KEHAMILAN POSTTERM
Oleh:
Pembimbing:
dr. Hj. Fatimah Usman, SpOG(K)
Laporan Kasus
Oleh:
Nur Mahmudah, S.Ked 04054821820090
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Periode 31
Desember 2018 – 4 Maret 2019.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Kehamilan Post Term”.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada dr. Hj. Fatimah Usman,
SpOG(K) selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penulisan dan penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Ny. PW
b. Umur : 25 tahun
c. Alamat : Jl. Madang Dalam II Lorong Damai I No. 1463
d. Suku : Komering
e. Bangsa : Indonesia
f. Agama : Islam
g. Pendidikan terakhir : S1
h. Pekerjaan : PNS
i. Status pernikahan : Menikah
j. MRS : 31 Januari 2019, pukul 09.00 WIB
Riwayat KB
Disangkal
Pemeriksaan Khusus
Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
edema palpebra (-), pupil isokor 3mm,
refleks cahaya (+/+).
Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret
(-), perdarahan (-).
Telinga : CAE dextra et sinistra lapang, sekret (-),
serumen (+), membran timpani intak.
Mulut : Perdarahan di gusi (-), sianosis sirkumoral
(-), mukosa mulut dan bibir kering (-),
fisura (-), cheilitis (-).
Lidah : Atropi papil (-).
Faring/Tonsil : Dinding faring posterior hiperemis (-),
tonsil T1-T1, tonsil tidak hiperemis, detritus
(-).
Leher
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, JVP (5-2) cmH2O
Thorax
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler normal di kedua lapangan paru,
ronkhi (-), wheezing (-).
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Lihat pemeriksaan obstetrik
PEMERIKSAAN OBSTETRIK
Pemeriksaan Luar:
Tinggi fundus uteri 3 jari bawah processus xyphoideus (38 cm), letak memanjang,
punggung kiri, presentasi kepala, penurunan 5/5, his tidak ada, DJJ 138 x/menit,
TBJ 3875 gram.
Pemeriksaan Dalam:
Portio lunak, letak posterior, eff 0 %, pembukaan 0 cm, ketuban (+), kepala, H I,
penunjuk belum dapat dinilai.
USG
- Tampak janin tunggal hidup presentasi kepala
- Biometri janin: - BPD: 100 mm
- HC: 354 mm
- AC: 374 mm
- FL: 84 mm
- SDP 18 mm
- Plasenta di korpus belakang, kalsifikasi grade III
Kesan: Hamil 43 minggu janin tunggal hidup presentasi kepala
IV. PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Pemeriksaan laboratorium (31 Januari 2019)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi
Hb 12,0 mg/dl 11,7-15,5 mg/dl
RBC 4,61 juta/m3 4,2-4,87 juta/m3
WBC 12,1 x 103/m3 4,5-11 x 103/m3
Ht 46% 43-49 %
Trombosit 198.000/m3 150-450/m3
Diff. Count 0/1/74/20/5 0-1/1-6/50-70/20-
40/2-8
V. DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0 hamil 43 minggu belum inpartu, janin tunggal hidup presentasi
kepala.
VI. TATALAKSANA
Non-Farmakologis
Edukasi kehamilan postterm dan komplikasinya
Observasi tanda vital ibu, His, dan DJJ
Mengosongkan kandung kemih
R/partus pervaginam
Evaluasi kemajuan persalinan dengan partograf WHO modifikasi
R/ Amniotomi jika ketuban masih utuh saat pembukaan lengkap
Farmakologis
Misoprostol 25 microgram/6 jam pervaginam
R/ drip oksitosin 5 IU dalam RL 500 cc gtt X/m dan dinaikkan setiap 15 menit
maksimal gtt XL/m pertahankan jika his adekuat
VII. PROGNOSIS
Prognosis ibu : dubia ad bonam
Prognosis janin : dubia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat
waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy,
postdate/post datisme atau pascamaturitas.2
Menurut definisi yang dirumuskan oleh American College of Obstetricians
and Gynecologists (2004), kehamilan postterm adalah kehamilan yang
berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari pertama
siklus haid terakhir (HPHT).5
3.2 Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan lewat waktu bervariasi antara 4%-14% dengan
rata-rata sebesar 10% akan berlangsung sampai 42 minggu atau lebih. Insiden
postterm ini diperkirakan berkisar 3-12% dari seluruh kehamilan. Namun jika
penentuan usia kehamilan menggunakan kriteria ultrasound, insiden postterm
dapat lebih rendah, berkisar antara 3-6%. Hanya 1-4% dari seluruh kehamilan
yang berlanjut sampai 43 minggu. Hal ini sangat tergantung kepada kriteria
yang digunakan untuk mendiagnosis. Sebanyak 10% ibu lupa tanggal haid
terakhirnya sehingga terjadi kesukaran dalam menentukan secara tepat saat
ovulasi.2,6,7
Menurut Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi (POGI),
insidens kehamilan lewat waktu sangat bervariasi antara lain:,7,8,9
- Insidens kehamilan 42 minggu lengkap : 4 – 14 %, 43 minggu lengkap
2-7 %.
- Insidens kehamilan post-term tergantung pada beberapa faktor : tingkat
pendidikan masyarakat, frekuensi kelahiran pre-term, frekuensi induksi
persalinan, frekuensi seksio sesaria elektif, pemakaian USG untuk
menentukan usia kehamilan.
- Secara spesifik, insidens kehamilan post-term akan rendah jika frekuensi
kelahiran pre-term tinggi, bila angka induksi persalinan dan seksio sesaria
elektif tinggi, dan bila USG dipakai lebih sering untuk menentukan usia
kehamilan.
3.7 Tatalaksana
Tidak ada ketentuan atau aturan yang pasti dan perlu dipertimbangkan
masing-masing kasus dalam pengelolaan kehamilan postterm. Beberapa
masalah yang sering dihadapi pada pengelolaan kehamilan postterm antara
lain sebagai berikut:7
- Pada beberapa penderita, umur kehamilan tidak selalu dapat ditentukan
dengan tepat, sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana yang
diperkirakan.
- Sukar menentukan apakah janin akan mati, berlangsung terus, atau
mengalami morbiditas serius bila tetap dalam rahim.
- Sebagian besar janin tetap dalam keadaan baik dan tumbuh terus sesuai
dengan tambahnya umur kehamilan dan tumbuh semakin besar.
- Pada saat kehamilan mencapai 42 minggu, pada beberapa penderita
didapatkan sekitar 70% serviks belum matang (unfavorable) dengan nilai
Bishop rendah sehingga induksi tidak selalu berhasil.
- Persalinan yang berlarut-larut akan sangat merugikan bayi postmatur.
- Pada postterm sering terjadi disproporsi kepala panggul dan distosia bahu
(8% pada kehamilan genap bulan, 14% pada postterm).
- Janin postterm lebih peka terhadap obat penenang dan narkose, sehingga
perlu penetapan jenis narkose yang sesuai bila dilakukan bedah sesar
(risiko bedah sesar 0,7% pada genap bulan, dan 1,3% pada postterm).
- Pemecahan selaput ketuban harus dengan pertimbangan matang. Pada
oligohidramnion pemecahan selaput ketuban akan meningkatkan risiko
kompresi tali pusat tetapi sebaliknya dengan pemecahan selaput ketuban
akan dapat diketahui adanya mekonium dalam cairan amnion.
Sampai saat ini masih terdapat beberapa kontroversi dalam pengelolaan
kehamilan postterm, antara lain:
- Apakah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara aktif yaitu dilakukan
induksi setelah ditegakkan diagnosis postterm ataukah sebaiknya
dilakukan pengelolaan secara ekspektatif/menunggu.
- Bila dilakukan pengelolaan aktif, apakah kehamilan sebaiknya diakhiri
pada usia kehamilan 41 atau 42 minggu.
Pengelolaan aktif
Pengelolaan aktif yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia
kehamilan 41 atau 42 minggu untuk memperkecil risiko terhadap janin.
Pengelolaan pasif/menunggu/ekspektatif didasarkan pandangan bahwa
persalinan anjuran yang dilakukan seata-mata atas dasar postterm
mempunyai risiko/komplikasi cukup besar terutama risiko persalinan operatif
sehingga menganjurkan untuk dilakukan pengawasan terus-menerus terhadap
kesejahteraan janin, baik secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan
berlangsung dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri
kehamilan. Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pengelolaan kehamilan postterm adalah sebagai berikut:7
- Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan
(postterm) atau bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan
kepada dua variasi dari postterm ini.
- Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.
Pemeriksaan kardiotokografi seperti nonstress test (NST) dan
contraction stress test dapat mengetahui kesejahteraan janin sebagai
reaksi terhadap gerak janin atau kontraksi uterus. Bila didapat hasil
reaktif, maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan kemungkinan
besar janin baik. Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan besar
janin, denyut jantung janin, gangguan pertumbuhan janin, keadaan
dan derajat kematangan plasenta, jumlah (indeks cairan amnion) dan
kualitas air ketuban.
Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan seperti
pemeriksaan kadar estriol.
Gerakan janin dapat ditentukan secara objektif dengan tokografi
(normal rata-rata 7 kali/20 menit) atau secara objektif dengan
tokografi (normal 10 kali/20 menit).
Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih
mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya, air ketuban sedikit
dan mengandung mekonium akan mengalami risiko 33 % asfiksia.
- Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini
memegang peranan penting dalam pengelolaan kehamilan postterm.
Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat
segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana
serviks telah matang.
Pada umumnya, penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan
mencapai 41 minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan
bertambahnya umur kehamilan, maka dapat terjadi keadaan yang kurang
menguntungkan, seperti janin tumbuh makin besar atau sebaliknya, terjadi
kemunduran fungsi plasenta dan oligohidramnion. Kematian janin meningkat
5-7 % pada persalinan 42 minggu atau lebih.7
- Bila serviks telah matang (dengan nilai Bishop > 5) dilakukan induksi
persalinan dan dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya
persalinan dan keadaan janin. Induksi pada serviks yang telah matang
akan menurunkan risiko kegagalan ataupun persalinan tindakan.
- Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila
kehamilan tidak diakhiri:
NST dan penilaian volume kantong anion. Bila keduanya normal,
kehamilan dapat dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan
seminggu dua kali.
Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertical
atau indeks cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi variabel pada
NST, maka dilakukan induksi persalinan.
Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes pada
kontraksi (CST) harus dilakukan. Bila hasil CST positif, terjadi
deselerasi lambat berulang, variabilitas abnormal (< 5/20 menit)
menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin, mendorong agar janin
segera dilahirkan dengan mempertimbangkan bedah sesar. Sementara
itu, bila CST negative kehamilan dapat dibiarkan berlangsung dan
penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.
Keadaan serviks (skor Bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan
pasien dan kehamilan dapat diakhiri bila serviks matang.
- Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.
Induksi Persalinan
Diperlukan tindakan untuk mempercepat persalinan jika jiwa ibu dan
janin terancam. Keputusan untuk mempercepat persalinan harus selalu
ditetapkan dengan membandingkan risiko dan manfaat masing-masing
penatalaksanaan tersebut. Secara umum metode induksi yang paling efektif
adalah dengan meningkatkan denyut jantung janin dan hiperstimulasi pada
uterus. Prinsip dari tata laksana kehamilan lewat waktu ialah merencanakan
pengakhiran kehamilan. Cara pengakhiran kehamilan tergantung dari hasil
pemeriksaan kesejahteraan janin dan penilaian skor pelvik (pelvic score=PS).
Menurut American college of obstetricians dan Gynecologist, hasil yang
diharapkan dari induksi persalinan adalah “ ibu dapat melahirkan bayi
pervaginam setelah kontraksi distimulasi sebelum persalinan spontan
terjadi”. Metode Induksi persalinan dapat berupa secara farmakologis dan
secara non farmakologis:
- Farmakologis
a. Prostaglandin
Prostaglandin bereaksi pada serviks untuk membantu pematangan
serviks melalui sejumlah mekanisme yang berbeda. Ia menggantikan
substansi ekstraseluler pada serviks, dan PGE2 meningkatkan aktivitas
kolagenase pada serviks. Ia menyebabkan peningkatan kadar elastase,
glikosaminoglikan, dermatan sulfat, dan asam hialuronat pada serviks.
Relaksasi pada otot polos serviks menyebabkan dilatasi. Pada akhirnya,
prostaglandin menyebabkan peningkatan kadar kalsium intraseluler,
sehingga menyebabkan kontraksi otot miometrium. Risiko yang
berhubungan dengan penggunaan prostaglandin meliputi hiperstimulasi
uterus dan efek samping maternal seperti mual, muntah, diare, dan
demam.
b. Oksitosin
Oksitosin merupakan agen farmakologi yang lebih disukai untuk
menginduksi persalinan apabila serviks telah matang. Konsentrasi
oksitosin dalam plasma serupa selama kehamilan dan selama fase laten
dan fase aktif persalinan, namun terdapat peningkatan yang bermakna
dalam kadar oksitosin plasma selama fase akhir dari kala II persalinan.
Konsentrasi oksitosin tertinggi selama persalinan ditemukan dalam darah
tali pusat, yang menunjukkan bahwa adanya produksi oksitosin yang
bermakna oleh janin selama persalinan.
c. Misoprostol
Misoprostol (Cytotec) merupakan PGE sintetis, analog yang
ditemukan aman dan tidak mahal untuk pematangan serviks, meskipun
tidak diberi label oleh Food and drug administration di Amerika Serikat
untuk tujuan ini. Penggunaan misoprostol tidak direkomendasikan pada
pematangan serviks atau induksi persalinan pada wanita yang pernah
mengalami persalinan dengan seksio sesaria atau operasi uterus mayor
karena kemungkinan terjadinya ruptur uteri. Wanita yang diterapi dengan
misoprostol untuk pematangan serviks atau induksi persalinan harus
dimonitor denyut jantung janin dan aktivitas uterusnya di rumah sakit
sampai penelitian lebih lanjut mampu mengevaluasi dan membuktikan
keamanan terapi pada pasien.
Uji klinis menunjukkan bahwa dosis optimal dan pemberian interval
dosis 25 mcg intravagina setiap empat sampai enam jam. Dosis yang
lebih tinggi atau interval dosis yang lebih pendek dihubungkan dengan
insidensi efek samping yang lebih tinggi, khususnya sindroma
hiperstimulasi, yang didefinisikan sebagai kontraksi yang berakhir lebih
dari 90 detik atau lebih dari lima kontraksi dalam 10 menit selama dua
periode .10 menit berurutan, dan hipersistole, suatu kontraksi tunggal
selama minimal dua menit. Teknik penggunaan misoprostol vagina
adalah sebagai berikut :
Masukkan seperempat tablet misoprostol intravagina, tanpa
menggunakan gel apapun (gel dapat mencegah tablet melarut)
Pasien harus tetap berbaring selama 30 menit
Monitor denyut jantung janin dan aktivitas uterus secara kontinyu
selama minimal 3 jam setelah pemberian misoprostol sebelum
pasien boleh bergerak
Apabila dibutuhkan tambahan oksitosin (pitosin), direkomendasikan
interval minimal 3 jam setelah dosis misoprostol terakhir
Tidak direkomendasikan pematangan serviks pada pasien-pasien
yang memiliki skar uterus.
- Non Farmakologis
a. Amniotomi
Diduga bahwa amniotomi meningkatkan produksi atau menyebabkan
pelepasan prostaglandin secara lokal. Risiko yang berhubungan dengan
prosedur ini meliputi tali pusat menumbung atau kompresi tali pusat,
infeksi maternal atau neonatus, deselerasi denyut jantung janin,
perdarahan dari plasenta previa atau plasenta letak rendah dan
kemungkinan luka pada janin.
b. Rangsangan pada Puting Susu
Stimulasi payudara ini telah direkomendasikan sejak zaman
Hipocrates dan diyakini dapat merangsang timbulnya kontraksi uterus
dan inisiasi persalinan. Sebagaimana diketahui rangsangan puting susu
dapat memfasilitasi pelepasan oksitosin dari kelenjar hipofisis posterior
sehingga terjadi kontraksi rahim. Teknik yang paling sering dilakukan
yaitu pemijatan dengan lembut pada payudara atau kompres hangat pada
payudara selama satu jam, tiga kali sehari.
c. Pemakaian Rangsangan Listrik
Dengan dua electrode, yang satu diletakkan dalam serviks, sedang
yang lain ditempelkan pada kulit dinding perut, kemudian dialirkan
listrik yang akan memberi rangsangan pada serviks untuk menimbulkan
kontraksi rahim. Bentuk alat ini bermacam-macam, bahkan ada yang
ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa-bawa dan ibu tidak perlu
tinggal di rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujui
pasien.
BAB IV
ANALISIS KASUS
Ny.PW usia 25 tahun G1P0A0 dengan hamil usia 44 minggu datang ke Poli
RSMH mengeluh hamil lewat waktu namun tidak kunjung merasa mulas. Riwayat
keluar darah lendir (-), riwayat keluar air-air (-), menunjukkan bahwa belum ada
tanda-tanda inpartu. Sakit gigi (-), demam (-), menunjukkan tidak adanya tanda-
tanda dari terjadinya infeksi. Pasien mengaku kontrol kehamilan setiap bulan di
bidan. Pasien mengaku baru hamil yang pertama dan gerakan janin masih
dirasakan.
Kehamilan yang berlangsung selama lebih atau sama dengan 42 minggu
atau 294 hari disebut sebagai kehamilan postterm atau kehamilan serotinus. Pada
pasien ini usia kehamilan merupakan 44 minggu sehingga dapat dikatakan
kehamilan postterm.
Penyebab terjadinya kehamilan postterm sampai saat ini masih belum
jelas. Namun diduga penyebab tersering adalah karena kesalahan dalam
mengingat hari pertama mens terakhir (HPHT). Terdapat pula beberapa faktor
risiko terjadinya kehamilan post term seperti primiparitas, obesitas, riwayat
kehamilan post term, herediter, serta pengaruh hormonal, beberapa diantaranya
terdapat pada pasien.
Berdasarkan anamnesis, diketahui usia pasien 25 tahun. Saat ini pasien
hamil untuk pertama kalinya, belum pernah melahirkan dan belum pernah abortus.
Pasien menarche pada usia 12 tahun, siklus teratur 28 hari, dan HPHT pasien
tanggal 28 Maret 2018. Jika dihitung berdasarkan rumus Neagle, taksiran
persalinan pasien seharusnya jatuh pada tanggal 4 Januari 2019 atau tepat 40
minggu. Sehingga saat ini diperkirakan usia kehamilan pasien adalah 43 minggu.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan IMT pasien adalah 27,34 yang
termasuk dalam kategori obese IMT tingkat 1. Hubungan antara obesitas dan
kehamilan post term belum diketahui secara pasti. Namun hal ini diduga karena
wanita obesitas memiliki jaringan adiposa yang banyak serta status metabolism
yang tinggi jika dibandingkan non-obese. Jaringan adiposa diketahui lebih aktif
secara hormonal karena jumlah precursor hormone yang dimiliki juga lebih
banyak dibandingkan dengan non-obese. Hal ini menyebabkan kadar estriol
cenderung tinggi sehingga uterus kurang peka terhadap oksitosin dan persalinan
tidak terjadi.
Tekanan darah pasien didapatkan sedikit meningkat yakni 130/80 mmHg.
Terjadinya peningkatan tekanan darah ini diduga disebabkan oleh kalsifikasi
plasenta yang memang normalnya terjadi pada kehamilan lewat waktu, dan
semakin memberat seiring bertambahnya usia kehamilan, yaitu plasenta grade III.
Pada pemeriksaan fisik obstetric, didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari
bawah processus xyphoideus (38 cm), letak memanjang, punggung kiri, presentasi
kepala, penurunan 5/5, His tidak ada, DJJ 138 x/menit. Berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik obstetric ini, dapat dihitung taksiran berat janin menggunakan
rumus Jonson Thosack, yaitu 3875 gram. Pada pemeriksaan dalam, didapatkan
portio lunak, letak posterior, eff 0%, pembukaan 0 cm, ketuban (+), kepala, H I,
penunjuk belum dapat dinilai, sehingga dapat diketahui bahwa pasien belum
inpartu. Didapatkan perhitungan Bishop score: 2.
Dari pemeriksaan USG didapatkan kesan hamil 44 minggu janin tunggal
hidup presentasi kepala. Didapatkan pula SDP 18 mm yang menandakan
oligohidramnion serta kalsifikasi plasenta grade III. Dengan demikian, kehamilan
yang dialami pasien ini menunjukkan ciri-ciri kehamilan postterm.
Dari anamnesis didapatkan bahwa os mengaku gerakan anak masih
dirasakan. Kemudian dari pemeriksaan fisik didapatkan janin dengan presentasi
kepala dan USG didapatkan tampak janin tunggal hidup presentasi kepala.Dengan
demikian diagnosis Ny. PW adalah G1P0A0 hamil 43 minggu belum inpartu, janin
tunggal hidup presentasi kepala.
Berdasarkan data-data pemeriksaan yang didapat, pada pasien ini harus
dilakukan induksi persalinan menginat risiko komplikasi yang dapat terjadi baik
pada ibu maupun janin. Pada pasien ini rencana dilakukan persalinan pervaginam.
Pasien diinduksi dengan melakukan pematangan serviks terlebih dahulu dengan
misoprostol. Jika serviks sudah matang, setelah itu dilanjutkan dengan pemberian
drip oksitosin pemberian drip oksitosin 5 IU dalam RL 500 cc gtt X/m dan
dinaikkan 5 gtt setiap 15 menit, maksimal gtt XL/menit sampai kontraksi uterus
adekuat. Jika sudah pembukaan lengkap, pecahkan ketuban dengan ½ kocher
(amniotomi) jika ketuban belum pecah. Jika ternyata didapatkan kesulitan/lama
pada proses persalinan, dapat dilakukan persalinan dengan bantuan vacuum atau
forceps, serta persalinan perabdominam jika persalinan pervaginam tidak
memungkinkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdul BS, Trijatmo R, dan Gulardi HW. 2010. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo Edisi Keempat. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
2. Fadlun,dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika
3. Varney, H. dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EEC
4. Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan PenyakitKandungan & Keluarga
Berencana untukPendidikan Kebidanan. Jakarta: EGC.
5. Cuningham F G, Norman F, Kenneth J, Larry C, John C, Katharine D, et
al. Williams Obstetrics 23rd Edition. New York: Thw Mc Graw-Hill
Companies. 2010.
6. Odutayo K, Odunsi K. 2006. Post Term Pregnancy. Vol 2. No 9. Yale-
New Haven Hospital: England. (http://www.hygeia.org/poems23.htm,
diakses tanggal 4 Oktober 2015).
7. Wiknjosastro. H., Ilmu Kebidanan, edisi III, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Kehamilan Lewat Waktu, Jakarta, 2002 hal: 317-
320
8. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas kedokteran Universitas
Padjajaran Bandung. 1982. Obstetri Patologi. Penerbit : Elstar Offset.
Bandung
9. Rosa C. 2001. Postdate Pregnancy in: Obstetrics and Gynecology
Principles for Practice, McGraw-Hill. New York, America: 388-395.
10. Sari, Sagita D. 2017. Kehamilan, Persalinan, Bayi Preterm & Postterm
Disertai Evidence Based. Palembang: Noerfikri
11. Handaria, Diana. 2001. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Kehamilan Lewat Waktu (Thesis). Semarang : Program Pendidikan
Spesialis I Obstetri-Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.