Dr. Pembimbing
dr. Krisma Kurnia, Sp.PD
1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus:
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT: Bethesda Lempuyangwangi
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 55 tahun Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Tahunan UH 3/43C RT5/1 Tanggal masuk : 2 Mei 2019
UMBULHARJO Yogyajakarta
ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 2 Mei Desember 2018 Jam : 21 40
WIB
Keluhan utama :
Os mengeluh kesulitan berbicara sejak 1 jam SMRS.
2
Hilang kesadaran sebelum masuk rumah sakit disangkal. Gangguan penglihatan
disangkal. Nyeri kepala disangkal. Kepala berputar disangkal. Muntah disangkal. Kejang
disangkal. Gemetar pada tangan disangkal. Riwayat trauma dan kepala terbentur disangkal. BAK
dan BAB normal.
Pasien memiliki riwayat stroke 4 tahun lalu.OS juga mempunyai riwayat kencing manis
dan rutin menggunakan metformin 2x500 mg. Selain itu Os juga memiliki riwayat hipertensi 3
tahun lalu dan mengkonsumsi amlodipin 1x10 mg namun tidak rutin..Riwayat merokok
disangkal, konsumsi alkohol disangkal dan alergi (-)
Penyakit Dahulu
(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal/Sal.kemih
(-) Cacar Air (-) Disentri (-) Burut (Hemia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit prostate
(-) Batuk Rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skirofula (+) Diabetes
(-) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Khorea (+) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh
(-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-) Pendarahan Otak
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis
(-) Gastritis (-) Rhematoid Arthritis Lain-lain : (-) Operasi
(-) Kecelakaan
Riwayat Keluarga
Umur Keadaan
Hubungan Jenis Kelamin Penyebab Meninggal
(Tahun) Kesehatan
3
Anak
Perempuan Sehat -
30
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat Malam (-) Lain-lain
(-) Kuku (-) Sianosis
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit Kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada Sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Radang
(-) Sekret (-) Gangguan Penglihatan
(-) Kuning/Ikterus (-) Ketajaman Penglihatan menurun
Telinga
(-) Nyeri
(-) Sekret (-) Gangguan Pendengaran
(-) Tinitus (-) Kehilangan Pendengaran
Hidung
(-) Trauma (-) Gejala Penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan Penciuman
(-) Sekret (-) Pilek (-) Epistaksis
4
Mulut
(-) Bibir pucat (-) Lidah kotor
(-) Gusi berdarah (-) Gangguan pengecapan
(-) Selaput (-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan (-) Perubahan Suara
Leher
( - ) Distensi vena leher
( - ) Benjolan
( - ) Pembesaran kelenjar getah bening
Dada ( Jantung / Paru – paru )
(-) Nyeri dada (-) Sesak Napas
(-) Berdebar-debar (-) Batuk Darah
(-) Ortopnoe (-) Batuk
Abdomen ( Lambung Usus )
(-) Rasa Kembung (-) Wasir (-) Perut Membesar
(+) Mual (-) Mencret (-) Benjolan
(+) Muntah (-) Tinja Darah
(-) Muntah Darah (-) Tinja Berwarna Dempul
(-) Sukar Menelan (-) Tinja Berwarna Ter
(-) Nyeri Perut Tengah Atas
Saluran Kemih / Alat Kelamin
(-) Disuria (-) Kencing Nanah
(-) Stranguria (-) Kolik
(-) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi Urin
(-) Kencing Batu (-) Kencing Menetes
(-) Ngompol(tidak disadari) (-) Penyakit Prostat
Saraf dan Otot
(-) Anestesi (-) Sukar Mengingat
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot Lemah (-) Hipo / Hiper-esthesi
(-) Kejang (-) Pingsan
5
(+) Afasia (-) Kedutan (‘tick’)
(-) Amnesia (-) Pusing (Vertigo)
(+) Gangguan bicara (Disartri)
Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri sendi (-) Sianosis
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat lahir : (+) Di rumah (-) Rumah Bersalin (-) RS Bersalin
Ditolong oleh : (-) Dokter (+) Bidan (-) Dukun (-) lain – lain
Riwayat Imunisasi
(+) Hepatitis (+) BCG (+) Campak (+) DPT (+) Polio (+) Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari : 2x Jumlah / kali : 1 porsi sedang
Variasi / hari : bervariasi Nafsu makan : menurun
Pendidikan
(-) SD (-) SLTP (+) SLTA (-) Sekolah Kejuruan
(-) Akademi (-) Universitas (-) Kursus (-) Tidak sekolah
Kesulitan
Keuangan : ada Pekerjaan : ada
Keluarga :- Lain-lain :-
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Tinggi Badan :-
Berat Badan :-
IMT :-
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 160/90 mmHg
Suhu : 36,8 °C
6
Nadi : 82 x/menit
Pernafasaan : 21 x/menit (SpO2 98%)
Keadaan gizi : belum dinilai
Sianosis : tidak ada
Edema umum : tidak ada
Cara berjalan : tegak
Mobilitas ( aktif / pasif ) : aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa : sesuai umur
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : wajar
Alam Perasaan : biasa
Proses Pikir : wajar
Kulit
Warna : sawo matang Effloresensi : tidak ada
Jaringan Parut : tidak ada Pigmentasi : tidak ada
Pertumbuhan rambut : merata Pembuluh darah : tidak tampak pelebaran
Suhu Raba : hangat Lembab/Kering : lembab
Keringat : umum (+) Turgor : baik
Ikterus : tidak ada
Lapisan Lemak : merata
Edema : Tidak ada di kedua ekstremitas bawah
Lain-lain : Vulnus ekskoriatum medial inferior cruris sinistra 3x2,5 cm,
Kepala
Ekspresi wajah : tenang
Simetri muka : tidak simetris
Rambut : merata, putih, tidak mudah rontok
Pembuluh darah temporal : teraba pulsasi
7
Mata
Exophthalamus : tidak ada Enopthalamus : tidak ada
Kelopak : oedem (-) Lensa : jernih
Sklera : ikterik (-) Konjungtiva : anemis (-)
Gerakan Mata : aktif Tekanan bola mata : normal
Lapangan penglihatan : normal Nistagmus : tidak ada
Telinga
Tuli : tidak ada Selaput pendengaran : utuh, intak
Lubang : lapang Penyumbatan : tidak ada
Serumen : tidak ada Pendarahan : tidak ada
Cairan : tidak ada
Mulut
Bibir : deviasi ke sisi kanan, lembab Tonsil : T1 – T1 tenang
Langit-langit : tidak ada kelainan Bau pernapasan : tidak ada
Gigi geligi : utuh, karies dentis (-) Trismus : tidak ada
Faring : tidak hiperemis Selaput lendir : tidak ada bercak putih
Lidah : normal
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5-2 cm H2O
Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe : tidak teraba membesar
Dada
Bentuk : simetris, sela iga normal
Pembuluh darah : kolateral (-), spider nevi (-), tidak terdapat lesi kulit
Buah dada : simetris, tidak ada ginekomastia
Paru – Paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi Kiri Tidak ada benjolan Tidak ada benjolan
Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Kanan Tidak ada benjolan Tidak ada benjolan
Fremitus taktil simetris Fremitus taktil simetris
8
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Kiri Suara vesikuler Suara vesikuler
Wheezing (-) Rhonki (-) Wheezing (-) Rhonki (-)
Kanan Suara vesikuler Suara vesikuler
Wheezing (-) Rhonki (-) Wheezing (-) Rhonki (-)
Jantung
9
Perut
Inspeksi : Datar, benjolan (-), pembuluh darah (-), caput medusa (-), spider nevi (-),
dilatasi vena (-)
Palpasi : Dinding perut: tidak ada rigit, nyeri tekan epigatrium (-), nyeri lepas (-), defans
muskular (-) , massa (-)
Hati : tidak teraba
Limpa : tidak teraba
Ginjal : ballotemen (-), nyeri ketuk CVA (-)
Lain-lain : tidak ada
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : BU(+) 10x/menit
Refleks dinding perut: baik
Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : hipotonus Normotonus
Massa : Eutrofi Eutrofi
Sendi : tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Gerakan : tidak aktif aktif
Kekuatan : 1+ 5+
Lain-lain : ptekie (-), oedem (-) ptekie (-), oedem (-)
Reflex
Kanan Kiri
Refleks Tendon
Bisep Positif Positif
Trisep Positif Positif
Patela Positif Positif
Achiles Positif Positif
Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks kulit Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks patologis Negatif Negatif
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 02 Mei 2019, pukul 21:24 di IGD
Pemeriksaan darah lengkap:
Hb : 11,7 g/dL 12.5-16.0
Ht : 36,3% 37.0-47.0
Trombosit : 346.000/μL 182.000-369.000
Leukosit : 8,710-/μL 4.000-10.500
Eritrosit : 4.370.000/μL 4.200.000-10.800.000
MCV : 83,1 fL 79,0-99,0
MCH : 26,8 pg 27,0-31,0
MCHC :32,2 g/dL 33,0-37,0
Hitung Jenis (N/L/M/E/B) : 54,0/2,79/10,3/3,6/0,1
EKG
11
Kesan : Asinus, HR = 71x / menit, Axis normal, terdapat AV block 2o type Mobitz 1
12
Kesan :susp hipoksia periventrikel disertai lokus infark fokal bihemisfer cerebri.
Laboratorium 03 Mei pukul 10:18 di Bangsal
Gula darah puasa : 182 mg/dL Bukan DM : < 100
Belum pasti DM : 100-125
DM : ≥ 126
Profil Lipid :
Kolesterol Total : 153 mg/dL Normal : < 200
Batas tinggi : 200-239
Tinggi : ≥ 239
Kimia darah
Ureum : 28,0 mg/dL Normal :20,0-43,0
Kreatinin : 0,80 mg/dL Normal :0,55-1,02
RINGKASAN
Os datang diantar keluarga ke IGD RS Bethesda Lempuyangwangi dengan keluhan
kesulitan berbicara sejak 1 jam SMRS. Os mengaku bahwa Keluhan tersebut muncul secara tiba-
tiba. Keluhan kesulitan bicara yang Os rasakan didahului dengan badan sebelah kanan Os lemas
10 jam SMRS. Tangan dan kaki sulit digerakkan.
Hilang kesadaran sebelum masuk rumah sakit disangkal. Gangguan penglihatan
disangkal. Nyeri kepala disangkal. Kepala berputar disangkal. Muntah disangkal. Kejang
disangkal. Gemetar pada tangan disangkal. Riwayat trauma dan kepala terbentur disangkal. BAK
dan BAB normal.
Pasien memiliki riwayat stroke 4 tahun lalu.OS juga mempunyai riwayat kencing manis
dan rutin menggunakan metformin 2x500 mg. Selain itu Os juga memiliki riwayat hipertensi
dan mengkonsumsi amlodipin 1x10 mg namun tidak rutin. Riwayat merokok disangkal,
konsumsi alkohol disangkal dan alergi (-)
Pemeriksaan fisik: TD: 160/90mmHg, HR: 82x, RR: 21x, wajah tidak simetris,bibir
deviasi ke sisi kanan, lengan kanan hipotonus dengan kekuatan otot +1,tungkai kanan hipotonus
dengan kekuatan otot +3 `,
Pemeriksaan Laboratorium: Hb (11,7 g/dL), Ht (36,3%), hitung Jenis (N/L/M/E/B) :
54,0/2,79/19,9/10,3/3,6/0,1. Kreatinin (0,80 mg/dL),GDP (198 mg/dL), kolesterol total (182
mg/dL), LDL (116mg/dL) , dan HbA1c (9,4 %).
MASALAH
1. Stoke rekurens
2. Diabetes Melitus II
3. Hipertensi
14
PENGKAJIAN DAN RENCANA TATALAKSANA
A. DIAGNOSIS KERJA
1. Diabetes Melitus II
2. Hipertensi
Dasar Diagnosis :Os memiliki riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu dan
mengkonsumsi amlodipin 1x10mg. Pada pemeriksaan fisik TD: 160/90 mmHg.
B. DIAGNOSIS DIFERENSIAL
C. PENATALAKSANAAN
- Medikamentosa
Golongan Biguanid : Metformin 2 x 500 mg iv
ARB : Candesartan 1 x 8 mg po
Calcium- channel blocker : Amlodipin 1 x 5 mg po
NaCl 0.9 %
Anti platelet : Aptor 1x100 mg
Vit saraf :inj citicolin extra 500 mg
Antitrombotik : mini aspi 80 mg 4
- Non medikamentosa
bedrest
Diet rendah garam dan kontrol asupan cairan
15
D. RENCANA PEMERIKSAAN
- Pemeriksaan ureum,creatinin
- Pemeriksaan GDP
E. EDUKASI PASIEN
F. KESIMPULAN
Wanita 55 tahun menderita stroke recurens ,Diabetes Melitus II,Hipertensi.Keluhan penyakit
tersebut cukup membahayakan jika tidak segera dilakukan perawatan yang baik dan tepat.
G. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam: dubia ad bonam
Ad fungsionam: dubia ad bonam
Follow Up 3 Mei 2019
S: Keluhan mual (-), muntah (-), pusing (-), demam (-) tangan dan kaki lemah,sulit
berbicara
O:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 180/100 mmHg,
Nadi : 84 x/menit
Frekuensi pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7 oc
16
A: stroke rekurens
DM II
Hipertensi
P: Terapi lanjut
Lab:
Cholesterol total : 153 mg/dL nilai normal < 200
Gula Darah Puasa : 182 mg/dL nilai normal <110
Kimia darah :
Ureum : 28.0 mg/dL 20.0-43.0 mg/dL
Creatinine : 0.80 mg/dL 0,55-1,02 mg/dL
A: Stroke rekurens
DM II O
Hipertensi
P: Terapi lanjut
17
Follow Up 5 Mei 2019
S : Keluhan mual (-), muntah (-), pusing (+/-), demam (-).kaki dan tangan masih terasa lemas,
kesulitan berbicara berkurang.
O:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 170/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Frekuensi pernapasan : 19 x/menit
Suhu : 36,6 oc
A: Stroke rekurens
DM II
Hipertensi
P: Terapi lanjut
Citicholin 500 mg 2 x 2 tab
Aptor 1 x 100 mg
Amlodipin 1x 5 mg
Candesartan 1x 16 mg
Planning : - Rencana pulang senin sore 6/5/19 setelah fisioterapi dan lapor Sp.PD
- Pemeriksaan LDL
18
A: Stroke rekurens
DM II
Hipertensi
P: Terapi lanjut
Citicholin 500 mg 2 x 2 tab
Aptor 1 x 100 mg
Amlodipin 1x 5 mg
Candesartan 1x 16 mg
Simvastatin 1x10 mg
Lab:
Tinjuan Pustaka
1.Stroke
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang
dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung
lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa kematian), yang tidak disebabkan
oleh sebab lain selain penyebab vaskuler.1 Definisi ini mencakup stroke akibat infark otak
(stroke iskemik), perdarahan intraserebral (PIS) non traumatik, perdarahan intravaskuler dan
beberapa kasus perdarahan subarakhnoid (PSA).1
19
Faktor Risiko dari stroke adalah ;hipertensi,diabetes mellitus,dislipidemia,merokok,gangguan
jantung dll. Gejala utama stroke ialah timbulnya gangguan saraf secara mendadak. Gejala stroke
yang mula –mula ringan dapat memberat dalam beberapa jam/hari. Maka gejala stroke tidak
boleh diabaikan walaupun ringan. Agar penanganan stroke dapat dilakukan sedini mungkin,
maka berbagai gejala stroke perlu dikenali dengan segera.
Gejala stoke dapat bermacam-macam, lumpuh separuh badan yang kanan/kiri, separuh badan
kesemutan atau baal, mulut/ lidah mencong bila bicara menjadi pelo/tidak, bicara menjadi tidak
karuan, tidak dapat memahami bicara orang lain, tidak dapat membaca dan menulis, sulit
menelan tersedak bila makan/minum, sulit berjalan, tidak dapat berhitung, pelupa,
penglihatan/pendengaran terganggu, gerakan tidak terkoordinasi, pingsan, koma dan masih
banyak kombinasi gejala yang dapat terjadi.
Penanganan pertama stroke adalah Pasien segera dibawa ke rumah sakit agar dapat diberikan
penanganan yang optimal. Yang terbaik bila pengobatan dapat dilakukan dalam 3 jam pertama,
setelah timbulnya gejala stroke. Tujuan pengobatan, mencegah agar stroke tidak berlanjut atau
berulang, mengupayakan agar kecacatan dapat dibatasi, mencegah terjadinya kematian,
mencegah terjadi penyulit seperti radang paru, radang kandung kemih dan mengobati penyakit
lain yang dapat mempengaruhi perjalanan stroke. Perawatan pasien stroke yang ideal adalah di
Unit Stroke yang sebaiknya ada di setiap rumah sakit besar. Di Unit Stroke, pasien-pasien
dirawat secara terintegrasi dan selama 24 jam dimonitor keadaan dan fungsi vitalnya, sehingga
setiap masalah dan komplikasi yang terjadi dapat segera ditangani. Pasien pun dapat segera
mendapat fisioterapi yang dibutuhkan.
1. Diabetes Melitus II
1.1 Definisi
Kelainan metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi dalam konteks
resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif.2
1.2 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal
sebagaipatofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2 Belakangan diketahui bahwa
kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan
sebelumnya. Selain otot, liver dan sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak
(meningkatnyalipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin),sel alpha pancreas
20
(hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi
insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan
toleransi glukosa pada DM tipe-2.
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver dan sel beta
pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe-2 tetapi
terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet yaitu
kerusakan sel beta pancreas,liver,otot,sel lemak,usus,sel alpha pankreas,ginjal,otak.
2.3 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimati,dengan
bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:
• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Untuk mendiagnosa diabetes melitus 2 dapat dilakukan dengan kriteria berikut pada gambar
berikut
22
meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga
menurunkan glukosa darah dan juga di duga menghambat absorpsi
glukosa di usus sesudah asupan makan.
Metformin dapat digunakan sebagai monoterapi dan
sebagai terapi kombinasi dengan sulfonylurea (SU), repaglinid,
nateglinid, penghambat alfa glikosidase dan glitazon. Metformin
merupakan terapi yang terhitung murah, tingkat keamanan yang
baik, menjaga berat badan tetap normal dan terdapat keuntungan
untuk 23egati kardiovaskular. (dapus1) Pada gangguan fungsi
ginjal yang berat, metformin dosis tinggi akan berakumulasi di
mitokondria dan menghambat proses fosforilasi oksidatif sehingga
mengakibatkan asidosis laktat. Untuk menghindarinya sebaiknya
tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(kreatinin >1,3 mg/dL pada perempuan dan >1,5 mg/dL pada laki-
laki).2
2. Glitazone (Thiazolindinediones)
Glitazone diabsorbsi dengan cepat dan mencapai
konsentrasi tertinggi terjadi setelah 1-2 jm. Makanan tidak
mempengaruhi farmakokinetik obat ini. Waktu paruh berkisar
antara 3-4 jam bagi rosiglitazone dan 3-7 jam bagi
pioglitazone.Glitazone merupakan agonist peroxisome proliferator-
activated reseptor gamma (PPARϒ) yang sangat selektif dan poten.
Reseptor PPARϒ terapat di jaringan target kerja insulin seperti
jaringan adipose, otot skelet dan hati.glitazine memiliki efek dalam
metabolism glukosa dan lipid, yang dapat meningkatkan efisiensi
dan respons sel beta pancreas dengan menurunkan glukotoksisitas
dan lipotoksisitas.2
Glitazon dapat meningkatkan berat badan dan edema pada
3-5 % pasien akibat beberapa mekanisme antara lain:
Penumpukan lemak subkutan di perifer dengan
pengurangan lemak visceral
Meningkatnya volume plasma akibat ativitai
reseptor PPARϒ di ginjal
23
Edema dapat disebabkan penurunan eksresi natrium
di ginjal sehingga terjadi peningkatan natrium dan
retensi cair
Pemakaian glitazon dihentikan bila terdapat kenaikan
enzim hati (ALT dan AST) lebih dari tiga kali batas atas normal.
24
menurunkan glukosa postprandial dengan efek hipoglikemik yang
minimal.1
3. Penghambat Alfa Glukosidase
Obat ini secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa
glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dengan demikian
dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan
tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada
kadar insulin.
Acarbose memperlambambat dari pemecahan dan
penyerapan karbohidrat kompleks dengan menghambat enzim
alpha glukosidase yang terdapat pada dinding eritrosit yang
terletak pada bagian proksimal usus halus. Acarbose dapat
digunakan sebagai monoterapi atau sebagai kombinasi dengan
insulin, metformin, glitazone atau 25egative25m25a. Efek samping
akiba maldigesti karbohidrat akan berupa gejala gastrointestinal
seperti meteorismus, flatulence dan diare.2
4. Golongan Incretin
Terdapat 2 hormon incretin yang dikeluarkan oleh saluran
cerna yaitu glucose dependent insulinotropic polypeptide (GIP)
dan glucagon-like-peptide-1 (GLP-1). Kedua 25egativ ini
dikeluarkan sebagai respon terhadap asupan makanan sehingga
meningkatkan sekresi insulin.GIP di ekspresikan oleh sel K yang
banyak terdapat di duodenum dan mukosa usus halus, sedangkan
GLP-1 diekspresikan di sel L mukosa usus dan juga di sel ala
pancreas. Selain membantu meningkatkan respon sekresi insulin
oleh makanan, GLP-1 juga menekan sel alfa pancreas dalam
mensekresi glucagon, memperlambat pengosongan lambung dan
memiliki efek anoreksia sentral sehingga menurunkan
hiperglikemia.2
5. Penghambat Dipeptidyl peptidase IV (Penghambat DPP-IV)
GLP-1 endogen memiliki waktu paruh yang sangat pendek
(<1 menit) akibat proses inaktivasi oleh enzim DPP-IV.
25
Penghambatan enzim DPP-IV diharapkan dapat memperpanjang
masa kerja GLP- sehingga membantu menurunkan hiperglikemia.
Saxagliptin disetujui sebagai pengobatan farmakologis
awal untuk DM2 atau sebagai agen lini keddua pada pasien yang
non-responden untuk agen tunggal seperti SU, metformin atau
Thiazolindinedion. Dosis normal saxagliptin adalah 2,5atau 5 mg
sekali sehari, dengan dosis 2,5 mg direkomendasikan untuk pasien
dengan gagal ginjal kronis sedang (Gomerular Laju Filtrasi (GFR)
≤ 50 mL/mnt) dan untuk pasien yang menggunakan sitokrom P450
3A4/5 inhibitor kuat (mis.ketokonazole). Saxagliptin (2,5, 5 atau
10 mg setiap hari) sebagai monoterapi menurunkan HbA1c dalam
24 minggu dengan uji coba acak, dibandingkan dengan placebo
pada 401 pasien dengan DM2 tanpa terapo dan dengan nilai
HbA1c awal rata-rata 7,9 %, saxagliptin mengurangi nilai HbA1c
0,4 %, 0,5 % dan 0,5 % masing-masing untuk setiap dosis,
dibandingkan dengan peningkatan 0,2 % pada kelompok placebo.4
Pada penelitian lain menunjukkan bahwa menambahkan
saxagliptin ke dalam terapi metformin yang stabil efektif dalam
menurunkan HbA1c dan pada umumnya ditoleransi dengan baik
pada pasien DM2 yang tidak terkontrol dengan metformin saja,
untuk mencapai tujuan glikemik HbA1c <7,0 % tanpa
menyebabkan hipoglikemia atau penambahan berat badan.3
26
Namun demikian, karena mekanisme unik inhibitor SGLT2
menghambat reabsorpsi glukosa ginjal pada peningkatan kadar
glukosa, adanya glukosuria mengindikasikan bahwa penghambatan
SGLT2 akan mentransfer glukosa dari darah ke urin, secara
esensial menarik glukosa dari 27egative27m27 dan organ yang
rawan terhadap efek bahayanya. Sebaliknya, glukosuria meng
indikasikan kelebihan glukosa dari darah ke urin, yang secara
signifikan meningkatkan glukosa darah dan potensial merusak
target organ.3 Dapagliflozin merupakan inhibitor SGLT2 pertama
yang diajukan ke FDA pada Desember 2010. Namun, pada 19
Januari 2012, FDA menolak persetujuan dapagliflozin dan
menganjurkan tambahan data klinis untuk penilaian yang lebih
baik terhadap profil manfaat-risiko untuk dapaglifl ozin. Hal ini
meliputi perhatian terhadap kejadian kanker, terutama kanker
payudara dan kandung kemih. Walaupun pada studi hewan
percobaan, dapaglifl ozin tidak menunjukkan bukti kejadian
kanker, tidak tertutup kemungkinan peningkatan kadar glukosa di
kandung kemih dapat mempercepat laju pertumbuhan kanker yang
telah ada. Pada 12 November 2012, European Comission
menyetujui penggunaan dapagliflozin 10 mg sekali sehari pada
diabetes tipe 2 untuk memperbaiki 27egativ glikemik sebagai
monoterapi jika diet dan latihan fi sik sendiri tidak memberikan
27egativ glikemik yang adekuat pada pasien yang dipertimbangkan
tidak dapat menggunakan metformin karena intoleransi.
Dapagliflozin 10 mg sekali sehari juga disetujui di Eropa sebagai
terapi tambahan terhadap metformin, 27egative27m27a, atau
dengan insulin (+ antidiabetik oral), bersama diet dan latihan fi sik.
Dapagliflozin dosis 2,5; 5; 10; 20; dan 50 mg telah diteliti pada
studi fase III, namun hanya dosis 5 mg dan 10 mg yang paling
relevan dan dapat digunakan dalam klinis.5
28
NPH: neutral protamine Hagedorn; NPL:neutral protamine lispro.
Namaobat disesuaikan dengan yang tersedia di Indonesia.
*Belum tersedia di Indonesia.
29
Algoritma pengobatan DMT2 tanpa dekompensasi metabolik dapat
dilihat pada bagan 1
30
3 Hipertensi
Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah arterial abnormal yang langsung terus
menerus. Definisi hipertensi menurut WH0 1999 pada intinya sama namun memasukan
kategori terpisah untuk hipertensi sistolik saja (sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolic.3
Menurut Joint National Commission (JNC) 8, rekomendasi target tekanan darah yang harus
dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk pasien penyakit ginjal kronik dan
diabetes adalah ≤ 130/80 mmHg.
31
32
Klasifikasi obat antihipertensi
Dikenal lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang digunakan untuk pengobatan awal
hipertensi yaitu : 33egative, penyekat reseptor beta 33egative33m (β-blocker), penghambat
angiotensin converting enzyme (ACE-inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-
receptor blocker, ARB), dan antagonis kalsium
Diuretik
Mekanisme kerja : Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menghancurkan garam yang
tersimpan di alam tubuh. Pengaruhnya ada dua tahap yaitu : (1) Pengurangan dari volume darah
total dan curah jantung; yang menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer; (2)
Ketika curah jantung kembali ke ambang normal, resistensi pembuluh darah perifer juga
berkurang.20 Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Bumetanide, Furosemide,
Hydrochlorothiazide, Triamterene, Amiloride, Chlorothiazide, Chlorthaldion.
Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian β-blocker dapat dikaitkan
dengan hambatan reseptor β1, antara lain : (1) penurunan frekuensi denyut jantung dan
kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung; (2) hambatan sekresi 33egati di sel
33
jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan Angiotensin II; (3) efek sentral yang
mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas baroresptor, perubahan
neuron 34egative34m perifer dan peningkatan biosentesis prostasiklin.19 Contoh antihipertensi
dari golongan ini adalah Propanolol, Metoprolol, Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol, Pindolol,
Acebutolol, Penbutolol, Labetalol
Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama banyak digunakan di klinik untuk pengobatan
hipertensi dan gagal jantung.19 Mekanisme kerja : secara langsung menghambat pembentukan
Angiotensin II dan pada saat yang bersamaan meningkatkan jumlah bradikinin. Hasilnya berupa
vasokonstriksi yang berkurang, berkurangnya natrium dan retensi air, dan meningkatkan
vasodilatasi (melalui bradikinin).20 Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Kaptopril,
Enalapril, Benazepril, Fosinopril, Moexipril, Quianapril, Lisinopril.
Mekanisme kerja : inhibitor kompetitif dari resptor Angiotensin II (tipe 1). Pengaruhnya lebih
spesifik pada Angiotensin II dan mengurangi atau sama sekali tidak ada produksi ataupun
34egative34m bradikinin. 20 Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Losartan, Valsartan,
Candesartan, Irbesartan, Telmisartan, Eprosartan, Zolosartan
Antagonis Kalsium
Mekanisme kerja : antagonis kalsium menghambat 34egati kalsium pada sel otot polos pembuluh
darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi
arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti efek
takikardia dan vasokonstriksi, terutama bila menggunakan golongan obat dihidropirin
(Nifedipine). Sedangkan Diltiazem dan Veparamil tidak menimbulkan takikardia karena efek
kronotropik 34egative langsung pada jantung.19 Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah
Amlodipine, Diltiazem, Verapamil, Nifedipine.
34
Daftar Pustaka
1. Adams HP, Bendixen BH, Kappelle LJ, Biller J, Love BB, Gordon DL, Marsh EE.
Classification of subtype of acute ischemic stroke. Definitions for use in a multicenter
clinical trial. TOAST. Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment. Stroke. 1993
Jan;24(1):35-41.
2. PERKENI (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2 di
Indonesia. Jakarta. PB PERKENI.
3. Mancia G, Fagard R, Narkiewicz K,Redo´n J, Zanchetti A ,Bohm M et al.ECS/ESH
Guidelines for the management of arterial hypertension. Diunduh dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23777479, 6 November 2014.
4. Aronow WS, Fleg JL, Pepine CJ, Artinian NT, Bakris G, Brown AS et al. ACCF/AHA
2011 Expert Consensus Document on Hypertension in the Elderly: A Report of the
American College of Cardiology Foundation Task Force on Clinical Expert Consensus
Documents. Diunduh dari http://circ.ahajournals.org/, 10 November 2014.
35