Anda di halaman 1dari 5

Transfusi Darah Selama Anestesi

A. Pengertian Transfusi Darah


Transfusi darah merupakan bagian pelayanan kesehatan utama dalam
sistem perawatan kesehatan dan individu yang menyumbangkan darah mereka,
memberikan kontribusi yang unik bagi kesehatan yang menyelamatkan jutaan
nyawa dan kelangsungan hidup orang lain setiap tahun, memungkinkan intervensi
medis dan bedah yang semakin merumitkan dan secara dramatis meningkatkan
harapan hidup dan kualitas hidup pasien dengan berbagai kondisi akut dan kronis
(WHO, 2010).
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 7 tahun 2011, pelayanan darah
adalah suatu upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah manusia
sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan komersial.
Sedangkan, pelayanan transfusi darah merupakan suatu upaya pelayanan
kesehatan yang meliputi perencanaan, pengerahan dan pelestarian (recruitment)
donor darah, penyediaan darah, pendistribusian darah, dan tindakan medis
pemberian darah kepada pasien untuk tujuan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan (PP RI No.7, 2011).
Menurut Astuti dan Laksono (2013), transfusi darah adalah suatu proses
menyalurkan darah atau produk darah dari satu orang ke sistem peredaran darah
orang lainnya. Transfusi darah berhubungan dengan kondisi medis seperti
kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan oleh trauma, operasi, syok dan
tidak berfungsinya organ pembentukan sel darah merah. Penggunaan darah
berguna bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan pasien (Astuti dan
Laksono, 2013).

B. Pengertian Anestesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika

dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit,

dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi

optimal bagi pelaksanaan pembedahan (Sabiston, 2011).


C. Transfusi Darah Selama Anestesi
Berdasarkan sistem antigen telah dikenal lebih dari 20 golongan darah. Untuk
kepentingan klinik hanya dikenal 2 sistem penggolongan darah yaitu sistem ABO dan
sistem Rh. Sebagian besar pasien mempunyai sistem Rh+ (85%) dan sisanya 15%
sistem Rh-. Jenis golongan darah dan kekerapannya dapat dilihat pada tabel 1.
Untuk mengetahui jmlah volme darah seseorang, biasanya digunakan patokan berat
badan, seperti yang terlihat pada tabel 2. Makin aktif secara fisik seseorang, makin
besar pula voolume darahnya umtuk setiap kilogram berat badannya. (Latief, 2001)

Tabel 1. Jenis Golongan Darah ABO

TIPE Adanya antibodi dalam serum Insidensi*

A anti– B 45%

B anti – A 8%

AB - 4%

O anti A, anti–B 43%

* angka rata-rata pada orang di Eropa

Tabel 2. Volume Darah


Usia ml/kgBB
Prematur 95
Cukup bulan 85
Anak kecil 80
Anak besar 75-80
Dewasa
Pria 75
Wanita 65
(Latief, 2001)

1. Tujuan Transfusi Selama Anestesi (buku 2)


a. Mengganti volume darah yang hilang selama operasi
b. Koreksi terhadap faktor pembekuan.
2. Indikasi Transfusi Darah Selama Anestesi (buku 1atief)
Transfusi darah umumnya >50% diberikan pada saat perioperatif dengan tjuan
untuk menaikkan kapasitas pengangkutan oksigen dan volume intravaskuler.
Kalau hanya menaikkan volume intravaskuler saja cukup dengan koloid atau
kristaloid.
Indikasi transfusi darah ialah:
 Perdarahan akut sampai Hb <8 gr% atau Ht <30%. Pada orang tua,
kelainan paru, kelainan jantung Hb <10 gr/dl.
 Bedah mayor kehilangan darah >20% volume darah.
3. Cara Menentukan Jumlah Perdarahan Selama Anestesi (buku 2)
Banyaknya darah yang hilang selama pembedahan dapat ditentukan dengan
cara sebagai berikut :
a. Jumlah darah yang tertampung pada botol isap
b. Jumlah darah yang terdapat pada kaa luka operasi. Kasa pembersih
yang dipakai untuk membersihkan luka operasi ditimbang sebelum dan
sesudah dipergunakan. Selisih berat kasa antara sesudah dan sebelum
dipakai sama dengan jumlah yang dikandungnya, 1 gram setara dengan
1 ml darah.
c. Jumlah darah yang tercecer di lantai, meja dan kain pentup pasien,
jumlahnya diperkirakan sebesar 25% dari jumlahnya diperkirakan
sebesar 25% dari jumlah perdarahan yang diukur pada butir 1 dan 2
tersebt di atas.
4. Tranfusi darah masif
Transfusi darah masif umumnya didefinisikan sebagai kebutuhan transfusi
satu sampai dua kali volume darah pasien. Pada kebanyakan pasien dewasa,
equivalent dengan 10-20 unit.4
a. Koagulopati
Penyebab utama perdarahan setelah transfusi darah masif adalah dilutional
thrombocytopenia. Secara klinis dilusi dari faktor koagulasi tidak biasa terjadi
pada pasien normal. Pelajari koagulasi dan hitung trombosit, jika tersedia,
idealnya menjadi acuan transfusi trombosit dan FFP. Analisa viskoelastis dari
pembekuan darah (thromboelastography dan Sonoclot Analyze) juga
bermanfaat.4
b. Keracunan Sitrat

Kalsium berikatan dengan bahan pengawet sitrat secara teoritis dapat


menjadi penting setelah transfusi darah dalam jumlah besar. Secara klinis
hipokalsemia penting, karena menyebabkan depresi jantung, tidak terjadi
pada pasien normal kecuali jika transfusi melebihi 1 U tiap-tiap 5 menit.
Sebab metabolisme sitrat terutama di hepar, pasien dengan penyakit atau
disfungsi hepar (dan kemungkinan pada pasien hipotermi) memerlukan infus
kalsium selama transfusi masif.4

c. Hipotermia

Transfusi Darah massif adalah merupakan indikasi mutlak untuk semua


produk darah cairan intravena hangat ke temperatur badan normal. Aritmia
Ventrikular dapat menjadi fibrilasi, sering terjadi pada temperatur sekitar
30°C. Hypothermia dapat menghambat resusitasi jantung. Penggunaan alat
infus cepat dengan pemindahan panas yang efisien sangat efisien telah
sungguh mengurangi timbulnya insiden hipotermia yang terkait dengan
transfuse.4

d. Kelainan Asam Basa

Walaupun darah yang disimpan adalah bersifat asam dalam kaitan dengan
antikoagulan asam sitrat dan akumulasi dari metabolit sel darah merah
(karbondioksida dan asam laktat), berkenaan dengan metabolisme asidosis
metabolik yang berkaitan dengan transfusi tidaklah umum. Yang terbanyak
dari kelainan asam basa setelah tranfusi darah masif adalah alkalosis
metabolik postoperatif. Ketika perfusi normal diperbaiki, asidosis metabolik
berakhir dan alkalosis metabolik progresif terjadi, sitrat dan laktat yang ada
dalam tranfusi dan cairan resusitasi diubah menjadi bikarbonat oleh hepar.4

e. Perubahan Konsentrasi Kalium Serum

Konsentrasi kalium ekstraselular dalam darah yang disimpan


meningkat dengan waktu. Jumlah kalium ekstraselular yang transfusi pada
unit masing-msaing kurang dari 4 mEq perunit. Hyperkalemia dapat
berkembang dengan mengabaikan umur darah ketika transfusi melebihi 100
mL/min. Hypokalemia biasanya ditemui sesudah operasi, terutama sekali
dihubungkan dengan alkalosis metabolik.4

5. Komplikasi Transfusi Darah Selama Anestesi


a. Reaksi Hemolitik
kekerapan 1:6000 akibat destruksi eritrosit-donor oleh antibodi-resipien dan
sebaliknya. Jika jumlah tranfusi <5% volume darah, reaksi tak begitu gawat.
Pada pasien sadar ditandai oleh demam, menggigil, nyeri dada-panggul dan
mual. Pada pasien dalam anestesi ditandai oleh demam, takikardi tak jelas
asalnya, hipotensi, perdarahan merembes di daerah operasi, syok, spasme
bronkus dan selanjutnya Hb-uria, ikterus dan renal shut down.
b. Infeksi
1. virus (hepatitis, HIV-AIDS, CMV)
2. Bakteri (stafilakokok, yesteria, citrobakter)
3. Parasit (malaria)
c. Lain-lain
Demam, urtikaria, anafilaksis, edema paru nonkardial, purpura, intoksikasi
sitrat, hiperkalemia, asidosis.
6. Penanggulangan Reaksi Transfusi Selama Anestesi

Anda mungkin juga menyukai