Anda di halaman 1dari 23

Aasuhan keperawatan luka bakar pada anak

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar
merupakan salah satu jenis trauma yang mempunyai angka morbiditas dan mortalitas tinggi
yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok ) sampai fase lanjut.
Pada kasus luka bakar ini harus diperhatikan berbagai aspek, karena pada kasus luka bakar
memerlukan biaya yang sangat besar, perlu perawatan yang lama, perlu operasi berulang kali,
bahkan meskipun sembuh bisa menimbulkan kecacatan yang menetap, sehingga penanganan
luka bakar sebaiknya dikelola oleh tim trauma yang terdiri dari tim spesialis bedah ( bedah
plastik, bedah toraks, bedah anak ), intensitas, spesialis penyakit dalam (khususnya hematologi,
gastroenterologi, ginjal dan hipertensi), ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikolog,
namun celakanya seringkali menimpa orang-orang yang tidak mampu.
Luka bakar pada penatalaksanaan antara anak dan dewasa pada prinsipnya sama namun
pada anak akibat luka bakar dapat menjadi lebih serius. Hal ini disebabkan anak memiliki
lapisan kulit yang lebih tipis, lebih mudah untuk kehilangan cairan, lebih rentan untuk
mengalami hipotermia (penurunan suhu tubuh akibat pendinginan).
Luka bakar pada anak 65,7% disebabkan oleh air panas atau uap panas (scald). Mayoritas
dari luka bakar pada anak-anak terjadi di rumah dan sebagian besar dapat dicegah. Dapur dan
ruang makan merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar. Anak
yang memegang oven, menarik taplak dimana di atasnya terdapat air panas, minuman panas atau
makanan panas.
Prognosis dan penangangan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya
permukaan luka bakar; dan penanganan sejak fase awal sampai penyembuhan. Selain itu faktor
letak daerah yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan
kecepatan penyembuhan.
Oleh karena itu, semua orang khususnya orangtua, harus meningkatkan pengetahuan
mengenai luka bakar dan penanganannya, terutama pada anak-anak.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum peneliti adalah memberikan asuhan keperawatan pada pasien luka bakar
sesuai dengan diagnosa yang muncul.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus peneliti bertujuan agar mahasiswa :
a. Dapat melakukan pengkajian dengan cara mencari data subyektif dan data obyektif
pada pasien luka bakar.
b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien luka bakar berdasarkan data yang
didapatkan.
c. Dapat menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien luka bakar.
d. Dapat melakukan tindakan keperawatan pada pasien luka bakar
e. Dapat melakukan evaluasi pada pasien luka bakar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Luka Bakar


Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh energi panas
atau bahan kimia atau benda-benda fisik yang menghasilkan efek baik memanaskan atau
mendinginkan.Luka bakar (combustio) adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (
Moenajat, 2001).
Luka bakar merupakan ruda paksa yang disebakan oleh tehnis. Kerusakan yang terjadi pada
penderita tidak hanya mengenai kulit saja, tetapi juga organ lain. Penyebab ruda paksa tehnis ini
berupa api, air, panas, listrik, bahkan kimia radiasi, dll. Luka bakar adalah suatu keadaan dimana
integritas kulit atau mukosa terputus akibat trauma api, air panas, uap metal, panas, zat kimia
dan listrik atau radiasi.
Luka bakar adalah luka yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas,
bahkan kimia dan radiasi, juga sebab kontak dengan suhu rendah (frosh bite). (Mansjoer 2000 :
365).
Apabila luka bakar digolongkan berdasarkan usia pasien dan jenis cedera maka polanya
adalah:
1. Toddler lebih sering menderita luka bakar akibat tersiram air panas
2. Anak-anak yang lebih besar lebih cenderung mengalami luka bakar akibat api
3. 20% dari semua kasus pediatrik dapat disebabkan oleh penganiaan anak (Herndon
dkk,1996)
4. Anak-anak yang bermain korek api atau pemantik api menyebbabkan 1 dari 10 kasus
kebakaran rumah.
Luasnya destruksi jarinang ditentukan dengan mempertimbangkan intensitas sumber panas,
durasi kontak atau pajanan, konduktifitas jariangan yang terkena, ddan kecepatan energi panas
meresap kedalam kulit. Pajanan singkat terhadap panas berintensitas tinggi akibat api dapat
mengakibatkan luka bakar yang sama dengan luka bakar akibat pajanan lama terhadap panas
berintensitas dalam air panas.( wong,2008)
B. Etiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ketubuh. Panas tersebut
mungkin dipindankan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Berbagai faktor dapat
menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar juga dipengaruhi oleh cara dan lamanya
kontak dengan sumber panas (misal suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar,
sumber panas : api, air panas dan minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat
terjadi kebakaran dan ruangan yang tertutup.
Faktor yang menjadi penyebab beratnya luka bakar antara lain :
1. Keluasan luka bakar
2. Kedalaman luka bakar
3. Umur pasien
4. Agen penyebab
5. Fraktur atau luka – luka lain yang menyertai
6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti diabetes, jantung, ginjal, dll
7. Obesitas
8. Adanya trauma inhalasi

C. Patofisiologi
Cedera panas menghasilkan efek lokal dan efek sistemik yang berkaitan dengan luasnya
destruksi jaringan. Pada luka bakar suferfisial, kerusakan jaringan minimal. pada luka bakar
ketebalan/sebagian terjadi edema dan kerusakan kapiler yang lebih parah. Dengan luka bakar
mayor lebih dari 30% TBSA, terdapat respons sistemik yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler, yang memungkinkan protein plasma, cairan, dan elektroloit hilang.
Pembentukan edema maksimal pada luka kecil terjadi sekitas 8 sampai 12 jam setelah cedera.
Setelah cedera yang lebih besar, hipovolemia, yang dikaitkan dengan fenomena tersebut, akan
melambatakan laju pementukan edema, dengan efek maksimum terjadi pada 18 sampai 24 jam.
Respon sistemik lainnya adalah anemia, yang disebbakn oleh penghancuran sel darah merah
secara langsung oleh panas, hemolisis sel darah merah yang cedera, dan terjebaknya sel darah
merah dalam trombi mikrovaskular sel-sel yang rusak. Peneurunan jumlah sel-sel darah merah
dalam jangka-panjang dapat mengakibatkan pengurangan masa hidup sel darah merah. Pada
awalnya terdapat peningkatan aliran darah ke jantung, otak, dan ginjal dengan penurunan aliran
darah ke saluran gastrointestinal. Terrdapat peningkatan metabolisme untuk mempertahankan
panas tubuh, yang disediakan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi
tubuh.(wong,2008)
Fisiologi syok pada luka bakar akibat dari lolosnya cairan dalam sirkulasi kapiler secara
massive dan berpengaruh pada sistem kardiovaskular karena hilangnya atau rusaknya kapiler,
yang menyebabkan cairan akan lolos atau hilang dari compartment intravaskuler kedalam
jaringan interstisial. Eritrosit dan leukosit tetap dalam sirkulasi dan menyebabkan peningkatan
hematokrit dan leukosit. Darah dan cairan akan hilang melalui evaporasi sehingga terjadi
kekurangan cairan.
Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh mengadakan respon
dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal yang mana dapat terjadi ilius paralitik,
tachycardia dan tachypnea merupakan kompensasi untuk menurunkan volume vaskuler dengan
meningkatkan kebutuhan oksigen terhadap injury jaringan dan perubahan sistem. Kemudian
menurunkan perfusi pada ginjal, dan terjadi vasokontriksi yang akan berakibat pada depresi
filtrasi glomerulus dan oliguri.
Repon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital dan menurunkan aliran
darah ke perifer dan organ yang tidak vital. Respon metabolik pada luka bakar adalah
hipermetabolisme yang merupakan hasil dari peningkatan sejumlah energi, peningkatan
katekolamin; dimana terjadi peningkatan temperatur dan metabolisme, hiperglikemi karena
meningkatnya pengeluaran glukosa untuk kebutuhan metabolik yang kemudian terjadi penipisan
glukosa, ketidakseimbangan nitrogen oleh karena status hipermetabolisme dan injury jaringan.
Kerusakan pada sel daerah merah dan hemolisis menimbulkan anemia, yang kemudian akan
meningkatkan curah jantung untuk mempertahankan perfusi. Pertumbuhan dapat terhambat oleh
depresi hormon pertumbuhan karena terfokus pada penyembuhan jaringan yang rusak.
Pembentukan edema karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan pada saat yang
sama terjadi vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler.
Terjadi pertukaran elektrolit yang abnormal antara sel dan cairan interstisial dimana secara
khusus natrium masuk kedalam sel dan kalium keluar dari dalam sel. Dengan demikian
mengakibatkan kekurangan sodium dalam intravaskuler.
Skema berikut menyajikan mekanisme respon luka bakar terhadap injury pada anak dan
perpindahan cairan setelah injury thermal.
 Dalam 24 jam pertama
Luka Bakar > Meningkatnya permeabilitas kapiler > Hilangnya plasma, protein, cairan dan
Elektrolit dari volume sirkulasi ke dalam rongga interstisial : hypoproteinemia, hyponatremia,
hyperkalemia > Hipovolemi > Syok
 Mobilisasi kembali cairan setelah 24 jam
Edema jaringan yang terkena luka bakar > Compartment intravascular > Hypervolemia,
hypokalemia, hypernatremia
D. Jenis-jenis Luka Bakar
1. Luka bakar listrik
Cedera listrik yang disebabkan oleh aliran listrik dirumah merupakan insiden tertinggi pada
anak-anak yang masih kecil, yang sering memasukkan bnda konduktif kedalam colokan listrik
dang menggigit atau mengisap kabel listrik yang tersambung(herndon dkk,1996)
Disebabkan oleh kontak dengan sumber tenaga bervoltage tinggi akibat arus listrik dapat
terjadi karena arus listrik mengaliri tubuh karena adanya loncatan arus listrik atau karena
ledakan tegangan tinggi antara lain akibat petir. Arus listrik menimbulkan gangguan karena
rangsangsan terhadap saraf dan otot. Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang
dilalui arus menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari loncatan arus
listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka bakar yang dalam, arus
bolak – balik menimbulkan rangsangan otot yang hebat berupa kejang – kejang. Urutan tahanan
jaringan dimulai dari yang paling rendah yaitu saraf, pembuluh darah, otot, kulit, tendo dan
tulang. Pada jaringan yang tahanannya tinggi akan lebih banyak arus yang melewatinya, maka
panas yang timbul akan lebih tinggi. Karena epidermisnya lebih tebal, telapak tangan dan kaki
mempunyai tahanan listrik lebih tinggi sehingga luka bakar yang terjadi juga lebih berat bila
daerah ini terkena arus listrik.
Ada dua jenis luka bakar listrik:
a. Luka bakar listrik kecil, yang biasanya ditimbulkan oleh gigitan kabel penyambung. Cedera
ini menyebabkan luka bakar mulut setempat, biasanya meliputi bibir atas dan bawah, yang
berhubungan langsung dengan kabel peyambung. Karena bukan merupakan cedera konduksi (
tidak meluas keluar dari tempat cedera), anak tidak perlu rawat inap dan perawatan ditujukan
pada daerah cedera yang kelihatan. Pengobatan dengan krem antibiotic sudah cukup.
b. Karakteristik luka bakar listri yang lebih penting adalah luka bakar kabel tegangan tinggi.
Penderuta harus dimandokkan tampa memandang luasnya daerah yang terbakar. Sering terjadi
cedera otot dalam yang tidak selalu dapat dilihat pada awal terjadinya cedera luka bakar. Cedera
ii biasanya barasal dari tegangan tinggi ( > 1000 volt). Misalnya pada anak kecil yang memanjat
tiang listrik dank arena keingintahuannya menyentuh kotak listrik atau secara tidak segaja
menyentuh kabel listrik tegangan tinggi. (Bherman,1996)
2. Luka bakar kimia
Luka bakar akibat zat kimia teramati pada populai pediatrik dan dapat menyebabkan luka
bakar yang luas. Tingkat keparahna cedera dikaitkan dengan agen kimia(asam, basa, atau
senyawa organik) dan durasi kontak. Mekanisme cedera berbada dengan luka bakar lainnya,
perbedaannya yaitu terdapat gangguan kimia dan perubahan kandungan fisik pada area tubuh
yang terkena.(wong,2008).
Luka bakar kimia dapat disebabkan oleh zat asam, zat basa dan zat produksi petroleum. Luka
bakar alkali lebih berbahaya daripada oleh asam, karena penetrasinya lebih dalam sehingga
kerusakan yang ditimbulkan lebih berat. Sedang asam umumnya berefek pada permukaan saja.
Zat kimia dapat bersifat oksidator sepert kaporit, kalium permanganate dan asam kromat. Bahan
korosif seperti fenol dan fosfor putih juga larutan basa seperti kalium hidroksida dan natrium
hidroksida menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi akibat penggaraman dapat disebabkan
oleh asam formiat, asetat, tanat, flourat, dan klorida. Asam sulfat merusak sel karena bersifat
cepat menarik air. Beberapa bahan dapat menyebabkan keracunan sistemik. Asam florida dan
oksalat dapat menyebabkan hipokalsemia. Asam tanat, kromat, pikrat dan fosfor dapat merusak
hati dan ginjal kalau diabsorpsi tubuh. Lisol dapat menyebabkan methemoglobinemia.
1. Luka bakar radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini
seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi
untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar
yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
E. Penilaian Derajat Luka Bakar
Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori (lihat tabel 3) yang didasarkan pada
elemen kulit yang rusak.
1. Superficial (derajat I), dengan ciri-ciri sbb:
a. Hanya mengenai lapisan epidermis
b. Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat)
c. Kulit memucat bila ditekan
d. Edema minimal
e. Tidak ada blister
f. Kulit hangat/kering
g. Nyeri / hyperethetic
h. Nyeri berkurang dengan pendinginan
i. Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam
j. Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari
Gambar luka bakar derajat I (superfisial)
2. Partial thickness (derajat II), dengan ciri sbb.:
a. Partial tihckness dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial partial thickness dan deep
partial thickness
b. Mengenai epidermis dan dermis
c. Luka tampak merah sampai pink
d. Terbentuk blister
e. Edema
f. Nyeri
g. Sensitif terhadap udara dingin
h. Penyembuhan luka :
1) Superficial partial thickness : 14 – 21 hari
2) Deep partial thickness : 21 – 28 hari (Namun demikian penyembuhannya bervariasi
tergantung dari kedalaman dan ada tidaknya infeksi).
Gambar luka bakar derajat II (partial-thickness)
3. Full thickness (derajat III)
a. Mengenai semua lapisan kulit, lemak subcutan dan dapat juga mengenai permukaan otot,
dan persarafan dan pembuluh darah
b. Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau hitam
c. Tanpa ada blister
d. Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras
e. Edema
f. Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri
g. Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan
h. Memerlukan skin graft
i. Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan preventif
Gambar luka bakar derajat III (full-thickness)
4. Fourth degree (derajat IV)
a. Mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.

F. Luas Luka Bakar


Luas cedera luka bakar digambarkan dalam persentase TSBA. Luas luka bakar paling
efektif ditentukan denggan menggunakan bagan yang dirancang sesuai dengan usia. Pengukuran
akan lebih efisien dengan menggunakan bagan yang dirancang untuk mengukur proporsi tubuh
pada anak dengan usia berbeda. Berbagai metode dalam menentukan luas luka bakar :
1. Rumus Sembilan (Rule of Nines)
Estimasi luas permukaan tubuh yang terbakar disederhanakan dengan menggunakan Rumus
Sembilan. Rumus Sembilan merupakan cara yang cepat untuk menghitung luas daerah yang
terbakar. Sistem tersebut menggunakan persentase dalam kelipatan sembilan terhadap
permukaan tubuh yang luas.
Merupakan cara yang baik dan cepat untuk mengukur luas luka bakar pada orang dewasa.
Tubuh dibagi menjadi area 9%, dan total daerah yang terkena luka bakar dapat dihitung. Tetapi
cara ini tidak akurat pada anak-anak. Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas
relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk
bayi dan rumus 10-15-20 untuk anak. Untuk anak, kepala dan leher 15 %, badan depan dan
belakang masing-masing 20 %, ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10 %,
ekstremitas bawah kanan dan kiri masing-masing 15 %.

gambar rumus sembilan (rule of nines) pada anak-anak

2. Metode Lund and Browder


Metode yang lebih tepat untuk memperkirakan luas permukaan tubuh yang terbakar adalah
metode Lund dan Browder yang mengakui bahwa persentase luas luka bakar pada berbagai
bagian anatomik, khususnya kepala dan tungkai, akan berubah menurut pertumbuhan. Dengan
membagi tubuh menjadi daerah-daerah yang sangat kecil dan memberikan estimasi proporsi luas
permukaan tubuh untuk bagian-bagian tubuh tersebut, kita bisa memperoleh estimasi tentang
luas permukaan tubuh yang terbakar. Evaluasi pendahuluan dibuat ketika pasien tiba di rumah
sakit dan kemudian direvisi pada hari kedua serta ketiga paska luka bakar karena garis
demarkasi biasanya baru tampak jelas sesudah periode tersebut.
Tabel ini, apabila digunakan dengan benar, merupakan cara yang paling akurat. Tabel ini
mengkompensasi variasi bentuk tubuh dengan umur, sehingga dapat memberikan perhitungan
luas luka bakar yang akurat pada anak-anak.
3. Metode Telapak Tangan
Pada banyak pasien dengan luka bakar yang menyebar, metode yang dipakai untuk
memperkirakan persentase luka bakar adalah metode telapak tangan (palm method). Lebar
telapak tangan pasien kurang lebih sebesar 1% luas permukaan tubuhnya. Lebar telapak tangan
dapat digunakan untuk menilai luas luka bakar.

4. Komplikasi
Anak yang mengalami cedera panas rentan mengalami komplikasii serius, baik dari luka
maupun dari perubahan sistemik akibat cedera. Ancaman yang paling cepat mengancam jiawa
anak berkaitan dengan gangguan jalan nafas dan syok. Selam penyembuhan, infeksi-baik lokal
maupun sepsis sitemik-merupkan komplikasi utama. Angka kematian akibat trauma panas pada
anak-anak meningkat seiring dengan keparahan cedera dan menurun seiring dengan
pertambahan usia.pada nak-anak yang berusia lebih dari 3 tahun, angka mortalitas sama dengan
dewasa. Dibawah usia ini, angka keselamtan anak yang menderita luka bkar dan komplikasi
penyertaannya berkurang secara bermakna.
Cedera pennafasan yang tidak teralalu tampak adalah inhalasi karbon monoksida. Karbon
monoksida memiliki kemampuan mengikat hemoglomin lebih besar daari pada oksigen. Dengan
demikian menghilangkan oksigen yang diperlukan oleh jaringan feriper dan oragan-organ yang
bergantung pada oksigen( seperti jantung dan otak) utnuk bertahan hidup. Terapi untuk
mengatasi kedua masalah tersebut adalah oksigen 100%, yang akan membalik kondisi dengan
cepat.
Masalah paru merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak yang mengalami luka
bakar panas atau komplikasi dalam saluran pernafaan. Maslah pernafasan mencakup cedera
inhalasi, aspirasi pada pasien ayng tidak sadar, pneumonia bakteri, edema paru, embolus paru,
insufisiensi paru pasca trauma, dan atelektasis. Penyebab gagal nafas yang paling sering pada
kelompok usia pediatrik adalah pnemonia bakteri, yang memerlukan intubasi dalam waktu lama
dan kadang-kadang membutuhkan trakheostomi. Trakeostomi meningkatkan insidensi
keseriusan komplikasi, dan dilakukan hanya pada kasus yang ekstrim.
Komplikasi yang lebih jarang terjadi adalah dedema paru akibat kelebihan beban cairan atau
sindrom gawat panas akut(ARDS, acute respiratory disters syndrome) yang menyertai sepsis
gram negatif. Sindrom ini di akibatkan oleh kerusakan kapiler paru dan kebocoran cairan
kedalam ruang interstisial paru. Kehilangan kemampuan mengembang dan gangguan oksigenasi
merupkan akibat dari insufisiensi paru dalam hubungannya dengan siepsis sistemik
(wong,2008).

5. Penatalaksanaan
a. Fase Akut atau Intermediet Perawatan Luka Bakar
Pada fase akut ini dilakukan perawatan luka umum seperti:
1) Pembersihan Luka
Hidroterapi dengan perendaman total dan bedside bath adalah terapi rendaman disamping
tempat tidur. Selama berendam, pasien didorong agar sedapat mungkin bergerak aktif.
Hidroterapi merupakan media yang sangat baik untuk melatih ekstremitas dan membersihkan
luka seluruh tubuh.
2) Terapi Antibiotik Topikal
Ada tiga preparat topikal yang sering digunakan yaitu silver sulfadiazin, silver nitrat, dan
mafenide asetat.
3) Penggantian balutan
Dalam mengganti balutan, perawat harus menggunakan APD. Balutan atau kasa yang
menempel pada luka dapat dilepas tanpa menimbulkan sakit jika sebelumnya dibasahi dengan
larutan salin atau bial pasien dibiarkan berandam selama beberapa saat dalam bak rendaman.
Pembalut sisanya dapat dilepas dengan hati-hati memakai forseps atau tangan yang
menggunakan sarung tangan steril. Kemudian luka dibersihkan dan didebridemen untuk
menghilangkan debris, setiap preparat topikal yang tersisa, eksudat, dan kulit yang mati. Selama
penggantian balutan ini, harus dicatat mengenai warna, bau, ukuran, dan karakteristik lain dari
luka.
4) Debridemen
Tujuannya adalah untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda
asing sehingga pasien dilindungi dari invasi bakteri dan untuk menghilangkan jaringan yang
sudah mati. Debridemen ada 3 yaitu:
a) Alami : jaringan mati akan memisahkan diri secara spontan
b) Mekanis : penggunaan gunting bedah dan forsep untuk memisahkan dan mengangkat
jaringan mati
c) Bedah : tindakan operasi dengan melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit sampai
mengupas kulit yang terbakar
5) Graft Pada Luka Bakar
Adalah pencacokan kulit. Selama proses penyembuhan luka akan terbentuk jaringan granulasi.
Jarinagn ini akan mengisi ruangan ditimbulkan oleh luka, membentuk barier yang merintangi
bakteri dan berfungsi sebagai dasar untk pertumbuhan sel epitel.
6) Dukungan Nutrisi
Nutrisi yang diberikan adalah TKTP untuk membantu mempercepat penyembuhan luka.
Kebutuhan metabolik dan katabolisme yang tinggi pada luka bakar berat membuat kebutuhan
nutria sangat penting dan sering kali sulit dipenuhi. Diet harus menyediaka kalori yang cukup
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolic dan protein untuk menghindari peecahan
protein.
Diet tinggi protein dan tinggi kalori di anjurkan setelah resolusi ileusparalitik. Akan tetapi,
banyak anak memilki nafsu makan buruk dan tidak mampu memenuhi kebutuhan energy hanya
dengan pemberian makanan secara oral. Sebagian besar anak dengan luka bakar ayng lebih dari
22% TSBA memerlukan tambahan makanan melalui selang.
7) Terapi penggantian cairan
Tujuan terapi cairan adalah mengkompensasi kehilngan air dan natrium pada area trauma dan
ruang interstitial,mengganti kekurangan natrium,mengemblikan volume sirkulasi
memberikankan perfusi yang adekuat dan meningkatkan fungsi ginjal.
Penggantian cairan diperlukan selama 24 jam pertama karena perpindahan cairan tengah terjadi.
Banyak formul yang digunakan untuk menghitung kebutuhan ini,dan formula yang dipakai
bergantung pada pilihan praktisi. Larutan kristaloid digunakan selama fase awal terapi.
Keadekuatan resusitasi cairan ditentukan oleh parameter, misalnya tanda-tanda vital (terutama
frekuensi nadi), volume haluaran urin, keaekuatan pengisian kapiler dan status snsorium. Setelah
periode 24 jam pertama, secara teoritis terjadi sumbat kapiler dan permiabelitas kapiler
membaik. Larutan koloid seperti albumin, plasmalit atau plasma segera beku bermanfaat dalam
mempertahankan volume plasma. Meski demikian, anak dengan cedera luka bakar biasanya
memerlukan cairan lebih dari perhitungan rumatan dan penggantian volume.
b. Fase Rehabilitasi
Meskipun aspek jangka panjang pada perawatan luka bakar berada pada tahap akhir, tetapi
proses rehabilitasi harus segera dimulai segera setelah terjadinya luka bakar sama seperti periode
darurat. Fase ini difokuskan pada perubahan citra diri dan gaya hidup yang dapat terjadi.
Kesembuhan luka, dukungan psikososial dan pemulihan aktifitas fungsional tetap menjadi
prioritas. Fokus perhatian terus berlanjut pada pemeliharaan keseimbangan cairan dan elekrolit
serta perbaikan status nutrisi. Pembedahan rekonstruksi pada bagian anggota tubuh dan
fungsinya yang terganggu mungkin diperlukan. Untuk perawatan lanjutan dapat bekerjasama
dengan fisioterapi agar dapat melatih rentang gerak (Smeltzer, 2001, 1918).
Tindakan penyelamatan jiwa, meliputi hal berikut:
1. Pastikan dan pertahankan jalan nafas yang memadai dengan menggunakan oksigen lembab
melalui sungkup atau, jika perlu, intubasi nasotrakhea ( terutama jika penderita mengalami luka
bakar atau jika luka bakar bertambah di ruang tertutp). Sebelum edema muka dan laring menjadi
jelas. Jika dicurigai ada hipoksia atau keracunan karbon monoksida, harus diberikan oksegen
100%.
2. Resusitasi cairan intravena : anak dengan luka bakar lebih dari 15% luas permukaan tubuh
memerlukan resusitasi cairan intravena untuk mempertahankan perfusi yang memadai. Semua
penderita dengan inhalsi, tanpa melihat luasnya luas permukaan tubuh yang terbakar,
memerlukan jalur intravenna untuk mengendalikan masuknya cairan. Semua cedera elektrik dan
tegangan tinggi memerlukan jalur intravena untuk melakukan deuresis alkali pasca jika terjadi
cedera otot dan mioglobinuria. Larutan ringer laktat, 10-20 ml/kg/jam ( dapat digunakan larutan
salin normal jika tidak ada ringer laktat), di infuskan sampai dapat dihitung penggantian cairan
yang sesuai.
3. Evaluasi cedera yang menyertai, yang sering terjadi pada penderita dengan riwayat luka
bakar elektrik tegangan tinggi, terutama jika jatuh dari ketinggian. Dapat terjadi cedera tulang
belkang, tulang dan organ thorak arau intra-abdomen. Ada resiko amata tinggi kelainan jantung,
seperti takikardi atau fibriasi ventrikel akibat konduktifitas voltage elektrik tinggi.
4. Penderita dengan luka bakar lebih besar dari 15% luas permukaan tubuh tidak boleh diberi
cairan peroral (pada awalnya). Karena penderita ini tidak dapat mengalami ileus dan mungkin
memerlukan pemasangan pipa nasogastrik diruang gawat darurat untuk mencegah erjadinya
aspirasi.
5. Semua luka haruss di bungkus dengan haduk steril sampai diputuskan melakukan terapi
rawat jalan atau dirujuk ke fasilitas perawatan yang lebih sesuai (Behrman,1999).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit;
gangguan massa otot, perubahan tonus.

2. Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi
perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan
nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).

3. Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.

4. Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah
kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada;
khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.
5. Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
6. Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada
cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal;
penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik);
paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).

7. Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk
disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat
kedua sangat nyeri; sementara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung
pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.

8. Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan
sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas
atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi
nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam
(ronkhi).
9. Keamanan:
Tanda:
a. Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
b. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat
pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
c. Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas
panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut
kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
d. Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
e. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus;
nekrosis; atau jaringan parut tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari tampaknya secara
perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
f. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis.
Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar
dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan
pakaian terbakar.
g. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik
sehubungan dengan syok listrik).

10. Pemeriksaan diagnostik:


a. LED: mengkaji hemokonsentrasi.
b. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama
penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena
peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
c. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya
pada cedera inhalasi asap.
d. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
e. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot
pada luka bakar ketebalan penuh luas.
f. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
g. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar
masif.
h. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera panas


2. Resiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan luka bakar sirkumferensial
3. Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan dan saraf serta dampak emosional cedera
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlinduingan kulit; jaringan traumatic dan pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan
Hb, penekanan respons inflamasi
5. Resiko ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan kehilangan panas dan gangguan
pada mekanisme pertahanan kulit untuk mempertahankan suhu tubuh
6. Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kehilangan akibat
evaporasi dari luka
7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
katabolisme dam metabolism, kehilangan selera makan.

C. Intervensi
Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan Dan
Intervensi Rasionalisasi
Kriteria Hasil
Kerusakan Tujuan: pasien 1. Cukur rambut sampai 1. Untuk
integritas kulit menunjukkan kira-kira 5 cm dari tepi menghilangkan
berhubungan tanda-tanda luka dan area sekitar reservoir untuk
dengan cedera penyembuhan luka dengan segera infeksi
panas luka 2. Bersihkan luka dan 2. Untuk menurunkan
kulit sekiarnya dengan resiko infeksi dan
Kriteria hasil: seksama dan angkat untuk
luka sembuh debris jaringan yang meningkatkan
tanpa tanda- mengalami devitalisasi proses
tanda kerusakan 3. Jaga pasien untuk tidak penyembuhan luka
atau inflamasi menggaruk dan 3. Untuk
mengorek luka mempertahankan
4. Pertahankan perawatan proses
luka penyembuhan luka
5. Diet tinggi kalori dan 4. Untuk menghindari
protein kerusakan jaringan
6. Pantau tanda dan gejala yang sedang
infeksi pada luka berepitelisasi dan
7. Balut jari-jari tangan bergranulasi
dan kaki secara terpisah 5. Untuk memenuhi
kebutuhan protein
dan kalori yang
meningkat
dikarenakan
peningkatan
metabolisme dan
katabolisme.
6. Untuk mematikan
pengenalan dan
terapi yang tepat
7. Untuk mencegah
perlekatan jaringan
akibat kontak yang
lama
Resiko perubahan Tujuan: pasien 1. Pantau dengan cermat 1. Untuk
perfusi jaringan mempertahankan tanda dan gejala memastikan
berhubungan sirkulasi yang optimal kompresi sirkulasi yang perfusi sirkulasi
dengan luka bakar ke daerah distal pada berhubungan dengan yang adekuat
sirkumferensial ekstremitas yang edema 2. Untuk mengetahui
terbakar 2. Kaji denyut nadi yang adanya penurunan
melemah dengan perfusi distal
Kriteria hasil: Doppler dan pengisian 3. Untuk mencegah
perfusi distal kapiler yang memanjang penurunan
yang adekuat 3. Tinggikan ekstremitas sirkulasi
pada ekstremitas lebih tinggi dari jantung ekstremitas
yang terbakar 4. Hindari balutan restriksi 4. Untuk mencegah
dapat pada ekstremitas yang penurunan
dipertahankan cedera sirkulasi ke
ekstremitas
Nyeri Tujuan: pasien 1. Beri posisi ekstensi 1. Untuk
berhubungan mengalami 2. Implementasikan meminimalkan
dengan cedera penuurunan nyeri latihan fisik aktif dan nyeri akibat latihan
jaringan dan saraf sampai tingkat pasif fisik yang
serta dampak yang dapat 3. Redakan iritasi dilakukan untuk
emosional cedera diterima anak mendapatkam
kembali posisi
Kriteria hasil: ekstensi
anak 2. Untuk
menunjukkan meminimalkan
pengurangan pembentukan
nyeri sampai kontraktur
tingkat yang 3. Untuk mencegah
dapat diterima peningkatan nyeri
anak
Resiko tinggi Tujuan: pasien 1. Pertahankan teknik cuci 1. Untuk
infeksi tidak tangan yang seksama meminimalkan
berhubungan menunjukkan oleh tim medis dan pajanan terhadap
dengan pertahanan tanda-tanda pengunjung agen infeksius
primer tidak infeksi luka 2. Lakukan pengangkatan 2. Untuk
adekuat; kerusakan krusta dan lepuhan mengeliminasi
perlinduingan Kriteria hasil: 3. Oleskan preparat reservoir bagi
kulit; jaringan 1. Kemugkinan antimikroba topical dan organism
traumatic dan sumber infeksi pasang balutan pada luka 3. Untuk
pertahanan dihilangkan sesuai indikasi mengendalikan
sekunder tidak 2. Luka 4. Kaji data dasar dan proliferasi bakteri
adekuat; menunjukkan lakukan serangkaian 4. Untuk
penurunan Hb, tanda-tanda biakan luka memastikan
penekanan respons infeksi minimal 5. Pantau dengan cermat adanya
inflamasi atau tidak ada apakah ada tanda-tanda peningkatan atau
tanda-tanda sepsis dan infeksi penuruan flora
infeksi (disorientasi, takipnea, luka
suhu di atas 39,5C,
hipotermia, distensi
abdomen atau ileus
intestinal, perubahan
pada penampilan luka
Resiko Tujuan: pasien 1. Kaji keadaan kulit 1. Untuk
ketidakefektifan mempertahankan untuk mendeteksi mengidentifikasi
termoregulasi pengaturan panas kedinginan, perubahan penyesuaian
berhubungan yang normal warna, dan pengisian vascular akibat
dengan kehilangan kapiler (akrosianosis, kehilangan panas
panas dan Kriteria hasil: warna bantalan kuku, 2. Untuk
gangguan pada suhu tubuh dan bercak-bercak) mengidentifikasi
mekanisme pasien tetap 2. Pantau tanda-tanda kecenderungan
pertahanan kulit dalam batas vital, terutama suhu yang sig ifikan
untuk normal sesuai 3. Pantau apakah ada 3. Untuk
mempertahankan usianya kedingina dan mengidentifikasi
suhu tubuh menggigil tanda-tanda
4. Hindari pajanan kehilangan panas
terhadap prosedur yang 4. Untuk
menimbulkan stress mempertahankan
dingin suhu tubuh
Kurang volume Tujuan: pasian 1. Berikan cairan 1. Untuk mengganti
cairan mempertahankan kristaloid dan/atau kahilangan cairan
berhubungan status hidrasi cairan koloid per yang berhubungan
dengan cairan yang protocol, pantau efek dengan luka bakar
peningkatan adekuat selama dan pertahankan jalur 2. Untuk mengetahui
permeabilitas periode akut intravena keseimbangan
kehilangan akibat pascaterbakar 2. Kaji status penggantian cairan yang sesuai
evaporasi dari luka cairan 3. Untuk
Kriteria hasil: 3. Pantau berat badan mengevaluasi
resusitasi cairan setiap hari status retensi
yang adekuat 4. Pantau hasil cairan atau dieresis
dipertahankan pemeriksaan 4. Untuk
yang ditandai laboratorium mengidentifikasi
dengan perfusi (hemoglobin, ketidakseimbangan
jaringan yang hematokrit, glukosa, cairan dan
adekuat dan kalium serum, natrium elektrolit
mempertahankan serum, protein serum,
haluaran urine fosfor, dan magnesium)
Perubahan nutrisi Tujuan: pasien 1. Sediakan makanan 1. Untuk
kurang dari mendapat nutrisi tinggi kalori dan protein menghindari
kebutuhan tubuh yang optimum 2. Sediakan makanan pemecahan
berhubungan yang disukai pasien protein dan
dengan Kriteria hasil: 3. Berikan makanan dan memenuhi
peningkatan pasien lingkungan yang kebutuhan kalori
katabolisme dam mengkonsumsi menarik yang meningkat
metabolism, nutrisi dengan 4. Temani anak saat 2. Untuk
kehilangan selera jumlah yang makan menstimulasi
makan memadai dan 5. Berikan pemberian selera makan
mempertahankan makanan enteral 3. Untuk mendorong
berat badan tambahan sesuai napsu makan
sebelum program 4. Untuk
mengalami luka 6. Timbang berat badan menciptakan
bakar per minggu suasana makan
7. Catat dengan akurat seperti di rumah
asupan dan haluaran 5. Untuk memenuhi
8. Pantau diare atau kebutuhan yang
konstipasi dan lakukan telah
terapi segera diperhitungkan
6. Untuk memantau
status nutrisi
7. Untuk
mengevaluasi
kecukupan asupan
makanan
8. Untuk
menghindari
intoleransi
makanan

D. Evaluasi
Keefektifan intervensi keperawatan ditentukan oleh pengkajian dan evaluasi perawatan
yang kontinu berdasarkan pada pedoman pangamatan berikut:

1. Amati perilaku anak selama seluruh aspek perawatan; dengarkan isyarat verbal, gunakan catatan
pengkajian nyeri untuk mengevaluasi keefektifan analgesia.
2. Amati luka bakar dan kondisi umum anak.
3. Amati perilaku makan anak dan jumlah makanan yang dikonsumsi, timbang berat badan setiap
hari jika diindikasikan.
4. Inspeksi luka bakar untuk mendeteksi tanda-tanda infeksi, ukur tanda-tanda vital, amati apakaha
ada komplikasi pernapasan, perdarahan lambung, perubahan kadar hemoglobin, dan tanda-tanda
neorulogik.
5. Amati apakan ada tanda-tanda penyembuhan, pembentukan jaringan parut, dan kontraktur, kaji
keefektifan terapi fisik dan alat bantu.
6. Amati perilaku anak dan keluarga, wawancara anak dan keluarga mengenai perasaan dan
kekhawatiran mereka.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar
merupakan salah satu jenis trauma yang mempunyai angka morbiditas dan mortalitas tinggi
yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok ) sampai fase lanjut.
Luka bakar merupakan ruda paksa yang disebakan oleh tehnis. Kerusakan yang terjadi pada
penderita tidak hanya mengenai kulit saja, tetapi juga organ lain. Penyebab ruda paksa tehnis ini
berupa api, air, panas, listrik, bahkan kimia radiasi, dll. Luka bakar adalah suatu keadaan dimana
integritas kulit atau mukosa terputus akibat trauma api, air panas, uap metal, panas, zat kimia
dan listrik atau radiasi.
Pada kasus luka bakar ini harus diperhatikan berbagai aspek, karena pada kasus luka bakar
memerlukan biaya yang sangat besar, perlu perawatan yang lama, perlu operasi berulang kali,
bahkan meskipun sembuh bisa menimbulkan kecacatan yang menetap, sehingga penanganan
luka bakar sebaiknya dikelola oleh tim trauma yang terdiri dari tim spesialis bedah ( bedah
plastik, bedah toraks, bedah anak ), intensitas, spesialis penyakit dalam (khususnya hematologi,
gastroenterologi, ginjal dan hipertensi), ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikolog,
namun celakanya seringkali menimpa orang-orang yang tidak mampu.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari tentu banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan dukungan
yang berupa kritik dan masukan yang membangun agar kedepan lebih baik. Dan semoga melalui
makalah seminar ini mahasiswa dapat lebih mengetahui dan mengerti tentang bagaimana cara
merawat pasien terutama anak-anak yang mengalami luka bakar secara benar dan tepat, serta
memiliki skill yang baik sehingga kelak dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Wong, Donna L,dkk. 2008. buku ajar keperawatan pediatric vol.2. Jakarta:EGC
Behrman, Richard E,dkk. 1999. Ilmu kesehatan anak nelson. Jakarta:EGC.
Smeltzer, Suzanne,dkk.2002. buku ajar keperawatan medical bedah. Jakarta:EGC.
Suriadi & Yuliani, (2001) Asuhan Keperawatan pada Anak, jakarta: CV. Sagung Seto.
http://hidayat2.wordpress.com/2009/07/05/askep-luka-bakar/
http://nursingbegin.com/askep-combustio/
http://sulaifi.wordpress.com/2010/01/15/luka-bakar-minor-dan-cara-penanganannya/
http://rastirainia.wordpress.com/2010/01/26/laporan-pendahuluan-pada-pasien-dengan-luka-
bakar
http://refratpresusb4703l.blogspot.com/2010/10/luka-bakar-pada-anak.html.
http://sites.google.com/site/wwwasyarisyacom/askep-luka-bakar.
Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott
Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.

Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia.
Hal. 752 – 779.

Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC.
Jakarta.

Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.

Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis
Company. Philadelpia.

Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing Process
Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 – 401.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2, (terjemahan).
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih bahasa Ni Luh
G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.

Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku Kedoketran
EGC. Jakarta.

Instalasi Rawat Inap Bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya. (2001). Pendidikan Keperawatan
Berkelanjutan (PKB V) Tema: Asuhan Keperawatan Luka Bakar Secara Paripurna. Instalasi Rawat Inap
Bedah RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.

Jane, B. (1993). Accident and Emergency Nursing. Balck wellScientific Peblications. London.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.
R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.

Senat Mahasiswa FK Unair. (1996). Diktat Kuliah Ilmu Bedah 1. Surabaya.

Sylvia A. Price. (1995). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4 Buku 2. Penerbit
Buku Kedokteran Egc, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai