Anda di halaman 1dari 33

1

LAPORAN KASUS
FRAKTUR TERTUTUP TIBIA FIBULA DISTAL
SINNISTRA

Oleh dr. Aspidi Manopo Sinaga


Pembimbing : dr. Dhanan Prastanika Sesahayu Sp. OT

Nama :dr. Aspidi Manopo Sinaga TandaTangan


Dr. Pembimbing : dr. Dhanan Prastanika Sesahayu SpOT
........................

I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. N.A Jenis kelamin : Perempuan
Usia/Tgl lahir :03-03-1982 ( 37 th) Suku bangsa : Jawa

2
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMA
Alamat : LEBUAWU 7/2 PECANGAAN JEPARA Tgl masuk RS : 12 Agustus 2019

II. ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis

Keluhan Utama:
Tungkai kiri bawah nyeri 1 jam SMRS.
KeluhanTambahan:Bengkak dan gerak tungkai kiri terbatas karena nyeri.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Satu jam SMRS OS mengeluh tungkai kiri nyeri. Keluhan tersebut dirasakan sejak tungkai
kiri bawah OS terhantam motor. Os mengalami kecelakaan motor, sehingga motor yg di kendarai
oleh os oleng dan menimpa kaki kiri os sendiri. Posisi tungkai kiri bawah saat tertimpa motor
dalam keadan lurus. Tungkai kiri bengkak dan gerak tidak bebas karena sakit. Tidak terdapat luka
robek pada kaki. Waktu kejadian OS dalam keadaan sadar sampai rumah sakit masih sadar. OS
diantar oleh petugas puskesmas..
Riwayat Penyakit Dahulu :

OS tidak pernah di rawat di RS sebelumnya. OS tidak memiliki riwayat trauma,hipertensi, DM,


alergi obat. Riwayat trauma sebelumnya tidak ditemukan. OS tidak pernah menjalani operasi
sebelumnya

RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran
() Di Rumah ( ) Rumah Sakit (√) Rumah Bersalin
Ditolong oleh:
( ) Dokter (√) Bidan () Dukun ( ) Lainnya…

Kehidupan Berkeluarga dan Perkawinan


Os sudah menikah ± 6 tahun dan mempunyai 1 orang anak.
Adanya kesulitan:
Pekerjaan :tidak ada
Keuangan : tidak ada
Keluarga : tidak ada

3
Riwayat Makanan
Frekuensi/hari : 3-4x dalam sehari. Sekali makan 1 piring.
Variasi/hari : variasi makan setiap harinya baik, menu makanan berbeda-beda setiap harinya.
Jumlah/hari : makan dalam jumlah yang cukup banyak.
Nafsu makan : Baik

Riwayat Imunisasi
( +) BCG ( + ) DPT ( + ) Polio
(+) Hep B ( + ) Campak ( - ) Tetanus
Kesimpulan : Imunisasi dasar lengkap. Imunisasi ulangan belum lengkap.

Penyakit masa lampau


a. Penyakit terdahulu : Tidak ada
b. Trauma terdahulu : Tidak ada
c. Operasi : Tidak ada
d. Sistem saraf : Tidak ada
e. Sistem kardiovaskuler : Tidak ada
f. Sistem gastrointestinal : Tidak ada
g. Sistem urinarius : Tidak ada
h. Sistem genitalis : Tidak ada
i. Sistem musculoskeletal : Tidak ada
RiwayatKeluarga
Umur
Hubungan JenisKelamin KeadaanKesehatan PenyebabMeninggal
(Tahun)

Kakek 78tahun Laki-laki Meninggal Usia tua

Nenek 77tahun Perempuan Meninggal Usia tua

Ayah 61 tahun Laki-laki Sehat -

Ibu 59tahun Perempuan Sehat -

Istri 34 tahun Perempuan sehat -

Kakak 37tahun Perempuan Sehat -

4
Anak 5tahun Perempuan Sehat -

Adakah Keluarga /Kerabat Yang Menderita:


Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi √ -
Asma √
Tuberkulosis √ -
Hipertensi √
Diabetes √ -
Jantung √ -
Ginjal √ -

ANAMNESIS SISTEM
Kulit
( - ) Bisul ( - ) Rambut ( - ) Keringat malam
( - ) Kuku ( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Sianosis
( - ) Ekskoriasi
Kepala
( - ) Trauma ( -) Sakit kepala ( - ) Nyeri pada sinus

Mata
( -) Merah ( - ) Nyeri
( - ) Sekret ( - ) Kuning/ Ikterus
( - ) Trauma ( - ) Ketajaman penglihatan

Telinga
( - ) Nyeri ( - ) Gangguan pendengaran
( - ) Sekret ( - ) Tinitus

Hidung
( -) Rhinnorhea ( - ) Gejala penyumbatan

5
( - ) Nyeri ( - ) Gangguan penciuman
( - ) Sekret ( -) Epistaksis
( - ) Trauma ( - ) Benda asing (foreign body)

Mulut
( - ) Bibir ( -) Lidah ( - ) Gusi ( - ) Mukosa

Tenggorokan
( -) Nyeritenggorokan ( -) Perubahansuara

Leher
( - ) Benjolan ( - ) Nyeri leher

Thorax (Cor dan Pulmo)


( -) Sesak napas ( - ) Mengi
( -) Batuk ( - ) Batuk darah
( - ) Nyeri dada ( - ) Berdebar-debar

Abdomen (Lambung / Usus)


( -) Mual ( -) Muntah
( -) Diare ( - ) Konstipasi
( -) Nyeri epigastrium( -) Nyeri kolik
( - ) Tinja berdarah ( - ) Tinja berwarna dempul
( -) Benjolan

Saluran Kemih / Alat kelamin


( - ) Disuria ( - ) Nokturia
( - ) Hesistancy ( - ) Urgency
( - ) Kencing batu ( - ) Kolik
( - ) Hematuria ( - ) Retensio urin

Saraf dan Otot


( - ) Riwayat trauma (√ ) Nyeri (√) Bengkak
6
Ekstremitas
(√) Bengkak (√) Deformitas
(√) Nyeri ( - ) Sianosis

BERAT BADAN
Berat badan rata-rata (Kg) : 62 kg
Berat tertinggi (Kg) : Tidak diketahui
Berat badan sekarang (Kg) : 62 kg
Tetap (√ ) Naik ( )
Turun ()

III. STATUS GENERALIS


KeadaanUmum: TampakSakit Sedang
Kesadaran:Compos Mentis
Tanda-tanda Vital:
TD: 120/80 mmHg Suhu: 36,2ºC
N: 80x/menit RR: 20x/menit
Kepala: Dalam batas normal
Mata: Anemis (-/-) ,Ikterik (-/-)
Telinga: Dalam batas normal
Hidung: Dalam batas normal
Tenggorokan :Dalam batas normal
Leher: Dalam batas normal
Thorax:
1. Paru-paru
Inspeksi : Dalam batas normal
Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)
2. Jantung
Inspeksi :Dalam batas normal
Palpasi : Teraba iktus cordis
Perkusi :Batas kanan : ICS IV, linea sternalis dextra
7
Batas kiri : ICS IV, 1 jari medial linea midclavicula sinistra.
Batas atas : ICS II linea parasternal sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-).
Abdomen
Inspeksi : Dalam batas normal
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani, CVA (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan( - )
Hati : tidak teraba membesar
Limpa : tidak teraba membesar
Ginjal : tidak teraba

Alat kelamin dan Colok dubur


Tidak dilakukan karena tidak ada indikasi

Ekstremitas (lengan dan tungkai )


Tonus : Normotonus
Massa : Normal (normotrofi)
Sendi : Normal

Akral hangat: Sensori : + +


+ +
S + +
+ e+
n
s
o
ri
:
Kekuatan : +5 +5 Cyanosis : -- --

+5 +2
- -

Edema : -- --

-- +

8
Refleks

Kanan Kiri

Refleks Tendon Positif Positif

Bisep Positif Positif

Trisep Positif Positif

Patela Positif Tidakdilakukan

Achiles Positif Tidakdilakukan

Kremaster Tidakdilakukan Tidakdilakukan

RefleksPatologis Tidakdilakukan Tidakdilakukan

IV. STATUS LOKALIS


Regio kruris sinistra
Look : Tidak ada luka, oedem (+), deformitas (+), tampak penonjolan abnormal, tidak tampak
sianosis pada bagian distal lesi.
Feel : Nyeri tekan setempat (+), krepitasi (+),sensibilitas (+),suhu rabaan hangat, kapiler refil <
2 detik (normal), arteri dorsalis pedis teraba lemah dibandingkan bagian yang sehat.
Move : Gerakan aktif dan pasif terhambat, sakit bila digerakkan , tampak gerakan terbatas (+),
keterbatasan pergerakan sendi-sendi distal (karena terasa nyeri saat digerakkan). gangguan
persarafan tidak ada.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM DARAH
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
HEMOGLOBIN 13,5 GR% 12-16
LEUKOSIT 10.920 mm3 4.000-10.000
TROMBOSIT 310.000 mm3 150.000-400.000
HEMATOKRIT 39,7% 37-43
CT 4’30” 2-6
BT 2’0” 1-3
GDS 107 mg% 80-150

9
UREUM 20,0mg% 10-50
CREATININ 0,50mg% 0,5-0,9
URIC ACID 2,8 mg% 2,4-5,7
SGOT 17 U/L S/D 37
SGPT 13 U/L S/D 37
NATRIUM 142,1 mmol/L 135-155
KALIUM 3,55 mmol/L 3,5-5,5
CHLORIDA 109,3 mmol/L 95-105
CALSIUM 8,8 mg% 8,1-10,4
MAGNESIUM 1,99 mmol/L 1,9-2,5
HBSAG NEGATIVE
X FOTO CRURIS SINISTRA

10
11
VI. RINGKASAN (RESUME)
Satu jam SMRS OS mengeluh tungkai kiri bawah nyeri. Keluhan tersebut dirasakan sejak
tungkai kiri bawah OS setelah kecelakaan dan tertindih motor.. Posisi tungkai kiri bawah saat
tertimpa semen lurus.Tungkai kiri bengkak dan gerak tidak bebas karena sakit, tidak terdapat
luka terbuka pada tungkai kiri.
Primary survey tidak didapatkan kelainan. Secondary survey regio cruris sinistra didapatkan
oedem ekskoriasi( +), deformitas (+), krepitasi (+), nyeri tekan setempat (+), sensibilitas
(+), gerakan aktif dan pasif terhambat karena nyeri. Pemeriksaan penunjang di dapatkan
leukositosis 10.920, pada pemeriksaan x foto cruris di dapatkan kesan fraktur pada os tibia-
fibula distal .

VII. DIAGNOSIS KERJA


Fraktur Tibia Fibula sinistra Tertutup
Dasar diagnosis :Terdapat riwayat trauma pada tungkai bawah, terjadi pembengkakan dan
nyeri pada tungkai bawah, Terdapat deformitas, krepitasi, gangguan dalam pergerakan.

VIII. PENATALAKSANAAN
PLANNING DIAGNOSA
Planning pemeriksaan
Foto Rontgen: cruris sinistra AP-lateral
Lab : Darah lengkap, Bleeding time, Clotting time, HbSAg.
Planning Terapi
Non operatif :
Medikamentosa: analgetik dan antibiotik
Ketorolac tromethamine 3x1 ampul: Tiap ampul (1 ml) mengandung ketorolac tromethamine
30 mg
anbacin 2x1 gram: dosis 1 - 2 gram satu kali sehari
ranitidine 3 x 50 mg sebagai h2 blocker pencegahan stress ulcer
Non medikamentosa
Pemasangan bidai sampai di atas lutut dan jangan banyak digerakkan
Operatif
Open Reduction and Internal Fixation ( ORIF )
I. PROGNOSIS
1. Ad vitam : dubia ad bonam
12
2. Ad fungsionam : dubia ad bonam
3. Ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
16 – Agustus 2019
S : kaki kiri masih terasa nyeri
O : Ku : TSS CM
Mata : ca -/- si -/-
Cor/pulmo : ronki -/- wheezing -/-
Abdomen : bu + supel
Extremitas : luka post OP tidak bernanah, masih nyeri bila di gerakan

Kesan :terpasang nail pada distal OS tibia sinistra posisi baik


Terpasang plate end screw pada distal os fibula sinistra posisi baik

13
14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fraktur telah diidentifikasikan sebagai masalah medis sepanjang sejarah. Fraktur femur dimana
penyebab terbanyak yaitu akibat trauma, telah menjadi perhatian baik masyarakat maupun tenaga
kesehatan. Selain femur, tibia merupakan tulang panjang yang sering mengalami cedera. Tibia mempunyai
permukaan subkutan yang paling panjang, sehingga paling sering terjadi fraktur terbuka. Kecelakaan lalu
lintas merupakan penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang dapat menyebabkan fraktur.
Penyebab yang lain dapat karena kecelakaan kerja, olah raga dan rumah tangga industri, olahraga, dan
rumah tangga.1,2
Walaupun penatalaksanaan di bidang orthopaedi telah berkembang, mortalitas trauma masih
tetap tinggi, berkisar antara 10 - 20 persen. Sebanyak 87% kecelakaan di Amerika Serikat menyebabkan
fraktur pada individu antara usia 1 dan 44 tahun dan merupakan salah satu 10 penyebab paling umum
kematian pada usia diatas 34 tahun.1 Di Indonesia, kecelakaan juga merupakan penyebab terbanyak
terjadinya fraktur dan terdapat lebih dari 12.000 kematian setiap tahunnya.2 Sedangkan di kota Medan,
berdasarkan penelitian yang dilakukan di rumah sakit tahun 2009, proporsi penderita fraktur berdasarkan
sosiodemografi tertinggi pada kelompok umur 16 - 26 tahun (40,3%) yang disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas sebanyak 78,9%, fraktur tertutup 73,7%, ekstremitas bawah 55,3%. Dari seluruh kejadian tersebut
yang memerlukan tindakan operasi 55,3%.3
Berdasarkan data di atas, maka desakan untuk meningkatkan cara dan system penanggulangan
penderita gawat darurat sekarang sangat dirasakan. Oleh sebab itu, diperlukan pengetahuan
penanggulangan fraktur yang meliputi primary survey serta tindakan penanggulangan definitive sehingga
dapat menyelamatkan hidup penderita dan mencegah kecatatan dengan pengobatan yang adekuat serta
terpadu. 2

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk memaparkan kasus fraktur femur dan
fraktur tibia di rumah sakit Haji Adam Malik Medan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang

15
berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai
pembuluh darah, otot dan persarafan.2
Fraktur femur dapat bersifat intrakapsular dan ekstrakapsular berdasarkan di dalam atau di luar
sendi. Fraktur kruris (crus = tungkai) merupakan fraktur yang terjadi pada tibia dan fibula. 3

2.2. Anatomi femur dan Tibia 4,5

2.3. Klasifikasi 1,5


Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan Melalui kepala femur
(capital fraktur)
Terdiri dari:
Fraktur kapital : fraktur pada kaput femur
Fraktur subkapital : fraktur yang terletak di bawah kaput femur
Fraktur transervikal : fraktur pada kolum femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;

16
 Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil
/pada daerah intertrokhanter.
 Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter
kecil.

Klasifikasi fraktur pada tibia dan fibula:


1. Fraktur proksimal tibia
2. Fraktur diafisis
3. Fraktur dan dislokasi pada pergelangan kaki
fraktur proksimal tibia
a) Fraktur Infrakondilus Tibia
Fraktur Infrakondilus tibia terjadi sebagai akibat pukulan pada tungkai pasien yang
mematahkan tibia dan fibula sejauh 5cm di bawah lutut. Walaupun tungkai bawah dapat
membengkak dalam segala arah, namun biasanya terjadi pergeseran lateral ringan dan tidak ada
tumpang tindih atau rotasi. Fraktur tidak masuk ke dalam lututnya. Dapat dirawat dengan gips
tungkai panjang, sama seperti fraktur pada tibia lebih distal. Jika fragmen tergeser, dapat dilakukan
manipulasi ke dalam posisinya dan gunakan gips tungkai panjang selama 6 minggu. Kemudian
dapat dilepaskan dan diberdirikan dengan menggunakan tongkat untuk menahan berat badan.
b) Fraktur Berbentuk T
Terjadi karena terjatuh dari tempat yang tinggi, menggerakkan korpus tibia ke atas diantara
kondilus femur, dan mencederai jaringan lunak pada lutut dengan hebat. Kondilus tibia dapat
terpisah, sehingga korpus tibia tergeser diantaranya. Traksi tibia distal sering dapat mereduksi
fraktur ini secara adekuat.
c) Fraktur Kondilus Tibia (bumper fracture)
Fraktur kondilus lateralis terjadi karena adanya trauma abduksi terhadap femur dimana kaki
terfiksasi pada dasar. Fraktur ini biasanya terjadi akibat tabrakan pada sisi luar kulit oleh bumper
mobil, yang menimbulkan fraktur pada salah satu kondilus tibia, biasannya sisi lateral.
d) Fraktur Kominutiva Tibia Atas
Pada fraktur kominutiva tibia atas biasanya fragmen dipertahankan oleh bagian periosteum
yang intak. Dapat direduksi dengan traksi yang kuat, kemudian merawatnya dengan traksi tibia
distal.

fraktur diafisis

17
Fraktur diafisis tibia dan fibula lebih sering ditemukan bersama-sama. Fraktur dapat juga
terjadi hanya pada tibia atau fibula saja. Fraktur diafisis tibia dan fibula terjadi karena adanya
trauma angulasi yang akan menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan
trauma rotasi akan menimbulkan trauma tipe spiral. Fraktur jenis ini dapat diklasifikasikan menjadi:
a) Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Orang Dewasa
Dua jenis cedera dapat mematahkan tibia dewasa tanpa mematahkan fibula:
1) Jika tungkai mendapat benturan dari samping, dapat mematahkan secara transversal atau oblik,
meninggalkan fibula dalam keadaan intak, sehingga dapat membidai fragmen, dan pergeseran akan
sangat terbatas.
2) Kombinasi kompresi dan twisting dapat menyebabkan fraktur oblik spiral hampir tanpa
pergeseran dan cedera jaringan lunak yang sangat terbatas.
Fraktur jenis ini biasanya menyembuh dengan cepat. Jika pergeseran minimal, tinggalkan fragmen
sebagaimana adanya. Jika pergeseran signifikan, lakukan anestesi dan reduksikan.
b) Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Anak-anak
Pada bayi dan anak-anak yang muda, fraktur besifat spiral pada tibia dengan fibula yang
intak. Pada umur 3-6 tahun, biasanya terjadi stress torsional pada tibia bagian medial yang akan
menimbulkan fraktur green stick pada metafisis atau diafisis proksimaldengan fibula yang intak.
Pada umur 5-10 tahun, fraktur biasanya bersifat transversaldengan atau tanpa fraktur fibula.
c) Fraktur Tertutup Pada Korpus Fibula
Gaya yang diarahkan pada sisi luar tungkai pasien dapat mematahkan fibula secara
transversal. Tibianya dapat tetap dalam keadaan intak, sehingga tidak terjadi pergeseran atau hanya
sedikit pergeseran ke samping. Biasanya pasien masih dapat berdiri. Otot-otot tungkai menutupi
tempat fraktur, sehingga memerlukan sinar-X untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Tidak
diperlukan reduksi, pembidaian, dan perlindungan, karena itu asalkan persendian lutut normal,
biarkan pasien berjalan segera setelah cedera jaringan lunak memungkinkan. Penderita cukup diberi
analgetika dan istirahat dengan tungkai tinggi sampai hematom diresorbsi.
d) Fraktur Tertutup pada Tibia dan Fibula
Pada fraktur ini tungkai pasien terpelintir, dan mematahkan kedua tulang pada tungkai
bawah secara oblik, biasanya pada sepertiga bawah. Fragmen bergeser ke arah lateral, bertumpang
tindih, dan berotasi. Jika tibia dan fibula fraktur, yang diperhatikan adalah reposisi tibia. Angulasi
dan rotasi yang paling ringan sekalipun dapat mudah terlihat dan dikoreksi. Perawatan tergantung
pada apakah terdapat pemendekan. Jika terdapat pemendekan yang jelas, maka traksi kalkaneus
selama seminggu dapat mereduksikannya. Pemendekan kurang dari satu sentimeter tidak menjadi

18
masalah karena akan dikompensasi pada waktu pasien sudah mulai berjalan. Sekalipun demikian,
pemendekan sebaiknya dihindari.
Klasifikasi Klinis :
 Fraktur tertutup (simple fracture)
Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
 Fraktur terbuka (compound fracture)
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada
kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar)
Derajat I :
Luka < 1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringan
Kontaminasi minimal
Derajat II
Laserasi > 1 cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas
Fraktur kominutif sedang
Kontaminasi sedang
Deajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas :
a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi
luas, atau fraktur segmental / sangat kominutif yang dsebabkan oleh trauma
berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
b. Kehilangan jaringan lunak dengan besarnya fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi masif
c. Luka pada pembuluh arteri
 Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion,
delayed union, infeksi tulang.
Gambar :

19
2.4. Penyebab Fraktur1,5
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
1. Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa
pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan
langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak. Bila
terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat
yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.
2. Fraktur kelelahan atau tekanan
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet,
penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.
3. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau
kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget).
Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang berbeda;
daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkatyang sama.
Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit; cedera langsung
akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur. Kecelakaan sepeda motor adalah penyebab yang
paling lazim.

2.5. Patofisiologi fraktur


a) Gaya atau trauma penyebab fraktur dapat berupa :
1) Gaya langsung

20
2) Gaya tidak langsung
b) Pada tulang panjang
1) Gaya twisting => fraktur spiral
2) Gaya bending dan kompresi => fraktur tranversal disertai separasi triangular fragment
butterfly
3) Kombinasi twisting, bending dan kompresi => fraktur oblik pendek
4) Tarikan tendon atau ligament => fraktur avulsi.
Pada tulang kanselous seperti vertebra atau calcaneal memberikan crush fracture yang komminutif.

2.6. Gejala Klinis1,4,5


Kulit mungkin tidak rusak atau robek dengan jelas, kadang-kadang kulit tetap utuh tetapi
melesak atau telah hancur, dan terdapat bahaya bahwa kulit itu dapat mengelupas dalam beberapa
hari. Kaki biasanya memuntir keluar dan deformitas tampak jelas. Kaki dapat menjadi memar dan
bengkak. Nadi dipalpasi untuk menilai sirkulasi, dan jari kaki diraba untuk menilai sensasi. Pada
fraktur gerakan tidak boleh dicoba, tetapi pasien diminta untuk menggerakkan jari kakinya.
Sebelum merencanakan terapi, perlu dilakukan penentuan beratnya cedera.
Pada anamnesis dalam kasus fraktur kondilus tibia terdapat riwayat trauma pada lutut,
pembengkakan dan nyeri serta hemartrosis. Terdapat gangguan dalam pergerakan sendi lutut. Pada
fraktur diafisis tulang kruris ditemukan gejala berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan
penonjolan tulang keluar kulit. Pada fraktur dan dislokasi sendi pergelangan kaki ditemukan adanya
pembengkakan pada pergelangan kaki, kebiruan atau deformitas. Yang penting diperhatikan adalah
lokaliasasi dari nyeri tekan apakah pada daerah tulang atau pada ligament.
Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar dibanding dengan normal serta fragmen
distal dalam posisi eksorotasi dan aduksi karena empat penyebab:
1) Tanpa stabilitas longitudinal femur, otot yang melekat pada fragmen atas dan bawah berkontraksi dan
paha memendek, yang menyebabkan bagian paha yang patah membengkak.
2) Aduktor melekat pada fragmen distal dan abduktor pada fragmen atas. Fraktur memisahkan dua
kelompok otot tersebut, yang selanjutnya bekerja tanpa ada aksi antagonis.
3) Beban berat kaki memutarkan fragmen distal ke rotasi eksterna.
4) Femur dikelilingi oleh otot yang mengalami laserasi oleh ujung tulang fraktur yang tajam dan paha terisi
dengan darah, sehingga terjadi pembengkakan (1,2,3).
Selain itu, adapun tanda dan gejalanya adalah :
Nyeri hebat di tempat fraktur
Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah

21
Rotasi luar dari kaki lebih pendek
Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak,
kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.

2.7. Diagnosis1,2
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap
danmelakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk dikonfirmasikan
denganmelakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen untuk membantu mengarahkan
danmenilai secara objektif keadaan yang sebenarnya.
A. Anamnesa
Penderita biasanya datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur), baik yang hebat maupun
trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis
harus dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan
mungkin fraktur terjadi ditempat lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian atau jatuh dikamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat,
kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah raga. Penderita biasanya datang
karena nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi
atau datang dengan gejala-gejala lain.

B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
 Syok, anemia atau perdarahan.
 Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam
rongga toraks, panggul dan abdomen.
 Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget).

Pada pemeriksaan fisik dilakukan:


Look (Inspeksi)
- Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi (rotasi,perpendekan
atau perpanjangan).
- Bengkak atau kebiruan.
- Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).

22
- Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah
apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera itu
terbuka (compound).

Feel (palpasi)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-hal
yang perlu diperhatikan:
1. Temperatur setempat yang meningkat
2. Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan
lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
3. Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati.
4. Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis
pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Refilling
(pengisian) arteri pada kuku.
5. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan.

Move (pergerakan)
1. Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
2. Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya.
3. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji
pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

C. Pemeriksaan Penunjang
Sinar -X
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun demikian
pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta eksistensi fraktur.
Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaiknya kita
mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan
pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis:
 Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi.
 Untuk konfirmasi adanya fraktur.

23
 Untuk mengetahui sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya.
 Untuk mengetahui teknik pengobatan.
 Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak.
 Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler.
 Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang.
 Untuk melihat adanya benda asing.
Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan ketentuan ´Rules of Two´:
 Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan sekurang-kurangnya
harus dilakukan 2 sudut pandang (AP & Lateral/Oblique).
 Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau angulasi. Tetapi angulasi
tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami
dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.
 Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto pada tungkai yang tidak
cedera akan bermanfaat.
 Dua cedera

Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1 tingkat. Karena itu bila ada
fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.
 Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu, sebagai akibatresorbsi
tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat memudahkan diagnosis.

Pencitraan Khusus
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi perlu dinyatakan
apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga
mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri. Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis
serta waktu penyembuhan fraktur, misalnya penyembuhan fraktur transversal lebihlambat dari
fraktur oblik karena kontak yang kurang. Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak
nyata pada sinar-X biasa.Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur kondilus tibia.
CT atau MRI mungkin merupakan satu-satunya cara yang dapat membantu, sesungguhnya potret
transeksional sangat penting untuk visualisasi fraktur secara tepat pada tempat yang sukar.

24
Radioisotop scanning berguna untuk mendiagnosis fraktur-tekanan yang dicurigai atau fraktur tak
bergeser yang lain.

2.8. Penatalaksanaan6,7
Penilaian awal terhadap pasien trauma dapat dibagi menjadi primer, survei sekunder, dan tersier.
Survei primer harus dilakukan dalam 2-5 menit dan terdiri dari urutan ABCDE : Airway, Breathing,
Circulation, Disability, dan Exposure. Jika fungsi dari setiap dari tiga sistem pertama terganggu, resusitasi
harus segera dimulai. Pada pasien yang kritis, resusitasi dan penilaian dilanjutkan secara bersamaan oleh
tim praktisi trauma. Pemantauan dasar termasuk electroencephalograph (ECG), tekanan darah noninvasive,
dan oksimetri nadi sering dapat dimulai di lapangan dan dilanjutkan selama pengobatan. Resusitasi trauma
mencakup dua tahap tambahan: kontrol perdarahan dan perbaikan cedera secara definitif. Survei sekunder
dan tersier yang lebih komprehensif dari pasien dilakukan setelah survei primer.

Primary survey
a. Jalan napas
Mempertahankan saluran napas adalah selalu menjadi prioritas pertama. Jika pasien dapat
berbicara dengan jelas jalan napas biasanya baik, tetapi jika pasien tidak sadar mungkin akan
membutuhkan saluran napas dan bantuan ventilasi. Tanda-tanda penting dari obstruksi termasuk
mendengkur, stridor, dan gerakan dada paradoks.Adanya benda asing harus dipertimbangkan pada pasien
tidak sadar. Lanjutan manajemen jalan napas (seperti intubasi endotrakeal, cricothyrotomy, atau
trakeostomi) diindikasikan jika ada apnea, obstruksi terus-menerus, cedera kepala berat, trauma
maksilofasial, cedera leher dengan hematoma yang meluas, atau cedera dada berat.
Cedera tulang belakang leher tidak mungkin terjadi pada pasien tanpa nyeri pada leher. Lima
kriteria meningkatkan risiko ketidakstabilan dari tulang cervikal: (1) Nyeri pada leher, (2) severe distracting
pain, (3) ditemukan tanda atau gejala neurologis, (4) keracunan, dan (5) kehilangan kesadaran di tempat
kejadian . Sebuah fraktur tulang belakang leher harus diasumsikan jika salah satu dari kriteria ini
ditemukan, bahkan jika tidak ada cedera diatas tingkat klavikula. Bahkan dengan kriteria ini, kejadian
trauma tulang leher adalah sekitar 2%. Insiden ketidakstabilan tulang belakang leher meningkat hingga 10%
dengan adanya cedera kepala berat. Untuk menghindari leher hiperekstensi, manuver jaw-trhust adalah
cara yang baik untuk mempertahankan saluran napas. Mulut dan saluran udara hidung dapat membantu
menjaga patensi jalan napas. Pasien tidak sadar dengan trauma berat selalu dianggap beresiko untuk
terjadinya aspirasi, dan jalan napas harus diamankan sesegera mungkin dengan endotrakeal tube atau
trakeostomi. Leher hiperekstensi dan traksi aksial yang berlebihan harus dihindari, dan imobilisasi manual
dari kepala dan leher oleh asisten harus digunakan untuk menstabilkan tulang belakang leher selama

25
laringoskopi ("in-line panduan stabilisasi" atau MILS). Asisten meletakkan kedua tangan-nya di kedua sisi
kepala pasien, menekan oksiput dan mencegah rotasi kepala. Dari semua teknik ini, MILS mungkin paling
efektif, tetapi dapat juga menyulitkan laringoskopi. Untuk alasan ini, beberapa dokter lebih memilih
intubasi nasal pada pasien dengan pernapasan spontan yang diduga mengalami cedera tulang belakang
servikal, meskipun teknik ini mungkin beresiko tinggi mengalami aspirasi paru.
Lainnya menganjurkan penggunaan suatu lightwand, Bullard laringoskop, WuScope, atau
intubating laryngeal mask airway. Jelas, keahlian dan preferensi seorang dokter secara individu
mempengaruhi pilihan teknik, bersama dengan kebutuhan untuk kebijaksanaan dan risiko komplikasi pada
pasien yang diberikan. Kebanyakan praktisi lebih familiar dengan intubasi oral, dan teknik ini harus
dipertimbangkan pada pasien yang membutuhkan intubasi apneic dan segera. Selanjutnya, nasal intubasi
harus dihindari pada pasien dengan patah tulang tengkorak midface atau basilar. Jika jalan napas
obturatorius esofagus telah dipasang di lapangan atau tempat keladian, itu tidak boleh dilepas sampai
trakea telah diintubasi karena kemungkinan regurgitasi.
Trauma laring membuat situasi lebih buruk. Luka terbuka dapat berhubungan dengan perdarahan
dari pembuluh leher besar, obstruksi dari hematoma atau edema, emfisema subkutan, dan cedera tulang
belakang leher. Trauma laring tertutup kurang jelas, tetapi dapat ditemukan sebagai krepitasi leher,
hematoma, disfagia, hemoptisis, atau fonasi yang buruk. Sebuah intubasi dengan tabung endotrakeal kecil
(6,0 pada orang dewasa) di bawah laringoskopi langsung atau bronkoskopi serat optik dengan anestesi
topikal dapat dicoba jika laring dapat dilihat dengan jelas. Jika luka pada wajah atau leher mencegah atau
menghalangi intubasi endotrakeal, trakeostomi di bawah anestesi lokal harus dipertimbangkan. Obstruksi
akut dari trauma saluran napas bagian atas mungkin memerlukan cricothyrotomy darurat atau perkutan
atau bedah trakeostomi

b. Pernafasan
Penilaian ventilasi yang terbaik dilakukan dengan melihat, mendengarkan, dan merasakan
hembusan nafas. Lihat apakah ada tanda-tanda sianosis, penggunaan otot aksesori, flail chest, dan sucking
wound. Dengarkan adanya, tidak adanya, atau berkurangnya bunyi nafas. Perhatikan juga tanda-tanda
emfisema subkutan, pergeseran trakea, dan tulang rusuk patah. Dokter harus memiliki indeks kecurigaan
yang tinggi untuk tension pneumothorax dan hemothorax, terutama pada pasien dengan gangguan
pernapasan. Drainase pleura mungkin diperlukan sebelum sinar-X dada dilakukan.
Kebanyakan pasien trauma yang kritis membutuhkan bantuan kontrol ventilasi.Perangkat Tas-
katup (misalnya, sebuah tas menggembungkan diri dengan katup nonrebreathing) biasanya menyediakan
ventilasi yang memadai segera setelah intubasi dan selama periode transportasi pasien. Konsentrasi
oksigen 100% disampaikan sampai oksigenasi dinilai oleh gas-gas darah arteri.

26
c. Circulation
Kecukupan sirkulasi didasarkan pada denyut nadi, tekanan nadi, tekanan darah, dan tanda-tanda
perfusi perifer. Tanda-tanda sirkulasi inadekuat meliputi takikardi, nadi perifer lemah atau tidak teraba,
hipotensi, dan ekstremitas pucat, dingin, atau sianotik. Prioritas pertama dalam memulihkan sirkulasi yang
adekuat adalah untuk menghentikan pendarahan, prioritas kedua adalah untuk menggantikan volume
intravaskular. Cardiac arrest selama transportasi ke rumah sakit atau segera setelah tiba pada trauma
tembus thoraks dan kemungkinan trauma tumpul thoraks merupakan indikasi untuk torakotomi
emergensi, disebut juga torakotomi resusitasi, memungkinkan kontrol cepat perdarahan yang jelas,
membuka perikardium, dan memungkinkan menjahit luka-luka jantung dan mengklem aorta di atas
diafragma. Beberapa dokter bedah trauma juga mendukung torakotomi emergensi pada cardiac arrest
selama transportasi atau segera setelah tiba di rumah sakit pada trauma tembus atau tumpul abdomen.
Pasien hamil yang berada dalam cardiac arrest atau syok sering dapat diresusitasi dengan benar hanya
setelah melahirkan bayi.
Pada pasien-pasien dengan fraktur baik fraktur tertutup maupun terbuka, penting untuk
mengetahui tingkat perdarahan yang dialaminya. Penentuan tingkat perdarahan dapat ditentukan dengan
menilai beberapa parameter hemodinamik. Kelas perdarahan menurut ATLS:
Class I Class II Class III Class IV

Blood loss (ml) <750 750-1500 1500-2000 >2000

Blodd loss (%EBV) <15 % 15-30% 30-40% >40%

Pulse rate (x/min) <100 >100 >120 >140

Blood pressure Normal Normal Decreased Decreased

Pulse pressure Normal or Decreased Decreased Decreased


decreased

Respiratory rate 14-20 20-30 30-35 >35

Urine output >30 20-30 5-15 Negligible


(ml/hour)

Mental status/ CNS Slightly Midly anxious Anxious and Confused and
anxious confused lethargic

Perhitungan perkiraan kehilangan darah tubuh:


EBV : 70cc x BB
EBL : derajat perdarahan x EBV
Cara pemberian cairan:

27
- Atasi syok dengan guyur 20 cc/ kgBB
- Guyur hingga 2-4 x EBL
- Bila syok sudah teratasi, lasung ke maintenance

d. Disability
Evaluasi disability terdiri dari penilaian neurologis yang cepat. Karena biasanya tidak ada waktu
untuk Glasgow Coma Scale, sistem AVPU digunakan: awake, verbal response, painful response, and
unresponsive

e. Exposure
Pasien harus menanggalkan pakaian untuk memungkinkan pemeriksaan untuk cedera. In-line
immobilization harus digunakan jika cedera leher atau tulang belakang dicurigai.

Secondary Survey
Secondary Suvey dimulai hanya ketika ABC yang stabil. Dalam survei sekunder, pasien dievaluasi
dari kepala sampai kaki dan pemeriksaan yang diindikasikan (misalnya, radiografi, tes laboratorium,
prosedur diagnostik invasif) diperoleh. Pemeriksaan kepala meliputi mencari luka pada kulit kepala, mata,
dan telinga. Pemeriksaan neurologis termasuk Glasgow Coma Scale dan evaluasi dari fungsi motorik dan
sensorik serta refleks. Pupil melebar tetap tidak selalu berarti kerusakan otak ireversibel. Dada diauskultasi
dan diperiksa lagi untuk patah tulang dan integritas fungsional (flail chest). Suara napas berkurang dapat
mengungkapkan pneumotoraks tertunda atau membesar yang membutuhkan penempatan tabung dada.
Demikian pula, bunyi jantung menjauh, tekanan nadi sempit, dan distensi vena leher merupakan tanda
tamponade perikardium, dilakukan pericardiocentesis. Sebuah pemeriksaan awal normal tidak definitif
menghilangkan kemungkinan masalah ini. Pemeriksaan abdomen harus terdiri dari inspeksi, auskultasi, dan
palpasi. Ekstremitas diperiksa untuk fraktur, dislokasi, dan denyut nadi perifer. Kateter urin dan tabung
nasogastrik juga biasanya dimasukkan.
Analisis laboratorium dasar termasuk hitung darah lengkap (atau hematokrit atau hemoglobin),
elektrolit, glukosa, nitrogen urea darah (BUN), dan kreatinin. AGDA juga dapat sangat membantu. Foto
thoraks harus diperoleh pada semua pasien dengan trauma besar. Kemungkinan cedera tulang belakang
leher dievaluasi dengan memeriksa semua tujuh vertebra dalam radiografi AP/lateral. Meskipun penelitian
ini mendeteksi 80-90% dari patah tulang, hanya CT normal dapat dipercaya menyingkirkan trauma tulang
leher yang signifikan. Penelitian radiografi tambahan termasuk tengkorak, panggul, dan film tulang
panjang. Focused assessment with sonography for trauma (FAST) merupakan pemeriksaan cepat, di
samping tempat tidur menggunakan USG yang dilakukan untuk mengidentifikasi perdarahan

28
intraperitoneal atau tamponade perikardial. FAST, yang telah menjadi perpanjangan dari pemeriksaan fisik
pasien trauma, memeriksa empat area untuk cairan bebas: ruang perihepatik/hepatorenal, ruang
perisplenik, panggul, dan perikardium. Tergantung pada cedera dan status hemodinamik pasien, teknik
pencitraan lain (misalnya, computed tomography [CT] thoraks atau angiografi) atau tes diagnostik seperti
diagnostic peritoneal lavage (DPL) juga dapat diindikasikan.

Penanganan Definitif
Penanganan definitif meliputi tindakan operatif dan non-operatif. Hal ini juga dipengaruhi
diagnosa fraktur tersebut. Terapi fraktur meliputi 3 dasar obyektif yaitu :
a) Reduksi / reposisi : menempatkan kembali fragment tulang pada posisi seanatomis
mungkin. Dapat dilakukan dengan reduksi tertutup / reduksi terbuka
b) Mempertahankan reduksi sampai healing dan cukup untuk mencegah displacement
(immobilisasi). Ada 3 metoda yang lazim yaitu
(1) fiksasi eksternal dengan cast atau splint,
(2) traksi
(3) fiksasi internal dengan nail, plate atau screw.
c) Mengembalikan fungsi otot, sendi dan tendon (rehabilitasi) untuk mencegah joint stiffness
& disuse atrophy. Harus dilakukan sesegera mungkin
Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu:
a. Absolut
1. Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan operasi dalam
penyembuhan dan perawatan lukanya.
2. Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki jalannya darah di
tungkai.
3. Fraktur dengan sindroma kompartemen.
4. Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien, juga mengurangi
nyeri.
b. Relatif, jika adanya:
1. Pemendekan
2. Fraktur tibia dengan fibula intak
3. Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama
Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Fiksasi

29
a. Standar
Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multipel yang hemodinamiknya tidak
stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur terbuka dengan luka terkontaminasi. Dengan cara ini,
luka operasi yang dibuat bisa lebih kecil, sehingga menghindari kemungkinan trauma tambahan
yang dapat memperlambat kemungkinan penyembuhan. Di bawah ini merupakan gambar dari
fiksasi eksternal tipe standar.

b. Ring Fixators
Ring fixators dilengkapi dengan fiksator ilizarov yang menggunakan sejenis cincin dan kawat yang
dipasang pada tulang. Keuntungannya adalah dapat digunakan untuk fraktur ke arah proksimal atau
distal. Cara ini baik digunakan pada fraktur tertutup tipe kompleks. Di bawah ini merupakan
gambar pemasangan ring fixators pada fraktur diafisis tibia.
c. Open reduction with internal fixation (ORIF)
Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai ke metafisis. Keuntungan
penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitu gerakan sendinya menjadi lebih stabil. Kerugian cara
ini adalah mudahnya terjadi komplikasi pada penyembuhan luka operasi. Berikut ini merupakan
gambar penatalaksanaan fraktur dengan ORIF.
d. Intramedullary nailing
Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada fraktur terbuka atau tertutup. Keuntungan
cara ini adalah mudah untuk meluruskan tulang yang cidera dan menghindarkan trauma pada
jaringan lunak.
2. Amputasi
Amputasi dilakukan pada fraktur yang mengalami iskemia, putusnya nervus tibia dan pada crush
injury dari tibia.

General Anestesi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthetos, "persepsi,
kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah
anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.

Beberapa tipe anestesi adalah:


• Anestesi umum adalah hilangnya kesadaran total

30
• Anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh
manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan kesadaran
• Anestesi regional adalah hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade
selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya.

2.9 Komplikasi1,2
1) Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa internal fiksasi yang
dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi karena luka yang tidak steril.
2) Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang tetapi terhambat
yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran darah ke fragmen.
3) Non union
Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah 5 bulan mungkin
disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum dan pergerakan pada tempat fraktur.
4) Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya defisiensi suplay
darah.

5). Kompartemen Sindrom


Kompartemen sindrom merupakan suatu kondisi dimana terjadi penekanan terhadap syaraf,
pembuluh darah dan otot didalam kompatement osteofasial yang tertutup. Hal ini mengawali
terjadinya peningkatan tekanan interstisial, kurangnya oksigen dari penekanan pembuluh darah, dan
diikuti dengan kematian jaringan.
6) Mal union
Terjadi pnyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak benar seperti adanya
angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan.
6) Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.
7) Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.
Gangguan ini biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai bawah.

31
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Appley, G. A. 2015. Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley, Edisi VII. Jakarta: Widya
Medika. Barbara, J. Gruendemann.
2. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif, Volume I. Jakarta: EGC. Chandra, Budiman. 2014.
Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC. Doengoes, Marilyn. E. 2014.
3. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien, Edisi III. Jakarta: EGC. Eliastham, Michael. 2018.
4. Buku Saku Penuntun Kedaruratan Medis. Jakarta: EGC
5. Mansjoer, Arief. 2013. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius.
6. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2015. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta: EGC

33

Anda mungkin juga menyukai