Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PRESENTASI KASUS

I.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. TS
Usia : 61 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Gekbrong
Tanggal masuk RS : 14 juni 2016
No. CM : 744***

I.2 ANAMNESA
A. Keluhan utama : Nyeri seluruh lapang perut sejak 2 bulan SMRS

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang k IGD dengan keluhan nyeri seluruh lapang perut, pasien
sepat mengalami penurunan kesadaran. Nyeri memberat saat bergerak, bernafas,
batuk atau mengedan. Pusing (+), mual (+ ), muntah (+), lemas (+), BAB
kehitaman

C. Riwayat Penyakit Dahulu


• Hipertensi : Disangkal
• Penyakit Jantung : Disangkal
• Asma : Disangkal
• Diabetes Melitus : Disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien
E. Riwayat Alergi
Alergi obat-obatan dan makanan disangkal
F. Riwayat psikososial
Merokok dan minum minuman beralkohol disangkal, sering mengkonsumsi obat
setelan

I.3 PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
• Keadaan Umum : Tampak sakit berat

• Kesadaran : delirium
• GCS : E2V4M5
• Tanda-tanda Vital
• TD : 130/90 mmHg
• Suhu : 37 C
• Nadi : 97 kali permenit
• Pernapasan : 29 kali permenit
• Antropometri
• BB : 51 kg
• TB : 150 cm
• Kepala : Normocephal
• Mata :Konjunctiva anemis ( +/+ ), Sklera Ikterik (-)
• Telinga : Secret ( - )
• Hidung : Secret ( - )
• Mulut : mukosa mulut pucat
• Thorax
- Pulmo : Inspeksi palpasi perkusi auskultasi normal.
- Jantung : Inspeksi palpasi perkusi auskultasi normal.
• Abdomen : Nyeri tekan +, bising usus +, defans muskular +
• Murphy sign :(-)
• Ekstremitas : Akral hangat, turgor kulit menurun
I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Hasil Nilai rujukan Satuan
pemeriksaan
HEMATOLOGI
LENGKAP
Haemoglobin 8.6 12-16 g/dL
Hematokrit 36.2 37-47 %
Eritrosit 3.9 4.2-5.4 10^6uL
Leukosit 15 4.8-10.8 10^3uL
Trombosit 480 150-450 10^3uL
MCV 82.0 80-94 fL

I.5 DIAGNOSA KLINIS


Peritonitis e.c perforasi gaster

I.6 PLANNING
Laparotomi eksplorasi
Pre Operasi
• KU : Tampak sakit berat
• Kesadaran : Delirium
• TTV :
• TD : 110/70 mmHg
• HR : 150 kali permenit
• RR : 29 kalipermenit
• S : 370C
• BB : 51 Kg
• TB : 150 cm
• Status ASA : IV
• Observasi tanda vital
• Pemasangan NGT, DC, dan puasa
• Pemasangan infus RL 2 line diguyur
• Pasien dibawa ke kamar operasi dan diposisikan terlentang di bed operasi
• Sebelum diinduksi pasien dipasangkan manset tensimeter dan saturasi O2.

a. Penatalaksanaan Anestesi
Jenis anestesi : General Anestesi (GA)
Premedikasi :
- Dexamethason IV 5 mg
- Atropin IV 0,25 mg
- Epinefrin karena pasien sempat alami apneu
Medikasi Intra Operatif:
- Ketamin IV 10 mg
- Propofol 100 mg
- Fentanyl 0,1 mg
- N2O inhalasi Isoflurance 2L/menit dengan O2 3L/menit
Medikasi Post Operatif:
- Ketorolac 30 mg
Intra Operatif
Prosedur anestesi
• Anestesi umum
• Teknik : intubasi dengan ETT no. 7 balon
• Posisi terlentang

• Induksi anestesi :
• Propofol : 100 mg
• Fentanyl : 50 mg
• Recuronium bromide
• Maintanance: N20: O2= 4:2 dengan isoflurane 2 vol%
• Tindakan anestesi
• Peralatan monitor dipasangkan pada pasien untuk memonitor tekanan darah,
nadi dan saturasi oksigen
• Persiapkan alat-alat intubasi
• Pada pukul 10.10 WIB dilakukan teknik anestesi
• Dilakukan induksi intravena, propofol, fentanyl dan Recuronium bromide
• Pukul 10.15 pasien mengalami apneu, dilakukan RJP selama 5 menit di sertai
pemberian adrenalin dan efedrin.
• Berikan oksigen dengan sungkup dewasa 2-3 menit
• Melakukan intubasi dan pasang ETT
Waktu Tekanan Darah Nadi Saturasi O2

10.25 110/70mmHg 127 99%

10.35 100/80mmHg 125 99%

10.45 110/87 mmHg 111 98%


11.55 90/65 mmHg 104 99%
• Penghitungan cairan :

• BB : 76 Kg

• 10 Kg I : 10 x 4cc/KgBB/jam = 40 cc/jam

• 10 Kg II : 10 x 2 cc/KgBB/jam = 20 cc/jam

• Sisanya 31 x 1 cc/KgBB/jam = 31 cc/jam

• Total : 91 cc /jam

• Pasien puasa selama 1 jam pre-operasi

1 x 91 cc/jam : 91 cc

• Kebutuhan cairan intraoperatif

lama operasi : 30 menit

(30/60) x 928 cc : 464 cc

• Medikasi

• Fentanyl : 50 mg

• Propofol : 100 mg

• Recuronium bromide : 25 mg

• Dexamethason : 5 mg

• Ondancentron : 4 mg

• Ketorolac : 30 mg

• Reverse (Sulfas Atropin 0,25 + neostigmin 0,5 mg)`2x

Post Operasi

• KU : delirium

TTV

• TD : 89/58 mmHg

• HR : 94 kali permenit

• RR : 26 kalipermenit

• S : 36.80C
ALDRETE SKOR

Jam Warna Kulit RR TD KS ACT Score

12.00 1 1 2 1 1 6

12.05 1 1 2 1 1 6

Pasien pro ICU


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Peritonitis merupakan infeksi yang terjadi pada peritoneum yang paling sering disebabkan
oleh appendiksitis perforasi. Selain appendiksitis penyebab peritonitis bisa disebabkan oleh
berbagai infeksi yang terjadi pada saluran cerna sehingga menyebabkan kerusakan saluran
cerna dan meninfeksi hinggar peritoneum.

ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI


Perionitis secara etiolig dibagi atas 5 berdasarkan tipe dan lokasinya, yaitu peritonitis
primer, peritonitis sekunder, peritonitis tersier, peritonitis kimia, abses peritonitis.
Peritonitis primer merupakan peritonitis bakteri spontan (PBS) yang disebabakan infeksi
bakteri akut pada cairan asam, penyebab terseringnya pada bakteri gram negative (E.
coli, K. pneumonia, Pseudomonas spesies, Proteus spesies, Proteus species), gram positif
(Streptococcus pneumonia, streptococcus lainnya, Staphylococcus species).
Peritonitis sekunder penyebab yang paling umum adalah appendiksitis perforasi,
perforasi gaster, ulkus duodenum, perforasi sigmoid yang disebabkan diverticulitis,
volvulus atau kanker dan lilitan pada saluran cerna kecil.
Peritonitis tersier, merupakan peritonitis yang terjadi pada pasien dengan
immunocompromise atau pasien dengan kondisi komorbid yang sudah ada, salah satunya
pasien dengna HIV dan tuberkulosi peritoneum.
Peritonitis kimiawi bisa disebabkan oelh iritasi dari empedu, darah, barium atau
substansi lain atau bisa juga disebabkan oleh inflamasi transmural pada saluran cerna
(Crohn diseases) tanpa adanya inokulasi bakteri pada ruang peritoneum.
Abses peritoneum merupakan pembentukan carian infeksi yang disebabkan oleh
berbagai faktor terutama peritonitis sekunder.

TANDA & GEJALA


1. Demam dan mengigil
2. Nyeri perut
3. Kelainan encephalopati yang tidak jelas
4. Diarrhea
5. Asites yang tidak berkurang setalah diberkan diuretic
6. Ileus

PATOFISIOLOGI
Dalam peritonitis yang disebabkan oleh bakteri, respon fisiologis ditentukan oleh
beberapa faktor, termasuk virulensi kontaminan, ukuran inokulum, status kekebalan
tubuh dan kesehatan secara keseluruhan dari host (misalnya, seperti yang ditunjukkan
oleh Fisiologi akut dan Evaluasi Kesehatan Kronis II [APACHE II] skor), dan unsur-
unsur lingkungan setempat, seperti jaringan nekrotik, darah, atau empedu.
Sepsis intra-abdominal dari viskus berlubang (yaitu, peritonitis sekunder atau
peritonitis supuratif) dihasilkan dari tumpahan langsung isi luminal ke dalam peritoneum
(misalnya, ulkus peptikum perforasi, divertikulitis, apendisitis, perforasi iatrogenik).
Dengan tumpahan isi, bakteri gram negatif dan anaerobik, termasuk flora usus yang
umum, seperti Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae, masukkan rongga
peritoneum. Endotoksin yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif menyebabkan
pelepasan sitokin yang menginduksi kaskade seluler dan humoral, yang mengakibatkan
kerusakan sel, syok septik, dan sindrom disfungsi organ multiple
Mekanisme untuk inokulasi bakteri asites telah menjadi subyek dari banyak
perdebatan sejak Harold Conn pertama kali diakui di tahun 1960-an. Organisme enterik
secara tradisional telah diisolasi dari lebih dari 90% dari cairan asites yang terinfeksi di
bacterial peritonitis spontan (SBP), menunjukkan bahwa saluran pencernaan adalah
sumber kontaminasi bakteri. Dominasi organisme enterik, dalam kombinasi dengan
kehadiran endotoksin dalam cairan asites dan darah, argumen yang digunakan bahwa
SBP menyebabkan migrasi transmural bakteri dari lumen organ usus atau berongga,
fenomena yang disebut translokasi bakteri. Namun, bukti eksperimental menunjukkan
bahwa migrasi transmural langsung dari mikroorganisme mungkin bukan penyebab SBP.

PENEGAKAN DIAGNOSIS
Peritonitis dapat ditegakkan dengan cara pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada pemeriksaan fisik akan didapati peningkatan suhu hingga lebih dari 38oC
peningkatan suhu ini disebabkan adanya infeksi, selain itu akan didapati nyeri pada perut
baik itu nyeri tekan maupun nyeri lepas yang menandakan infeksi sudah mencapai lapisan
peritoneum, pada pemeriksaan fisik lainnya didapati defens muscular yang menandakan
usaha tubuh untuk melindungi daerah yang terkena infeksi tersebut. Pada peritonitis yang
disebabkan oleh etiolgi yang lain bisa didapati berbagai kelainan terutama pada multiple
organ failure.
Pemeriksaan penunjuang itu sendiri bisa diliat dari etiologi penyebabnya, yang
paling sering adalah appendiksitis atau peritonitis sekunder yang harus dilakukan beberapa
pemeriksaan penunjang.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laparascopy
2. USG
3. Appendikogram
4. Urinalisis
5. PET ( Positron Emision Tomografi )
6. MRI
7. CT – Scan

TREATMENT
Pengobatan peritonitis adalaha sebagai berikut
1. Laparatomi, merupakan proses operasi pembedahan pada abdomen bertujuan untuk
menghilangkan sumber infeksi dan melakukan pembilasan pada bagian dalam
abdomen.
2. Pemberian antibiotic untuk menghindari sepsis
3. Penggantian cairan tubuh

TATALAKSANA ANESTESI PADA KASUS

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik preoperative adalah yang paling dapat dipercaya .Tanda- tanda
hypovolemia ( Tabel 29-1) meliputi turgor kulit, hidrasi selaput lendir, denyut nadi yang kuat,
denyut jantung dan tekanan darah dan orthostatic berubah dari yang terlentang ke duduk atau
posisi berdiri, dan mengukur pengeluaran urin. Banyak obat yang pakai selama pembiusan,
seperti halnya efek fisiologis dari stress pembedahan, mengubah tanda-tanda ini dan
memandang tak dapat dipercaya periode sesudah operasi. Selama operasi, denyut nadi yang
kuat (radial atau dorsalis pedis), pengeluaran urin, dan tanda tidak langsung, seperti respon
tekanan darah ke tekanan ventilasi yang positive dan vasodilatasi atau efek inotropic negative
dari anestesi, adalah yang paling sering digunakan.
Pitting edema-presacral pada pasien yang tidur atau pada pretibial pada pasien yang
dapat berjalan- peningkatan pengeluaran urin adalah tanda hypervolemia pada pasien dengan
dengan jantung, hepar, dan fungsi ginjal yang normal. Gejala lanjut dari hypervolemia yaitu
tachycardia, pulmonary crackles, wheezing, cyanosis, dan frothy pulmonary secretion.

Table29-1. Tanda-tanda kehilangan cairan (hypovolemia).


Tanda-tanda 5% 10% 15%

Membran mukosa Kering Sangat kering Parched

Sensorium Normal Lethargic Obtunded

Perubahan ortostatik ada Marked

In heart rate >15 x/mnt ↑

In blood pressure >10mmHg ↓

Produksi Urin sedikit berkurang kurang sangat kurang

Nadi Normal/meningkat Meningkat >100x/m Meningkat>120 x/m

Tekanan darah Normal sedikit menurun menurun

EVALUASI LABORATORIUM
Beberapa pengukuran laboratorium digunakan untuk menilai volume intravascular
dan ketercukupan perfusi.jaringan Pengukuran ini meliputi serial hematocrits, seperti pH
darah arteri, berat jenis atau osmolalitas urin, konsentrasi klorida atau natrium dalam urin,
Natrium dalam darah, dan creatinin serum, ratio blood urea nitrogen (perbandingan BUN).
Ini hanya pengukuran volume intravascular secara tidak langsung dan sering tidak bisa
dipercaya selama operasi sebab dipengaruhi oleh beberapa variabel dan hasilnya sering
terlambat. Tanda-tanda laboratorium dari dehidrasi yaitu peningkatan hematocrit progresif
acidosis metabolic yang progresif, berat jenis urin >1.010, Natrium dalam urin <10 mEq/L,
osmolalitas >450 mOsm/kg, hypernatremia, dan ratio BUN- -kreatinin >10:1. Tanda-tanda
pada foto roentgen adalah meningkatnya vaskularisasi paru dan interstitiel yang ditandai
dengan ( Kerly " B") atau infiltrasi difus pada alveolar adalah tanda-tanda dari overload
cairan
PENGUKURAN HEMODYNAMIC
Monitoring hemodynamik telah dibahas dalam Bab 6. Monitoring CVP diindikasikan
pada pasien dengan jantung dan fungsi paru yang normal jika status volume sukar untuk
dinilai dengan alat lain atau jika diharapkan adanya perubahan yang cepat. Pembacaan CVP
harus diinterpretasikan nilai yang rendah(< 5 mm Hg) mungkin normal kecuali jika ada
tanda-tanda hypovolemia. Lebih dari itu, respon dari bolus cairan ( 250 mL) yang ditandai
dengan: sedikit peningkatan ( 1-2 mm Hg) merupakan indikasi penambahan cairan,
sedangkan suatu peningkatan yang besar (> 5 mm Hg) kebutuhan cairan cukup dan evaluasi
kembali status volume cairan.. CVP yang terbaca >12 mmHg dipertimbangkan.
hypervolemia dalam disfungsi ventricular kanan, meningkatnya tekanan intrathorakal, atau
penyakit pericardial restriktif.
Monitoring tekanan arteri Pulmonary dimungkinkan jika CVP tidak berkorelasi
dengan gejala klinis atau jika pasien mempunyai kelainan primer atau sekunder dari fungsi
ventrikel kanan, kelainan fungsi tubuh; yang juga berhubungan dengan paru-paru atau
penyakit pada ventrikel kiri. Pulmonary Artery Occlusion Pressure (PAOP) <8 mmHg
menunjukkan adanya hypovolemia ,dikonfirmasi dengan gejala klinis; bagaimanapun, nilai
<15 Mm Hg berhubungan dengan pasien yang hipovolemia relative dengan compliance
ventrikel lemah. Pengukuran PAOP >18 mmHg dan biasanya menandakan beban volume
ventrikel kiri yang berlebih. Adanya penyakit katup Mitral (stenosis), stenosis aorta yang
berat, atau myxoma atrium kiri atau thrombus mengubah hubungan yang normal antara
PAOP dan volume diastolic akhir ventrikel kiri ( lihat Bab 6, 19, 20, dan 21). Peningkatan
tekanan pada thorak dan tekanan pada jalan nafas paru terlihat adanya kesalahan; sebagai
konsekwensi, semua pengukuran tekanan selalu diperoleh pada waktu akhir expirasi .
Teknik terbaru mengukur volume ventrikel dengan transesophageal
echocardiography atau oleh radioisotop dan lebih akurat tetapi belum banyak tersedia.

CAIRAN INTRAVENA
Terapi cairan intravena terdiri dari cairan kristaloid, koloid, atau suatu kombinasi
kedua-duanya. Solusi cairan kristaloid adalah larutan mengandung ion dengan berat molekul
rendah (garam) dengan atau tanpa glukosa, sedangkan cairan koloid berisi ion dengan berat
molekul tinggi seperti protein atau glukosa. Cairan koloid menjaga tekanan oncotic koloid
plasma ( lihat Bab 28) dan sebagian besar ada di intravascular, sedangkan cairan kristaloid
dengan cepat didistribusikan keseluruh ruang cairan extracellular.
Ada kontroversi mengenai penggunaan cairan koloid dan kristaloid untuk pasien dg
pembedahan. Para ahli mengatakan bahwa koloid dapat menjaga plasma tekanan oncotic
plasma, koloid lebih efektif dalam mengembalikan volume intravascular dan curah
jantung.Ahli yang lain mengatakan bahwa pemberian cairan kristaloid efektif bila diberikan
dalam jumlah yang cukup. Pendapat yang mengatakan bahwa koloid dapat menimbulkan
edema pulmoner pada pasien dengan peningkatan permeabilitas kapiler paru adalah tak
benar, sebab tekanan onkotik interstitial paru-paru sama dengan plasma ( lihat Bab 22).
Beberapa pernyataan dibawah ini yang mendukung :
1. Kristaloid, jika diberikan dalam jumlah cukup sama efektifnya dengan koloid dalam
mengembalikan volume intravascular.
2. Mengembalikan deficit volume intravascular dengan kristaloid biasanya memerlukan 3-
4 kali dari jumlah cairan jika menggunakan koloid.
3. Kebanyakan pasien yang mengalami pembedahan mengalami deficit cairan extracellular
melebihi deficit cairan intravascular..
4. Defisit cairan intravascular yang berat dapat dikoreksi dengan cepat dengan
menggunakan cairan koloid.
5. Pemberian cairan kristaloid dalam jumlah besar (> 4-5 L) dapat menimbulkan edema
jaringan.
Beberapa kasus membuktikan bahwa, adanya edema jaringan mengganggu transport
oksigen, memperlambat penyembuhan luka dan memperlambat kembalinya fungsi
pencernaan setelah pembedahan..

CAIRAN KRISTALOID
Cairan kristaloid merupakan cairan untuk resusitasi awal pada pasien dengan syok
hemoragik dan septic syok seperti pasien luka bakar, pasien dengan trauma kepala untuk
menjaga tekanan perfusi otak, dan pasien dengan plasmaphersis dan reseksi hepar. Jika 3-4 L
cairan kristaloid telah diberikan, dan respon hemodinamik tidak adekuat, cairan koloid dapat
diberikan.
Ada beberapa macam cairan kristaloid yang tersedia ( Tabel 29-2). Pemilihan cairan
tergantung dari derajat dan macam kehilangan cairan. Untuk kehilangan cairan hanya air,
penggantiannya dengan cairan hipotonik dan disebut juga maintenance type solution. Jika
hehilangan cairannya air dan elektrolit, penggantiannya dengan cairan isotonic dan disebut
juga replacement type solution. Dalam cairan, glukosa berfungsi menjaga tonisitas dari cairan
atau menghindari ketosis dan hipoglikemia dengan cepat. Anak- anak cenderung akan
menjadi hypoglycemia(< 50 mg/dL) 4-8 jam puasa. Wanita mungkin lebih cepat
hypoglycemia jika puasa (> 24 h) disbanding pria.
Kebanyakan jenis kehilangan cairan intraoperative adalah isotonik, maka yang biasa
digunakan adalah replacement type solution, tersering adalah Ringer Laktat. Walaupun
sedikit hypotonic, kira-kira 100 mL air per 1 liter mengandung Na serum 130 mEq/L, Ringer
Laktat mempunyai komposisi yang mirip dengan cairan extraselular dan paling sering
dipakai sebagai larutan fisiologis. Laktat yang ada didalam larutan ini dikonversi oleh hati
sebagai bikarbonat. Jika larutan salin diberikan dalam jumlah besar, dapat menyebabkan
dilutional acidosis hyperchloremic oleh karena Na dan Cl yang tinggi (154 mEq/L):
konsentrasi bikarbonat plasma menurun dan konsentrasi Clorida meningkat.
Larutan saline baik untuk alkalosis metabolic hipokloremik dan mengencerkan
Packed Red Cell untuk transfusi. Larutan D5W digunakan untuk megganti deficit air dan
sebagai cairan pemeliharaan pada pasien dengan restriksi Natrium. Cairan hipertonis 3%
digunakan pada terapi hiponatremia simptomatik yang berat (lihat Bab 28). Cairan 3 – 7,5%
disarankan dipakai untuk resusitasi pada pasien dengan syok hipovolemik. Cairan ini
diberikan lambat karena dapat menyebabkan hemolisis.

CAIRAN KOLOID
Aktifitas osmotic dari molekul dengan berat jenis besar dari cairan koloid untuk
menjaga cairan ini ada di intravascular. Walaupun waktu paruh dari cairan kristaloid dalam
intravascular 20-30 menit, kebanyakan cairan koloid mempunyai waktu paruh dalam
intravascular 3-6 jam. Biasanya indikasi pemakaian cairan koloid adalah :
1. Resusitasi cairan pada pasien dengan deficit cairan intravascular yang
berat ( misal : syok hemoragik ) sampai ada transfusi darah.
2. Resusitasi cairan pada hipoalbuminemia berat atau keadaan dimana
Kehilangan protein dalam jumlah besar seperti luka bakar. Pada pasien luka bakar, koloid
diberikan jika luka bakar >30% dari luas permukaan tubuh atau jika > 3-4 L larutan
kristaloid telah diberikan lebih dari 18-24 jam setelah trauma.
Beberapa klinisi menggunakan cairan koloid yang dikombinasi dengan kristaloid bila
dibutuhkan cairan pengganti lebih dari 3-4 L untuk transfuse. Harus dicatat bahwa cairan ini
adalah normal saline ( Cl 145 – 154 mEq/L ) dan dapat juga menyebabkan asidosis metabolic
hiperkloremik.
Banyak cairan koloid kini telah tersedia. Semuanya berasal dari protein plasma atau polimer
glukosa sintetik.
Koloid yang berasal dari darah termasuk albumin ( 5% dan 25 % ) dan fraksi plasma
protein ( 5% ). Keduanya dipanaskan 60 derajat selama 10 jam untuk meminimalkan resiko
dari hepatitis dan penyakit virus lain. Fraksi plasma protein berisi alpha dan beta globulin
yang ditambahkan pada albumin dan menghasilkan reaksi hipotensi. Ini adalah reaksi alergi
yang alami da melibatkan aktivasi dari kalikrein.
Koloid sintetik termasuk Dextrose starches dan gelatin. Gelatin berhubungan dengan
histamine mediated- allergic reaction dan tidak tersedia di United States.Dextran terdiri dari
Dextran 70 ( Macrodex ) dan Dextran 40, yang dapat meningkatkan aliran darah
mikrosirkulasi dengan menurunkan viskositas darah. Pada Dextran juga ada efek antiplatelet.
Pemberian melebihi 20 ml/kg/hari dapat menyebabkan masa perdarahan memanjang
(Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat juga bersifat antigenic dan anafilaktoid ringan
dan berat dan ada reaksi anafilaksis. Dextan 1 ( Promit ) sama dengan Dextran 40 atau
dextran 70 untuk mencegah reaksi anafilaxis berat.;bekerja seperti hapten dan mengikat
setiap antibody dextran di sirkulasi.
Hetastarch (hydroxyetil starch) tersedia dalam cairan 6 % dengan berat molekul berkisar
450.000. Molekul-molekul yang kecil akan dieliminasi oleh ginjal dan molekul besar
dihancurkan pertama kali oleh amylase. Hetastarch sangat efektif sebagai plasma expander
dan lebih murah disbanding albumin.. Lebihjauh, Hetastarch bersifat nonantigenik dan reaksi
anafilaxisnya jarang. Studi masa koagulasi dan masa perdarahan umumnya tidak signifikan
dengan infus 0.5 – 1 L. Pasien transplantasi ginjal yang mendapat hetastarch masih
controversial. Kontroversi ini dihubungkan juga dengan penggunaan hetastarch pada pasien
yang menjalani bypass kardiopulmoner. Pentastarch, cairan starch dengan berat molekul
rendah, sedikit efek tambahannya dan dapat menggantikan hetastarch.

TERAPI CAIRAN PERIOPERATIF


Terapi cairan perioperatif termasuk penggantian deficit cairan, kehilangan cairan normal dan
kehilangan cairan lewat luka operasi termasuk kehilangan darah.

KEBUTUHAN PEMELIHARAAN NORMAL


Pada waktu intake oral tidak ada, deficit cairan dan elektrolit dapat terjadi dengan cepat
karena adanya pembentukan urin yang terus berlangsung,sekresi gastrointestinal, keringat
dan insensible losses dari kulit dan paru. Kebutuhan pemeliharaan normal dapat diestimasi
dari table 29-3

Tabel 29-3. Estimasi kebutuhan cairan pemeliharaan.

Berat kebutuhan
10 kg pertama 4 ml/kg/jam
10-20 kg kedua 2 ml/kg/jam
Masing-masing kg > 20 kg 1 ml/kg/jam

Contoh: berapa kebutuhan cairan pemeliharaan untuk anak 25 kg? Jawab: 40+20+5=65
ml/jam

PREEXISTING DEFICIT
Pasien yang akan dioperasi setelah semalam puasa tanpa intake cairan akan
menyebabkan defisit cairan sebanding dengan lamanya puasa. Defisit ini dapat diperkirakan
dengan mengalikan normal maintenance dengan lamanya puasa.
Untuk 70 kg, puasa 8 jam, perhitingannya (40+20+50)ml/jam x 8 jam atau 880 ml. (
Pada kenyataannya, defisit ini dapat kurang sebagai hasil dari konservasi ginjal)
Kehilangan cairan abnormal sering dihubungkan dengan defisit preoperative.
Perdarahan preoperative, muntah , diuresis dan diare sering dihubungkan. mengarahkan dan
janga waktu prosedur yang berhub. dg pembedahan [itu]. Pembagian kembali fluids-often
[yang] internal [disebut/dipanggil] " spacing"-can ketiga menyebabkan pergeseran cairan
raksasa(masive) dan intravascular penghabisan menjengkelkan. Traumatized, dibuat
marah/dikobarkan, atau kena infeksi/menyebar jaringan/tisu ( [seperti/ketika] terjadi dengan
membakar, pembedahan berhub. dg pembedahan luka-luka/kerugian luas, atau radang selaput
perut) dapat menyita sejumlah [yang] besar mengalir dalam interstitial [ruang;spasi] nya dan
kaleng translocate mengalir ke seberang serosal permukaan ( ascites) atau ke dalam bowel
satuan cahaya. Hasil adalah suatu peningkatan wajib di (dalam) suatu nonfunctional
komponen extracellular kompartemen, [sebagai/ketika/sebab] cairan ini tidak siap berimbang
dengan sisa dari kompartemen [itu]. Pergeseran Cairan ini tidak bisa dicegah dengan restriksi
cairan dan kompartemen cairan intrasel dan extrasel fungsional. Disfungsi s sebagai hasil dari
hypoxia dapat menyebabkan peningkatan volume cairan intracel, juga lebih jauh
kompartemen extrasel yang fungsional. Pada akhirnya, hilangnya cairan limfe mungkin
terjadi selama diseksi retroperitoneal luas.

Penggantian Cairan Intraoperatif


Terapi cairan intraoperatif meliputi kebutuhan cairan dasar dan penggantian deficit
cairan preoperative seperti halnya kehilangan cairan intraoperative ( darah, redistribusi dari
cairan, dan penguapan). Pemilihan jenis cairan intravena tergantung dari prosedur
pembedahan dan perkiraan kehilangan darah. Pada kasus kehilangan darah minimal dan
adanya pergeseran cairan, maka maintenance solution dapat digunakan. Untuk semua
prosedur yang lain Ringer Lactate biasa digunakan untuk pemeliharaan cairan. Idealnya,
kehilangan darah harus digantikan dengan cairan kristaloid atau koloid untuk memelihara
volume cairan intravascular ( normovolemia) sampai bahaya anemia berberat lebih
(dibanding) resiko transfusi. Pada kehilangan darah dapat diganti dengan transfuse sel darah
merah. Transfusi dapat diberikan pada Hb 7-8 g/dL (hematocrit 21-24%).
Hb <7 g/dL cardiac output meningkat untuk menjaga agar transport Oksigen tetap
normal. Hb 10 g/dL biasanya pada pasien orang tua dan penyakit yang berhubungan dengan
jantung dan paru-paru. Batas lebih tinggi mungkin digunakan jika diperkirakan ada
kehilangan darah yang terus menerus. Dalam prakteknya, banyak dokter memberi Ringer
Laktat kira-kira 3-4 kali dari banyaknya darah yang hilang, dan cairan koloid dengan
perbandingan 1:1 sampai dicapai Hb yang diharapkan.

Table 29-5. Average blood volumes.


Age Blood Volume

Neonates

Premature 95 Ml/Kg

Full-Term 85 Ml/Kg

Infants 80 Ml/Kg
Adults

Men 75ml/Kg

Woman 65 Ml/Kg

Pada keadaan ini kehilangan darah dapat diganti dengan Packed red blood cell.
Banyaknya transfusi dapat ditentukan dari hematocrit preoperatif dan dengan
perkiraan volume darah ( Tabel 29-5). Pasien dengan hematocrit normal biasanya ditransfusi
hanya setelah kehilangan darah >10-20% dari volume darah mereka. Sebenarnya tergantung
daripada kondisi pasien] dan prosedur dari pembedahan . Perlu diketahui jumlah darah yang
hilang untuk penurunan hematocrit sampai 30%, dapat dihitung sebagai berikut:
 Estimasi volume darah dari Tabel 29-5.
 Estimasi volume sel darah merah ( RBCV) hematocrit preoperative ( RBCVpreop).
 Estimasi RBCV pada hematocrit 30% ( RBCV30%), untuk menjaga volume darah
normal .
 Memperkirakan volume sel darah merah yang hilang ketika . hematocrit 30%;
RBCVlost= RBCVpreop-RBCV30%.
 Perkiraan jumlah darah yang hilang = RBCV lost X 3

CONTOH
Seorang perempuan 85 kg mempunyai suatu hematocrit preoperatif 35%. Berapa
banyak jumah darah yang hilang untuk menurunkan hematocritnya sampai 30%?
Volume Darah yang diperkirakan= 65 mL/kg x 85 kg= 5525 ml.
RBCV35%= 5525 x 35%= 1934 mL.
RBCV30%= 5525 x 30%= 1658 mL
Kehilangan sel darah merah pada 30%= 1934- 1658= 276 mL.
Perkiraan jumlah darah yang hilang = 3 x 276 mL= 828 mL.
Oleh karena itu, transfusi harus dipertimbangkan hanya jika pasien kehilangan darah
melebihi 800 ml. Transfusi tidak direkomendasikan sampai terjadi penurunan hematocrit
hingga 24% ( hemoglobin< 8.0 g/dL), tetapi ini diperlukan untuk menghitung banyaknya
darah yang hilang,contoh pada penyakit jantung dimana diberikan transfusi jika kehilangan
darah 800 mL .

Table29-6. Redistribusi dan evaporasi kehilangn cairan saat pembedahan.


DERAJAT DARI TRAUMA JARINGAN PENAMBAHAN CAIRAN
MINIMAL (contoh hernioraphy) 0 – 2 ML/KG

SEDANG ( contoh cholecystectomy) 2 – 4 ML/KG

BERAT (contohreseksi usus) 4 – 8 ML/KG

Petunjuk lain yang biasa digunakan sebagai berikut: ( 1) satu unit sel darah merah sel
akan meningkatkan hemoglobin 1 g/dL dan hematocrit 2-3% (pada orang dewasa); dan ( 2)
10mL/kg transfusi sel darah merah akan meningkatkan hemoglobin 3g/dL dan hematocrit
10%.

Menggantikan hilangnya cairan redistribusi dan evaporasi


Sebab kehilangan cairan ini dihubungkan dengan ukuran luka dan tingkat manipulasi
dan pembedahan, dapat digolongkan menurut derajat trauma jaringan. Kehilangan cairan
tambahan ini dapat digantikan menurut Tabel 29-6, berdasar pada apakah trauma jaringan
adalah minimal, moderat, atau berat. Ini hanyalah petunjuk, dan kebutuhan yang sebenarnya
bervariasi pada masing-masing pasien
LAPORAN KASUS

ANASTESI PADA PERITONITIS E.C PERFORASI GASTER

Pembimbing :

dr. M.F. Susanti Handayani, Sp. An

dr. Dadang Mulyawan, Sp. An

Oleh :

Nurul Iman (2011730079)

KEPANITERAAN KLINIK STASE ANESTESI


RSUD CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016

Anda mungkin juga menyukai