TB / Hiv: Beban HIV Di Indonesia
TB / Hiv: Beban HIV Di Indonesia
Munculnya epidemi HIV dan AIDS di dunia menambah permasalahan TB, ko-infeksi
dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) akan meningkatkan risiko kejadian TB
secara signifikan. Tuberkulosis (TB) adalah penyebab kematian utama pada Orang dengan
HIV/AIDS (ODHA)
Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012
diperkirakan 8,6 juta orang terjangkit TB dan 1,3 juta orang meninggal karena TB,
termasuk 320 ribu kematian diantara orang dengan HIV positif (Global Report WHO
2013).
Diperkirakan pada tahun 2012 sebanyak 1,1 juta orang (13%) dari seluruh jumlah yang
terjangkit TB adalah HIV positif. Sekitar 75% dari jumlah kasus ini terdapat di wilayah
Afrika (Global Report 2013).
Kasus AIDS pertama kali dilaporkan pada 1987 di Bali. Sejak saat itu penyebaran epidemi
mulai terjadi di Indonesia. Jumlah kumulatif kasus AIDS dari 1987 sampai Juni 2013
sebanyak 43.667 kasus. Data pada April – Juni 2013 menunjukkan bahwa persentase faktor
risiko AIDS tertinggi adalah hubungan seksual yang tidak aman pada heteroseksual
(78,4%) diikuti dengan penularan melalui jarum suntik tidak steril pada penasun (14,1%),
penularan dari Ibu yang HIV positif ke anak sebesar 4,1%, dan LSL (2,5%).
Saat ini perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. Jumlah
kumulatif kasus HIV dari 2005 sampai Juni 2013 sebanyak 108.600 kasus. Secara umum,
Indonesia memiliki prevalensi HIV rendah. Estimasi prevalensi HIV di antara populasi
orang dewasa adalah 0,2 % secara nasional dan diperkirakan bahwa ada 186.000 orang
yang hidup dengan HIV (2010). Meskipun demikian, beberapa daerah merupakan wilayah
dengan epidemi terkonsentrasi, bahkan Papua merupakan wilayah dengan epidemi yang
meluas di mana prevalensi HIV pada populasi umum adalah sebesar 2,4 %. Dua belas
provinsi telah diidentifikasi sebagai daerah prioritas untuk intervensi HIV. Pada triwulan
kedua tahun 2012, ada 196 rumah sakit, 76 klinik dan 159 puskesmas yang mempunyai
layanan konseling dan tes sukarela (VCT) serta 238 rumah sakit yang menyediakan
pengobatan antiretroviral (ART) secara nasional.
Ko-infeksi TB-HIV
Pasien ko-infeksi TB-HIV adalah pasien TB dengan HIV positif dan ODHA dengan TB.
Pada orang dengan sistem imunitas yang menurun misalnya ODHA, infeksi TB laten
mudah berkembang menjadi TB aktif. Sekitar 60% ODHA yang terinfeksi kuman TB
(laten) akan menjadi TB aktif.
Survei prevalensi HIV di antara pasien TB baru di beberapa provinsi menunjukkan hasil
dari 2 % di Jogyakarta ( 2006) dan 0,8 % di Jawa Timur , 3,8 % di Bali dan 14 % di
Papua ( 2008).
o Di Indonesia TB merupakan tantangan bagi pengendalian AIDS karena
merupakan infeksi penyerta yang sering terjadi pada ODHA (31,8%).
(textbox)
o WHO memperkirakan jumlah pasien TB dengan status HIV positif di
Indonesia pada tahun 2013 sebesar 7,5%, terjadi peningkatan jika
dibandingkan dengan tahun 2012 yang hanya 3,3% (Global Report WHO
2013).
Tantangan ke depan
1. Meningkatkan jejaring layanan kolaborasi antara program TB dan program HIV di semua
tingkatan, komitmen politis dan mobilisasi sumber daya.
2. Meningkatkan akses tes HIV atas inisiasi petugas kesehatan yang ditujukan bagi pasien TB
dan bagaimana membangun jejaring pelayanan diagnosis dan pengobatan.
3. Memastikan bahwa pasien yang terdiagnosis TB dan HIV harus mendapatkan pelayanan
yang optimal untuk TB dan secara cepat harus dirujuk untuk mendapatkan dukungan dan
pengobatan HIV AIDS dalam hal ini termasuk pemberian pengobatan pencegahan dengan
Kotrimoksasol dan pemberian ARV.
4. Memastikan pendekatan pelayanan kepada pasien TB-HIV dengan konsep “one stop
services”
5. Monitoring dan evaluasi kegiatan kolaborasi TB-HIV.
6. Ekspansi ke seluruh layanan kesehatan di Indonesia.