Topik: P2A0 Post Partum Spontan Luar dengan Anemia dan Retentio Placenta
Tanggal (Kasus) : 13 juli 2019 Presenter : dr. Aspidi Manopo Sinaga
Tanggal Presentasi : Agustus 2019 Pendamping : dr. Bagus Wirabhakti
Sp.OG
Tempat Presentasi : Ruang Rapat
Objektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Perempuan, 28 tahun,anemia post partum dan plasenta lahir spontan
dan lengkap
Tujuan : Diagnosis dan tatalaksana pasien Retensio plasenta
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos
1. Subjektif
Alloanamnesis
Ny L umur 28 tahun datang ke RSUD RA. Kartini Kab Jepara rujukan dari Puskesmas
Pecangaan dengan keluhan P2A0 dengan Anemia Post Partum, menurut keterangan
rujukan plasenta lahir spontan dan lengkap. Keluhan dirasakan sejak 1 hari SMRS ,
keluhan tidak disertai pusing, lemas, pandangan mata kabur. Riwayat persalinan plasenta
lahir spontan, perineum ruptur grade II dan sudah di hecting, perdaraham lebih kurang 500
2. Objektif
Vital sign
TD : 110/90 mmHg
Suhu : 37,9 C
Kepala
Mata : Sklera ikterik (-). Konjungtiva anemis (+). Pupil isokor (+/+)
Mulut : Letak uvula medial. Pembesaran tonsil (-). thypoid Tongue (-) Bibir kering
Leher
Palpasi :Tidak ada pembesaran kalenjar getah bening dan kelenjar tiroid
Thorax:
Pulmo
Inspeksi: Dinding thoraks kanan dan kiri simetris, deformitas dinding thoraks (-), deviasi
tulang belakang (-), retraksi dinding dada (-), ketinggalan gerak (-), lesi kulit (-)
Palpasi: nyeri (-), masa (-), krepitasi (-), pergerakan dinding dada simetris, fremitus taktil
simetris
Jantung
Inspeksi: Tidak tampak iktus cordis
Perkusi: Dbn
Abdomen
Palpasi: Supel. NT (-) semua regio. Turgor normal. Hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: Edema (-). Akral hangat (+). Ptechie (-). CRT (<2’)
Pemeriksaan Obstetrik
1. Inspeksi : Tampak Datar, striae Gravidarum (+), Linea Nigra (+) tampak luka jahitan
Pemeriksaan Penunjang:
Laboratorium
USG :
1. Assesment(penalaran klinis) :
II. Etiologi
Penyebab terjadinya perdarahan post partum antara lain:
- Atonia uteri
- Luka jalan lahir
- Retensio plasenta
- Gangguan pembekuan darah
III. Insidensi
Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan
adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di
negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%.
Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut:
- Atonia uteri 50 – 60 %
- Sisa plasenta 23 – 24 %
- Retensio plasenta 16 – 17 %
- Laserasi jalan lahir 4 – 5 %
- Kelainan darah 0,5 – 0,8 %
V. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar
hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk.
Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode
antenatal.
Pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan.
b. Pemeriksaan radiologi
Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan
penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium
atau radiologis dapat dilakukan. Pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat
adanyagumpalan darah dan retensi sisa plasenta.
USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan
resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum
seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas
dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya.
VI. Penatalaksanaan
Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu: (1)
resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2)
identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum.
Resusitasi cairan
Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat
memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan. Perlu
dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang paling
tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan
dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi.
Pada perdarahan post partum diberikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam
volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses
intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang
ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko
terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan post
partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat
dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat.
Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada
penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu
penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang
intravasluler, tetapi terjadi pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan
penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada hari-hari setelah perdarahan
post partum. Ginjal normal dengan mudah mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post
partum lebih dari 1.500 mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan
infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani. Kehilanagn darah yang banyak,
biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah merah.
Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 – 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan efek
yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik dibandingkan
NS, dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian
koloid, maka cairan kristaloid tetap direkomendasikan.
Transfusi Darah
Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan diperkirakan
akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun
telah dilakukan resusitasi cepat.
PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat indikasi.
Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 – 4 unit PRC untuk menggantikan pembawa oksigen
yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang
dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100
mL NS pada masing-masing unit.
VII. Penyulit
Penyulit pada kasus perdarahan post partum adalah :
Syok ireversibel
DIC
VIII. Pencegahan
Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala III
dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post partum. Penanganan
aktif merupakan kombinasi dari hal-hal berikut:
Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan.
Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat
Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus berkontraksi
dengan baik
I. Definisi
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk
berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum yang
paling penting dan biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan.
Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok
hipovolemik.
II. Etiologi
Over distensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor resiko mayor
terjadinya atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan ganda, janin
makrosomia, polihidramnion atau abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan
struktur uterus atau kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi darah
di uterus baik sebelum maupun sesudah plasenta lahir.
Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan
lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat
pula terjadi sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-obatan, seperti
agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium sulfat,
beta-simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri
(korioamnionitis, endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi pada abruptio
plasenta dan hipotermia akibat resusitasi masif. Data terbaru menyebutkan bahwa
grandemultiparitas bukan merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya perdarahan
post partum.
PREDISPOSISI TERHADAP ATONIA UTERI
1. Grandemultipara.
2. Uterus yang terlalu regang (hidramion, hamil ganda, anak sangat besar/ BB > 4000
gram).
5. Partus lama
6. Partus presipitatus.
8. Infeksi uterus.
9. Anemia berat.
12. Pimpinan kala III yang salah dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus
III. Penatalaksanaan
Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri
Masase uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada perbaikan dan
perdarahan berhenti, oksitosin dilanjutkan perinfus.
Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian dipasang
tampon uterovaginal padat. Kalau cara ini berhasil, dipertahankan selama 24 jam.
Kompresi bimanual eksternal
Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan
kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang
keluar. Bila perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga
uterus dapat kembali berkontraksi. Bila belum berhasil dilakukan kompresi
bimanual internal
Kompresi bimanual internal
Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan
dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai
pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi.
Pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga
uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi , coba kompresi
aorta abdominalis
Kompresi aorta abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi
tersebut,genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak
lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan
yang tepat akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis.
Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi
Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin / ergometrin, bisa dicoba
prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskuler atau langsung pada miometrium
(transabdominal). Bila perlu pemberiannya dapat diulang dalam 5 menit dan tiap
2 atau 3 jam sesudahnya.
Laparotomi dilakukan bila uterus tetap lembek dan perdarahan yang terjadi tetap
> 200 mL/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri uterina atau hipogastrik
(khusus untuk penderita yang belum punya anak atau muda sekali)
Bila tak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.
I. Definisi
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih
dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta
disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus
II. Klasifikasi
Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis, antara lain:
Plasenta adhesiva adalah plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam.sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian
lapisan miometrium sampai ke serosa
Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/melewati
lapisan miometrium
Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus
Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan
oleh konstriksi ostium uteri
Plasenta inkarserata
Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan
Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan konstriksi serviks
dan melahirkan plasenta
Pilih fluethane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat, siapkan infus oksitosin 20
IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit untuk mengantisipasi gangguan
kontraksi yang diakibatkan bahan anestesi tersebut
Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilalui cunam ovum, lakukan
manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur ini berikan analgesik
(Tramadol 100 mg IV atau Pethidine 50 mg IV) dan sedatif (Diazepam 5 mg IV) pada
tabung suntik yang terpisah
Sisa Plasenta
Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan
pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin
dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah
Antibiotika yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan 3 x 1 g oral
dikombinasi dengan metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral
Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau
jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa
plasenta dengan dilatasi dan kuretase
Bila kadar Hb < 8 g/dL berikan transfusi darah. Bila kadar Hb > 8 g/dL, berikan sulfas
ferosus 600 mg/hari selama 10 hari
Plasenta akreta
Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus atau
korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta
karena implantasi yang dalam
Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan
diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini
memerlukan tindakan operatif
Penilaian Klinik Plasenta Akreta
C. LASERASI JALAN LAHIR
I. Klasifikasi
- Ruptura perineum dan robekan dinding vagina
Tingkat perlukaan perineum dapat dibagi dalam:
o Tingkat I: bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina atau kulit
perineum
o Tingkat II : adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ke vagina dan
perineum dengan melukai fasia serta otot-otot diafragma urogenital
o Tingkat III : perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam yang menyebabkan
muskulus sfingter ani eksternus terputus di depan
- Robekan serviks
III. Penatalaksanaan
Ruptura perineum dan robekan dinding vagina
Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang
dapat diserap
Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal dari operator
Khusus pada ruptura perineum komplit (hingga anus dan sebagian rektum) dilakukan
penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sbb:
Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi pada rektum hingga ujung
robekan
Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul submukosa,
menggunakan benang poliglikolik no.2/0 (Dexon/Vicryl) hingga ke sfingter ani.
Jepit kedua sfingter ani dengan klem dan jahit dengan benang no. 2/0
Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan submukosa dengan benang
yang sama (atau kromik 2/0) secara jelujur
Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosal dan subkutikuler
Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g dan metronidazol 1 g per oral).
Terapi penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau dibubuhi
ramuan tradisional atau
Robekan serviks
Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang terjulur akan
mengalami robekan pada posisi spina isiadika tertekan oleh kepala bayi
Bila kontraksi uterus baik, plasanta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan
banyakmaka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan dari portio
Jepitkan klem ovarium pada kedua sisi portio yang robek sehingga perdarahan
dapat segera dihentikan. Jika setelah eksplorasi lanjutan tidak dijumpai robekan
lain, lakukan penjahitan. Jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian ke
arah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
Setelah tindakan, periksa tanda vital pasien, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri
dan perdarahan pasca tindakan
Beri antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
Bila terdapat defisit cairan, lakukan restorasi dan bila kadar Hb < 8 g%, berikan
transfusi darah
II. Penatalaksanaan
Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya perdarahan
post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari terjadinya perdarahan post
partum, seperti solutio plasenta, sindroma HELLP, fatty liver pada kehamilan, IUFD, emboli
air ketuban dan septikemia.
Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan pada pasien dengan
trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit dengan cepat. Satu unit
trombosit biasanya menaikkan hitung trombosit sebesar 5.000 – 10.000/mm3. Dosis biasa
sebesar kemasan 10 unit diberikan bila gejala-gejala perdarahan telah jelas atau bila hitung
trombosit di bawah 20.000/mm3. transfusi trombosit diindakasikan bila hitung trombosit
10.000 – 50.000/mm3, jika direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau
diperkirakan diperlukan suatu transfusi yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan
karena masa paruh trombosit hanya 3 – 4 hari.
Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V, VII, IX, X
dan fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak diperlukan adanya kesesuaian
donor, tetapi antibodi dalam plasma dapat bereaksi dengan sel-sel penerima. Bila ditemukan
koagulopati, dan belum terdapat pemeriksaan laboratorium, plasma segar yang dibekukan
harus dipakai secara empiris.
Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan fibrinogen,
dipakai dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan penyakit von Willebrand.
Kuantitas faktor-faktor ini tidak dapat diprediksi untuk terjadinya suatu pembekuan, serta
bervariasi menurut keadaan klinis.
2. Plan :
DIAGNOSIS KERJA
Rest Plasenta + Anemia
Rencana Diagnostik:
Observasi tanda vital, keadaan umum, perdarahan pervaginam dan jumlah
urin.
Rencana Terapi:
Oksigen 2 liter/menit dengan kanul oksigen
IVFD D5% dengan drip oxytocin 1 amp 12 tetes per menit
Memasang kateter urin
Apabila plasenta telah lahir, diperiksa apakah plasenta lengkap. ( kotiledon
dan selaput ketuban lengkap). Dieksplorasi untuk memastikan tiada sisa
plasenta atau selaput ketuban.
Jika plasenta tidak berhasil lahir dengan teknik ini, dilakukan manual plasenta.
Sebelumnya dipastikan dahulu apakah portio serviks terbuka. Jika masih
tertutup, teknik manual plasenta tidak dapat dilakukan. Pasien diberikan
nitrogliserin untuk relaksasi serviks supaya portio terbuka dan tangan bisa
dimasukkan ke dalam uterus.
Sebelum dikerjakan penderita disiapkan pada posisi litotomi. Operator berdiri
atau duduk dihadapan vulva, lakukan desinfeksi pada genitalia eksterna begitu
pula tangan dan lengan bawah si penolong (setelah menggunakan sarung
tangan). Kemudian labia dibeberkan dan tangan kanan masuk secara obstetris
ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam sekarang
menyusun tali pusat yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten. Setelah
tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan
sedapat-dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas. Kemudian dengan sisi
tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian plasenta
yang sudah terlepas dengan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar
dengan dinding rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang
dan dengan perlahan-lahan ditarik keluar. Diperiksa apakah plasenta
dilahirkan lengkap.
Diperiksa lagi apakah terdapat penyebab lain perdarahan masih tidak berhenti.
Contohnya terdapat trauma pada serviks atau vagina atau kontraksi yang
masih belum baik. Jika terdapat laserasi, luka dijahit dan jika kontraksi masih
belum baik, dicoba dulu dengan massase uterus, pemberian oksitosin,
methylergometrin dan misoprostol.
Cefotaxime injeksi 3x1 gr IV
Pendidikan :
Diagnosis : P2A0 post partum spontan dengan Anemia dan Rest plasenta
Ny L umur 28 tahun datang ke RSUD RA. Kartini Kab Jepara rujukan dari Puskesmas
Pecangaan dengan keluhan P2A0 dengan Anemia Post Partum, menurut keterangan rujukan
plasenta lahir spontan dan lengkap. Keluhan dirasakan sejak , keluhan tidak disertai pusing,
lemas, pandangan mata kabur. Riwayat persalinan plasenta lahir spontan, perineum ruptur
grade II dan sudah di hecting, perdaraham lebih kurang 500 ml, kontraksi lemah.
Tanda vital :TD : 110/90 mmHg, Nadi : 89x/ menit, RR : 20x/ menit, Suhu : 37,0 C, tanda
vital dalam batas normal, kesadaran pasien compos mentis. Belum terdapat tanda Syok
hemorargic
Status Lokalis :
Status Lokalis Abdomen
4. Inspeksi : Tampak Datar, striae Gravidarum (+), Linea Nigra (+) tampak luka jahitan
Hasil laboratorium : menunjukkan adanya penurunan jumlah Hemoglobin (5,6 gr) dimana
nilai normal nya adalah sekitar 12-16 untuk perempuan menandakan Anemia Berat
Diagnosis dapat ditegakkan bila perdarahan banyak dlam waktu pendek setelah melahirkan,
pada pasien HB 5,6 konjungtiva pucat, kontraksi uterus melemah dan hasil usg terdapat rest
plasenta
3. Plan
Perbaikan KU
O2 3 Lpm
fibrik, krusta untuk mencegah timbulnya infeksi, jaringan fibrotik, dan sinekia
Therapy antibiotik dan therapy suportif serta asupan gizi yang baik
4. Prognosis
Dubia et bonam