TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pneumonia
Pneumonia merupakan peradangan akut pada paru-paru yang disebabkan
oleh infeksi mikroorganisme dan non infeksi (Anurogo, 2016). Peradangan
pneumonia terjadi pada saluran pernafasan bawah yang dapat mengenai
parenkim paru, bronkiolus, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Sudoyo. 2006).
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk. Peradangan paru yang disebabkan oleh non-mikroorganisme
(bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut
pneumonitis (PDPI, 2003).
2. Gejala dan Manifestasi Klinis
Gambaran klinis umum didahului oleh gejala infeksi saluran pernapasan
akut bagian atas, nyeri ketika menelan, kemudian demam dengan suhu
sampai diatas 40oC, menggigil. Batuk yang disertai dahak yang kental,
kadang-kadang bersama pus atau darah (blood streak) (Djojodibroto, 2014).
Gejala pneumonia oleh pneumokokus bersifat mendadak disertai
menggigil, demam, nyeri pleuritik, batuk dan sputum yang berwarna seperti
karat. Hampir selalu dapat hipoksemia (penurunan konsentrasi oksigen dalam
darah) dalam tingkat tertentu (Price, 2005).
a. Gejala dan Manifestasi Klinis Pneumonia pada Anak dan Balita
Pneumonia berat pada anak pada umur 2 bulan sampai kurang dari 5
tahun ditandai dengan batuk atau juga disertai kesulitan bernafas, napas sesak
atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest
indrawing), dahak berwarna kehijauan atau seperti karet. Pneumonia sangat
berat dapat juga terjadi pada kelompok usia ini dengan gejala batuk dan
6
7
kesukaran bernapas karena tidak ada ruang tersisa untuk oksigen di paru-paru
(Misnadiarly, 2008).
Pneumonia berat yang terjadi pada anak di bawah umur dua bulan
ditandai dengan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali/menit atau lebih juga
disertai penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. Akan
tampak bahwa jumlah lendir meningkat pada saat bayi bernapas dengan
ventilator (alat bantu napas). Bayi juga tiba-tiba menjadi sakit yang disertai
turun naiknya suhu tubuh (Misnadiarly, 2008).
b. Gejala dan Manifestasi Klinis Pneumonia pada Dewasa dan Usia Lanjut
Gejala gejala pneumonia yang biasa ditemukan pada usia dewasa antara
lain batuk berdahak seperti lendir (kehijauan atau seperti nanah), nyeri dada,
menggigil, demam, mudah merasa lelah, sesak napas, sakit kepala, nafsu
makan berkurang, mual dan muntah, merasa tidak enak badan, kekakuan
sendi dan dapat juga kekakuan otot. Gejala lain yang mungkin ditemukan
yaitu kulit lembab, batuk darah, pernapasan yang cepat, cemas, stress,
tegang, dan nyeri perut (Misnadiarly, 2008).
Riquelme dan Metlay dalam Misnadiarly (2008) menunjukkan perbedaan
gambaran klinik pneumonia pada usia lanjut dibandingkan pneumonia pada
dewasa muda yaitu demam, batuk-batuk dengan dahak produktif yang
umumnya terdapat pada pneumonia dewasa muda. Gejala lain yang tidak
khas tetapi sering ditemukan pada usia lanjut antara lain konfusio
(terganggunya derajat kesadaran), sakit kepala, lemas, anoreksia (gangguan
makan), nyeri perut, dan inkontinensia (ketidakmampuan menahan kencing).
3. Etiologi
Sebagian besar penyebab pneumonia adalah mikroorganisme (virus,
bakteri), dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak
tanah, bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi
lambung ke dalam saluran pernapasan (aspirasi). Berbagai penyebab
pneumonia tersebut dikelompokkan berdasarkan golongan umur, berat
ringannya penyakit, dan komplikasi (Misnadiarly, 2008).
Pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak
disebabkan bakteri Gram-positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit
8
lobaris atau bronkopneumonia yang jauh lebih prevalen di usia yang ekstrem
(usia lanjut). Apapun distribusi pneumonianya, karena infeksi paru oleh
pneumokokus biasanya berasal dari aspirasi flora faring (20% orang dewasa
mengandung S. pneumoniae di tenggorokan mereka), lobus bawah atau lobus
media kanan merupakan bagian yang paling sering terkena (Robbins, 2007).
2) Klebsiella pneumoniae
Klebsiella pneumoniae merupakan kelompok enterobakteriaceae
berbentuk batang Gram-negatif. Klebsiella pneumoniae dapat terdapat dalam
saluran napas dan feses pada sekitar 50% individu normal. Organisme ini
dapat menyebabkan sekitar 1% pneumonia bakteri. Pertumbuhan spesies
Klebsiella menghasilkan pertumbuhan yang sangat mukoid, besar, dan
kurangnya motil pada biakan media (Brooks, 2007).
Sumber: Fukuyama,2014
Gambar 2.2 Klebsiella pneumoniae pada pewarnaan Gram,
sampel swab bronkial (perbesaran 1000x).
Klebsiella pneumoniae adalah penyebab pneumonia oleh bakteri Gram-
negatif yang tersering. Pasien pneumonia klebsiella kebanyakan adalah laki-
laki usia pertengahan atau tua yang mengalami debilitas atau malnutrisi,
terutama pecandu alkohol kronis. Sputum kental dan gelatinosa merupakan
tanda khas karena organisme menghasilkan polisakarida kapsular kental
dalam jumlah besar, yang sulit dibatukkan keluar oleh pasien (Kumar, 2007;
Price, 2005).
10
b. Faktor Resiko
Faktor resiko adalah faktor atau keadaan yang mengakibatkan seorang
rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat. Faktor-faktor resiko yang
berhubungan dengan peningkatan resiko pneumonia antara lain usia (>65
tahun, dan <5 tahun), penyakit kronik, diabetes mellitus, immunosupresi,
ketergantungan alkohol, aspirasi, malnutrisi, ventilasi mekanik, pascaoperasi,
lingkungan, pekerjaan, pendingin ruangan (Jeremy, 2007; Misnadiarly, 2008).
Infeksi pneumokokus meningkat frekuensinya pada tiga kelompok
individu: (1) Mereka yang mengidap penyakit kronis seperti gagal jantung
kongesif, PPOK, atau diabetes, (2) Mereka yang menderita defek
imunoglobulin kongenital atau didapat (misal, sindrom imunodefisiensi
(AIDS)), (3) Mereka yang fungsi limpanya berkurang atau lenyap (misal,
penyakit sel sabit atau pasca-splenektomi) (Robbins, 2007).
a. Faktor Resiko pada Balita
Berbagai faktor risiko pada balita yang meningkatkan kejadian, beratnya
penyakit dan kematian karena pneumonia, yaitu status gizi (gizi kurang dan
gizi buruk memperbesar risiko), pemberian ASI ( ASI eksklusif mengurangi
risiko), suplementasi vitamin A (mengurangi risiko), suplementasi zinc
(mengurangi risiko), bayi berat badan lahir rendah (meningkatkan risiko),
vaksinasi (mengurangi risiko), dan polusi udara dalam kamar terutama asap
rokok dan asap bakaran dari dapur (meningkatkan risiko) (Kartasasmita,
2010).
Seorang anak yang sehat memiliki banyak pertahanan alami yang
melindungi paru-paru yang dari patogen menyerang yang menyebabkan
pneumonia. Anak-anak dan bayi dengan sistem kekebalan tubuh melemah
pertahanan, anak kekurangan gizi, terutama yang tidak mendapat ASI
eksklusif atau dengan asupan zinc yang tidak memadai, berada pada risiko
lebih tinggi terkena pneumonia. Perbaikan gizi seperti pemberian ASI
ekslusif dan pemberian mikro-nutrien bisa membantu pencegahan penyakit
pada anak. Pemberian ASI sub-optimal mempunyai risiko kematian karena
infeksi saluran napas bawah, sebesar 20% (Kartasasmita, 2010).
14
8. Komplikasi
Chandrasoma & Taylor (2005) dalam buku “Ringkasan Patologi
Anatomi” menyatakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pneumonia
yaitu:
a. Gangguan ventilasi perfusi
Pneumonia ruang udara memengaruhi pertukaran gas pada daerah paru
yang terserang. Ventilasi tidak terjadi karena alveolus terisi dengan eksudat,
dan perfusi tidak normal karena perubahan mikrosirkulasi pada radang akut.
Pada sebagian besar kasus, kapasitas vital berkurang, tetapi gagal napas
hanya terjadi pada penyakit ekstensif yang mengerang kedua paru.
b. Penyebaran ke pleura
Penyebaran infeksi ke pleura dengan radang akut dan efusi umumnya
menyertai pneumonia ruang udara. Pada sebagian besar kasus, kelainan ini
pulih seiring dengan perawatan pneumonia. Peradangan pleura terkadang
menjadi progresif dan tidak pulih sehingga menyebabkan lokulasi dan
akumulasi nanah (empiema).
c. Bakteremia
Bakteremia marupakan komplikasi pneumonia pneumokokus yang paling
serius. Kejadian ini meningkatkan kemungkinan kematian secara bermakna.
Bakteremia mungkin menyebabkan infeksi pneumokokus di bagian tubuh
lain, yang paling sering adalah meningitis dan endokarditis.
d. Supurasi
Supurasi yang terkait dengan nekrosis likuefaktif alveolus menyebabkan
daerah paru yang rusak digantikan oleh nanah. Supurasi disebabkan oleh
bakteri piogenik virulen (seperti S. aureus, basil Gram-negatif, dan
pneumokokus). Supurasi dihubungkan dengan tingginya insidensi kegagalan
dan kematian. Pada pasien yang sembuh, daerah supurasi sembuh dengan
parut fibrosa karena aveolus yang rusak tidak dapat beregenerasi.
e. Pneumonia bakteri nekrotikan
Komplikasi ini merupakan kelainan yang jarang terjadi, dicirikan oleh
nekrosis paru sangat berat yang berkaitan dengan penyakit prgresif cepat dan
angka kematian yang tinggi.
19
B. Kerangka Teori
C. Kerangka Konsep