Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Pneumonia
Pneumonia merupakan peradangan akut pada paru-paru yang disebabkan
oleh infeksi mikroorganisme dan non infeksi (Anurogo, 2016). Peradangan
pneumonia terjadi pada saluran pernafasan bawah yang dapat mengenai
parenkim paru, bronkiolus, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Sudoyo. 2006).
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk. Peradangan paru yang disebabkan oleh non-mikroorganisme
(bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut
pneumonitis (PDPI, 2003).
2. Gejala dan Manifestasi Klinis
Gambaran klinis umum didahului oleh gejala infeksi saluran pernapasan
akut bagian atas, nyeri ketika menelan, kemudian demam dengan suhu
sampai diatas 40oC, menggigil. Batuk yang disertai dahak yang kental,
kadang-kadang bersama pus atau darah (blood streak) (Djojodibroto, 2014).
Gejala pneumonia oleh pneumokokus bersifat mendadak disertai
menggigil, demam, nyeri pleuritik, batuk dan sputum yang berwarna seperti
karat. Hampir selalu dapat hipoksemia (penurunan konsentrasi oksigen dalam
darah) dalam tingkat tertentu (Price, 2005).
a. Gejala dan Manifestasi Klinis Pneumonia pada Anak dan Balita
Pneumonia berat pada anak pada umur 2 bulan sampai kurang dari 5
tahun ditandai dengan batuk atau juga disertai kesulitan bernafas, napas sesak
atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest
indrawing), dahak berwarna kehijauan atau seperti karet. Pneumonia sangat
berat dapat juga terjadi pada kelompok usia ini dengan gejala batuk dan

6
7

kesukaran bernapas karena tidak ada ruang tersisa untuk oksigen di paru-paru
(Misnadiarly, 2008).
Pneumonia berat yang terjadi pada anak di bawah umur dua bulan
ditandai dengan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali/menit atau lebih juga
disertai penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. Akan
tampak bahwa jumlah lendir meningkat pada saat bayi bernapas dengan
ventilator (alat bantu napas). Bayi juga tiba-tiba menjadi sakit yang disertai
turun naiknya suhu tubuh (Misnadiarly, 2008).
b. Gejala dan Manifestasi Klinis Pneumonia pada Dewasa dan Usia Lanjut
Gejala gejala pneumonia yang biasa ditemukan pada usia dewasa antara
lain batuk berdahak seperti lendir (kehijauan atau seperti nanah), nyeri dada,
menggigil, demam, mudah merasa lelah, sesak napas, sakit kepala, nafsu
makan berkurang, mual dan muntah, merasa tidak enak badan, kekakuan
sendi dan dapat juga kekakuan otot. Gejala lain yang mungkin ditemukan
yaitu kulit lembab, batuk darah, pernapasan yang cepat, cemas, stress,
tegang, dan nyeri perut (Misnadiarly, 2008).
Riquelme dan Metlay dalam Misnadiarly (2008) menunjukkan perbedaan
gambaran klinik pneumonia pada usia lanjut dibandingkan pneumonia pada
dewasa muda yaitu demam, batuk-batuk dengan dahak produktif yang
umumnya terdapat pada pneumonia dewasa muda. Gejala lain yang tidak
khas tetapi sering ditemukan pada usia lanjut antara lain konfusio
(terganggunya derajat kesadaran), sakit kepala, lemas, anoreksia (gangguan
makan), nyeri perut, dan inkontinensia (ketidakmampuan menahan kencing).
3. Etiologi
Sebagian besar penyebab pneumonia adalah mikroorganisme (virus,
bakteri), dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak
tanah, bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi
lambung ke dalam saluran pernapasan (aspirasi). Berbagai penyebab
pneumonia tersebut dikelompokkan berdasarkan golongan umur, berat
ringannya penyakit, dan komplikasi (Misnadiarly, 2008).
Pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak
disebabkan bakteri Gram-positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit
8

banyak disebabkan bakteri Gram-negatif, dan pneumonia aspirasi banyak


disebabkan bakteri anaerob (PDPI, 2003).
1) Streptococcus pneumoniae
Pneumokokus (Streptococcus pneumoniae) adalah diplokokus Gram-
positif, sering berbentuk lanset atau tersusun seperti rantai, memiliki kapsul
polisakarida. Terlihat juga kokus tunggal atau rantai kokus pada sputum atau
pus. Pneumokokus normalnya terdapat di saluran napas atas pada sekitar 5-
40% manusia dan dapat menyebabkan pneumonia (Brooks, 2007).

Sumber: Fukuyama, 2014


Gambar 2.1 Diplokokus Gram-positif Streptococcus pneumoniae (perbesaran 1000x).

Pneumokokus membentuk koloni bulat yang kecil pada biakan media


agar darah, awalnya berbentuk kubah dan kemudian timbul lekukan di bagian
tengahnya dengan pinggiran yang meninggi dan juga bersifat α-hemolitik.
Pewarnaan sediaan apus penderita pneumonia, pewarnaan Gram pada sputum
yang berwarna kuning kecoklatan menujukkan organisme yang khas, banyak
neutrofil polimorfonuklear, dan banyak sel darah merah (Brooks, 2007).
Pneumonia yang sering diderita oleh anggota masyarakat umumnya
disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae. Pneumokokus merupakan
penyebab utama dari kematian di seluruh dunia akibat infeksi. Infeksi dan
mortalitas terbesar didapatkan pada usia yang ekstrem dan pada individu yang
telah memiliki penyakit yang mendasarinya (Gillespie, 2007). Infeksi oleh
Streptococcus pneumoniae (pneumokokus) dapat terjadi dua pola pneumonia,
9

lobaris atau bronkopneumonia yang jauh lebih prevalen di usia yang ekstrem
(usia lanjut). Apapun distribusi pneumonianya, karena infeksi paru oleh
pneumokokus biasanya berasal dari aspirasi flora faring (20% orang dewasa
mengandung S. pneumoniae di tenggorokan mereka), lobus bawah atau lobus
media kanan merupakan bagian yang paling sering terkena (Robbins, 2007).
2) Klebsiella pneumoniae
Klebsiella pneumoniae merupakan kelompok enterobakteriaceae
berbentuk batang Gram-negatif. Klebsiella pneumoniae dapat terdapat dalam
saluran napas dan feses pada sekitar 50% individu normal. Organisme ini
dapat menyebabkan sekitar 1% pneumonia bakteri. Pertumbuhan spesies
Klebsiella menghasilkan pertumbuhan yang sangat mukoid, besar, dan
kurangnya motil pada biakan media (Brooks, 2007).

Sumber: Fukuyama,2014
Gambar 2.2 Klebsiella pneumoniae pada pewarnaan Gram,
sampel swab bronkial (perbesaran 1000x).
Klebsiella pneumoniae adalah penyebab pneumonia oleh bakteri Gram-
negatif yang tersering. Pasien pneumonia klebsiella kebanyakan adalah laki-
laki usia pertengahan atau tua yang mengalami debilitas atau malnutrisi,
terutama pecandu alkohol kronis. Sputum kental dan gelatinosa merupakan
tanda khas karena organisme menghasilkan polisakarida kapsular kental
dalam jumlah besar, yang sulit dibatukkan keluar oleh pasien (Kumar, 2007;
Price, 2005).
10

Beberapa pasien yang selamat dari pneumonia klebsiella akan berlanjut


menjadi pneumonia kronik dengan kerusakan jaringan paru yang berat dan
progresif, dan akhirnya menyebabkan pasien mengalami cacat pernapasan
(Price, 2005).
3) Staphylococcus aureus
Kokus Gram-positif yang tidak membentuk spora, tidak motil, dan hidup
berkelompok ini merupakan bagian dari flora normal pada manusia dan
hewan. Kokus yang muda memberikan pewarnaan Gram-positif yang kuat,
akibat penuaan, banyak sel menjadi Gram-negatif. Stafilokokus tumbuh
dengan mudah di berbagai medium, koloni pada medium padat berbentuk
bulat, halus, meninggi dan berkilau. Staphylococcus aureus biasanya
membentuk koloni berwarna abu-abu hingga kuning tua kecoklatan, serta
aktif secara metabolik dan melakukan fermentasi karbohidrat (Gillespie,
2007; Brooks, 2007).

Sumber: Fukuyama, 2014


Gambar 2.3 Kokus Gram-positif Staphylococcus aureus (perbesaran 1000x).

Staphylococcus aureus adalah suatu penyebab pneumonia bakteri


sekunder (infeksi setelah penyakit virus pada saluran napas) misalnya setelah
infeksi campak pada anak dan influenza pada anak dan dewasa. Pneumonia
stafilokokus dilaporkan sering menimbulkan penyulit, seperti abses paru dan
empiema. Pneumonia stafilokokus merupakan penyulit serius pada
penyalahgunaan obat intravena. Pneumonia stafilokokus juga merupakan
11

sebab penting pneumonia nosokomial (Robbins, 2007). Pneumonia akibat S.


aureus dapat terjadi setelah infeksi virus influenza. Pneumonia ini
berkembang dengan cepat, membentuk kavitas, dan memiliki mortalitas yang
tinggi (Gillespie, 2007).
4. Patogenesis
Pertumbuhan mikroorganisme di paru tidak akan terjadi ketika seseorang
dalam keadaan sehat. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan
paru. Mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit
apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh. Resiko infeksi di
paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan
merusak permukaan epitel saluran napas (PDPI, 2003).
Agen penyebab pneumonia masuk ke paru-paru melalui inhalasi ataupun
aliran darah. Masuknya agen penyebab pneumonia diawali dari saluran
pernafasan kemudian terjadi penyebaran mikroorganisme dari saluran nafas
bagian atas ke saluran pernafasan bawah dan jaringan (parenkim) paru, saat
bakteri bermultiplikasi di dalam alveolus dan menyebar ke alveolus di
sekitarnya, pertahanan alveolus normal telah dikalahkan, dan terjadi cidera
awal pada alveolus. Makrofag alveolus menyekresi mediator-mediator, dan
terdapat aktivasi komplemen yang mengakibatkan peradangan akut. Selain
itu, terjadi pembesaran aktif kapiler alveolus dan eksudasi cairan awal,
emigrasi neutrofil, dan diapedesis eritrosit ke dalam alveolus. Secara klinis,
tahap ini sesuai dengan gejala penyakit, dengan demam tinggi dan batuk.
Batuk sering menghasilkan sputum gambaran yang tipikal purulen, dan terdiri
atas komponen-komponen eksudat alveolus (bakteri, eksudat, darah, dan
neutrofil) sering dijumpai bakteremia, penyebaran ke pleura, dan nyeri dada
(Chandrasoma,2005).
Patogen mikrobial dapat masuk ke dalam paru melalui satu atau beberapa
jalur diantaranya :
a. Aspirasi sekret yang berisi organisme patogen yang telah berkolonisasi pada
orofaring.
Patogen paru sebagian besar berasal dari flora orofaringeal. Aspirasi
patogen ini merupakan mekanisme yang paling utama yang menyebabkan
12

pneumonia, kira-kira 50% orang dewasa normal menghirup sekret


orofaringeal ke dalam saluran napas bagian bawah sewaktu tidur. Aspirasi
dapat terjadi lebih sering dan dapat menjadi lebih berat pada individu dengan
derajat kesadaran yang terganggu (alkoholik, penyalah guna obat, pasien
setelah kejang, stroke, atau anestesi umum), disfungsi neurologik orofaring
dan gangguan menelan atau mekanisme impedimen (pipa nasogastrik atau
endotrakea) (Harrison, 2000).
b. Inhalasi aerosol yang infeksius.
Bahan infeksiosa aerosol ini cukup kecil sehingga dapat melewati
pertahanan pejamu pada saluran napas. Sebuah partikel dengan ukuran yang
sesuai bila terhirup akan mencapai alveolus dan merangsang timbulnya
infeksi (Harrison, 2000).
c. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal.
Penyebaran hematogen ke seluruh paru, biasanya dengan infeksi
Staphylococcus aureus, dapat terjadi pada pasien seperti penyalahgunaan obat
melalui intravena yang sudah menderita endokarditis bakterial kanan atau kiri
atau pada pasien dengan infeksi akibat kateter intravena (Harrison, 2000).
Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang
menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih
jarang terjadi (Price, 2005). Dua jalur penyebaran bakteri ke paru lainnya
adalah melalui jalan inokulasi langsung sebagai akibat luka tusuk dada dan
penyebaran yang berdekatan dengan tempat infeksi (Harrison, 2000).
5. Epidemiologi dan Faktor Resiko
a. Epidemiologi
Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka
kematiannya tinggi, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara
maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara Eropa. Pneumonia
adalah penyakit infeksi yang terbesar penyebab kematian pada anak-anak di
seluruh dunia. Pneumonia menewaskan 920.136 anak di bawah usia 5 tahun
pada tahun 2015, 16% dari jumlah semua kematian anak di bawah lima tahun.
Terdapat 2-3 juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlah kematian rata-
rata 45.000 orang di Amerika (WHO, 2016; Misnadiarly, 2008).
13

b. Faktor Resiko
Faktor resiko adalah faktor atau keadaan yang mengakibatkan seorang
rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat. Faktor-faktor resiko yang
berhubungan dengan peningkatan resiko pneumonia antara lain usia (>65
tahun, dan <5 tahun), penyakit kronik, diabetes mellitus, immunosupresi,
ketergantungan alkohol, aspirasi, malnutrisi, ventilasi mekanik, pascaoperasi,
lingkungan, pekerjaan, pendingin ruangan (Jeremy, 2007; Misnadiarly, 2008).
Infeksi pneumokokus meningkat frekuensinya pada tiga kelompok
individu: (1) Mereka yang mengidap penyakit kronis seperti gagal jantung
kongesif, PPOK, atau diabetes, (2) Mereka yang menderita defek
imunoglobulin kongenital atau didapat (misal, sindrom imunodefisiensi
(AIDS)), (3) Mereka yang fungsi limpanya berkurang atau lenyap (misal,
penyakit sel sabit atau pasca-splenektomi) (Robbins, 2007).
a. Faktor Resiko pada Balita
Berbagai faktor risiko pada balita yang meningkatkan kejadian, beratnya
penyakit dan kematian karena pneumonia, yaitu status gizi (gizi kurang dan
gizi buruk memperbesar risiko), pemberian ASI ( ASI eksklusif mengurangi
risiko), suplementasi vitamin A (mengurangi risiko), suplementasi zinc
(mengurangi risiko), bayi berat badan lahir rendah (meningkatkan risiko),
vaksinasi (mengurangi risiko), dan polusi udara dalam kamar terutama asap
rokok dan asap bakaran dari dapur (meningkatkan risiko) (Kartasasmita,
2010).
Seorang anak yang sehat memiliki banyak pertahanan alami yang
melindungi paru-paru yang dari patogen menyerang yang menyebabkan
pneumonia. Anak-anak dan bayi dengan sistem kekebalan tubuh melemah
pertahanan, anak kekurangan gizi, terutama yang tidak mendapat ASI
eksklusif atau dengan asupan zinc yang tidak memadai, berada pada risiko
lebih tinggi terkena pneumonia. Perbaikan gizi seperti pemberian ASI
ekslusif dan pemberian mikro-nutrien bisa membantu pencegahan penyakit
pada anak. Pemberian ASI sub-optimal mempunyai risiko kematian karena
infeksi saluran napas bawah, sebesar 20% (Kartasasmita, 2010).
14

b. Faktor Resiko pada Dewasa dan Usia Lanjut


Faktor yang meningkatkan risiko infeksi pada pasien dewasa dan usia
lanjut yaitu usia di atas 65 tahun, aspirasi sekret orofaringeal, infeksi
pernapasan oleh virus, peminum alkohol, perokok, sakit yang parah dan
menyebabkan kelemahan (misal diabetes mellitus, uremia), penderita
penyakit paru obstruktif menahun, gangguan sistem kekebalan karena obat
tertentu, gangguan sistem kekebalan karena penyakit tertentu, gangguan
sistem kekebalan karena penyakitnya, kanker (terutama kanker paru), tirah
baring yang lama, trakeostomi atau pemakaian selang orofaringeal, bedah
abdominal atau toraks, fraktur tulang iga (misalnya pada penderita AIDS)
(Price, 2005; Misnadiarly, 2008).
6. Klasifikasi Pneumonia Bakteri
Pneumonia adalah penyakit pernapasan akut yang menyebabkan
perubahan gambaran radiologis. Penyakit ini dikelompokkan dalam beberapa
kategori, karena hal ini mempengaruhi kemungkinaan mikroorganisme
patogen penyebab sehingga bisa menentukan terapi empiris yang paling tepat.
a. Berdasarkan Klinis dan Epidemiologis
Penggambaran pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologisnya ini
penting dalam memudahkan penatalaksanaan penyakit.
1) Pneumonia Komuniti (community acquired pneumonia)
Meliputi infeksi LRT yang terjadi pada pasien yang belum pernah
dirawat di rumah sakit (Jeremy, 2007). Pneumonia ini sering diderita oleh
anggota masyarakat umumnya disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae
(suatu pneumokokus) dan biasanya menimbulkan pneumonia lobar.
Pneumonia yang disebabkan oleh pneumokokus terjadinya akut, sering
disertai gejala menggigil dan diikuti demam yang tinggi. Konsolidasi sering
ditemukan pada foto toraks. Sputum biasanya purulen dan berwarna seperti
karat besi. Pewarnaan Gram sering dijumpai diplokokus gram positif dengan
leukosit polimorfonuklear pada preparat apusan sputum. Kultur sputum akan
mendapatkan Streptococcus pneumoniae. Mikrooorganisme lain penyebab
community-acuired pneumonia walaupun jarang adalah Haemophilus
15

influenzae, Klebsiella pnumoniae, Legionella pneumophila dan bakteri Gram-


negatif meskipun tidak terlalu banyak (Djojodibroto, 2012).
2) Pneumonia Nosokomial (hospital acquired pneumonia)
Pneumonia nosokomial merupakan setiap infeksi LRT yang kejadiannya
bermula di rumah sakit dan biasanya berkembang >2 hari setelah dirawat di
rumah sakit (Jeremy, 2007). Penyakit ini merupakan penyebab kematian
terbanyak pada pasien rumah sakit. Mikroorganisme penyebabnya biasanya
bakteri Gram-negatif dan Stafilokokus (Djojodibroto, 2012). Infeksi
nosokomial sering terjadi pada pasien dengan penyakit berat, imunosupresi,
terapi antibiotik berkepanjangan, atau alat akses invasif seperti kateter
intravaskuler. Pasien yang mendapat ventilasi mekanis merupakan kelompok
yang sangat beresiko (Robbins, 2007).
3) Pneumonia Aspirasi/Anaerob
Pneumonia ini terjadi pada pasien yang mengalami debilitas berat atau
mereka yang menghirup isi lambung selagi tidak sadar atau muntah berulang
(Robbins, 2007).
Infeksi oleh bakterioid dan organisme anaerob lain setelah aspirasi
orofaringeal. Aspirasi dapat dikaitkan dengan meyebabkan obstruksi saluran
pernapasan, pneumonitis oleh bahan kimiawi, pneumonitis oleh infeksi, dan
tenggelam di air. Aspirasi sekret yang brasal dari nasofaring, walaupun
jumlahnya sedikit, dapat membawa serta sejumlah besar mikroorganisme ke
dalam paru (Jeremy, 2007; Djojodibroto, 2012).
b. Berdasarkan Predileksi Infeksi
1) Pneumonia Lobaris
Pneumonia lobaris ialah peradangan jaringan akut yang berat yang
disebabkan pneumococcus. Menunjukkan terkenanya seluruh lobus atau
bagian besar dari lobus biasanya disebabkan oleh suatu organisme yang
virulen. Sering terjadi pada pneumonia bakterial (Sibuea, 2009; PDPI, 2003).
2) Bronkopneumonia
Bronkopneumonia mengisyaratkan distribusi peradangan yang bebercak
dan umumny a mengenai lebih dari satu lobus. Pola ini terjadi akibat infeksi
16

awal di bronkus dan bronkiolus yang meluas ke alveolus di dekatnya


(Robbins, 2007).
3) Pneumonia Interstisial
Pneumonia dengan eksudat perivaskular dan edema di antara alveoli.
7. Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang
Radiogran dada, hitung leukosit, dan pemeriksaan sputum terdiri dari
pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, serta biakan dapat dilakukan
untuk membantu dalam menegakkan diagnosis dan mengikuti perjalanan
pneumonia (Price, 2005).
a. Diagnosa Radiologi
Foto roentgen toraks dapat memastikan keberadaan lokasi sebukan pada
paru, menilai derajat infeksi paru, mendeteksi adanya kelainan paru, kavitasi
paru, dan mengukur respon pasien terhadap terapi antimikroba (Harrrison,
2000).
Pneumonia lobaris dicirikan dengan bidang konsolidasi luas pada sinar-x
dada yang terkait dengan bronkogram udara yang menunjukkan tidak adanya
serangan pada bronkus. Bronkopneumonia menunjukkan bahwa pada bronkus
terinfeksi disertai serangan pada alveolus di sekitarnya berbentuk bercak-
bercak dan seringkali terbatas. Sinar-x pada dada menunjukkan konsolidasi
berbercak tanpa adanya gambaran bronkogram udara (Chandrasoma &Taylor,
2005). Gambaran lainnya dapat berupa bercak-bercak dan kaviti. Kavitas
terjadi jika dahak yang nekrotik diekskresikan ke dalam jalan napas yang
berhubungan sehingga terjadi pneumonia nekrotikan (kavitas kecil yang
multipel yang masing-masing berdiameter <2 cm dalam satu atau lebih lobus)
atau abses paru (satu atau lebih kavitas yang berdiameter >2 cm) (Harrison,
2000; Priyanti, 2000).
Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi (PDPI,
2003).
b. Diagnosis Mikrobiologi
Diagnosis etiologi bergantung pada identifikasi patogen yang
menginfeksi. Sediaan yang dapat memberikan uji positif (baik melalui
17

pemeriksaan langsung pewarnaan Gram atau biakan) adalah sputum dan


darah (Chandrasoma, 2005). Kultur darah positif pada 20-25% penderita
yang tidak diobati (PDPI, 2003). Pemeriksaan sputum tetap merupakan
tindakan utama dalam mengevaluasi seseorang pasien pneumonia bakterial
yang akut. Konfirmasi diagnosis memerlukan pemeriksaan kultur
mikroorganisme dari sekret paru yang tidak terkontaminasi oleh sekret
orofaring. (Harrison, 2000).
Pemeriksaan terhadap sputum yang diwarnai Gram merupakan langkah
penting dalam mendiagnosis pneumonia akut. Adanya banyak neutrofil yang
mengandung diplokokus gram-positif berbentuk lembing khas merupakan
bukti kuat pneumonia pneumokokus, tetapi perlu diingat bahwa S.
pneumoniae adalah bagian flora endogen sehingga hasl positif-palsu dapat
terjadi dengan metode ini. Isolasi pneumokokus dari biakan darah bersifat
lebih spesifik. Selama fase awal penyakit, biakan darah mungkin positif pada
20% hingga 30% pasien (Robbins, 2007).

Tabel 2.1 Temuan laboratorium biasa pada infeksi paru umum.

Jenis bakteri Sputum Biakan sputum Biakan Darah


Streptococcus Diplokokus gram- Positif Sering positif
pneumoniae positif
Klebsiella Batang pendek gemuk Positif Kadang positif
pneumonia gram-negatif
Staphylococcus Kelompok kokus gram- Positif Sering positif
aureus positif
(Chandrasoma, 2005).
c. Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan terdapat peningkatan jumlah
leukosit, biasanya lebih dari 10.000/µL kadang-kadang mencapai 30.000/µL,
dan pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED, protein C reaktif mengkonfirmasi infeksi, pemeriksaan gas
darah mengidentifikasikan gagal napas (PDPI, 2003; Jeremy, 2007).
18

8. Komplikasi
Chandrasoma & Taylor (2005) dalam buku “Ringkasan Patologi
Anatomi” menyatakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pneumonia
yaitu:
a. Gangguan ventilasi perfusi
Pneumonia ruang udara memengaruhi pertukaran gas pada daerah paru
yang terserang. Ventilasi tidak terjadi karena alveolus terisi dengan eksudat,
dan perfusi tidak normal karena perubahan mikrosirkulasi pada radang akut.
Pada sebagian besar kasus, kapasitas vital berkurang, tetapi gagal napas
hanya terjadi pada penyakit ekstensif yang mengerang kedua paru.
b. Penyebaran ke pleura
Penyebaran infeksi ke pleura dengan radang akut dan efusi umumnya
menyertai pneumonia ruang udara. Pada sebagian besar kasus, kelainan ini
pulih seiring dengan perawatan pneumonia. Peradangan pleura terkadang
menjadi progresif dan tidak pulih sehingga menyebabkan lokulasi dan
akumulasi nanah (empiema).
c. Bakteremia
Bakteremia marupakan komplikasi pneumonia pneumokokus yang paling
serius. Kejadian ini meningkatkan kemungkinan kematian secara bermakna.
Bakteremia mungkin menyebabkan infeksi pneumokokus di bagian tubuh
lain, yang paling sering adalah meningitis dan endokarditis.
d. Supurasi
Supurasi yang terkait dengan nekrosis likuefaktif alveolus menyebabkan
daerah paru yang rusak digantikan oleh nanah. Supurasi disebabkan oleh
bakteri piogenik virulen (seperti S. aureus, basil Gram-negatif, dan
pneumokokus). Supurasi dihubungkan dengan tingginya insidensi kegagalan
dan kematian. Pada pasien yang sembuh, daerah supurasi sembuh dengan
parut fibrosa karena aveolus yang rusak tidak dapat beregenerasi.
e. Pneumonia bakteri nekrotikan
Komplikasi ini merupakan kelainan yang jarang terjadi, dicirikan oleh
nekrosis paru sangat berat yang berkaitan dengan penyakit prgresif cepat dan
angka kematian yang tinggi.
19

9. Pencegahan dan Penatalaksanaan


Pencegahan merupakan komponen strategis dalam upaya pemberantasan
pneumonia. Pencegahan pneumonia selain dengan menghindarkan atau
mengurangi faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu
dengan pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas
kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis dan pengobatan
pneumonia, penggunaan antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu untuk
merujuk yang tepat dan segera bagi kasus yang pneumonia berat. Pada anak-
anak, peningkatan gizi termasuk pemberian ASI eksklusif dan asupan zinc,
peningkatan cakupan imunisasi, dan pengurangan polusi udara didalam
ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko (Misnadiarly, 2008;
Kartasasmita, 2010).
Vaksinasi yang tersedia untuk mencegah secara langsung pneumonia
adalah vaksin pertussis (ada dalam DTP), campak, Hib (Haemophilus
influenzae type b) dan Pneumococcus (PCV). Dua vaksin diantaranya, yaitu
pertussis dan campak telah masuk ke dalam program vaksinasi nasional di
berbagai negara, termasuk Indonesia. Sedangkan Hib dan pneumokokus
sudah dianjurkan oleh WHO dan menurut laporan, kedua vaksin ini dapat
mencegah kematian 1.075.000 anak setahun (Kartasasmita, 2010).
Penyebab pneumonia hanya ditemukan 50% di Amerika walaupun
dengan cara invasif. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan
waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia
dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pengobatan
awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris (PDPI, 2003).
20

B. Kerangka Teori

Pejamu dengan faktor resiko

Pejamu terpapar oleh agen penyebab


pneumonia

Aspirasi sekret Inhalasi Penyebaran secara


nasofaring hematogen

Pejamu menunjukkan gejala-gejala


pneumonia

Diagnosa klinis dan


pemeriksaan laboratorium

Pejamu menderita pneumonia

C. Kerangka Konsep

Gambaran jumlah berdasarkan umur


dan jenis kelamin, serta genus bakteri
Data rekam medik penyebab pneumonia di RSUD. Dr. H.
penderita pneumonia Abdul Moeloek tahun 2014-2016

Anda mungkin juga menyukai