunan kesadaran serta penurunan tekanan darah.
Gejala infeksi nosokomial ini baru mulai muncul setelah penderita dirawat sekitar
dua hari di rumah sakit. Atau bila menjalani tindakan pembedahan, gejala infeksi
nosokomial bisa muncul dalam waktu 2–30 hari setelah operasi dilakukan.

7
Setiap orang bakal mengalami hal yang berbeda karena memang infeksi
nosokomial sendiri juga menyerang organ yang tidak sama. Ada kasus infeksi yang
rupanya memberikan serangan di bagian saluran kemih misalnya. Bahkan ada juga
kasus di mana infeksi terjadi di seluruh tubuh lewat paru-paru, kulit, saluran
pencernaan, luka operasi, hingga aliran darah. Gejala-gejala yang dirasakan oleh pasien
pun menjadi berbeda-beda, namun yang paling umum adalah seperti berikut ini.

Contoh gejala infeksi nosokomial yang menyerang bagian saluran kemih penderita:
1. Sensasi terbakar saat berkemih.
2. Peningkatan frekuensi berkemih.
3. Sensasi terbakar di bagian bawah perut.
4. Terasa nyeri pada bagian bawah perut.
5. Mengalami demam. (Baca juga: penyebab demam)
6. Sakit ketika digunakan berkemih.
7. Air seni keluar bersama darah.
8. Menurunnya jumlah urin yang keluar

Contoh gejala infeksi nosokomial yang mengenai bagian organ paru-paru:


1. Batuk
2. Sesak nafas.
3. Timbul dahak.
Contoh gejala infeksi nosokomial yang penyerangannya melalui kulit atau luka
operasi:
1. Muncul pembengkakan.
2. Kemerahan pada kulit.
3. Kulit terasa nyeri.
4. Mengalami demam.
5. Luka bernanah.
Contoh gejala infeksi nosokomial yang penyerangannya lewat saluran pencernaan
penderita:
1. Sakit perut.

8
2. Mual
3. Muntah
4. Diare
Contoh gejala infeksi nosokomial secara umum yang dialami oleh penderita:
1. Napas menjadi lebih cepat.
2. Tingginya sel darah putih.
3. Terganggu secara mental dan mengalami kebingungan.

Selain gejala-gejala umum, terdapat pula 5 gejala infeksi pada luka, yaitu.
1. Dolor
Dolor adalah rasa nyeri, nyeri akan terasa pada jaringan yang
mengalami infeksi. Ini terjadi karena sel yang mengalami infeksi bereaksi
mengeluarkan zat tertentu sehingga menimbulkan nyeri. Rasa nyeri
mengisyaratkan bahwa terjadi gangguan atau sesuatu yang tidak normal
[patologis].
2. Kalor
Kalor adalah rasa panas, pada daerah yang mengalami infeksi akan
terasa panas. Ini terjadi karena tubuh mengkompensasi aliran darah lebih
banyak ke area yang mengalami infeksi untuk mengirim lebih banyak
antibody dalam memerangi antigen atau penyebab infeksi.
3. Tumor
Tumor dalam konteks gejala infeksi bukanlah sel kanker seperti yang
umum dibicarakan tapi pembengkakan. Pada area yang mengalami infeksi
akan mengalami pembengkakan karena peningkatan permeabilitas sel dan
peningkatan aliran darah.
4. Rubor
Rubor adalah kemerahan, ini terjadi pada area yang mengalami infeksi
karena peningkatan aliran darah ke area tersebut sehingga menimbulkan
warna kemerahan.
5. Fungsio Laesa

9
Fungsio laesa adalah perubahan fungsi dari jaringan yang mengalami
infeksi. Contohnya jika luka di kaki mengalami infeksi maka kaki tidak
akan berfungsi dengan baik seperti sulit berjalan atau bahkan tidak bisa
berjalan. Jika infeksi sudah cukup lama maka akan timbuh nanah [pes].
Nanah terbentuk karena "perang" antara antibody dengan antigen sehingga
timbullah nanah, jika di tenggorokan disebut dahak [batuk berdahak].
Dengan pemeriksaan nanah/dahak ini kita bisa mengetahui jenis antigen
yang menyebabkan infeksi.

2.5 Penyebab dan Dampak Infeksi Nosokomial


A. Penyebab Infeksi Nosokomial
1. Agen infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama
dirawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam
mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena
banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:
a. Karakteristik mikroorganisme
b. Resistensi terhadap zat-zat antibiotika
c. Tingkat virulensi, dan
d. Banyaknya materi infeksius.
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit
dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh
mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau
disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous
infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih
disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya
melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril.
Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan

10
oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang
sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal.
2. Respon dan toleransi tubuh pasien
Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon
tubuh pasien dalam hal ini adalah:
a. Usia
b. Status imunitas penderita
c. Penyakit yang diderita
d. Obesitas dan malnutrisi
e. Orang yang menggunakan obat-obatan
f. Imunosupresan dan steroid
g. Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan
terapi.
Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh
terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita
penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal
ginjal dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi
tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik.
Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan
tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan
terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan
pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.
3. Infeksi melalui kontak langsung dan tidak langsung
Infeksi yang terjadi karena kontak secara langsung atau tidak
langsung dengan penyebab infeksi. Penularan infeksi ini dapat melalui
tangan, kulit dan baju, seperti golongan staphylococcus aureus. Dapat
juga melalui cairan yang diberikan intravena dan jarum suntik, hepatitis
dan HIV. Peralatan dan instrumen kedokteran, makanan yang tidak steril,
tidak dimasak dan diambil menggunakan tangan yang menyebabkan
terjadinya infeksi silang.

11
4. Resistensi antibiotika
Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin
antara tahun 1950-1970, banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu
dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan ini
menyebabkan penggunaan berlebihan dan penyalahgunaan dari
antibiotika. Banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten.
Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas
terutama terhadap pasien yang immunocompromised. Resitensi dari
bakteri ditransmisikan antar pasien dan faktor resistensinya dipindahkan
antara bakteri. Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini justru
meningkatkan multiplikasi dan penyebaran strain yang resisten. Penyebab
utamanya karena:
a. Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol
b. Dosis antibiotika yang tidak optimal
c. Terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu
singkat
d. Kesalahan diagnose.
Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan
dari gen yang resisten terhadap antibiotika mengakibatkan timbulnya
multiresistensi kuman terhadap obat-obatan tersebut. Penggunaan
antibiotika secara besar-besaran untuk terapi dan profilaksis adalah faktor
utama terjadinya resistensi. Banyak strain dari pneumococci,
staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah resisten terhadap
banyak antibiotika, begitu juga klebsiella dan pseudomonas aeruginosa
juga telah bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama
di negara-negara berkembang dimana antibiotika lini kedua belum ada
atau tidak tersedia.
Infeksi nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan
mortalitas di rumah sakit, serta menjadi sangat penting karena
meningkatnya jumlah penderita yang dirawat, seringnya imunitas tubuh

12
melemah karena sakit, pengobatan atau umur, mikororganisme yang baru
(mutasi), dan Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika.
5. Faktor alat
Infeksi nosokomial sering disebabkan karena infeksi dari kateter urin,
infeksi jarum infus,jarum suntik, infeksi saluran nafas, infeksi kulit,
infeksi dari luka operasi dan septikemia. Selain itu pemakaian infus dan
kateter urin yang lama tidak diganti-ganti, juga menjadi penyebab
utamanya. Di ruang penyakit, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan
terapi infus.
Ada berbagai komplikasi kanulasi intravena yang berupa gangguan
mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa:
a. Ekstravasasi infiltrate
Cairan infus masuk ke jaringan sekitarinsersi kanula
b. Penyumbatan
Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat dideteksi
adanya gangguan lain
c. Flebitis
Terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang
vena
d. Trombosis
Terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh venayang
menghambat aliran infuse
e. Kolonisasi kanul
Bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari bagian kanula yang
ada dalam pembuluh darah
f. Septikemia
Bila kuman menyebar hematogen dari kanul
g. Supurasi
Bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanula.

13
Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula
intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui
venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang
pada tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip anti sepsis, cairan infus
yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan
mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan
tetes obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada
ujung kateter merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteremia.
Berikut ini adalah beberapa alat yang sering menjadi media transmisi
dalam penyebaran infeksi nosokomial :
1. Kateter
Kateter adalah sebuah pipa yang kosong yang terbuat dari logam,
gelas, karet, plastik, yang cara penggunaannya adalah dimasukkan kedalam
rongga tubuh melalui saluran.
Kateter dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Kateter
b. Non kateter
1) Nelaton Catheter
2) Balloon Catheter
3) Oxygen Catheter
4) Stomach Tube/Maag Sonde
5) Feeding Tube
6) Rectal Tube/Flatus Buis
7) Suction Catheter/Mucus Extractor
8) Kondom Catheter

2. Jarum Suntik
Jarum suntik atau Injection Needles adalah alat yang digunakan untuk
menyuntik, dan tentunya digabung dengan alat suntik (spuit).mMacam –
macam jarum suntik:

14
a. Jarum suntik yang umum
b. Jarum suntik gigi
c. Jarum suntik spinal
d. Jarum suntik bersayap
3. Alat–alat untuk mengambil atau memberikan darah atau
Cairan.
a. Soluset
b. Blood donor set
c. Venoject
Untuk mudahnya bagaimana seorang pasien mendapat infeksi nosokomial
selama dirawat di RS dapat diringkas sebagai berikut :
1. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui dirinya sendiri (auto infeksi)
2. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui petugas yang merwat di RS
3. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui pasien-pasien yang dirawat
ditempat / ruangan yang samadi RS tersebut.
4. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui keluarga pasien yang
bekunjung kerumah sakit tersebut.
5. Pasien mendapat infeksi niosokomial melalui peralatan yang dipakai
dirumah sakit tersebut.
6. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui peralatan makanan yang
disediakan rumah sakit ataupun yang didapatnya dari luar rumah sakit.

B. Dampak Infeksi Nosokomial


1. Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan
cacat yang permanen serta kematian.
2. Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS
yang tinggi.
3. Meningkatkan biaya kesehatan diberbagai negara yang tidak mampu
dengan meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan
obat-obat mahal dan penggunaan pelayanan lainnya, serta tuntutan hukum.

15
2.6 Pencegahan Infeksi Nosokomial
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit
sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat
bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus
ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu,
jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan.
Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status
imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara.
Kamar dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko
terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu
fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk
mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit dengan
prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare
untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih
dan diberi disinfektan. Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan
antar pasien.
1. Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga
hiegene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan
dengan benar karena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi
produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini
dan waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu, penggunaan sarung tangan
sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada
pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah
memakai sarung tangan ketika akan mengambil atau menyentuh darah,
cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang

16
kita anggap telah terkontaminasi dan segera mencuci tangan setelah melepas
sarung tangan
2. Perbaiki Ketahanan Tubuh
Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada
pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses
fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik
patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad renik
komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran
cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang
sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi
secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan
tubuh tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya
infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi
tanpa harus menggunakan antibiotika.
3. Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan
membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama
untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis,
dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang
melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang
mempunyai resistensi rendah eperti leukimia dan pengguna obat
immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi
menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam
ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup
dengan ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada
dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan
penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah
apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.
Selain itu Pencegahan Infeksi nosokomial juga dengan menggunakan Standar
kewaspadaan terhadap infeksi, antara lain :

17
1. Cuci Tangan
a. Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan
bahan terkontaminasi.
b. Segera setelah melepas sarung tangan.
c. Di antara sentuhan dengan pasien.
Berikut adalah cara mencuci tangan dengan benar.
1) Basuh tangan dengan air
2) Tuangkan sabun secukupnya
3) Ratakan dengan kedua telapak tangan
4) Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan
tangan kanan dan sebaliknya
5) Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
6) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
7) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan
dan lakukan sebaliknya
8) Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di
telapak tangan kiri dan sebaliknya.
9) Gosok pergelangan tangan kiri dengan menggunakan
tangan kanan dan lakukan sebaliknya
10) Bilas kedua kedua tangan dengan air
11) Keringkan dengan tisu sekali pakai sampai benar-benar
kering
12) Gunakan tisu tersebut untuk menutup keran
13) Tangan anda kini sudah bersih

2. Sarung Tangan
a. Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, dan bahan yang
terkontaminasi.
b. Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka.

18
3. Masker, Kaca Mata, Masker Muka
Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata,
hidung, dan mulut saat kontak dengan darah dan cairan tubuh.
4.Baju Pelindung
a. Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh
b. Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat
berkontak langsung dengan darah atau cairan tubuh
5. Kain
a. Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lender
b. Jangan melakukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan
pasien
6. Peralatan Perawatan Pasien
a. Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah
kontak langsung dengan kulit atau selaput lendir dan mencegah
kontaminasi pada pakaian dan lingkungan
b. Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali
7. Pembersihan Lingkungan
Perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi peralatan dan
perlengkapan dalam ruang perawatan pasien
8. Instrumen Tajam
a. Hindari memasang kembali penutup jarum bekas
b. Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai
c. Hindari membengkokkan, mematahkan atau memanipulasi
jarum bekas dengan tangan
d. Masukkan instrument tajam ke dalam tempat yang tidak tembus
tusukan
9. Resusitasi Pasien
Usahakan gunakan kantong resusitasi atau alat ventilasi yang
lain untuk menghindari kontak langsung mulut dalam resusitasi
mulut ke mulut

19
10. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam
ruang pribadi / isolasi.

Adapun program pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit.


1. Adanya Sistem Surveilan Yang Mantap
Surveilan suatu penyakit adalah tindakan pengamatan yang
sistematik dan dilakukan terus menerus terhadap penyakit tersebut yang
terjadi pada suatu populasi tertentu dengan tujuan untuk dapat melakukan
pencegahan dan pengendalian. Jadi tujuan dari surveilan adalah untuk
menurunkan risiko terjadinya infeksi nosokomial. Perlu ditegaskan di sini
bahwa keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial bukanlah
ditentukan oleh canggihnya per-alatan yang ada, tetapi ditentukan oleh
kesempurnaan perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan penderita
secara benar (the proper nursing care). Dalam pelaksanaan surveilan ini,
perawat sebagai petugas lapangan di garis paling depan, mempunyai
peran yang sangat menentukan,
2. Adanya Peraturan Yang Jelas Dan Tegas Serta Dapat Dilaksanakan,
Dengan Tujuan Untuk Mengurangi Risiko Terjadinya Infeksi
Adanya peraturan yang jelas dan tegas serta dapat dilaksanakan,
merupakan hal yang sangat penting adanya. Peraturan-peraturan ini
merupakan standar yang harus dijalankan setelah dimengerti semua
petugas; standar ini meliputi standar diagnosis (definisi kasus) ataupun
standar pelaksanaan tugas. Dalam pelaksanaan dan pengawasan
pelaksanaan peraturan ini, peran perawat besar sekali.
3. Adanya Program Pendidikan Yang Terus Menerus Bagi Semua Petugas
Rumah Sakit Dengan Tujuan Mengembalikan Sikap Mental Yang Benar
Dalam Merawat Penderita
Keberhasilan program ini ditentukan oleh perilaku petugas dalam
melaksanakan perawatan yang sempurna kepada penderita. Perubahan

20
perilaku inilah yang memerlukan proses belajar dan mengajar yang terus
menerus. Program pendidikan hendaknya tidak hanya ditekankan pada
aspek perawatan yang baik saja, tetapi kiranya juga aspek epidemiologi
dari infeksi nosokomial ini. Jadi jelaslah bahwa dalam seluruh lini
program pengendalian infeksi nosokomial, perawat mempunyai peran
yang sangat menentukan. Sekali lagi ditekankan bahwa pengendalian
infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh peralatan yang canggih
(dengan harga yang mahal) ataupun dengan pemakaian antibiotika yang
berlebihan (mahal dan bahaya resistensi), melainkan ditentukan oleh
kesempurnaan setiap petugas dalam melaksanakan perawatan yang benar
untuk penderitanya.
Selain itu, Keluarga dan Pengunjung juga harus turut ikut serta dalam
Pengendalian InfeksiNosokomial di Rumah Sakit
1. Mengerti dan memahami peraturan dari Rumah sakit
a. Taatilah waktu berkunjung
b. Jangan terlalu lama menjenguk cukup 15-20 menit saja
c. Penunggu pasien cukup 1 orang
d. Jangan berkunjung jika anda sedang sakit
e. Jangan membawa anak dibawah usia 12 tahun
2. Menjaga kebersihan diri
a. lakukan cuci tangan sebelum dan setelah bertemu pasien
b. jangan menyentuh luka, perban, area tusukan infuse, atau alat-alat lain
yang digunakan untuk merawata pasien
c. bantulah pasien untuk menjaga kebersihan dirinya
3. Menjaga kebersihan lingkungan
a. Jangan menyimpan barang terlalu banyak di ruangan pasien
b. Jangan tidur di bed pasien
c. Jangan merokok diarea RS

21
2.7 Proses Penularan Infeksi Nosokomial
Skema penularan Infeksi Nosokomial dimulai dengan penyebab, yang ada
pada sumber. Kuman keluar dari sumber melalui tempat tertentu, kemudian
dengan cara penularan tertentu masuk ke tempat tertentu di pasien lain. Karena
banyak pasien di rumah sakit rentan terhadap infeksi (terutama Odha yang
mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat tertular dan jatuh sakit
‘tambahan’. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut dan
meneruskan rantai penularan lagi.
1. Langsung
antara pasien dan personel yang merawat atau menjaga pasien
2. Tidak langsung
2.1 obyek tidak bersemangat atau kondisi lemah
2.2 lingkungan menjadi kontaminasi dan tidak didesinfeksi atau sterilkan
(Sebagai contoh perawatan luka pasca operasi)
2.3 penularan cara droplet infection di mana kuman dapat mencapai ke udara
(air borne)
2.4 Penularan melalui vektor, yaitu penularan melalui hewan atau serangga
yang membawa kuman
Selain itu penularan infeksi nosokomial yaitu
1. Penularan secara kontak
Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung
dan droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung
dengan penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi virus
hepatitis A secara fecal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan
membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena
benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh infeksi, misalnya kontaminasi
peralatan medis oleh mikroorganisme.
2. Penularan melalui Common Vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman
dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu. Adapun jenis-

22
jenis common vehicleadalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan
dan sebagainya.
3. Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat
kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan
melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam
sel-sel kulit yang terlepas (staphylococcus) dan tuberculosis.
4. Penularan dengan perantara vektor
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut
penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis
dari mikroorganisme yang menempel pada tubuh vector misalnya shigella
dan salmonella oleh lalat.

2.8 Contoh Infeksi Nosokomial


1. Infeksi Luka Operasi (ILO)
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika
tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan
dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan
suatu bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang
dibuka atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu
tanda :
a. Keluar cairan purulen dari drain organ dalam
b. Didapat isolasi bakteri dari organ dalam
c. Ditemukan abses
d. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
e. Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan
mengakibakan semakin lamanya rawat inap, peningkatan biaya
pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan kematian, dan dapat
mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus

23
dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi,
perawat ruangan, dan oleh nosocomial infection control team.
2. Infeksi Saluran Kencing (ISK )
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah jenis infeksi yang sangat sering terjadi. ISK
dapat terjadi di saluran ginjal (ureter), kandung kemih (bladder), atau saluran
kencing bagian luar (uretra).
Bakteri utama penyebab ISK adalah bakteri Escherichia coli (E. coli) yang
banyak terdapat pada tinja manusia dan biasa hidup di kolon. Wanita lebih rentan
terkena ISK karena uretra wanita lebih pendek daripada uretra pria sehingga bakteri
ini lebih mudah menjangkaunya. Infeksi juga dapat dipicu oleh batu di saluran
kencing yang menahan koloni kuman. Sebaliknya, ISK kronis juga dapat
menimbulkan batu.
Mikroorganisme lain yang bernama Klamidia dan Mikoplasma juga dapat
menyebabkan ISK pada laki-laki maupun perempuan, tetapi cenderung hanya di
uretra dan sistem reproduksi. Berbeda dengan E coli, kedua bakteri itu dapat
ditularkan secara seksual sehingga penanganannya harus bersamaan pada suami dan
istri.

Penderita ISK mungkin mengeluhkan hal-hal berikut:


a. Sakit pada saat atau setelah kencing
b. Anyang-anyangan (ingin kencing, tetapi tidak ada atau sedikit air seni yang
keluar)
c. Warna air seni kental/pekat seperti air teh, kadang kemerahan bila ada darah
d. Nyeri pada pinggang
e. Demam atau menggigil, yang dapat menandakan infeksi telah mencapai
ginjal (diiringi rasa nyeri di sisi bawah belakang rusuk, mual atau muntah)
3. Bakterimia
Bakteremia adalah keadaan dimana terdapatnya bakteri yang mampu hidup
dalam aliran darah secara sementara, hilang timbul atau menetap. Bakteremia
merupakan infeksi sistemik yang berbahaya karena dapat berlanjut menjadi sepsis

24
yang angka kematiannya cukup tinggi. Faktor risiko terjadinya bakteremia pada
orang dewasa antara lain lama perawatan di rumah sakit, tingkat keparahan
penyakit, komorbiditas, tindakan invasif, terapi antibiotika yang tidak tepat, terapi
imunosupresan, dan penggunaan steroid.
Bakteremia yang bersifat sementara jarang menyebabkan gejala karena tubuh
biasanya dapat membasmi sejumlah kecil bakteri dengan segera. Jika telah terjadi
sepsis, maka akan timbul gejala-gejala berikut:
Demam atau hipotermia (penurunan suhu tubuh)
a. Hiperventilasi
b. Menggigil
c. Kulit teraba hangat
d. Ruam kulit
e. Takikardi (peningkatan denyut jantung)
f. Mengigau atau linglung
g. Penurunan produksi air kemih.
4. Infeksi Saluran Napas (ISN)
Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi
saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi saluran napas atas
meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis.
Sedangkan infeksi saluran napas bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli
seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia.
Keadaan rumah sakit yang tidak baik dapat menimbulkan infeksi saluran napas
atas maupun bawah. Infeksi saluran napas atas bila tidak diatasi dengan baik dapat
berkembang menyebabkan infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas
yang paling banyak terjadi serta perlunya penanganan dengan baik karena dampak
komplikasinya yang membahayakan adalah otitis, sinusitis, dan faringitis

25
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan

Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang
disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama
seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama
seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial.yang
mempengaruhi terjadinya dan penyebaran penyakit pada sekelompok seseorang.
Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di
Negara termiskin dan Negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit
infeksi masih menjadi masalah utama yang masih sulit untuk di atasi.Adapun
pencegahan yang dapat dilakukan adalah pembersihan yang rutin sangat penting untuk
meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu,
minyak dan kotoran. Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas
kesehatan.

3.2 Saran

Sebagai mahasiswa kesehatan khususnya keperawatan sudah seharusnya


menjalankan kebijakan yang telah ditetapkan dalam manajemen patient safety, demi
keselamatan dan kenyamanan pasien.

26
DAFTAR PUSTAKA

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial. Jakarta : Salemba Medika


Depkes.2003.Pedoman PelaksanaanKewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan..
Setyawati, L.2002.Infeksi Nosokomial, Kumpulan Bahan Kuliah Higiene Industri. UGM
Sjamsuhidayat & De Jong (2004) Buku ajar Ilmu Bedah, EGC: Jak

27

Anda mungkin juga menyukai