Evidence Based Medicine: Dr. Moch. Ma'roef, SP - OG
Evidence Based Medicine: Dr. Moch. Ma'roef, SP - OG
Pembimbing :
Oleh:
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
A. Definisi EBM (Evidence Based Medicine)
EBM merupakan suatu pendekatan medis yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah
terkini untuk keperluan pelayanan kesehatan penderita (Seckett et al,1996). EBM adalah
suatu proses yang digunakan secara sistematik untuk menemukan,menelaah/mereview,
dan memanfaatkan hasil-hasil studi sebagai dasar dari pengambilan keputusan klinik.
EBM adalah penggunaan teliti, tegas dan bijaksana berbasis bukti saat membuat
keputusan tentang perawatan individu pasien. Praktek EBM berarti mengintegrasikan
individu dengan keahlian klinis terbaik eksternal yang tersedia bukti dari penelitian
sistematis (DL Sackett). EBM ini digunakan Sebagai Paradigma baru ilmu kedokteran ,
Dasar praktek kedokteran harus berdasar bukti ilmiah yg terkini dan dipercaya (baik
klinis maupun statistik) karena EBM sendiri adalah suatu teknik yang digunakan untuk
pengambilan keputusan dalam mengelola pasien dengan mengintegrasikan tiga faktor
yaitu : 1) Clinical Expertise 2)Patients Values dan 3) the best research evidence. Bukti-
bukti ilmiah berasal dari studi-studi yg dilakukan dgn metodologi yg terpercaya
Randomized Controlled trial. Variable-variabel penelitian yang harus diuukur dan dinilai
secara objektif. Dan metode pengukuran harus terhindar dari resiko bias
Dengan kata lain EBM adalah cara untuk membantu dokter dalam membuat
keputusan saat merawat pasien sesuai dengan kebutuhan pasien dan keahlian klinis dokter
berdasarkan bukti-bukti ilmiah.
B. Tujuan EBM
EBM diperlukan karena perkembangan dunia kesehatan begitu pesat dan bukti
ilmiah yang tersedia begitu banyak.Pengobatan yang sekarang dikatakan paling baik
belum tentu beberapa tahun ke depan masih juga paling baik. Sedangkan tidak semua
ilmu pengetahuan baru yang jumlahnya bisa ratusan itu kita butuhkan. Karenanya
diperlukan EBM yang menggunakan pendekatan pencarian sumber ilmiah sesuai
kebutuhan akan informasi bagi individual dokter yang dipicu dari masalah yang dihadapi
pasiennya disesuaikan dengan pengalaman dan kemampuan klinis dokter tersebut. Tujuan
EBM adalah,
Pertama, EBM mengembangkan sistem pengambilan keputusan klinis berbasis
bukti terbaik, yaitu bukti dari riset yang menggunakan metodologi yang benar.
Metodologi yang benar diperoleh dari penggunaan prinsip, konsep, dan metode
kuantitatif epidemiologi. Pengambilan keputusan klinis yang didukung oleh bukti ilmiah
yang kuat memberikan hasil yang lebih bisa diandalkan (BMJ Evidence Centre, 2010).
Dengan menggunakan bukti-bukti yang terbaik dan relevan dengan masalah pasien atau
sekelompok pasien, dokter dapat memilih tes diagnostik yang berguna, dapat
mendiagnosis penyakit dengan tepat, memilih terapi yang terbaik, dan memilih metode
yang terbaik untuk mencegah penyakit. Beberapa dokter mungkin berargumen, mereka
telah menggunakan bukti dalam membuat keputusan. Apakah bukti tersebut merupakan
bukti yang baik? Tidak. Bukti yang diklaim kebanyakan dokter hanya merupakan
pengalaman keberhasilan terapi yang telah diberikan kepada pasien sebelumnya, nasihat
mentor/ senior/ kolega, pendapat pakar, bukti yang diperoleh secara acak dari artikel
jurnal, abstrak, seminar, simposium. Bukti itu merupakan informasi bias yang diberikan
oleh industri farmasi dan detailer obat. Sebagian dokter menelan begitu saja informasi
tanpa menilai kritis kebenarannya, suatu sikap yang disebut gullible yang menyebabkan
dokter poorly-informed dan tidak independen dalam membuat keputusan medis (Montori
dan Guyatt, 2008).
Kedua, EBM mengembalikan fokus perhatian dokter dari pelayanan medis
berorientasi penyakit ke pelayanan medis berorientasi pasien (patient-centered medical
care). Selama lebih dari 80 tahun sccara kasat mata terlihat kecenderungan bahwa praktik
kedokteran telah terjebak pada paradigma reduksionis‖, yang memereteli pendekatan
holistik menjadi pendekatan fragmented dalam memandang dan mengatasi masalah klinis
pasien. Dengan pendekatan reduksionis, bukti-bukti yang dicari adalah bukti yang
berorientasi penyakit, yaitu surrogate end points‖, intermediate outcome, bukti-bukti
laboratorium, bukannya bukti yang bernilai bagi pasien, bukti-bukti yang menunjukkan
perbaikan klinis yang dirasakan pasien. EBM bertujuan meletakkan kembali pasien
sebagai principal atau pusat pelayanan medis. EBM mengembalikan fokus perhatian
bahwa tujuan sesungguhnya pelayanan medis adalah untuk membantu pasien hidup lebih
panjang, lebih sehat, lebih produktif, dengan kehidupan yang bebas dari gejala
ketidaknyamanan. Implikasi dari re-orientasi praktik kedokteran tersebut, bukti-bukti
yang dicari dalam EBM bukan bukti-bukti yang berorientasi penyakit (Disease-Oriented
Evidence, DOE), melainkan bukti yang berorientasi pasien (Patient-Oriented Evidence
that Matters, POEM).
C. Kelebihan EBM
• Praktisi medik, khususnya dokter umum, tidak mungkin tahu segalanya. EBM
membantu para dokter memberi informasi yang lebih luas
• MEDLINE dan database yang serupa mempunyai beberapa keuntungan.Untuk
praktisi medik, ini merupakan cara mendapatkan informasi yang bermutu baik
dan terkini yang mempunyai kecenderungan bisa kecil dibanding informasi yang
diperoleh dari sumber yang lain (misalnya dari perusahaan).
• Para dokter dapat menemukan informasi yang pada awalnya mereka tidak tahu
bahwa mereka membutuhkan, tetapi ternyata sangat penting untuk praktik klinik
yang baik.
• Bukti dapat dipakai untuk mengukur outcome (bukti empirik), ini memungkinkan
masyarakat untuk menilai kemungkinan mendapatkan manfaat dari terapi atau
aktivitas tertentu daripada hanya sekedar mempertimbangkan mekanisme yang
mendasari.
• Pasien menyukai pendekatan empirik EBM karena lebih muda dimengerti dan
memungkinkan mereka untuk berbagi dalam membuat keputusan sehingga
mengurangi peluang untuk tuntutan hukum dikemudian hari.
• Penelusuran elektronik dapat memunculkan informasi bermanfaat lainnya yang
mungkin menguntungkan pasien
D. Hambatan EBM
Hambatan yang jelas dirasakan adalah mengenai dana, yaitu keperluan dana yang
sangat besar dan kadang-kadang kurang dimanfaatkan selama berkembangnya penelitian
di bidang kedokteran. Selain itu, tidak adanya akses yang cukup untuk memperoleh
informasi mutakhir dan sahih tentang kemajuan ilmu pengetahuan. Dari sisi dokternya,
dokter merasa memiliki kemampuan klinik yang cukup untuk menangani pasien karena
dokter sibuk dengan berbagai macam kegiatan. Mereka belum menyadari timbulnya
gugatan-gugatan dari pasien terhadap penatalaksanaan perawatan yang kadang-kadang
salah dan ketinggalan zaman. Dokter baru akan menyadari pentingnya evidence based
medicine, jika ada pasien yang dirugikan dan mengajukan tuntutan
E. Langkah-Langkah EBM
Langkah dalam proses EBM adalah sebagai berikut :
1. Diawali dengan identifikasi masalah dari pasien atau yang timbul selama proses
tatalaksana penyakit pasien;
2. Dilanjutkan dengan membuat formulasi pertanyaan dari masalah klinis tersebut;
3. Pilihlah sumber yang tepat untuk mencari jawaban yang benar bagi pertanyaan
tersebut dari literatur ilmiah;
4. Lakukan telaah kritis terhadap literatur yang didapatkan untuk menilai validitas
(mendekati kebenaran), pentingnya hasil penelitian itu serta kemungkinan
penerapannya pada pasien;
5. Setelah mendapatkan hasil telaah kritis, integrasikan bukti tersebut dengan
kemampuan klinis anda dan preferensi pasien yang seharusnya mendapatkan
probabilitas pemecahan masalah pelayanan pasien yang lebih baik;
6. Evaluasi proses penatalaksanaan penyakit / masalah pasien anda .. Apakah
berhasil atau masih memerlukan tindakan lain?
Meta-
Analysis
Systematic
Review SemakinTdk
Randomized Semakin Bagus
Bagus
Controlled Trial
Cohort studies
Gambar diatas menggambarkan urutan tingkat kualitas penelitian yang ada dalm
jurnal dari tingkat paling bagus disebelah atas ke tingkat paling tidak bagus disebelah
bawah. Makin keatas makin bagus tapi jumlah jurnal atau penelitiannya juga semakin
sedikit.