Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

KEHAMILAN POSTTERM

Oleh:

Nur Mahmudah, S.Ked 04054821820090

Raden Nurizki, S.Ked 04054821820091

Rulitia Nairiza, S.Ked 04054821820092

Vicra Adhitya, S.Ked 04054821820051

Pembimbing:
dr. Hj. Fatimah Usman, SpOG(K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Kehamilan Post Term

Oleh:
Nur Mahmudah, S.Ked 04054821820090

Raden Nurizki, S.Ked 04054821820091

Rulitia Nairiza, S.Ked 04054821820092

Vicra Adhitya, S.Ked 04054821820051

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Periode 31
Desember 2018 – 4 Maret 2019.

Palembang, 31 Januari 2019

dr. Hj. Fatimah Usman, SpOG(K)


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Kehamilan Post Term”.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada dr. Hj. Fatimah Usman,
SpOG(K) selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penulisan dan penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, 31 Januari 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari


hari pertama haid terakhir (HPHT). Kehamilan aterm adalah usia kehamilan
antara 37-42 minggu dan ini merupakan periode terjadinya persalinan normal.
Namun, sekitar 3,4–14 % atau rata-rata 10% kehamilan berlangsung hingga 42
minggu atau lebih. Angka ini bervariasi dari beberapa peneliti bergantung pada
kriteria yang dipakai.1
Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus atau postterm
pregnancy, yaitu kehamilan yang berlangsung selama lebih atau sama dengan 42
minggu atau 294 hari. Beberapa penulis menghitung waktu 42 minggu setelah
HPHT, ada pula yang mengambil 43 minggu. Sampai saat ini penyebab terjadinya
kehamilan postterm atau serotinus belum jelas. Penentuan usia kehamilan menjadi
salah satu pokok penting dalam penegakan diagnosa kehamilan postterm.
Informasi yang tepat mengenai lamanya kehamilan marupakan hal yang penting
karena semakin lama janin berada di dalam uterus maka semakin besar pula resiko
bagi janin ataupun neonatus untuk mengalami gangguan yang berat. Di Indonesia
angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10%, bervariasi antara 10,4–12 %
apabila diambil batas waktu 42 minggu dan 3,4–4 % apabila diambil batas waktu
43 minggu.2,3
Kematian janin akibat kehamilan postterm terjadi pada 30% sebelum
persalinan, 55% dalam persalinan dan 15% pasca natal. Permasalahan kehamilan
postterm adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran
CO2/O2 sehingga janin mempunyai risiko asfiksia sampai kematian dalam rahim.
Kini, dengan adanya pelayanan USG maka usia kehamilan dapat ditentukan lebih
tepat, terutama bila dilakukan pemeriksaan pada usia kehamilan 6-11 minggu.
Berbeda dengan angka kematian ibu yang cenderung menurun, kematian perinatal
tampaknya masih menunjukkan angka yang cukup tinggi. Oleh karena itu, penting
bagi petugas kesehatan untuk mengenali dan memahami kehamilan postterm
seutuhnya.1,4
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Ny. PW
b. Umur : 25 tahun
c. Alamat : Jl. Madang Dalam II Lorong Damai I No. 1463
d. Suku : Komering
e. Bangsa : Indonesia
f. Agama : Islam
g. Pendidikan terakhir : S1
h. Pekerjaan : PNS
i. Status pernikahan : Menikah
j. MRS : 31 Januari 2019, pukul 09.00 WIB

II. ANAMNESIS (Tanggal 31 Januari 2019)


Keluhan Utama : Pasien mengeluh hamil lewat waktu namun tidak kunjung
merasa mulas.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke poli dengan mengaku hamil lewat waktu, perut mulas (-),
riwayat keluar darah lendir (-), riwayat keluar air-air (-), sakit gigi (-), demam (-),
keputihan (-), trauma (-), perut diurut (-) dan minum jamu (-). Os mengaku
kontrol kehamilan setiap bulan di bidan. Os mengaku hamil yang pertama kalinya
dan gerakan janin masih dapat dirasakan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat darah tinggi (-)
Riwayat kencing manis (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Disangkal
Riwayat Pengobatan /Operasi
Disangkal

Riwayat KB
Disangkal

Status Sosial Ekonomi dan Gizi : Tinggi


Status Perkawinan : Menikah, 1 kali, lamanya 1 tahun
Status Reproduksi : Menarche usia 12 tahun, siklus haid 28 hari,
teratur, lamanya haid 6 hari, HPHT 28
Maret 2018
Status Persalinan : 1. Kehamilan saat ini.

III. PEMERIKSAAN FISIK ( Tanggal 31 Januari 2019 pukul 08.00)


Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
BB : 70 kg
TB :160 cm
Tekanan Darah : 130/80mmHg
Nadi : 86 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Respirasi : 20 x/menit, reguler
Suhu : 36,7 oC

Pemeriksaan Khusus
Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
edema palpebra (-), pupil isokor 3mm,
refleks cahaya (+/+).
Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret
(-), perdarahan (-).
Telinga : CAE dextra et sinistra lapang, sekret (-),
serumen (+), membran timpani intak.
Mulut : Perdarahan di gusi (-), sianosis sirkumoral
(-), mukosa mulut dan bibir kering (-),
fisura (-), cheilitis (-).
Lidah : Atropi papil (-).
Faring/Tonsil : Dinding faring posterior hiperemis (-),
tonsil T1-T1, tonsil tidak hiperemis, detritus
(-).

Leher
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, JVP (5-2) cmH2O

Thorax
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler normal di kedua lapangan paru,
ronkhi (-), wheezing (-).

Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Lihat pemeriksaan obstetrik

Ekstremitas : Akral hangat (+), edema pretibial (-), CRT


<2’’

PEMERIKSAAN OBSTETRIK
Pemeriksaan Luar:
Tinggi fundus uteri 3 jari bawah processus xyphoideus (38 cm), letak memanjang,
punggung kiri, presentasi kepala, penurunan 5/5, his tidak ada, DJJ 138 x/menit,
TBJ 3875 gram.
Pemeriksaan Dalam:
Portio lunak, letak posterior, eff 0 %, pembukaan 0 cm, ketuban (+), kepala, H I,
penunjuk belum dapat dinilai.

USG
- Tampak janin tunggal hidup presentasi kepala
- Biometri janin: - BPD: 100 mm
- HC: 354 mm
- AC: 374 mm
- FL: 84 mm
- SDP 18 mm
- Plasenta di korpus belakang, kalsifikasi grade III
Kesan: Hamil 43 minggu janin tunggal hidup presentasi kepala
IV. PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Pemeriksaan laboratorium (31 Januari 2019)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi
Hb 12,0 mg/dl 11,7-15,5 mg/dl
RBC 4,61 juta/m3 4,2-4,87 juta/m3
WBC 12,1 x 103/m3 4,5-11 x 103/m3
Ht 46% 43-49 %
Trombosit 198.000/m3 150-450/m3
Diff. Count 0/1/74/20/5 0-1/1-6/50-70/20-
40/2-8

V. DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0 hamil 43 minggu belum inpartu, janin tunggal hidup presentasi
kepala.

VI. TATALAKSANA
Non-Farmakologis
Edukasi kehamilan postterm dan komplikasinya
Observasi tanda vital ibu, His, dan DJJ
Mengosongkan kandung kemih
R/partus pervaginam
Evaluasi kemajuan persalinan dengan partograf WHO modifikasi
R/ Amniotomi jika ketuban masih utuh saat pembukaan lengkap

Farmakologis
Misoprostol 25 microgram/6 jam pervaginam
R/ drip oksitosin 5 IU dalam RL 500 cc gtt X/m dan dinaikkan setiap 15 menit
maksimal gtt XL/m pertahankan jika his adekuat
VII. PROGNOSIS
Prognosis ibu : dubia ad bonam
Prognosis janin : dubia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat
waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy,
postdate/post datisme atau pascamaturitas.2
Menurut definisi yang dirumuskan oleh American College of Obstetricians
and Gynecologists (2004), kehamilan postterm adalah kehamilan yang
berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari pertama
siklus haid terakhir (HPHT).5

3.2 Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan lewat waktu bervariasi antara 4%-14% dengan
rata-rata sebesar 10% akan berlangsung sampai 42 minggu atau lebih. Insiden
postterm ini diperkirakan berkisar 3-12% dari seluruh kehamilan. Namun jika
penentuan usia kehamilan menggunakan kriteria ultrasound, insiden postterm
dapat lebih rendah, berkisar antara 3-6%. Hanya 1-4% dari seluruh kehamilan
yang berlanjut sampai 43 minggu. Hal ini sangat tergantung kepada kriteria
yang digunakan untuk mendiagnosis. Sebanyak 10% ibu lupa tanggal haid
terakhirnya sehingga terjadi kesukaran dalam menentukan secara tepat saat
ovulasi.2,6,7
Menurut Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi (POGI),
insidens kehamilan lewat waktu sangat bervariasi antara lain:,7,8,9
- Insidens kehamilan 42 minggu lengkap : 4 – 14 %, 43 minggu lengkap
2-7 %.
- Insidens kehamilan post-term tergantung pada beberapa faktor : tingkat
pendidikan masyarakat, frekuensi kelahiran pre-term, frekuensi induksi
persalinan, frekuensi seksio sesaria elektif, pemakaian USG untuk
menentukan usia kehamilan.
- Secara spesifik, insidens kehamilan post-term akan rendah jika frekuensi
kelahiran pre-term tinggi, bila angka induksi persalinan dan seksio sesaria
elektif tinggi, dan bila USG dipakai lebih sering untuk menentukan usia
kehamilan.

3.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postterm masih belum jelas.
Beberapa faktor resiko yang dihubungkan dengan kehamilan postterm ini
antara lain primigravida, kehamilan postterm sebelumnya (15%), dan faktor
genetik. HPHT tidak jelas terutama pada ibu-ibu yang tidak melakukan
pemeriksaan antenatal yang teratur dan berpendidikan rendah.10
Menurut penelitian Laursen dkk, kembar monozigot dan dizigot dapat
menyebabkan kehamilan postterm. Mereka juga menemukan bahwa faktor
genetik maternal berpengaruh pada kehamilan postterm dan diperhitungkan
sebagai penyebab kira-kira 30% dari kehamilan postterm ini. Beberapa teori
yang diajukan antara lain sebagai berikut:10
- Pengaruh progesterone
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan
kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses
biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap
oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan
postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron.
- Teori oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm
memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang
peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari
neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga
sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan posterm.
- Teori kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk
dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar
kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga
produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen,
selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin.
Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin dan
tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin
tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat
bulan.
Selain itu juga terdapat pengaruh estrogen pada janin. Kurangnya
estrogen tidak cukup untuk merangsang produksi dan penyimpanan
glikofosfolipid pada membran janin yang merupakan penyedia asam
arakidonat pada pembentukan konversi prostaglandin.
- Saraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan
pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian
bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya
kehamilan postterm.

3.4 Manifestasi Klinis


Pada kehamilan postterm terjadi berbagai perubahan baik pada cairan
amnion, plasenta, maupun janin. Pengetahuan mengenai perubahan-perubahan
tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengelola kasus persalinan postterm.1
1. Perubahan pada Plasenta.
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada
kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Fungsi plasenta
mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai
menurun terutama setelah 42 minggu. Rendahnya fungsi plasenta ini berkaitan
dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan risiko 2-4 kali lebih tinggi.
Penurunan fungsi plasenta dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol
dan plasenta laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasenta sebagai berikut.
Penimbunan kalsium.
Peningkatan penimbunan kalsium pada plasenta sesuai dengan
progresivitas degenerasi plasenta. Proses degenerasi jaringan plasenta yang
terjadi seperti edema, timbunan fibrinoid, fibrosis, trombosis intervilli, spasme
arteri spiralis dan infark villi. Selapot vaskulosinsial menjadi tambah tebal dan
jumlahnya berkurang. Keadaan ini dapat menurunkan metabolisme transport
plasenta. Transport kalsium tudak terganggu tetapi aliran natrium, kalium,
glukosa, asam amino, lemak dan gamma globulin mengalami gangguan
sehingga janin akan mengalami hambatan pertumbuhan dan penurunan berat
janin.1
2. Oligohidramnion
Pada kehamilan postterm terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan
amnion. Jumlah cairan amnion mencapai puncak pada usia kehamilan 38
minggu, yaitu sekitar 1000 ml dan menurun menjadi sekitar 800 ml pada usia
kehamilan 40 minggu. Penurunan jumlah cairan amnion berlangsung terus
menjadi sekitar 480 ml, 250 ml, hingga 160 ml pada usia kehamilan 42, 43,
dan 44 minggu.1
Penurunan jumlah cairan amnion pada kehamilan postterm berhubungan
dengan penurunan produksi urin janin. Dilaporkan bahwa berdasarkan
pemeriksaan Doppler velosimetri, pada kehamilan postterm terjadi
peningkatan hambatan aliran darah (resistance index/RI) arteri renalis janin
sehingga dapat menyebabkan penurunan jumlah urin janin dan pada akhirnya
(Oz, et al., 2002)
menimbulkan oligohidramnion. Oleh sebab itu, evaluasi volume
cairan amnion pada kasus kehamilan postterm menjadi sangat penting artinya.
Dilaporkan bahwa kematian perinatal meningkat dengan adanya
oligohidramnion yang menyebabkan kompresi tali pusat. Pada persalinan
postterm, keadaan ini dapat menyebabkan keadaan gawat janin saat intra
partum.2
Selain perubahan volume, terjadi pula perubahan komposisi cairan amnion
sehingga menjadi lebih kental dan keruh. Hal ini terjadi karena lepasnya
vernik kaseosa dan komposisi fosfolipid. Pelepasan sejumlah badan lamellar
dari paru-paru janin akan mengakibatkan perbandingan Lesitin terhadap
Sfingomielin menjadi 4:1 atau lebih besar. Selain itu, adanya pengeluaran
mekonium akan mengakibatkan cairan amnion menjadi hijau atau kuning dan
meningkatkan risiko terjadinya aspirasi mekonium.1
Estimasi jumlah cairan amnion dapat diukur dengan pemeriksan USG.
Salah satu metode yang cukup populer adalah pengukuran diameter vertikal
dari kantung amnion terbesar pada setiap kuadran dari 4 kuadran uterus. Hasil
penjumlahan keempat kuadran tersebut dikenal dengan sebutan indeks cairan
anmion (Amnionic Fluid Index/AFI). Bila nilai AFI telah turun hingga 5 cm
atau kurang, maka merupakan indikasi adanya oligohidramnion.1
3. Perubahan pada janin
Berat janin. Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka
terjadi penurunan berat janin. Namun, seringkali pula plasenta masih dapat
berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertmbah terus sesuai
bertambahnya umur kehamilan. Risiko persalinan bayi dengan berat lebih dari
4000 gram pada kehamilan postterm meningkat 2-4 kali lebih besar.
Selain risiko pertambahan berat badan yang berlebihan, janin pada
kehamilan postterm juga mengalami berbagai perubahan fisik khas disertai
dengan gangguan pertumbuhan dan dehidrasi yang disebut dengan sindrom
postmaturitas. Perubahan-perubahan tersebut antara lain; penurunan jumlah
lemak subkutaneus, kulit menjadi keriput, dan hilangnya vernik kaseosa dan
lanugo. Keadaan ini menyebabkan kulit janin berhubungan langsung dengan
cairan amnion. Perubahan lainnya yaitu; rambut panjang, kuku panjang, serta
warna kulit kehijauan atau kekuningan karena terpapar mekonium. Namun
demikian, Tidak seluruh neonatus kehamilan postterm menunjukkan tanda
postmaturitas tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12-20 %
neonatus dengan tanda postmaturitas pada kehamilan postterm. Tanda
postterm dibagi dalam 3 stadium:2
a. Stadium 1 : Kulit kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit
kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
b. Stadium 2 : Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium pada kulit.
c. Stadium 3 : Pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.
3.5 Diagnosis
Meskipun diagnosis kehamilan postterm berhasil ditegakkan pada 4-19%
dari seluruh kehamilan, sebagian diantaranya kenyataanya tidak terbukti oleh
karena kekeliruan dalam menentukan usia kehamilan. Oleh sebab itu, pada
penegakkan diagnosis kehamilan postterm, informasi yang tepat mengenai
lamanya kehamilan menjadi sangat penting. Hal ini disebabkan karena
semakin lama janin berada di dalam uterus maka semakin besar pula risiko
bagi janin dan neonatus untuk mengalami morbiditas maupun mortalitas.
Namun sebaliknya, pemberian intervensi/terminasi secara terburu-buru juga
bisa memberikan dampak yang merugikan bagi ibu maupun janin.7
a. Riwayat haid
Pada dasarnya, diagnosis kehamilan postterm tidaklah sulit untuk
ditegakkan apabila keakuratan HPHT ibu bisa dipercaya. Diagnosis
kehamilan postterm berdasarkan HPHT dapat ditegakkan sesuai dengan
definisi yang dirumuskan oleh American College of Obstetricians and
Gynecologists (2004), yaitu kehamilan yang berlangsung lebih dari 42
minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir
(HPHT).7
Untuk riwayat haid yang dapat dipercaya, diperlukan beberapa kriteria
antara lain:7
- Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya.
- Siklus 28 hari dan teratur.
- Tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir.
Selanjutnya, diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus
Naegele. Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan
sebagai kehamilan postterm kemungkinan adalah sebagai berikut:
- Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat
menstruasi abnormal.
- Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjadi kelambatan ovulasi.
- Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang
berlangsung lewat bulan (keadaan ini sekitar 20-30% dari seluruh
penderita yang diduga kehamilan postterm).
b. Riwayat pemeriksaan antenatal
Tes kehamilan. Bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologik
sesudah terlambat haid 2 minggu, maka dapat diperkirakan keamilan telah
berlangsung 6 minggu.
Gerak janin. Gerak janin pada umumnya dirasakan ibu pada umur
kehamilan 18-20 minggu.Pada primigravida dirasakan sekitar umur
kehamilan 18 minggu, sedangkan pada multigravida pada 16
minggu.Keadaan klinis yang ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu
secara subyektif kurang dari 7 kali/20 menit, atau secara obyektif dengan
CTG kurang dari 10 kali/20 menit.
Denyut Jantung Janin (DJJ). Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat
didengar mulai umur kehamilan 18-20 minggu, sedangkan dengan Doppler
dapat terdengar pada usia kehamilan 10-12 minggu.
Pernoll, et al (2007) menyatakan bahwa kehamilan dapat dinyatakan
sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil
pemeriksaan sebagai berikut:
- Telah lewat 36 minggu sejak test kehamilan positif
- Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
- Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler
- Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan
stetoskop Laennec
c. Tinggi Fundus Uteri
Dalam trisemester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam
sentimeter (cm) dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang
setiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan
umur kehamilan secara kasar.9
d. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Penggunaan pemeriksaan USG untuk menentukan usia kehamilan telah
banyak menggantikan metode HPHT dalam mempertajam diagnosa
kehamilan postterm. Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa
penentuan usia kehamilan melalui pemeriksaan USG memiliki tingkat
keakuratan yang lebih tinggi dibanding dengan metode HPHT.7
Semakin awal pemeriksaan USG dilakukan, maka usia kehamilan yang
didapatkan akan semakin akurat sehingga kesalahan dalam mendiagnosa
kehamilan postterm akan semakin rendah. Tingkat kesalahan estimasi tanggal
perkiraan persalinan jika berdasarkan pemeriksaan USG trimester I (crown-
rump length) adalah ± 4 hari dari taksiran persalinan. (Cohn, et al., 2010) Pada usia
kehamilan antara 16-26 minggu, ukuran diameter biparietal (biparietal
diameter/BPD) dan panjang femur (femur length/FL) memberikan ketepatan
± 7 hari dari taksiran persalinan.7
Pemeriksaan usia kehamilan berdasarkan USG pada trimester III menurut
hasil penelitian Cohn, et al (2010) memiliki tingkat keakuratan yang lebih
rendah dibanding metode HPHT maupun USG trimester I dan II.
Pemeriksaan sesaat setelah trisemester III dapat dipakai untuk menentukan
berat janin, keadaan air ketuban ataupun keadaan plasenta yang berkaitan
dengan kehamilan postterm, tetapi sukar untuk menentukan usia kehamilan.
Ukuran-ukuran biometri janin pada trimester III memiliki tingkat variabilitas
yang tinggi sehingga tingkat kesalahan estimasi usia kehamilan pada
trimester ini juga menjadi tinggi. Tingkat kesalahan estimasi tanggal
perkiraan persalinan jika berdasarkan pemeriksaan USG trimester III bahkan
bisa mencapai ± 3,6 minggu. Keakuratan penghitungan usia kehamilan pada
trimester III saat ini sebenarnya dapat ditingkatkan dengan melakukan
pemeriksaan MRI terhadap profil air ketuban.9
e. Pemeriksaan laboratorium
- Sitologi cairan amnion. Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel
lemak dalam cairan amnion. Apabila jumlah sel yang mengandung lemak
melebihi 10%, maka kehamilan diperkirakan sudah berusia 36 minggu
dan apabila jumlahnya mencapai 50% atau lebih, maka usia kehamilan 39
minggu atau lebih.
- Tromboplastin cairan amnion (ATCA). Hasil penelitian terdahulu berhasil
membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan
darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan.
Pada usia kehamilan 41-42 minggu, ACTA berkisar antara 45-65 detik
sedangkan pada usia kehamilan >42 minggu, didapatkan ACTA <45
detik. Bila didapatkan ACTA antara 42-46 detik, ini menunjukkan bahwa
kehaminan sudah postterm.
- Perbandingan kadar lesitin-spingomielin (L/S). Perbandingan kadar L/S
pada usia kehamilan sekitar 22-28 minggu adalah sama (1:1). Pada usia
kehamilan ±32 minggu, perbandingannya menjadi 1,2:1 dan pada
kehamilan genap bulan menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai
untuk menentukan kehamilan postterm tetapi hanya digunakan untuk
menentukan apakan janin cukup usia/matang untuk dilahirkan.
- Sitologi vagina. Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik >
20%) mempunyai sensitivitas 755. Perlu diingat bahwa kematangan
serviks tidak dapat dipakai untuk menentukan usia gestasi.7
f. Pemeriksaan radiologis
Pada foto polos abdomen, dapat diperkirakan umur kehamilan dengan
melihat inti penulangan.11
Inti Penulangan Umur Kehamilan (Minggu)
Kalkaneus 24-26
Talus 26-28
Femur Distal 36
Tibia Proksimal 38
Kuboid 38-40
Humerus Proksimal 38-40
Korpus Kapitatum 40+
Korpus Hamatum 40+
Kuneiformis ke 3 40+
Femur Proksimal 40+
3.6 Komplikasi
Kehamilan postterm berhubungan dengan hasil persalinan yang beresiko.
Persalinan pada lebih dari 42 minggu, dapat menimbulkan komplikasi baik
pada ibu atau janin. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada janin antara
lain sebagai berikut:1,7,10
- Sindrom dismaturitas (postterm)
Janin mempunyai kuku jari-jari dan rambut yang panjang, badan yang kurus
dan panjang, dan kulit keriput.
- Fetal distress
Janin tidak menerima cukup oksigen sehingga mengakibatkan denyut jantung
abnormal dan berbagai permasalahan lain.
- Aspirasi meconium
Meconium keluar ke cairan amnion dan dihirup oleh janin sehingga masuk ke
paru-paru sehingga dapat mengakibatkan pneumoni pada janin, namun hal ini
tidak begitu sering terjadi.
- Macrosomia
Janin tumbuh terlalu besar sehingga sulit dilahirkan pervaginam.
- Kematian janin saat lahir
Janin meninggal didalam uterus. Kematian janin saat lahir sangat jarang
terjadi, namun kejadian ini meningkat pada kehamilan postterm.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada ibu, yaitu antara lain:7,10
- Peningkatan resiko luka perineum
Bayi pada kehamilan postterm biasanya lebih besar, dan hal ini
mengakibatkan trauma pada jalan lahir saat persalinan.
- Peningkatan resiko bedah sesar
Gawat janin sering terjadi selama kehamilan postterm, dan hal ini
meningkatkan resiko dilakukannya bedah sesaria.
- Efek psikologis
Ibu menjadi gelisah dan tidak tenang.
- Peningkatan perdarahan setelah persalinan
Hal ini dikarenakan kurangnya kontraktilitas uterus akibat over distensi uterus
yang disebabkan oleh janin yang besar.
Tabel 4. Komplikasi yang terkait dengan kehamilan postterm
Komplikasi Maternal Komplikasi Neonatal
Bedah sesar akut Aspiksia
Disproporsi kepala panggul Aspirasi meconium
Rupture uteri Patah tulang
Distosia Kematian perinatal
Kematian janin pada saat Kelumpuhan saraf periper
persalinan Pneumonia
Janin besar Septicemia
Perdarahan post partum
Infeksi puerperalis

3.7 Tatalaksana
Tidak ada ketentuan atau aturan yang pasti dan perlu dipertimbangkan
masing-masing kasus dalam pengelolaan kehamilan postterm. Beberapa
masalah yang sering dihadapi pada pengelolaan kehamilan postterm antara
lain sebagai berikut:7
- Pada beberapa penderita, umur kehamilan tidak selalu dapat ditentukan
dengan tepat, sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana yang
diperkirakan.
- Sukar menentukan apakah janin akan mati, berlangsung terus, atau
mengalami morbiditas serius bila tetap dalam rahim.
- Sebagian besar janin tetap dalam keadaan baik dan tumbuh terus sesuai
dengan tambahnya umur kehamilan dan tumbuh semakin besar.
- Pada saat kehamilan mencapai 42 minggu, pada beberapa penderita
didapatkan sekitar 70% serviks belum matang (unfavorable) dengan nilai
Bishop rendah sehingga induksi tidak selalu berhasil.
- Persalinan yang berlarut-larut akan sangat merugikan bayi postmatur.
- Pada postterm sering terjadi disproporsi kepala panggul dan distosia bahu
(8% pada kehamilan genap bulan, 14% pada postterm).
- Janin postterm lebih peka terhadap obat penenang dan narkose, sehingga
perlu penetapan jenis narkose yang sesuai bila dilakukan bedah sesar
(risiko bedah sesar 0,7% pada genap bulan, dan 1,3% pada postterm).
- Pemecahan selaput ketuban harus dengan pertimbangan matang. Pada
oligohidramnion pemecahan selaput ketuban akan meningkatkan risiko
kompresi tali pusat tetapi sebaliknya dengan pemecahan selaput ketuban
akan dapat diketahui adanya mekonium dalam cairan amnion.
Sampai saat ini masih terdapat beberapa kontroversi dalam pengelolaan
kehamilan postterm, antara lain:
- Apakah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara aktif yaitu dilakukan
induksi setelah ditegakkan diagnosis postterm ataukah sebaiknya
dilakukan pengelolaan secara ekspektatif/menunggu.
- Bila dilakukan pengelolaan aktif, apakah kehamilan sebaiknya diakhiri
pada usia kehamilan 41 atau 42 minggu.
Pengelolaan aktif
Pengelolaan aktif yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia
kehamilan 41 atau 42 minggu untuk memperkecil risiko terhadap janin.
Pengelolaan pasif/menunggu/ekspektatif didasarkan pandangan bahwa
persalinan anjuran yang dilakukan seata-mata atas dasar postterm
mempunyai risiko/komplikasi cukup besar terutama risiko persalinan operatif
sehingga menganjurkan untuk dilakukan pengawasan terus-menerus terhadap
kesejahteraan janin, baik secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan
berlangsung dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri
kehamilan. Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pengelolaan kehamilan postterm adalah sebagai berikut:7
- Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan
(postterm) atau bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan
kepada dua variasi dari postterm ini.
- Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.
 Pemeriksaan kardiotokografi seperti nonstress test (NST) dan
contraction stress test dapat mengetahui kesejahteraan janin sebagai
reaksi terhadap gerak janin atau kontraksi uterus. Bila didapat hasil
reaktif, maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan kemungkinan
besar janin baik. Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan besar
janin, denyut jantung janin, gangguan pertumbuhan janin, keadaan
dan derajat kematangan plasenta, jumlah (indeks cairan amnion) dan
kualitas air ketuban.
 Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan seperti
pemeriksaan kadar estriol.
 Gerakan janin dapat ditentukan secara objektif dengan tokografi
(normal rata-rata 7 kali/20 menit) atau secara objektif dengan
tokografi (normal 10 kali/20 menit).
 Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih
mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya, air ketuban sedikit
dan mengandung mekonium akan mengalami risiko 33 % asfiksia.
- Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini
memegang peranan penting dalam pengelolaan kehamilan postterm.
Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat
segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana
serviks telah matang.
Pada umumnya, penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan
mencapai 41 minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan
bertambahnya umur kehamilan, maka dapat terjadi keadaan yang kurang
menguntungkan, seperti janin tumbuh makin besar atau sebaliknya, terjadi
kemunduran fungsi plasenta dan oligohidramnion. Kematian janin meningkat
5-7 % pada persalinan 42 minggu atau lebih.7
- Bila serviks telah matang (dengan nilai Bishop > 5) dilakukan induksi
persalinan dan dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya
persalinan dan keadaan janin. Induksi pada serviks yang telah matang
akan menurunkan risiko kegagalan ataupun persalinan tindakan.
- Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila
kehamilan tidak diakhiri:
 NST dan penilaian volume kantong anion. Bila keduanya normal,
kehamilan dapat dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan
seminggu dua kali.
 Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertical
atau indeks cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi variabel pada
NST, maka dilakukan induksi persalinan.
 Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes pada
kontraksi (CST) harus dilakukan. Bila hasil CST positif, terjadi
deselerasi lambat berulang, variabilitas abnormal (< 5/20 menit)
menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin, mendorong agar janin
segera dilahirkan dengan mempertimbangkan bedah sesar. Sementara
itu, bila CST negative kehamilan dapat dibiarkan berlangsung dan
penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.
 Keadaan serviks (skor Bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan
pasien dan kehamilan dapat diakhiri bila serviks matang.
- Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.

Induksi Persalinan
Diperlukan tindakan untuk mempercepat persalinan jika jiwa ibu dan
janin terancam. Keputusan untuk mempercepat persalinan harus selalu
ditetapkan dengan membandingkan risiko dan manfaat masing-masing
penatalaksanaan tersebut. Secara umum metode induksi yang paling efektif
adalah dengan meningkatkan denyut jantung janin dan hiperstimulasi pada
uterus. Prinsip dari tata laksana kehamilan lewat waktu ialah merencanakan
pengakhiran kehamilan. Cara pengakhiran kehamilan tergantung dari hasil
pemeriksaan kesejahteraan janin dan penilaian skor pelvik (pelvic score=PS).
Menurut American college of obstetricians dan Gynecologist, hasil yang
diharapkan dari induksi persalinan adalah “ ibu dapat melahirkan bayi
pervaginam setelah kontraksi distimulasi sebelum persalinan spontan
terjadi”. Metode Induksi persalinan dapat berupa secara farmakologis dan
secara non farmakologis:
- Farmakologis
a. Prostaglandin
Prostaglandin bereaksi pada serviks untuk membantu pematangan
serviks melalui sejumlah mekanisme yang berbeda. Ia menggantikan
substansi ekstraseluler pada serviks, dan PGE2 meningkatkan aktivitas
kolagenase pada serviks. Ia menyebabkan peningkatan kadar elastase,
glikosaminoglikan, dermatan sulfat, dan asam hialuronat pada serviks.
Relaksasi pada otot polos serviks menyebabkan dilatasi. Pada akhirnya,
prostaglandin menyebabkan peningkatan kadar kalsium intraseluler,
sehingga menyebabkan kontraksi otot miometrium. Risiko yang
berhubungan dengan penggunaan prostaglandin meliputi hiperstimulasi
uterus dan efek samping maternal seperti mual, muntah, diare, dan
demam.
b. Oksitosin
Oksitosin merupakan agen farmakologi yang lebih disukai untuk
menginduksi persalinan apabila serviks telah matang. Konsentrasi
oksitosin dalam plasma serupa selama kehamilan dan selama fase laten
dan fase aktif persalinan, namun terdapat peningkatan yang bermakna
dalam kadar oksitosin plasma selama fase akhir dari kala II persalinan.
Konsentrasi oksitosin tertinggi selama persalinan ditemukan dalam darah
tali pusat, yang menunjukkan bahwa adanya produksi oksitosin yang
bermakna oleh janin selama persalinan.
c. Misoprostol
Misoprostol (Cytotec) merupakan PGE sintetis, analog yang
ditemukan aman dan tidak mahal untuk pematangan serviks, meskipun
tidak diberi label oleh Food and drug administration di Amerika Serikat
untuk tujuan ini. Penggunaan misoprostol tidak direkomendasikan pada
pematangan serviks atau induksi persalinan pada wanita yang pernah
mengalami persalinan dengan seksio sesaria atau operasi uterus mayor
karena kemungkinan terjadinya ruptur uteri. Wanita yang diterapi dengan
misoprostol untuk pematangan serviks atau induksi persalinan harus
dimonitor denyut jantung janin dan aktivitas uterusnya di rumah sakit
sampai penelitian lebih lanjut mampu mengevaluasi dan membuktikan
keamanan terapi pada pasien.
Uji klinis menunjukkan bahwa dosis optimal dan pemberian interval
dosis 25 mcg intravagina setiap empat sampai enam jam. Dosis yang
lebih tinggi atau interval dosis yang lebih pendek dihubungkan dengan
insidensi efek samping yang lebih tinggi, khususnya sindroma
hiperstimulasi, yang didefinisikan sebagai kontraksi yang berakhir lebih
dari 90 detik atau lebih dari lima kontraksi dalam 10 menit selama dua
periode .10 menit berurutan, dan hipersistole, suatu kontraksi tunggal
selama minimal dua menit. Teknik penggunaan misoprostol vagina
adalah sebagai berikut :
 Masukkan seperempat tablet misoprostol intravagina, tanpa
menggunakan gel apapun (gel dapat mencegah tablet melarut)
 Pasien harus tetap berbaring selama 30 menit
 Monitor denyut jantung janin dan aktivitas uterus secara kontinyu
selama minimal 3 jam setelah pemberian misoprostol sebelum
pasien boleh bergerak
 Apabila dibutuhkan tambahan oksitosin (pitosin), direkomendasikan
interval minimal 3 jam setelah dosis misoprostol terakhir
 Tidak direkomendasikan pematangan serviks pada pasien-pasien
yang memiliki skar uterus.
- Non Farmakologis
a. Amniotomi
Diduga bahwa amniotomi meningkatkan produksi atau menyebabkan
pelepasan prostaglandin secara lokal. Risiko yang berhubungan dengan
prosedur ini meliputi tali pusat menumbung atau kompresi tali pusat,
infeksi maternal atau neonatus, deselerasi denyut jantung janin,
perdarahan dari plasenta previa atau plasenta letak rendah dan
kemungkinan luka pada janin.
b. Rangsangan pada Puting Susu
Stimulasi payudara ini telah direkomendasikan sejak zaman
Hipocrates dan diyakini dapat merangsang timbulnya kontraksi uterus
dan inisiasi persalinan. Sebagaimana diketahui rangsangan puting susu
dapat memfasilitasi pelepasan oksitosin dari kelenjar hipofisis posterior
sehingga terjadi kontraksi rahim. Teknik yang paling sering dilakukan
yaitu pemijatan dengan lembut pada payudara atau kompres hangat pada
payudara selama satu jam, tiga kali sehari.
c. Pemakaian Rangsangan Listrik
Dengan dua electrode, yang satu diletakkan dalam serviks, sedang
yang lain ditempelkan pada kulit dinding perut, kemudian dialirkan
listrik yang akan memberi rangsangan pada serviks untuk menimbulkan
kontraksi rahim. Bentuk alat ini bermacam-macam, bahkan ada yang
ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa-bawa dan ibu tidak perlu
tinggal di rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujui
pasien.
BAB IV
ANALISIS KASUS

Ny.PW usia 25 tahun G1P0A0 dengan hamil usia 44 minggu datang ke Poli
RSMH mengeluh hamil lewat waktu namun tidak kunjung merasa mulas. Riwayat
keluar darah lendir (-), riwayat keluar air-air (-), menunjukkan bahwa belum ada
tanda-tanda inpartu. Sakit gigi (-), demam (-), menunjukkan tidak adanya tanda-
tanda dari terjadinya infeksi. Pasien mengaku kontrol kehamilan setiap bulan di
bidan. Pasien mengaku baru hamil yang pertama dan gerakan janin masih
dirasakan.
Kehamilan yang berlangsung selama lebih atau sama dengan 42 minggu
atau 294 hari disebut sebagai kehamilan postterm atau kehamilan serotinus. Pada
pasien ini usia kehamilan merupakan 44 minggu sehingga dapat dikatakan
kehamilan postterm.
Penyebab terjadinya kehamilan postterm sampai saat ini masih belum
jelas. Namun diduga penyebab tersering adalah karena kesalahan dalam
mengingat hari pertama mens terakhir (HPHT). Terdapat pula beberapa faktor
risiko terjadinya kehamilan post term seperti primiparitas, obesitas, riwayat
kehamilan post term, herediter, serta pengaruh hormonal, beberapa diantaranya
terdapat pada pasien.
Berdasarkan anamnesis, diketahui usia pasien 25 tahun. Saat ini pasien
hamil untuk pertama kalinya, belum pernah melahirkan dan belum pernah abortus.
Pasien menarche pada usia 12 tahun, siklus teratur 28 hari, dan HPHT pasien
tanggal 28 Maret 2018. Jika dihitung berdasarkan rumus Neagle, taksiran
persalinan pasien seharusnya jatuh pada tanggal 4 Januari 2019 atau tepat 40
minggu. Sehingga saat ini diperkirakan usia kehamilan pasien adalah 43 minggu.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan IMT pasien adalah 27,34 yang
termasuk dalam kategori obese IMT tingkat 1. Hubungan antara obesitas dan
kehamilan post term belum diketahui secara pasti. Namun hal ini diduga karena
wanita obesitas memiliki jaringan adiposa yang banyak serta status metabolism
yang tinggi jika dibandingkan non-obese. Jaringan adiposa diketahui lebih aktif
secara hormonal karena jumlah precursor hormone yang dimiliki juga lebih
banyak dibandingkan dengan non-obese. Hal ini menyebabkan kadar estriol
cenderung tinggi sehingga uterus kurang peka terhadap oksitosin dan persalinan
tidak terjadi.
Tekanan darah pasien didapatkan sedikit meningkat yakni 130/80 mmHg.
Terjadinya peningkatan tekanan darah ini diduga disebabkan oleh kalsifikasi
plasenta yang memang normalnya terjadi pada kehamilan lewat waktu, dan
semakin memberat seiring bertambahnya usia kehamilan, yaitu plasenta grade III.
Pada pemeriksaan fisik obstetric, didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari
bawah processus xyphoideus (38 cm), letak memanjang, punggung kiri, presentasi
kepala, penurunan 5/5, His tidak ada, DJJ 138 x/menit. Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik obstetric ini, dapat dihitung taksiran berat janin menggunakan
rumus Jonson Thosack, yaitu 3875 gram. Pada pemeriksaan dalam, didapatkan
portio lunak, letak posterior, eff 0%, pembukaan 0 cm, ketuban (+), kepala, H I,
penunjuk belum dapat dinilai, sehingga dapat diketahui bahwa pasien belum
inpartu. Didapatkan perhitungan Bishop score: 2.
Dari pemeriksaan USG didapatkan kesan hamil 44 minggu janin tunggal
hidup presentasi kepala. Didapatkan pula SDP 18 mm yang menandakan
oligohidramnion serta kalsifikasi plasenta grade III. Dengan demikian, kehamilan
yang dialami pasien ini menunjukkan ciri-ciri kehamilan postterm.
Dari anamnesis didapatkan bahwa os mengaku gerakan anak masih
dirasakan. Kemudian dari pemeriksaan fisik didapatkan janin dengan presentasi
kepala dan USG didapatkan tampak janin tunggal hidup presentasi kepala.Dengan
demikian diagnosis Ny. PW adalah G1P0A0 hamil 43 minggu belum inpartu, janin
tunggal hidup presentasi kepala.
Berdasarkan data-data pemeriksaan yang didapat, pada pasien ini harus
dilakukan induksi persalinan menginat risiko komplikasi yang dapat terjadi baik
pada ibu maupun janin. Pada pasien ini rencana dilakukan persalinan pervaginam.
Pasien diinduksi dengan melakukan pematangan serviks terlebih dahulu dengan
misoprostol. Jika serviks sudah matang, setelah itu dilanjutkan dengan pemberian
drip oksitosin pemberian drip oksitosin 5 IU dalam RL 500 cc gtt X/m dan
dinaikkan 5 gtt setiap 15 menit, maksimal gtt XL/menit sampai kontraksi uterus
adekuat. Jika sudah pembukaan lengkap, pecahkan ketuban dengan ½ kocher
(amniotomi) jika ketuban belum pecah. Jika ternyata didapatkan kesulitan/lama
pada proses persalinan, dapat dilakukan persalinan dengan bantuan vacuum atau
forceps, serta persalinan perabdominam jika persalinan pervaginam tidak
memungkinkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul BS, Trijatmo R, dan Gulardi HW. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo Edisi Keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
2. Fadlun,dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika
3. Varney, H. dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EEC
4. Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan PenyakitKandungan & Keluarga
Berencana untukPendidikan Kebidanan. Jakarta: EGC.
5. Cuningham F G, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Katharine D, et
al. Williams Obstetrics 23rd Edition. New York: Thw Mc Graw-Hill
Companies. 2010.
6. Odutayo K, Odunsi K. 2006. Post Term Pregnancy. Vol 2. No 9. Yale-
New Haven Hospital: England. (http://www.hygeia.org/poems23.htm,
diakses tanggal 4 Oktober 2015).
7. Wiknjosastro. H., Ilmu Kebidanan, edisi III, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Kehamilan Lewat Waktu, Jakarta, 2002 hal: 317-
320
8. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas kedokteran Universitas
Padjajaran Bandung. 1982. Obstetri Patologi. Penerbit : Elstar Offset.
Bandung
9. Rosa C. 2001. Postdate Pregnancy in: Obstetrics and Gynecology
Principles for Practice, McGraw-Hill. New York, America: 388-395.
10. Sari, Sagita D. 2017. Kehamilan, Persalinan, Bayi Preterm & Postterm
Disertai Evidence Based. Palembang: Noerfikri
11. Handaria, Diana. 2001. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Kehamilan Lewat Waktu (Thesis). Semarang : Program Pendidikan
Spesialis I Obstetri-Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai