Anda di halaman 1dari 12

PEMERINTAH KABUPATEN CIREBON

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WALED


Jl. Prabu Kian Santang No. 4 Telp. 0231-661126 Fax. 0231-664091 Cirebon
e-mail :brsud.waled@gmail.com
45187

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WALED

NOMOR: ………………………………………..............

TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN PELAYANAN PASIEN TAHAP TERMINAL
DI RSUD WALED KABUPATEN CIREBON

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WALED

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan RSUD


Waled Kabupaten Cirebon, maka diperlukan penyelenggaraan
pelayanan pasien tahap terminal.
b. bahwa agar penyelenggaraan pelayanan pasien tahap terminal
di RSUD Waled Kabupaten Cirebon dapat terlaksana dengan
baik, perlu adanya Panduan Direktur RSUD Waled Kabupaten
Cirebon sebagai landasan penyelenggaraan pelayanan RSUD
Waled Kabupaten Cirebon
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam a dan b, perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur
Rumah Sakit Umum Rumah Sakit Umum Daerah Waled
Kabupaten Cirebon

Mengingat : 1. Undang-undang RI Nomor 44tahun 2009 tentang Rumah Sakit;


2. Undang-undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Permenkes RINomor 1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang
Standar Pelayanan Kedokteran;
4. Permenkes RI Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran.
MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD WALED KABUPATEN CIREBON


TENTANG PANDUAN PELAYANAN PASIEN TAHAP TERMINAL
DI RSUD WALED KABUPATEN CIREBON
KESATU : Panduan Pelayanan Pasien Tahap Terminal di RSUD Waled
Kabupaten Cirebon merupakan Panduan bagi seluruh dokter dan
paramedis yang bertugas di RSUD Waled Kabupaten Cirebon
dalam melaksanakan tugas pokok pelayanan medis.
KEDUA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan
diadakan perbaikan sebagimana mestinya.

Ditetapkan di: Waled


Pada tanggal : 13 Juni 2016

DIREKTUR RSUD WALED


KABUPATEN CIREBON

dr. H. Boyke Sisprihattono, SpM


Pembina Utama Muda
NIP . 19580324 198703 1 005
Lampiran : Keputusan Direktur RSUD Waled Kabupaten Cirebon
Nomor :
Tanggal :
Tentang : Panduan Pelayanan Pasien Tahap Terminal.

PANDUAN PELAYANAN PASIEN TAHAP TERMINAL


RSUD WALED KABUPATEN CIREBON

BAB I
DEFINISI

Pelayanan pada tahap terminal adalah pelayanan yang diberikan untuk pasien
yang mengalami sakit atau penyakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan
menuju pada proses kematian dalam 6 (enam) bulan atau kurang.
Penyakit terminal adalah suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan
lagi.Kematian adalah tahap akhir kehidupan.Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa
peringatan atau mengikuti periode sakit yang panjang.
Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik , psikososial dan spiritual bagi individu.
Pasien terminal adalah pasien – pasien yang dirawat, yang sudah jelas bahwa
mereka akan meninggal atau keadaan mereka makin lama makin memburuk.
Sakaratul Maut (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi
kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal.
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernafasan, nadi, dan tekanan
darah serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya
aktifitas otak atau terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap.
BAB II
RUANG LINGKUP

Yang termasuk ruang lingkup dari pasien terminal adalah :


1. Pasien pasien yang menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan
2. Pasien pasien yang mengarah kepada kematian
3. Pasien pasien yang diagnosa medisnya sudah jelas
4. Pasien pasien yang menderita penyakit dimana tidak ada obat untuk
menyembuhkannya.
5. Pasien pasien dengan prognosis jelek
6. Pasien- pasien yang menderia penyakit bersifat progresif.
Jenis Penyakit Terminal:
1. Penyakit- penyakit kanker
2. Penyakit- penyakit Infeksi
3. Congestif Renal Failure (CRF)
4. Stroke Multiple Sklerosis
5. Akibat kecelakaan fatal
6. AIDS
Ruang Lingkup untuk Asesmen Pasien Tahap Terminal meliputi dokter yang
merawat. Apabila dokter yang merawat sedang tidak berada di tempat, dapat diwakilkan
oleh dokter ruangan. Perawat juga turut melakukan asesmen pasien terminal. Dan
apabila pasien menginginkan adanya keterlibatan daripada pemuka agama yang dianut,
maka RSUD Waled Kabupaten Cirebon menyediakan pelayanan tersebut.
Sedangkan ruang yang terkait adalah IGD, Rawat Inap dan Ruang Intensif (ICU,
PICU dan NICU)
BAB III
TATA LAKSANA

Respon pasien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik,
psikologis, sosial yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu
juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh
pasien terminal. Petugas (Medis dan non medis) harus memahami apa yang dialami
pasien dengan kondisi terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan
bantuan bagi pasien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan
akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.

A. Permasalahan Pada Pasien Kondisi Terminal


Masalah pada pasien kondisi terminal beragam dari usaha memperpanjang hidup
dengan penggunaan peralatan bantuan hidup lanjut atau percobaan mengakhiri
hidup lebih awal melalui penghentian perawatan dan penggunaan peralatan bantuan
hidup lanjut. Euthanasia ini merupakan hal yang sangat dilematis yaitu di satu sisi
bisa dianggap sebagai perbuatan amoral, tetapi di sisi lain dapat dianggap sebagai
perbuatan mulia karena dimaksudkan untuk tidak memperpanjang atau berjalan
secara alamiah. Oleh sebab itu eutanasia harus dipandang dari beberapa aspek,
yaitu meliputi aspek hukum, aspek hak azasi, aspek ilmu pengetahuan, dan aspek
agama.

B. Prosedur Asesmen Pasien Tahap Terminal


1. Dokter yang merawat / dokter ruangan / perawat melakukan asesmen tanda-
tanda klinis menjelang kematian :
a. Kehilangan Tonus Otot,yang ditandai dengan :
O Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
O Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
O Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah,
perut kembung, obstipasi.
O Penurunan control spinkter urinari dan rectal.
O Gerakan tubuh yang terbatas.
b. Kelambatan dalam Sirkulasi, yang ditandai dengan :
o Kemunduran dalam sensasi.
o Cyanosis pada daerah ekstermitas.
o Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan
hidung.
c. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
o Nadi lambat dan lemah.
o Tekanan darah turun.
o Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
d. Gangguan Sensori
o Penglihatan kabur.
o Gangguan penciuman dan perabaan.
Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian,
kadang-kadang pasien tetap sadar sampai meninggal. Pendengaran
merupakan sensori terakhir yang berfungsi sebelum meninggal.

2. Tanda-tanda klinis saat meninggal


a. Pupil mata melebar.
b. Tidak mampu untuk bergerak.
c. Kehilangan reflek.
d. Nadi cepat dan kecil.
e. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
f. Tekanan darah sangat rendah
g. Mata dapat tertutup atau agak terbuka.
3. Tanda-tanda meninggal secara klinis
Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-
perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Ada beberapa petunjuk tentang
indikasi kematian yaitu:
a. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
b. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
c. Tidak ada reflek.
d. Gambaran mendatar pada EKG.
4. Macam Tingkat Kesadaran/Pengertian Pasien dan Keluarganya Terhadap
Kematian
Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 tipe:
a. Closed Awareness/Tidak Mengerti
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan
tentang diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi
perawat hal ini sangat menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan
sering kepada pasien dan keluarganya. Perawat sering kali dihadapkan
dengan pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang, dan
sebagainya.
b. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi
Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan
segala sesuatu yang bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat
baginya.
c. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka
Pada situasi ini, pasien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan
adanya ajal yang menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya,
walaupun dirasakan getir.Keadaan ini memberikan kesempatan kepada
pasien untuk berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi
tidak semua orang dapat melaksanaan hal tersebut.

C. Bantuan yang dapat Diberikan


1. Bantuan Emosional
a. Pada fase Denial/Menolak Dokter/perawat perlu waspada terhadap isyarat
pasien dengan denial dengan cara mananyakan tentang kondisinya atau
prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.
b. Pada Fase Marah biasanya pasien akan merasa berdosa telah
mengekspresikan perasaannya yang marah. Dokter/Perawat perlu
membantunya agar mengerti bahwa masih me rupakan hal yang normal
dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik
bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat
dipercaya, memberikan rasa aman dan akan menerima kemarahan tersebut,
serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan
rasa aman.
c. Pada Fase Menawar, fase ini dokter/perawat perlu mendengarkan segala
keluhannya dan mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan
mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak masuk akal.
d. Pada Fase Depresi, fase ini dokter/perawat selalu hadir di dekatnya dan
mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika
berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang disampingnya
dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga menumbuhkan
rasa aman bagi pasien.
e. Pada Fase Penerimaan, fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang,
damai. Kepada keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa
pasien telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin
dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya sendiri
sebatas kemampuannya.
2. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
a. Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas
kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan, dan
sebagainya.
b. Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada pasien dengan
sakit terminal, seperti morphin, heroin, dan lainya. Pemberian obat ini
diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri yang dirasakan pasien. Obat-
obatan lebih baik diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra
Muskular/Subcutan, karena kondisi sistem sirkulasi sudah menurun
c. Membebaskan Jalan Nafas
Untuk pasien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan
pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas,
sedangkan bagi pasien yang tidak sadar, posisi yang baik adalah dengan
dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen
d. Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, pasien dapat dibantu untuk bergerak,
seperti turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur (miring kiri, miring kanan)
untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan
dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh pasien, karena tonus otot
sudah menurun
e. Nutrisi
Pasien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik.
Dapat diberikan anti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu
makan serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin.
Karena terjadi tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia, dokter perlu
menguji reflek menelan klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu
diberikan makanan cair atau Intra Vena/Infus.
f. Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi,
inkontinensia urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah
konstipasi. Pasien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara
teratur atau dipasang duk yang diganti setiap saat atau dipasang kateter.
Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet,
harus diberikan salep
g. Perubahan Sensori
Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasien biasanya
menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang. Pasien masih
dapat mendengar, tetapi tidak dapat/mampu merespon, perawat dan keluarga
harus bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.
3. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial
Pasien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi
kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan
pasien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat,
atau anggota keluarga lain
b. Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya dan perlu
diisolasi
c. Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan
teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan pasien untuk
membersihkan diri dan merapikan diri
d. Meminta saudara/teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak
orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi pasien apabila pasien
mampu membacanya.
4. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual
a. Menanyakan kepada pasien tentang harapan-harapan hidupnya dan
rencana-rencana pasien selanjutnya menjelang kematian
b. Menanyakan kepada pasien untuk bila ingin mendatangkan pemuka agama
dalam hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya.
c. Membantu dan mendorong pasien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual
sebatas kemampuannya.

Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah sesuai dengan


keyakinanya/ritual harus diberi dukungan. Petugas kesehatan dan keluarga
harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan
spiritualnya. Petugas kesehatan dan keluarga harus sensitive terhadap
kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga
kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.
D. Kemudian perawat akan melakukan evaluasi pada saat pasien menjelang ajal,
yang meliputi :
1. Klien merasa nyaman dan mengekpresikan perasaannya pada perawat
2. Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan
3. Klien selalu ingat kepada Tuhan dan selalu bertawakkal
4. Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan Tuhan akan kembali kepadanya

E. Moral dan Etika Dalam Mendampingi Pasien Terminal


Perlu diketahui oleh petugas kesehatan tentang moral dan etika dalam
pendampingan pasien sakaratul maut. Moral dan etika inilah yang dapat membantu
pasien, sehingga pasien akan lebih sabar dalam menghadapi sakit yang dideritanya.
Perilaku petugas kesehatan dalam mengekspresikan dukungan meliputi :
1. Menghimbau pasien agar mensyukuri kebesaran Tuhan.
2. Menghimbau pasien agar tidak boleh putus asa untuk memohon kepada Tuhan.
3. Kembangkan empati kepada pasien.
4. Bila diperlukan konsultasi dengan spesialis lain.
5. Komunikasikan dengan kelurga pasien.
6. Tumbuhkan harapan, tetapi jangan memberikan harapan palsu.
7. Bantu bila ia butuh pertolongan.
8. Mengusahakan lingkungan tenang, berbicara dengan suara lembut dan penuh
perhatian, serta tidak tertawa-tawa atau bergurau disekitar pasien.
9. Jika memiliki tanggungan hak yang harus pasien penuhi, misal hak manusia
(hutang, hibah, dll). Hendaklah dipenuhi atau wasiat kepada orang yang dapat
memenuhi bagi dirinya. Wasiat wajib atas orang yang mempunyai tanggungan
atau hak kepada orang lain.

F. Hubungan Perawat - Pasien


Hubungan interpersonal merupakan alat yang ampuh untuk membangun
hubungan perawat-pasien. Mutu hubungan ini dimulai sejak pasien pertama kali
bertemu dengan perawat, kemudian direfleksikan pada tingkat pencapaian tujuan
asuhan keperawatan. Oleh karena itu perawat harus mampu menggunakan
pengetahuan tentang teori-teori komunikasi dan pengembangan diri sehingga dapat
membangun hubungan saling membantu (helping relationship).
Rogers dalam Stuar & Sundeen (1990), mendefinisikan hubungan saling
membantu, yaitu suatu situasi yang salah satu pihak mempunyai niat untuk
meningkatkan pertumbuhan, pengembangan maturitas, peningkatan fungsi dan
peningkatan kemampuan koping kehidupan pihak lain.
Hubungan perawat-klien menjadi inti dalam pemberian asuhan keperawatan,
karena keberhasilan penyembuhan dan peningkatan kesehatan pasien sangat
dipengaruhi oleh hubungan perawat-pasien. Terdapat beberapa konsep dasar
tentang hubungan perawat-pasien yang sangat relevan dalam praktik keperawatan
profesional, yaitu konsep tentang hubungan empati dan caring. (Kozier et al, 1997)
1. Konsep empati
Kemampuan seorang perawat untuk berempati kepada pasien mempunyai
pengaruh besar terhadap hubungan perawat-pasien. Empati berarti kemampuan
untuk masuk ke dalam kehidupan orang lain, sehingga dapat mempersepsikan
secara akurat perasaan orang tersebut dan memahami arti perasaan tersebut
bagi yang bersangkutan. Empati menambah suatu dimensi lain bagi adanya
saling pengertian di antara perawat-pasien. Sikap empati dapat membantu
pasien mengerti dan mengeksplorasi perasaannya sehingga dapat mengatasi
masalahnya (Potter & Perry, 1997).
2. Konsep caring
Caring berarti mengandung 3 hal yang tak dapat dipisahkan yaitu perhatian,
tanggung jawab dan dilakukan dengan ikhlas (Kozier & Erb, 1998). Ide tentang
caring menyatu dalam hubungan membantu. Perasaan bahwa pasien
diperhatikan sebagai individu membuat pasien merasa aman walaupun dalam
keadaan sakit. Sikap perawat yang memperhatikan, mau membantu dan
menghargai pasien akan membantu mengurangi kecemasan pasien. Sikap
caring juga akan meningkatkan kepercayaan pasien pada perawat.
BAB IV

DOKUMENTASI

Berkas-berkas yang didokumentasikan pada Asesmen Pasien Tahap Teminal


adalah :
1. Status pasien
2. Catatan Terintegrasi
3. Asesmen pasien terminal
4. Buku catatan pelayanan kerohanian
5. Surat kematian.

Ditetapkan di: Waled


Pada tanggal : 13 Juni 2016

DIREKTUR RSUD WALED


KABUPATEN CIREBON

dr. H. Boyke Sisprihattono, SpM


Pembina Utama Muda
NIP . 19580324 198703 1 005

Anda mungkin juga menyukai