Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

Bayu Putra killa 112018050

Dr. Pembimbing
dr. Krisma Kurnia, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT UMUM BETHESDA LEMPUYANGWANGI

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus:
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT: Bethesda Lempuyangwangi

Nama Mahasiswa : Bayu Putra Killa Tanda Tangan

NIM : 112018050 ....................

Dr. Pembimbing / Penguji : dr. Krisma Kurnia Sp.PD ....................

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 55 tahun Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Tahunan UH 3/43C RT5/1 Tanggal masuk : 2 Mei 2019
UMBULHARJO Yogyajakarta

ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 2 Mei Desember 2018 Jam : 21 40
WIB

Keluhan utama :
Os mengeluh kesulitan berbicara sejak 1 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Os datang diantar keluarga ke IGD RS Bethesda Lempuyangwangi dengan keluhan
kesulitan berbicara sejak 1 jam SMRS. Os mengaku bahwa Keluhan tersebut muncul secara tiba-
tiba. Keluhan kesulitan bicara yang Os rasakan didahului dengan badan sebelah kanan Os lemas
10 jam SMRS. Tangan dan kaki sulit digerakkan.

2
Hilang kesadaran sebelum masuk rumah sakit disangkal. Gangguan penglihatan
disangkal. Nyeri kepala disangkal. Kepala berputar disangkal. Muntah disangkal. Kejang
disangkal. Gemetar pada tangan disangkal. Riwayat trauma dan kepala terbentur disangkal. BAK
dan BAB normal.
Pasien memiliki riwayat stroke 4 tahun lalu.OS juga mempunyai riwayat kencing manis
dan rutin menggunakan metformin 2x500 mg. Selain itu Os juga memiliki riwayat hipertensi 3
tahun lalu dan mengkonsumsi amlodipin 1x10 mg namun tidak rutin..Riwayat merokok
disangkal, konsumsi alkohol disangkal dan alergi (-)

Penyakit Dahulu
(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal/Sal.kemih
(-) Cacar Air (-) Disentri (-) Burut (Hemia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit prostate
(-) Batuk Rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skirofula (+) Diabetes
(-) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Khorea (+) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh
(-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-) Pendarahan Otak
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis
(-) Gastritis (-) Rhematoid Arthritis Lain-lain : (-) Operasi
(-) Kecelakaan

Riwayat Keluarga
Umur Keadaan
Hubungan Jenis Kelamin Penyebab Meninggal
(Tahun) Kesehatan

Kakek (ayah) - Laki-laki Meninggal -


Nenek (ayah) - Perempuan Meninggal -
Kakek (ibu) - Laki-laki Meninggal -
Nenek (ibu) - Perempuan Meninggal -
Ayah - Laki-laki Meninggal -
Ibu 86 Perempuan Sehat -
Anak 34 Laki-Laki Sehat -

3
Anak
Perempuan Sehat -
30

Adakah Kerabat yang Menderita ?

Penyakit Ya Tidak Hubungan


Alergi - √ -
Asma - √ -
Tuberkulosis - √ -
Artritis - √ -
Rematisme - √ -
Hipertensi - √ -
Jantung - √ -
Ginjal - √ -
Lambung - √ -

ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat Malam (-) Lain-lain
(-) Kuku (-) Sianosis
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit Kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada Sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Radang
(-) Sekret (-) Gangguan Penglihatan
(-) Kuning/Ikterus (-) Ketajaman Penglihatan menurun
Telinga
(-) Nyeri
(-) Sekret (-) Gangguan Pendengaran
(-) Tinitus (-) Kehilangan Pendengaran
Hidung
(-) Trauma (-) Gejala Penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan Penciuman
(-) Sekret (-) Pilek (-) Epistaksis

4
Mulut
(-) Bibir pucat (-) Lidah kotor
(-) Gusi berdarah (-) Gangguan pengecapan
(-) Selaput (-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan (-) Perubahan Suara
Leher
( - ) Distensi vena leher
( - ) Benjolan
( - ) Pembesaran kelenjar getah bening
Dada ( Jantung / Paru – paru )
(-) Nyeri dada (-) Sesak Napas
(-) Berdebar-debar (-) Batuk Darah
(-) Ortopnoe (-) Batuk
Abdomen ( Lambung Usus )
(-) Rasa Kembung (-) Wasir (-) Perut Membesar
(+) Mual (-) Mencret (-) Benjolan
(+) Muntah (-) Tinja Darah
(-) Muntah Darah (-) Tinja Berwarna Dempul
(-) Sukar Menelan (-) Tinja Berwarna Ter
(-) Nyeri Perut Tengah Atas
Saluran Kemih / Alat Kelamin
(-) Disuria (-) Kencing Nanah
(-) Stranguria (-) Kolik
(-) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi Urin
(-) Kencing Batu (-) Kencing Menetes
(-) Ngompol(tidak disadari) (-) Penyakit Prostat
Saraf dan Otot
(-) Anestesi (-) Sukar Mengingat
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot Lemah (-) Hipo / Hiper-esthesi
(-) Kejang (-) Pingsan

5
(+) Afasia (-) Kedutan (‘tick’)
(-) Amnesia (-) Pusing (Vertigo)
(+) Gangguan bicara (Disartri)
Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri sendi (-) Sianosis

RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : (+) Di rumah (-) Rumah Bersalin (-) RS Bersalin
Ditolong oleh : (-) Dokter (+) Bidan (-) Dukun (-) lain – lain
Riwayat Imunisasi
(+) Hepatitis (+) BCG (+) Campak (+) DPT (+) Polio (+) Tetanus

Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari : 2x Jumlah / kali : 1 porsi sedang
Variasi / hari : bervariasi Nafsu makan : menurun
Pendidikan
(-) SD (-) SLTP (+) SLTA (-) Sekolah Kejuruan
(-) Akademi (-) Universitas (-) Kursus (-) Tidak sekolah
Kesulitan
Keuangan : ada Pekerjaan : ada
Keluarga :- Lain-lain :-

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Tinggi Badan :-
Berat Badan :-
IMT :-
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 160/90 mmHg
Suhu : 36,8 °C
6
Nadi : 82 x/menit
Pernafasaan : 21 x/menit (SpO2 98%)
Keadaan gizi : belum dinilai
Sianosis : tidak ada
Edema umum : tidak ada
Cara berjalan : tegak
Mobilitas ( aktif / pasif ) : aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa : sesuai umur

Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : wajar
Alam Perasaan : biasa
Proses Pikir : wajar

Kulit
Warna : sawo matang Effloresensi : tidak ada
Jaringan Parut : tidak ada Pigmentasi : tidak ada
Pertumbuhan rambut : merata Pembuluh darah : tidak tampak pelebaran
Suhu Raba : hangat Lembab/Kering : lembab
Keringat : umum (+) Turgor : baik
Ikterus : tidak ada
Lapisan Lemak : merata
Edema : Tidak ada di kedua ekstremitas bawah
Lain-lain : Vulnus ekskoriatum medial inferior cruris sinistra 3x2,5 cm,

Kelenjar Getah Bening


Submandibula : tidak teraba membesar Leher : tidak teraba membesar
Supraklavikula : tidak teraba membesar Ketiak : tidak teraba membesar
Lipat paha : tidak teraba membesar

Kepala
Ekspresi wajah : tenang
Simetri muka : tidak simetris
Rambut : merata, putih, tidak mudah rontok
Pembuluh darah temporal : teraba pulsasi
7
Mata
Exophthalamus : tidak ada Enopthalamus : tidak ada
Kelopak : oedem (-) Lensa : jernih
Sklera : ikterik (-) Konjungtiva : anemis (-)
Gerakan Mata : aktif Tekanan bola mata : normal
Lapangan penglihatan : normal Nistagmus : tidak ada
Telinga
Tuli : tidak ada Selaput pendengaran : utuh, intak
Lubang : lapang Penyumbatan : tidak ada
Serumen : tidak ada Pendarahan : tidak ada
Cairan : tidak ada
Mulut
Bibir : deviasi ke sisi kanan, lembab Tonsil : T1 – T1 tenang
Langit-langit : tidak ada kelainan Bau pernapasan : tidak ada
Gigi geligi : utuh, karies dentis (-) Trismus : tidak ada
Faring : tidak hiperemis Selaput lendir : tidak ada bercak putih
Lidah : normal
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5-2 cm H2O
Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe : tidak teraba membesar
Dada
Bentuk : simetris, sela iga normal
Pembuluh darah : kolateral (-), spider nevi (-), tidak terdapat lesi kulit
Buah dada : simetris, tidak ada ginekomastia
Paru – Paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi Kiri  Tidak ada benjolan  Tidak ada benjolan
 Fremitus taktil simetris  Fremitus taktil simetris
 Nyeri tekan (-)  Nyeri tekan (-)
Kanan  Tidak ada benjolan  Tidak ada benjolan
 Fremitus taktil simetris  Fremitus taktil simetris
8
 Nyeri tekan (-)  Nyeri tekan (-)
Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Kiri  Suara vesikuler  Suara vesikuler
 Wheezing (-) Rhonki (-)  Wheezing (-) Rhonki (-)
Kanan  Suara vesikuler  Suara vesikuler
 Wheezing (-) Rhonki (-)  Wheezing (-) Rhonki (-)
Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat


Palpasi ictus cordis : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis kiri
Perkusi :
Batas atas : ICS II linea sternalis kiri
Batas kiri : ICS V satu jari lateral dari linea midsternalis kiri
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis kanan
Auskultasi :
Katup Mitral : BJ I>II, murni regular, murmur (-), gallop (-)
Katup Trikuspid : BJ I>II, murni regular, murmur (-), gallop (-)
Katup Pulmonal : BJ II>I, murni regular, murmur (-), gallop (-)
Katup Aorta : BJ II>I, murni regular, murmur (-), gallop (-)
Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : Teraba pulsasi
Arteri Karotis : Teraba pulsasi
Arteri Brakhialis : Teraba pulsasi
Arteri Radialis : Teraba pulsasi
Arteri Femoralis : Teraba pulsasi
Arteri Poplitea : Teraba pulsasi
Arteri Tibialis Posterior : Teraba pulsasi
Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi

9
Perut
Inspeksi : Datar, benjolan (-), pembuluh darah (-), caput medusa (-), spider nevi (-),
dilatasi vena (-)
Palpasi : Dinding perut: tidak ada rigit, nyeri tekan epigatrium (-), nyeri lepas (-), defans
muskular (-) , massa (-)
Hati : tidak teraba
Limpa : tidak teraba
Ginjal : ballotemen (-), nyeri ketuk CVA (-)
Lain-lain : tidak ada
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : BU(+) 10x/menit
Refleks dinding perut: baik

Colok Dubur(atas indikasi)


Tidak dilakukan karena tidak ada indikasi

Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : hipotonus Normotonus
Massa : Eutrofi Eutrofi
Sendi : tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Gerakan : tidak aktif aktif
Kekuatan : 1+ 5+
Lain-lain : ptekie (-), oedem (-) ptekie (-), oedem (-)

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri


Luka : tidak ada tidak ada
Varises : tidak ada tidak ada
Otot (tonus) : hiptonus normotonus
Massa : eutrofi eutrofi
Sendi : normal normal
Gerakan : aktif aktif
Kekuatan : 3+ 5+
Oedem : tidak ada tidak ada
10
Lain-lain : tidak ada tidak ada

Reflex
Kanan Kiri
Refleks Tendon
Bisep Positif Positif
Trisep Positif Positif
Patela Positif Positif
Achiles Positif Positif
Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks kulit Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks patologis Negatif Negatif

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 02 Mei 2019, pukul 21:24 di IGD
 Pemeriksaan darah lengkap:
 Hb : 11,7 g/dL 12.5-16.0
 Ht : 36,3% 37.0-47.0
 Trombosit : 346.000/μL 182.000-369.000
 Leukosit : 8,710-/μL 4.000-10.500
 Eritrosit : 4.370.000/μL 4.200.000-10.800.000
 MCV : 83,1 fL 79,0-99,0
 MCH : 26,8 pg 27,0-31,0
 MCHC :32,2 g/dL 33,0-37,0
 Hitung Jenis (N/L/M/E/B) : 54,0/2,79/10,3/3,6/0,1

 EKG

11
Kesan : Asinus, HR = 71x / menit, Axis normal, terdapat AV block 2o type Mobitz 1

Kesan: asinus HR=83 /menit, axis normal,terdapat ventrikel ekstra sistol

Gambaran CT-Scan kepala

12
Kesan :susp hipoksia periventrikel disertai lokus infark fokal bihemisfer cerebri.
Laboratorium 03 Mei pukul 10:18 di Bangsal
 Gula darah puasa : 182 mg/dL Bukan DM : < 100
Belum pasti DM : 100-125
DM : ≥ 126
 Profil Lipid :
Kolesterol Total : 153 mg/dL Normal : < 200
Batas tinggi : 200-239
Tinggi : ≥ 239
 Kimia darah
Ureum : 28,0 mg/dL Normal :20,0-43,0
Kreatinin : 0,80 mg/dL Normal :0,55-1,02

Laboratorium 04 Mei pukul 10:18 di Bangsal

LDL : 116 mg/dL Optimal : < 100


Mendekati optimal : 100-129
Batas tinggi : 130-159
Tinggi : 160-189
Sangat tinggi : > 190
 HbA1c : 9,4 % Normal : < 5,7
Prediabetes : 5,7-6,4
Diabetes : ≥ 6,5
 Estimated Average Glucose : 223 mg/dL

Laboratorium tanggal 06/05/19


13
LDL : 116 mg/dL Optimal : < 100
Mendekati optimal : 100-129
Batas tinggi : 130-159
Tinggi : 160-189
Sangat tinggi : > 190

RINGKASAN
Os datang diantar keluarga ke IGD RS Bethesda Lempuyangwangi dengan keluhan
kesulitan berbicara sejak 1 jam SMRS. Os mengaku bahwa Keluhan tersebut muncul secara tiba-
tiba. Keluhan kesulitan bicara yang Os rasakan didahului dengan badan sebelah kanan Os lemas
10 jam SMRS. Tangan dan kaki sulit digerakkan.
Hilang kesadaran sebelum masuk rumah sakit disangkal. Gangguan penglihatan
disangkal. Nyeri kepala disangkal. Kepala berputar disangkal. Muntah disangkal. Kejang
disangkal. Gemetar pada tangan disangkal. Riwayat trauma dan kepala terbentur disangkal. BAK
dan BAB normal.
Pasien memiliki riwayat stroke 4 tahun lalu.OS juga mempunyai riwayat kencing manis
dan rutin menggunakan metformin 2x500 mg. Selain itu Os juga memiliki riwayat hipertensi
dan mengkonsumsi amlodipin 1x10 mg namun tidak rutin. Riwayat merokok disangkal,
konsumsi alkohol disangkal dan alergi (-)
Pemeriksaan fisik: TD: 160/90mmHg, HR: 82x, RR: 21x, wajah tidak simetris,bibir
deviasi ke sisi kanan, lengan kanan hipotonus dengan kekuatan otot +1,tungkai kanan hipotonus
dengan kekuatan otot +3 `,
Pemeriksaan Laboratorium: Hb (11,7 g/dL), Ht (36,3%), hitung Jenis (N/L/M/E/B) :
54,0/2,79/19,9/10,3/3,6/0,1. Kreatinin (0,80 mg/dL),GDP (198 mg/dL), kolesterol total (182
mg/dL), LDL (116mg/dL) , dan HbA1c (9,4 %).

MASALAH
1. Stoke rekurens
2. Diabetes Melitus II
3. Hipertensi

14
PENGKAJIAN DAN RENCANA TATALAKSANA
A. DIAGNOSIS KERJA

1. Diabetes Melitus II

Dasar Diagnosis : Pasien memiliki riwayat kencing manis, rutin menggunakan


metformin 2x500 mg ..Pada pemeriksaan penunjang didapatkan GDP: 116 mg/dL dan
HbA1c 9,4%.

2. Hipertensi
Dasar Diagnosis :Os memiliki riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu dan
mengkonsumsi amlodipin 1x10mg. Pada pemeriksaan fisik TD: 160/90 mmHg.

B. DIAGNOSIS DIFERENSIAL

C. PENATALAKSANAAN
- Medikamentosa
Golongan Biguanid : Metformin 2 x 500 mg iv
ARB : Candesartan 1 x 8 mg po
Calcium- channel blocker : Amlodipin 1 x 5 mg po
NaCl 0.9 %
Anti platelet : Aptor 1x100 mg
Vit saraf :inj citicolin extra 500 mg
Antitrombotik : mini aspi 80 mg 4
- Non medikamentosa
bedrest
Diet rendah garam dan kontrol asupan cairan

15
D. RENCANA PEMERIKSAAN

- Pantau TTV tiap jam sampai stabil

- Pemeriksaan ureum,creatinin

- Pemeriksaan kadar kolesterol, LDL,

- Pemeriksaan GDP

E. EDUKASI PASIEN

- Batasi konsumsi garam dan kontrol asupan cairan


- Makan 3x sehari
- Latihan menggerakan lengan kanan

F. KESIMPULAN
Wanita 55 tahun menderita stroke recurens ,Diabetes Melitus II,Hipertensi.Keluhan penyakit
tersebut cukup membahayakan jika tidak segera dilakukan perawatan yang baik dan tepat.

G. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
Ad fungsionam: dubia ad bonam
Follow Up 3 Mei 2019
S: Keluhan mual (-), muntah (-), pusing (-), demam (-) tangan dan kaki lemah,sulit
berbicara
O:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 180/100 mmHg,
Nadi : 84 x/menit
Frekuensi pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7 oc

16
A: stroke rekurens
DM II
Hipertensi

P: Terapi lanjut
Lab:
Cholesterol total : 153 mg/dL nilai normal < 200
Gula Darah Puasa : 182 mg/dL nilai normal <110
Kimia darah :
Ureum : 28.0 mg/dL 20.0-43.0 mg/dL
Creatinine : 0.80 mg/dL 0,55-1,02 mg/dL

Follow Up 4 Mei 2019


S : Keluhan mual (-), muntah (-), pusing (+/-), demam (-).kaki dan tangan masih terasa
lemas,masih sulit berbicara.
O:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 150/100/mmHg
Nadi : 80 x/menit
Frekuensi pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36,3 oc
Laboratorium :

HbA1c 9,4 % Normal <5,7 %


Prediabetes 5,7-6,4 %
Diabetes >6,5

A: Stroke rekurens
DM II O
Hipertensi

P: Terapi lanjut

17
Follow Up 5 Mei 2019
S : Keluhan mual (-), muntah (-), pusing (+/-), demam (-).kaki dan tangan masih terasa lemas,
kesulitan berbicara berkurang.
O:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 170/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Frekuensi pernapasan : 19 x/menit
Suhu : 36,6 oc

A: Stroke rekurens
DM II
Hipertensi

P: Terapi lanjut
Citicholin 500 mg 2 x 2 tab
Aptor 1 x 100 mg
Amlodipin 1x 5 mg
Candesartan 1x 16 mg

Planning : - Rencana pulang senin sore 6/5/19 setelah fisioterapi dan lapor Sp.PD
- Pemeriksaan LDL

Follow Up 6 Mei 2019


S : Keluhan mual (-), muntah (-), pusing (+/-), demam (-).kaki dan tangan masih terasa lemas,
kesulitan berbicara berkurang.
O:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 160/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Frekuensi pernapasan : 19 x/menit
Suhu : 36,6 oc

18
A: Stroke rekurens
DM II
Hipertensi

P: Terapi lanjut
Citicholin 500 mg 2 x 2 tab
Aptor 1 x 100 mg
Amlodipin 1x 5 mg
Candesartan 1x 16 mg
Simvastatin 1x10 mg
Lab:

LDL : 116 mg/dL Optimal : < 100


Mendekati optimal : 100-129
Batas tinggi : 130-159
Tinggi : 160-189
Sangat tinggi : > 190

Tinjuan Pustaka

1.Stroke
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang
dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung
lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa kematian), yang tidak disebabkan
oleh sebab lain selain penyebab vaskuler.1 Definisi ini mencakup stroke akibat infark otak
(stroke iskemik), perdarahan intraserebral (PIS) non traumatik, perdarahan intravaskuler dan
beberapa kasus perdarahan subarakhnoid (PSA).1

19
Faktor Risiko dari stroke adalah ;hipertensi,diabetes mellitus,dislipidemia,merokok,gangguan
jantung dll. Gejala utama stroke ialah timbulnya gangguan saraf secara mendadak. Gejala stroke
yang mula –mula ringan dapat memberat dalam beberapa jam/hari. Maka gejala stroke tidak
boleh diabaikan walaupun ringan. Agar penanganan stroke dapat dilakukan sedini mungkin,
maka berbagai gejala stroke perlu dikenali dengan segera.

Gejala stoke dapat bermacam-macam, lumpuh separuh badan yang kanan/kiri, separuh badan
kesemutan atau baal, mulut/ lidah mencong bila bicara menjadi pelo/tidak, bicara menjadi tidak
karuan, tidak dapat memahami bicara orang lain, tidak dapat membaca dan menulis, sulit
menelan tersedak bila makan/minum, sulit berjalan, tidak dapat berhitung, pelupa,
penglihatan/pendengaran terganggu, gerakan tidak terkoordinasi, pingsan, koma dan masih
banyak kombinasi gejala yang dapat terjadi.

Penanganan pertama stroke adalah Pasien segera dibawa ke rumah sakit agar dapat diberikan
penanganan yang optimal. Yang terbaik bila pengobatan dapat dilakukan dalam 3 jam pertama,
setelah timbulnya gejala stroke. Tujuan pengobatan, mencegah agar stroke tidak berlanjut atau
berulang, mengupayakan agar kecacatan dapat dibatasi, mencegah terjadinya kematian,
mencegah terjadi penyulit seperti radang paru, radang kandung kemih dan mengobati penyakit
lain yang dapat mempengaruhi perjalanan stroke. Perawatan pasien stroke yang ideal adalah di
Unit Stroke yang sebaiknya ada di setiap rumah sakit besar. Di Unit Stroke, pasien-pasien
dirawat secara terintegrasi dan selama 24 jam dimonitor keadaan dan fungsi vitalnya, sehingga
setiap masalah dan komplikasi yang terjadi dapat segera ditangani. Pasien pun dapat segera
mendapat fisioterapi yang dibutuhkan.

1. Diabetes Melitus II
1.1 Definisi
Kelainan metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi dalam konteks
resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif.2
1.2 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal
sebagaipatofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2 Belakangan diketahui bahwa
kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan
sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak
(meningkatnyalipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin),sel alpha pancreas

20
(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi
insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan
toleransi glukosa pada DM tipe-2.
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan sel beta
pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe-2 tetapi
terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet yaitu
kerusakan sel beta pancreas,liver,otot,sel lemak,usus,sel alpha pankreas,ginjal,otak.
2.3 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimati,dengan
bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Untuk mendiagnosa diabetes melitus 2 dapat dilakukan dengan kriteria berikut pada gambar
berikut

Gambar 1 kriteria diagnosa DM


21
Catatan: Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standard NGSP,
sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi terhadap hasil pemeriksaan HbA1c.
Pada kondisi tertentu seperti: anemia, hemoglobinopati, riwayat transfusi darah 2-3 bulan
terakhir, kondisikondisi yang mempengaruhiumur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal
maka HbA1c tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi.

Terdapat pemeriksaan darah untuk mendiagnosis suatu diabets melitus:

Gambar 2 pemeriksaan darah untuk mendiagnosa diabetes 22egative


1.3 Penatalaksanaan
Terapi farmakologis diberikan bersamaan dengan pengaturan akan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.
1.3.1 Pemacu sekresi Insulin (Insulin Sensitizing)
1. Biguanid
Saat ini golongan biguanid yang sering dipakai adalah
metformin. Metformin terdapat dalam konsentrasi yang tinggi di
dalam usus dan hati, tidak dimetabolisme tetapi secara cepat
dikeluarkan oleh ginjal. Proses tersebut berjalan dengan cepat
sehingga metformin biasanya diberikan 2 – 3 kali sehari kecuali
dalam bentuk extended release. Setelah diberikan secara oral
metformin akan mencapai kadar tertinggi di dalam darah setelah 2
jam dan dieksresikan melalui urin dalam keadaan utuh dengan
waktu paruh 2,5 jam.2
Metformin menurunkan glukosa darah melalui
pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular, distal
reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin

22
meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga
menurunkan glukosa darah dan juga di duga menghambat absorpsi
glukosa di usus sesudah asupan makan.
Metformin dapat digunakan sebagai monoterapi dan
sebagai terapi kombinasi dengan sulfonylurea (SU), repaglinid,
nateglinid, penghambat alfa glikosidase dan glitazon. Metformin
merupakan terapi yang terhitung murah, tingkat keamanan yang
baik, menjaga berat badan tetap normal dan terdapat keuntungan
untuk 23egati kardiovaskular. (dapus1) Pada gangguan fungsi
ginjal yang berat, metformin dosis tinggi akan berakumulasi di
mitokondria dan menghambat proses fosforilasi oksidatif sehingga
mengakibatkan asidosis laktat. Untuk menghindarinya sebaiknya
tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(kreatinin >1,3 mg/dL pada perempuan dan >1,5 mg/dL pada laki-
laki).2
2. Glitazone (Thiazolindinediones)
Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan mencapai
konsentrasi tertinggi terjadi setelah 1-2 jm. Makanan tidak
mempengaruhi farmakokinetik obat ini. Waktu paruh berkisar
antara 3-4 jam bagi rosiglitazone dan 3-7 jam bagi
pioglitazone.Glitazone merupakan agonist peroxisome proliferator-
activated reseptor gamma (PPARϒ) yang sangat selektif dan poten.
Reseptor PPARϒ terapat di jaringan target kerja insulin seperti
jaringan adipose, otot skelet dan hati.glitazine memiliki efek dalam
metabolism glukosa dan lipid, yang dapat meningkatkan efisiensi
dan respons sel beta pancreas dengan menurunkan glukotoksisitas
dan lipotoksisitas.2
Glitazon dapat meningkatkan berat badan dan edema pada
3-5 % pasien akibat beberapa mekanisme antara lain:
 Penumpukan lemak subkutan di perifer dengan
pengurangan lemak visceral
 Meningkatnya volume plasma akibat ativitai
reseptor PPARϒ di ginjal

23
 Edema dapat disebabkan penurunan eksresi natrium
di ginjal sehingga terjadi peningkatan natrium dan
retensi cair
Pemakaian glitazon dihentikan bila terdapat kenaikan
enzim hati (ALT dan AST) lebih dari tiga kali batas atas normal.

2.3.2 Golongan Sekretagok Insulin


1. Sulfonilurea
Sulfonilurea sering digunakan sebagai terapi kombinasi
karena kemampuannya untuk meningkatkan atau mempertahankan
sekresi insulin. Mempunyai sejarah penggunaan yang panjang
dengan sedikit efek samping (termasuk hipoglikemia) dan
24egative murah.1
Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta
pancreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan, sehingga
hanya bermanfaat pada pasien yang masih mampu mensekresi
insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada diabetes
mellitus tipe 1.1
2. Glinid
Mekanisme kerja glinid juga melalui reseptor
24egative24m24a (SUR) dan mempunyai struktur yang mirip
dengan 24egative24m24a, perbedaannya dengan SU adalah pada
masa kerjanya yang lebih pendek. Mengingat lama kerjanya yang
pendek maka glinid digunakan sebagai obat prandial. Repaglini
dan nateglinid keduanya diabsorpsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan cepat dikeluarkan dua sampai tiga kali
sehari.2
Repaglinid dapat menurunkan glukosa darah puasa
walaupun mempunyai masa paruh yang singat karena lama
menempel pada kompleks SUR sehingga dapat menurunkan
ekuivalen HbA1c pada SU. Sedangkan Nateglinid mempunyai
masa tinggal lebih singkat dan tidak menurunkan glukosa darah
puasa. Sehingga keduanya merupakan sekretagok yang khusus

24
menurunkan glukosa postprandial dengan efek hipoglikemik yang
minimal.1
3. Penghambat Alfa Glukosidase
Obat ini secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa
glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dengan demikian
dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan
tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada
kadar insulin.
Acarbose memperlambambat dari pemecahan dan
penyerapan karbohidrat kompleks dengan menghambat enzim
alpha glukosidase yang terdapat pada dinding eritrosit yang
terletak pada bagian proksimal usus halus. Acarbose dapat
digunakan sebagai monoterapi atau sebagai kombinasi dengan
insulin, metformin, glitazone atau 25egative25m25a. Efek samping
akiba maldigesti karbohidrat akan berupa gejala gastrointestinal
seperti meteorismus, flatulence dan diare.2
4. Golongan Incretin
Terdapat 2 hormon incretin yang dikeluarkan oleh saluran
cerna yaitu glucose dependent insulinotropic polypeptide (GIP)
dan glucagon-like-peptide-1 (GLP-1). Kedua 25egativ ini
dikeluarkan sebagai respon terhadap asupan makanan sehingga
meningkatkan sekresi insulin.GIP di ekspresikan oleh sel K yang
banyak terdapat di duodenum dan mukosa usus halus, sedangkan
GLP-1 diekspresikan di sel L mukosa usus dan juga di sel ala
pancreas. Selain membantu meningkatkan respon sekresi insulin
oleh makanan, GLP-1 juga menekan sel alfa pancreas dalam
mensekresi glucagon, memperlambat pengosongan lambung dan
memiliki efek anoreksia sentral sehingga menurunkan
hiperglikemia.2
5. Penghambat Dipeptidyl peptidase IV (Penghambat DPP-IV)
GLP-1 endogen memiliki waktu paruh yang sangat pendek
(<1 menit) akibat proses inaktivasi oleh enzim DPP-IV.

25
Penghambatan enzim DPP-IV diharapkan dapat memperpanjang
masa kerja GLP- sehingga membantu menurunkan hiperglikemia.
Saxagliptin disetujui sebagai pengobatan farmakologis
awal untuk DM2 atau sebagai agen lini keddua pada pasien yang
non-responden untuk agen tunggal seperti SU, metformin atau
Thiazolindinedion. Dosis normal saxagliptin adalah 2,5atau 5 mg
sekali sehari, dengan dosis 2,5 mg direkomendasikan untuk pasien
dengan gagal ginjal kronis sedang (Gomerular Laju Filtrasi (GFR)
≤ 50 mL/mnt) dan untuk pasien yang menggunakan sitokrom P450
3A4/5 inhibitor kuat (mis.ketokonazole). Saxagliptin (2,5, 5 atau
10 mg setiap hari) sebagai monoterapi menurunkan HbA1c dalam
24 minggu dengan uji coba acak, dibandingkan dengan placebo
pada 401 pasien dengan DM2 tanpa terapo dan dengan nilai
HbA1c awal rata-rata 7,9 %, saxagliptin mengurangi nilai HbA1c
0,4 %, 0,5 % dan 0,5 % masing-masing untuk setiap dosis,
dibandingkan dengan peningkatan 0,2 % pada kelompok placebo.4
Pada penelitian lain menunjukkan bahwa menambahkan
saxagliptin ke dalam terapi metformin yang stabil efektif dalam
menurunkan HbA1c dan pada umumnya ditoleransi dengan baik
pada pasien DM2 yang tidak terkontrol dengan metformin saja,
untuk mencapai tujuan glikemik HbA1c <7,0 % tanpa
menyebabkan hipoglikemia atau penambahan berat badan.3

6. Inhibitor Sodium Glucose Co-transporter 2 (SGLT2)


Konsep penghambatan reabsorpsi glukosa berkembang dari
penemuan penyakit bawaan dan didapat dengan 26egativ glukosa
ginjal terganggu dan sejumlah glukosa diekskresi ke urin, seperti
penyakit mutasi SGLT2 (insidens 1/20,000 individu di AS) dan
malabsorpsi glukosa-galaktosa (GGM) akibat mutasi SGLT1
(prevalensi 300 individu dari keseluruhan populasi). Mekanisme
kerja inhibitor SGLT2 memberikan perubahan persepsi terhadap
glukosuria. Seperti telah di jelaskan, apabila kapasitas transporter
SGLT2 dilewati, glukosa mulai diekskresikan ke urin. Sejak dulu,
glukosuria merupakan indikasi 26egativ glukosa yang jelek.

26
Namun demikian, karena mekanisme unik inhibitor SGLT2
menghambat reabsorpsi glukosa ginjal pada peningkatan kadar
glukosa, adanya glukosuria mengindikasikan bahwa penghambatan
SGLT2 akan mentransfer glukosa dari darah ke urin, secara
esensial menarik glukosa dari 27egative27m27 dan organ yang
rawan terhadap efek bahayanya. Sebaliknya, glukosuria meng
indikasikan kelebihan glukosa dari darah ke urin, yang secara
signifikan meningkatkan glukosa darah dan potensial merusak
target organ.3 Dapagliflozin merupakan inhibitor SGLT2 pertama
yang diajukan ke FDA pada Desember 2010. Namun, pada 19
Januari 2012, FDA menolak persetujuan dapagliflozin dan
menganjurkan tambahan data klinis untuk penilaian yang lebih
baik terhadap profil manfaat-risiko untuk dapaglifl ozin. Hal ini
meliputi perhatian terhadap kejadian kanker, terutama kanker
payudara dan kandung kemih. Walaupun pada studi hewan
percobaan, dapaglifl ozin tidak menunjukkan bukti kejadian
kanker, tidak tertutup kemungkinan peningkatan kadar glukosa di
kandung kemih dapat mempercepat laju pertumbuhan kanker yang
telah ada. Pada 12 November 2012, European Comission
menyetujui penggunaan dapagliflozin 10 mg sekali sehari pada
diabetes tipe 2 untuk memperbaiki 27egativ glikemik sebagai
monoterapi jika diet dan latihan fi sik sendiri tidak memberikan
27egativ glikemik yang adekuat pada pasien yang dipertimbangkan
tidak dapat menggunakan metformin karena intoleransi.
Dapagliflozin 10 mg sekali sehari juga disetujui di Eropa sebagai
terapi tambahan terhadap metformin, 27egative27m27a, atau
dengan insulin (+ antidiabetik oral), bersama diet dan latihan fi sik.
Dapagliflozin dosis 2,5; 5; 10; 20; dan 50 mg telah diteliti pada
studi fase III, namun hanya dosis 5 mg dan 10 mg yang paling
relevan dan dapat digunakan dalam klinis.5

3. Obat Antihiperglikemia Suntik


Yang Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu
Insulin
27
Jenis dan Lama Kerja Insulin Berdasarkan lama kerja,
insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni :
§ Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
§ Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
§ Insulin kerja menengah (Intermediateacting insulin)
§ Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
§ Insulin kerja ultra panjang (Ultra longacting insulin)
§ Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat dengan
menengah (Premixed insulin)

28
NPH: neutral protamine Hagedorn; NPL:neutral protamine lispro.
Namaobat disesuaikan dengan yang tersedia di Indonesia.
*Belum tersedia di Indonesia.

29
Algoritma pengobatan DMT2 tanpa dekompensasi metabolik dapat
dilihat pada bagan 1

30
3 Hipertensi
Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah arterial abnormal yang langsung terus
menerus. Definisi hipertensi menurut WH0 1999 pada intinya sama namun memasukan
kategori terpisah untuk hipertensi sistolik saja (sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolic.3

Klasifikasi hipertensi dapat dibagi menjadi dua berdasarkan penyebabnya dan


berdasarkan bentuk hipertensi. Berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi primer
(hipertensiesensial) dan hipertensi sekunder (hipertensi non esensial). Hipertensi primer yang
penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya
hidup seperti kurang bergerak (inaktivasi) dan pola makan. Hipertensi primer ini terjadi pada
sekitar 90% penderita hipertensi.
Sedangkan, hipertensi sekunder penyebabnya diketahui. Pada sekitar 5-10% penderita
hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan
hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Berdasarkan bentuk hipertensi dibagi
menjadi hipertensi diastolik {diastolic hypertension}, hipertensi campuran (sistol dan diastol
yang meninggi), Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension).4
Faktor Risiko
Adapun faktor risiko hipertensi sebagai berikut : umur (laki – laki > 55 tahun, wanita > 65
tahun), jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik (faktor risiko yang tidak dapat diubah/dikontrol),
kebiasaan merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh atau dislipidemia (kolesterol HDL :
laki-laki < 40 mg/dl; wanita < 46 mg/dl), kadar gula puasa (102-125 mg/dl) kebiasaan konsumsi
minum-minuman beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik, 31egati, penggunaan estrogen dan
riwayat keluarga dengan penyakit jantung

Penatalaksanaan Hipertensi Medika Mentosa

Menurut Joint National Commission (JNC) 8, rekomendasi target tekanan darah yang harus
dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk pasien penyakit ginjal kronik dan
diabetes adalah ≤ 130/80 mmHg.

31
32
Klasifikasi obat antihipertensi
Dikenal lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang digunakan untuk pengobatan awal
hipertensi yaitu : 33egative, penyekat reseptor beta 33egative33m (β-blocker), penghambat
angiotensin converting enzyme (ACE-inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-
receptor blocker, ARB), dan antagonis kalsium
Diuretik
Mekanisme kerja : Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menghancurkan garam yang
tersimpan di alam tubuh. Pengaruhnya ada dua tahap yaitu : (1) Pengurangan dari volume darah
total dan curah jantung; yang menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer; (2)
Ketika curah jantung kembali ke ambang normal, resistensi pembuluh darah perifer juga
berkurang.20 Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Bumetanide, Furosemide,
Hydrochlorothiazide, Triamterene, Amiloride, Chlorothiazide, Chlorthaldion.

Penyekat Reseptor Beta Adrenergik (β-Blocker)

Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian β-blocker dapat dikaitkan
dengan hambatan reseptor β1, antara lain : (1) penurunan frekuensi denyut jantung dan
kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung; (2) hambatan sekresi 33egati di sel
33
jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan Angiotensin II; (3) efek sentral yang
mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroresptor, perubahan
neuron 34egative34m perifer dan peningkatan biosentesis prostasiklin.19 Contoh antihipertensi
dari golongan ini adalah Propanolol, Metoprolol, Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol, Pindolol,
Acebutolol, Penbutolol, Labetalol

Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor)

Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama banyak digunakan di klinik untuk pengobatan
hipertensi dan gagal jantung.19 Mekanisme kerja : secara langsung menghambat pembentukan
Angiotensin II dan pada saat yang bersamaan meningkatkan jumlah bradikinin. Hasilnya berupa
vasokonstriksi yang berkurang, berkurangnya natrium dan retensi air, dan meningkatkan
vasodilatasi (melalui bradikinin).20 Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Kaptopril,
Enalapril, Benazepril, Fosinopril, Moexipril, Quianapril, Lisinopril.

Penghambat Reseptor Angiotensin

Mekanisme kerja : inhibitor kompetitif dari resptor Angiotensin II (tipe 1). Pengaruhnya lebih
spesifik pada Angiotensin II dan mengurangi atau sama sekali tidak ada produksi ataupun
34egative34m bradikinin. 20 Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Losartan, Valsartan,
Candesartan, Irbesartan, Telmisartan, Eprosartan, Zolosartan

Antagonis Kalsium
Mekanisme kerja : antagonis kalsium menghambat 34egati kalsium pada sel otot polos pembuluh
darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi
arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti efek
takikardia dan vasokonstriksi, terutama bila menggunakan golongan obat dihidropirin
(Nifedipine). Sedangkan Diltiazem dan Veparamil tidak menimbulkan takikardia karena efek
kronotropik 34egative langsung pada jantung.19 Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah
Amlodipine, Diltiazem, Verapamil, Nifedipine.

34
Daftar Pustaka
1. Adams HP, Bendixen BH, Kappelle LJ, Biller J, Love BB, Gordon DL, Marsh EE.
Classification of subtype of acute ischemic stroke. Definitions for use in a multicenter
clinical trial. TOAST. Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment. Stroke. 1993
Jan;24(1):35-41.
2. PERKENI (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2 di
Indonesia. Jakarta. PB PERKENI.
3. Mancia G, Fagard R, Narkiewicz K,Redo´n J, Zanchetti A ,Bohm M et al.ECS/ESH
Guidelines for the management of arterial hypertension. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23777479, 6 November 2014.
4. Aronow WS, Fleg JL, Pepine CJ, Artinian NT, Bakris G, Brown AS et al. ACCF/AHA
2011 Expert Consensus Document on Hypertension in the Elderly: A Report of the
American College of Cardiology Foundation Task Force on Clinical Expert Consensus
Documents. Diunduh dari http://circ.ahajournals.org/, 10 November 2014.

35

Anda mungkin juga menyukai