Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

Topik: P2A0 Post Partum Spontan Luar dengan Anemia dan Retentio Placenta
Tanggal (Kasus) : 13 juli 2019 Presenter : dr. Aspidi Manopo Sinaga
Tanggal Presentasi : Agustus 2019 Pendamping : dr. Bagus Wirabhakti
Sp.OG
Tempat Presentasi : Ruang Rapat
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Perempuan, 28 tahun,anemia post partum dan plasenta lahir spontan
dan lengkap
Tujuan : Diagnosis dan tatalaksana pasien Retensio plasenta
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data Pasien : Nama : Ny.L Umur : 28 tahun No. Reg : 000700922


Nama RS: RSUD RA.Kartini Telp : Terdaftar sejak : 13 juli 2019
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran Klinis:
Ny L umur 28 tahun datang ke RSUD RA.Kartini Kab Jepara rujukan dari
Puskesmas Pecangaan dengan keluhan P2A0 dengan Anemia Post Partum,
menurut keterangan rujukan plasenta lahir spontan dan lengkap. Keluhan
dirasakan sejak 1 hari SMRS , keluhan tidak disertai pusing, lemas, pandangan
mata kabur.
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien rutin cek kehamilan di puskesmas
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :
Pasien tidak memiliki riwayat serupa
4. Riwayat Keluarga :
Keluarga tidak mempunyai keluhan serupa
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien tampak berkecukupan, pengobatan menggunakan BPJS
Daftar Pustaka:
1. Cunningham, F.Gary, Norman F.Gant, et all. William obstetrics International
edition. 21 st edition, Page 619-663
2. Wainscott, Michael P.Pregnancy, Postpartum Hemorrhage.
Http//www.eMedicine.com// may 30 2006
3. Smith, John R, Barbara G, Brennan. Postpartum Hemorrhage.
http://eMedicine.com// june 13.2006
Hasil Pembelajaran
1. Definisi Rest plasenta
2. Penyebab Rest plasenta
3. Gajala-gejala Rest plasenta
4. Penatalaksanaan Rest plasenta
5. Komplikasi Rest plasenta

1. Subjektif

Alloanamnesis

Ny L umur 28 tahun datang ke RSUD RA. Kartini Kab Jepara rujukan dari Puskesmas

Pecangaan dengan keluhan P2A0 dengan Anemia Post Partum, menurut keterangan

rujukan plasenta lahir spontan dan lengkap. Keluhan dirasakan sejak 1 hari SMRS ,

keluhan tidak disertai pusing, lemas, pandangan mata kabur. Riwayat persalinan plasenta

lahir spontan, perineum ruptur grade II dan sudah di hecting, perdaraham lebih kurang 500

ml, kontraksi lemah.

2. Objektif

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Vital sign

 TD : 110/90 mmHg

 Nadi : 87x/ menit


 RR : 20x/ menit

 Suhu : 37,9 C

Kepala

Bentuk : Normochepal dan simetris

Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut

Mata : Sklera ikterik (-). Konjungtiva anemis (+). Pupil isokor (+/+)

Telinga : Massa (-), nyeri tekan auricular (-)

Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), septum deviasi (-)

Mulut : Letak uvula medial. Pembesaran tonsil (-). thypoid Tongue (-) Bibir kering

Pharing : Pharingitis (-)

Gigi : Karies dentis (-)

Leher

Inpeksi : Simetris. Trakhea di tengah.Benjolan (-). Pembesaran KGB (-)

Palpasi :Tidak ada pembesaran kalenjar getah bening dan kelenjar tiroid

Thorax:

Pulmo

Inspeksi: Dinding thoraks kanan dan kiri simetris, deformitas dinding thoraks (-), deviasi

tulang belakang (-), retraksi dinding dada (-), ketinggalan gerak (-), lesi kulit (-)

Palpasi: nyeri (-), masa (-), krepitasi (-), pergerakan dinding dada simetris, fremitus taktil

simetris

Perkusi: Sonor seluruh lapang paru

Auskultasi: Ronkhi (-/-). Wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi: Tidak tampak iktus cordis

Palpasi: Tidak teraba iktus cordis

Perkusi: Dbn

Auskultasi: BJ I-II regular, Gallop (-). Murmur (-)

Abdomen

Inspeksi: Distensi (-), jaringan parut (-), pelebaran vena (-)

Auskultasi: Bising usus meningkat

Palpasi: Supel. NT (-) semua regio. Turgor normal. Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi: suara timpani di empat regio abdomen

Lipat paha dan genitalia: pembesaran KGB (-)

Ekstremitas: Edema (-). Akral hangat (+). Ptechie (-). CRT (<2’)

Fungsi Motorik:tidak diperiksa

Fungsi Sensorik: tidak diperiksa

Fungsi Nervi Kraniales:tidak diperiksa

Pemeriksaan Obstetrik

Status Lokalis Abdomen

1. Inspeksi : Tampak Datar, striae Gravidarum (+), Linea Nigra (+) tampak luka jahitan

perineum baik, Lochia (+)

2. Palpasi : Kontraksi (+) lemah, TFU teraba 1 jari diatas pusat

3. Auskultasi : Tidak dilakukan

Pemeriksaan Dalam (Vaginal Toucher)


VT Stolcel (+), Portio terbuka 1 cm

Pemeriksaan Penunjang:

Laboratorium

 Hb : 5,6gram% (normal 12-16)

 Ht : 15,4 %(normal 37-43)

 Leukosit : 26,450 mm3 (normal 4000-10000)

 Trombosit : 203.000 mm3 (normal 15000-400000)

 Golongan darah : O Rh (+)

USG :
1. Assesment(penalaran klinis) :

Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak. Semua


wanita yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan post partum. Walaupun
angka kematian maternal telah turun secara drastis di negara-negara berkembang, perdarahan
post partum tetap merupakan penyebab kematian maternal terbanyak dimana-mana.
Kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal secara langsung di Amerika
Serikat diperkirakan 7 – 10 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup. Data statistik nasional
Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8% dari kematian ini disebabkan oleh perdarahan post
partum. Di negara industri, perdarahan post partum biasanya terdapat pada 3 peringkat teratas
penyebab kematian maternal, bersaing dengan embolisme dan hipertensi. Di beberapa negara
berkembang angka kematian maternal melebihi 1000 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup,
dan data WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan oleh perdarahan
post partum dan diperkirakan 100.000 kematian matenal tiap tahunnya.
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 mL
setelah persalinan vaginal atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Perdarahan
dalam jumlah ini dalam waktu kurang dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post partum
primer, dan apabila perdarahan ini terjadi lebih dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post
partum sekunder.
Frekuensi perdarahan post partum yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di
R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di
negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%.
Dari angka tersebut, diperoleh sebaran etiologi antara lain: atonia uteri (50 – 60 %), sisa
plasenta (23 – 24 %), retensio plasenta (16 – 17 %), laserasi jalan lahir (4 – 5 %), kelainan
darah (0,5 – 0,8 %).
Penanganan perdarahan post partum harus dilakukan dalam 2 komponen, yaitu: (1)
resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2)
identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum.

A. PERDARAHAN POST PARTUM


I. Definisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi
lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Kondisi dalam
persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka
batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana
telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung,
berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi >
100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL.
Perdarahan post partum dibagi menjadi:
a) Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early postpartum
hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala
III.
b) Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder (late postpartum
hemorrhage). Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada
masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III.

II. Etiologi
Penyebab terjadinya perdarahan post partum antara lain:
- Atonia uteri
- Luka jalan lahir
- Retensio plasenta
- Gangguan pembekuan darah

III. Insidensi
Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan
adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di
negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%.
Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut:
- Atonia uteri 50 – 60 %
- Sisa plasenta 23 – 24 %
- Retensio plasenta 16 – 17 %
- Laserasi jalan lahir 4 – 5 %
- Kelainan darah 0,5 – 0,8 %

Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab


Perdarahan Post Partum
Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja
- Uterus tidak berkontraksi dan Syok Atonia uteri
lembek. Bekuan darah pada
Perdarahan segera setelah anak serviks atau posisi
lahir telentang akan
menghambat aliran
darah keluar
Darah segar mengalir segera Pucat Robekan jalan lahir
setelah bayi lahir Lemah
Uterus berkontraksi dan keras Menggigil
Plasenta lengkap
Plasenta belum lahir setelah 30 Tali pusat putus akibat Retensio plasenta
menit traksi berlebihan
Perdarahan segera Inversio uteri akibat
Uterus berkontraksi dan keras tarikan
Perdarahan lanjutan
Plasenta atau sebagian selaput Uterus berkontraksi Retensi sisa plasenta
tidak lengkap tetapi tinggi fundus
Perdarahan segera tidak berkurang
Uterus tidak teraba Neurogenik syok Inversio uteri
Lumen vagina terisi massa Pucat dan limbung
Tampak tali pusat (bila
plasenta belum lahir)
Sub-involusi uterus Anemia Endometritis atau sisa
Nyeri tekan perut bawah dan Demam fragmen plasenta
pada uterus (terinfeksi atau tidak)
Perdarahan sekunder

IV. Kriteria Diagnosis


 Pemeriksaan fisik:
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil,
ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus
 Pemeriksaan obstetri
Uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan
mungkin karena luka jalan lahir
 Pemeriksaan ginekologi:
Pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, pada
pemeriksaan dapat diketahui kontraksi uterus, adanya luka jalan lahir dan retensi sisa
plasenta

V. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar
hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk.
 Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode
antenatal.
 Pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan.
b. Pemeriksaan radiologi
 Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan
penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium
atau radiologis dapat dilakukan. Pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat
adanyagumpalan darah dan retensi sisa plasenta.
 USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan
resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum
seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas
dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya.
VI. Penatalaksanaan
Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu: (1)
resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2)
identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum.
 Resusitasi cairan
Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat
memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan. Perlu
dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang paling
tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan
dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi.
Pada perdarahan post partum diberikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam
volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses
intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang
ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko
terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan post
partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat
dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat.
Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada
penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu
penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang
intravasluler, tetapi terjadi pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan
penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada hari-hari setelah perdarahan
post partum. Ginjal normal dengan mudah mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post
partum lebih dari 1.500 mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan
infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani. Kehilanagn darah yang banyak,
biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah merah.
Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 – 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan efek
yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik dibandingkan
NS, dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian
koloid, maka cairan kristaloid tetap direkomendasikan.
 Transfusi Darah
Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan diperkirakan
akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun
telah dilakukan resusitasi cepat.
PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat indikasi.
Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 – 4 unit PRC untuk menggantikan pembawa oksigen
yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang
dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100
mL NS pada masing-masing unit.

Jenis uterotonika dan cara pemberiannya


Jenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol
Dosis dan cara IV: 20 U dalam 1 L IM atau IV Oral atau rektal
pemberian awal larutan garam (lambat): 0,2 mg 400 mg
fisiologis dengan
tetesan cepat
IM: 10 U
Dosis lanjutan IV: 20 U dalam 1L Ulangi 0,2 mg IM 400 mg 2-4 jam
larutan garam setelah 15 menit setelah dosis awal
fisiologis dengan40 Bila masih
tetes/menit diperlukan, beri
IM/IV setiap 2-4
jam
Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 Total 1 mg (5 Total 1200 mg atau
per hari L larutan fisiologis dosis) 3 dosis
Kontraindikasi Pemberian IV Preeklampsia, Nyeri kontraksi
atau hati-hati secara cepat atau vitium kordis, Asma
bolus hipertensi

VII. Penyulit
Penyulit pada kasus perdarahan post partum adalah :
 Syok ireversibel
 DIC
VIII. Pencegahan
Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala III
dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post partum. Penanganan
aktif merupakan kombinasi dari hal-hal berikut:
 Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan.
 Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat
 Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus berkontraksi
dengan baik

IX. Penilaian Klinik derajat syok

Penilaian Klinik untuk Menentukan Derajat Syok


Volume
Tekanan Darah Tanda dan
Kehilangan Derajat Syok
(sistolik) Gejala
Darah
Palpitasi,
500-1.000 mL
Normal takikardia, Terkompensasi
(10-15%)
pusing
Lemah,
1000-1500 mL Penurunan ringan
takikardia, Ringan
(15-25%) (80-100 mm Hg)
berkeringat
1500-2000 mL Penurunan sedang Gelisah, pucat,
Sedang
(25-35%) (70-80 mm Hg) oliguria
2000-3000 mL Penurunan tajam Pingsan,
Berat
(35-50%) (50-70 mm Hg) hipoksia, anuria
Berdasarkan etiologinya, perdarahan post partum dapat disebabkan berbagai macam hal,
diantaranya adalah atonia uteri, laserasi jalanlahir dan retensio plasenta.
A. ATONIA UTERI

I. Definisi
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk
berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum yang
paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan.
Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok
hipovolemik.

II. Etiologi
Over distensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor resiko mayor
terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan ganda, janin
makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan
struktur uterus atau kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi darah
di uterus baik sebelum maupun sesudah plasenta lahir.
Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan
lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat
pula terjadi sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-obatan, seperti
agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium sulfat,
beta-simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri
(korioamnionitis, endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi pada abruptio
plasenta dan hipotermia akibat resusitasi masif. Data terbaru menyebutkan bahwa
grandemultiparitas bukan merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya perdarahan
post partum.
PREDISPOSISI TERHADAP ATONIA UTERI

1. Grandemultipara.

2. Uterus yang terlalu regang (hidramion, hamil ganda, anak sangat besar/ BB > 4000

gram).

3. Kelainan uterus (uterus bikornis, mioma uteri, bekas operasi).


4. Plasenta previa dan solusio plasenta (perdarahan ante partum).

5. Partus lama

6. Partus presipitatus.

7. Hipertensi dalam kehamilan.

8. Infeksi uterus.

9. Anemia berat.

10. Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus).

11. Riwayat PPH sebelumnya atau riwayat manual plasenta.

12. Pimpinan kala III yang salah dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus

sebelum plasenta terlepas.

III. Penatalaksanaan
 Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri
 Masase uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada perbaikan dan
perdarahan berhenti, oksitosin dilanjutkan perinfus.
 Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian dipasang
tampon uterovaginal padat. Kalau cara ini berhasil, dipertahankan selama 24 jam.
 Kompresi bimanual eksternal
Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan
kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang
keluar. Bila perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga
uterus dapat kembali berkontraksi. Bila belum berhasil dilakukan kompresi
bimanual internal
 Kompresi bimanual internal
Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan
dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai
pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi.
Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga
uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi , coba kompresi
aorta abdominalis
 Kompresi aorta abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi
tersebut,genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak
lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan
yang tepat akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis.
Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi
 Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin / ergometrin, bisa dicoba
prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskuler atau langsung pada miometrium
(transabdominal). Bila perlu pemberiannya dapat diulang dalam 5 menit dan tiap
2 atau 3 jam sesudahnya.
 Laparotomi dilakukan bila uterus tetap lembek dan perdarahan yang terjadi tetap
> 200 mL/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri uterina atau hipogastrik
(khusus untuk penderita yang belum punya anak atau muda sekali)
 Bila tak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.

Penilaian Klinik Atonia Uteri


B. RETENSIO PLASENTA

I. Definisi
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih
dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta
disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus

II. Klasifikasi
Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis, antara lain:
 Plasenta adhesiva adalah plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam.sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
 Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian
lapisan miometrium sampai ke serosa
 Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/melewati
lapisan miometrium
 Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus
 Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan
oleh konstriksi ostium uteri

Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta


Separasi / akreta Plasenta
Gejala Plasenta akreta
parsial inkarserata
Konsistensi Kenyal Keras Cukup
uterus
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat
Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid
Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak ada
Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Separasi Lepas sebagian Sudah lepas Melekat
plasenta seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali
III. Penatalaksanaan
Retensio plasenta dengan separasi parsial
 Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan
diambil
 Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak
terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
 Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit. Bila
perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal (sebaiknya tidak
menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan
plasenta terperangkap dalam kavum uteri)
 Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta
secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan
 Lakukan transfusi darah apabila diperlukan
 Beri antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g IV / oral + metronidazol 1 g supositoria /
oral)
 Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik

Plasenta inkarserata
 Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan
 Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan konstriksi serviks
dan melahirkan plasenta
 Pilih fluethane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat, siapkan infus oksitosin 20
IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit untuk mengantisipasi gangguan
kontraksi yang diakibatkan bahan anestesi tersebut
 Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilalui cunam ovum, lakukan
manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur ini berikan analgesik
(Tramadol 100 mg IV atau Pethidine 50 mg IV) dan sedatif (Diazepam 5 mg IV) pada
tabung suntik yang terpisah

Sisa Plasenta
 Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan
pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin
dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah
 Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan 3 x 1 g oral
dikombinasi dengan metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral
 Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau
jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa
plasenta dengan dilatasi dan kuretase
 Bila kadar Hb < 8 g/dL berikan transfusi darah. Bila kadar Hb > 8 g/dL, berikan sulfas
ferosus 600 mg/hari selama 10 hari

Plasenta akreta
 Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus atau
korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta
karena implantasi yang dalam
 Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan
diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini
memerlukan tindakan operatif
Penilaian Klinik Plasenta Akreta
C. LASERASI JALAN LAHIR

I. Klasifikasi
- Ruptura perineum dan robekan dinding vagina
Tingkat perlukaan perineum dapat dibagi dalam:
o Tingkat I: bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina atau kulit
perineum
o Tingkat II : adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ke vagina dan
perineum dengan melukai fasia serta otot-otot diafragma urogenital
o Tingkat III : perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam yang menyebabkan
muskulus sfingter ani eksternus terputus di depan
- Robekan serviks

II. Faktor Resiko


- Makrosomia
- Malpresentasi
- Partus presipitatus
- Distosia bahu

III. Penatalaksanaan
Ruptura perineum dan robekan dinding vagina
 Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
 Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
 Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang
dapat diserap
 Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal dari operator

Khusus pada ruptura perineum komplit (hingga anus dan sebagian rektum) dilakukan
penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sbb:
 Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi pada rektum hingga ujung
robekan
 Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul submukosa,
menggunakan benang poliglikolik no.2/0 (Dexon/Vicryl) hingga ke sfingter ani.
Jepit kedua sfingter ani dengan klem dan jahit dengan benang no. 2/0
 Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan submukosa dengan benang
yang sama (atau kromik 2/0) secara jelujur
 Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosal dan subkutikuler
 Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g dan metronidazol 1 g per oral).
Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau dibubuhi
ramuan tradisional atau

Robekan serviks
 Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang terjulur akan
mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan oleh kepala bayi
 Bila kontraksi uterus baik, plasanta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan
banyakmaka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan dari portio
 Jepitkan klem ovarium pada kedua sisi portio yang robek sehingga perdarahan
dapat segera dihentikan. Jika setelah eksplorasi lanjutan tidak dijumpai robekan
lain, lakukan penjahitan. Jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian ke
arah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
 Setelah tindakan, periksa tanda vital pasien, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri
dan perdarahan pasca tindakan
 Beri antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
 Bila terdapat defisit cairan, lakukan restorasi dan bila kadar Hb < 8 g%, berikan
transfusi darah

Penilaian Klinik Perdarahan Oleh Karena Persalinan Trumatika


D. KELAINAN DARAH
I. Etiologi
Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet biasanya tidak
menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada kontraksi uterus untuk
mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada tempat perlekatan plasenta dan penjendalan darah
memiliki peran penting beberapa jam hingga beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada
daerah ini dapat menyebabkan perdarahan post partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi
dari sebab lain, terutama trauma.
Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan.
Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP atau sindroma
HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas platelet dapat saja terjadi,
tetapi hal ini jarang. Sebagian besar merupakan penyakit sebelumnya, walaupun sering tak
terdiagnosis.
Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang berupa
hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas yang didapat biasanya
yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang berhubungan dengan solusio plasenta,
sindroma HELLP, IUFD, emboli air ketuban dan sepsis. Kadar fibrinogen meningkat pada
saat hamil, sehingga kadar fibrinogen pada kisaran normal seperti pada wanita yang tidak
hamil harus mendapat perhatian. Selain itu, koagulopati dilusional dapat terjadi setelah
perdarahan post partum masif yang mendapat resusiatsi cairan kristaloid dan transfusi PRC.
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi jaringan,
yang menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan. Pada kasus ini terdapat
peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen yang tajam, serta pemanjangan waktu
trombin (thrombin time).

II. Penatalaksanaan
Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya perdarahan
post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari terjadinya perdarahan post
partum, seperti solutio plasenta, sindroma HELLP, fatty liver pada kehamilan, IUFD, emboli
air ketuban dan septikemia.
Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan pada pasien dengan
trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit dengan cepat. Satu unit
trombosit biasanya menaikkan hitung trombosit sebesar 5.000 – 10.000/mm3. Dosis biasa
sebesar kemasan 10 unit diberikan bila gejala-gejala perdarahan telah jelas atau bila hitung
trombosit di bawah 20.000/mm3. transfusi trombosit diindakasikan bila hitung trombosit
10.000 – 50.000/mm3, jika direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau
diperkirakan diperlukan suatu transfusi yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan
karena masa paruh trombosit hanya 3 – 4 hari.
Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V, VII, IX, X
dan fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak diperlukan adanya kesesuaian
donor, tetapi antibodi dalam plasma dapat bereaksi dengan sel-sel penerima. Bila ditemukan
koagulopati, dan belum terdapat pemeriksaan laboratorium, plasma segar yang dibekukan
harus dipakai secara empiris.
Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan fibrinogen,
dipakai dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan penyakit von Willebrand.
Kuantitas faktor-faktor ini tidak dapat diprediksi untuk terjadinya suatu pembekuan, serta
bervariasi menurut keadaan klinis.
2. Plan :

DIAGNOSIS KERJA
Rest Plasenta + Anemia

Rencana Diagnostik:
 Observasi tanda vital, keadaan umum, perdarahan pervaginam dan jumlah
urin.
Rencana Terapi:
 Oksigen 2 liter/menit dengan kanul oksigen
 IVFD D5% dengan drip oxytocin 1 amp 12 tetes per menit
 Memasang kateter urin
 Apabila plasenta telah lahir, diperiksa apakah plasenta lengkap. ( kotiledon
dan selaput ketuban lengkap). Dieksplorasi untuk memastikan tiada sisa
plasenta atau selaput ketuban.
 Jika plasenta tidak berhasil lahir dengan teknik ini, dilakukan manual plasenta.
Sebelumnya dipastikan dahulu apakah portio serviks terbuka. Jika masih
tertutup, teknik manual plasenta tidak dapat dilakukan. Pasien diberikan
nitrogliserin untuk relaksasi serviks supaya portio terbuka dan tangan bisa
dimasukkan ke dalam uterus.
 Sebelum dikerjakan penderita disiapkan pada posisi litotomi. Operator berdiri
atau duduk dihadapan vulva, lakukan desinfeksi pada genitalia eksterna begitu
pula tangan dan lengan bawah si penolong (setelah menggunakan sarung
tangan). Kemudian labia dibeberkan dan tangan kanan masuk secara obstetris
ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam sekarang
menyusun tali pusat yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten. Setelah
tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan
sedapat-dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas. Kemudian dengan sisi
tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian plasenta
yang sudah terlepas dengan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar
dengan dinding rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang
dan dengan perlahan-lahan ditarik keluar. Diperiksa apakah plasenta
dilahirkan lengkap.
 Diperiksa lagi apakah terdapat penyebab lain perdarahan masih tidak berhenti.
Contohnya terdapat trauma pada serviks atau vagina atau kontraksi yang
masih belum baik. Jika terdapat laserasi, luka dijahit dan jika kontraksi masih
belum baik, dicoba dulu dengan massase uterus, pemberian oksitosin,
methylergometrin dan misoprostol.
 Cefotaxime injeksi 3x1 gr IV

Pendidikan :

Kepada pasien dan keluarganya dijelaskan penyebab timbulnya penyakit yang


dideritanya dan menjelaskan perjalanan penyakit nantinya serta komplikasi yang akan
timbul kemudian harinya

Diagnosis : P2A0 post partum spontan dengan Anemia dan Rest plasenta

Ny L umur 28 tahun datang ke RSUD RA. Kartini Kab Jepara rujukan dari Puskesmas
Pecangaan dengan keluhan P2A0 dengan Anemia Post Partum, menurut keterangan rujukan
plasenta lahir spontan dan lengkap. Keluhan dirasakan sejak , keluhan tidak disertai pusing,
lemas, pandangan mata kabur. Riwayat persalinan plasenta lahir spontan, perineum ruptur
grade II dan sudah di hecting, perdaraham lebih kurang 500 ml, kontraksi lemah.

Tanda vital :TD : 110/90 mmHg, Nadi : 89x/ menit, RR : 20x/ menit, Suhu : 37,0 C, tanda
vital dalam batas normal, kesadaran pasien compos mentis. Belum terdapat tanda Syok
hemorargic

Status Lokalis :
Status Lokalis Abdomen

4. Inspeksi : Tampak Datar, striae Gravidarum (+), Linea Nigra (+) tampak luka jahitan

perineum baik lochia (+)

5. Palpasi : Kontraksi (+) lemah, TFU teraba 2 jari dibawah pusat


6. Auskultasi : Tidak dilakukan

Pemeriksaan Dalam (Vaginal Toucher)

VT Stolcel (+), Portio terbuka 1 cm

Hasil Usg terdapat rest plasenta

Hasil laboratorium : menunjukkan adanya penurunan jumlah Hemoglobin (5,6 gr) dimana
nilai normal nya adalah sekitar 12-16 untuk perempuan menandakan Anemia Berat

Diagnosis dapat ditegakkan bila perdarahan banyak dlam waktu pendek setelah melahirkan,
pada pasien HB 5,6 konjungtiva pucat, kontraksi uterus melemah dan hasil usg terdapat rest
plasenta

3. Plan

 Perbaikan KU

 Rencana USG diruangan

 O2 3 Lpm

 Transfusi PRC 3 Kolf

 Inj Metil Ergometrin 1 ampul/jam

 Antibiotika :Cefadroxyl 500mg/12 jam

 Suportif : Biosanbe 1 tab/24 jam, Asam Mefenamat 500mg/8jam

 Rencana curetase 14 juli 2019 pukul 13.00 WIB

 Terapi lanjutan:post Op IVFD RL 20 TPM, antibiotik Cefadroxyl 500 mg/12 jam

dan therapy suportif dilanjutkan

 Terapi bedah :Curetase dengan General Anestesi


 Perawatan luka :

 Pembersihan pasca operasi untuk membersihkan perdarahan, sektret, endapan

fibrik, krusta untuk mencegah timbulnya infeksi, jaringan fibrotik, dan sinekia

 Therapy antibiotik dan therapy suportif serta asupan gizi yang baik

 Follow up 4 hingga 5 minggu sekali

 Jaga kebersihan lingkungan dan pakaian.

 Kontrol rutin ke puskesmas/ poliklinik Kandungan/Bedah.

4. Prognosis

Dubia et bonam

Anda mungkin juga menyukai