Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN DISKUSI KASUS

GIGITAN ULAR

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
YUNDA YECI (C12116002) SION RATI (C12116021)
NURUL AFRIANI KADAR EMILIA (C12116027)
(C12116007)
PUTRI CHRISMA (C12116031)
WIDYA ASTRI NINGRUM
DIVA AMANDA PONGTIKU
(C12116010)
(C12116303)
ANDI DEWI SUMAYA
SURPIA (C12116304)
(C12116013)
ADE RAHMAWATI (C12116320)
ANDI SUCI RAMADANI
(C12116015) SEPTIANA CAHYA (C12116324)
FITRA ARDILLAH (C12116019) MUH SYAHRUL (C12116515)

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
KASUS 2:
Seorang laki-laki berusia 36 tahun diantar ke UGD dengan keluhan baru saja digigit
ular. Pasien mengatakan terdapat keluhan mual dan muntah. Riwayat pingsan tidak
ada.
1. Identifikasi kasus tersebut diatas
2. Bagaimana penatalaksanaan

1. IDENTIFIKASI KASUS
A. Racun ular
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Bisa
adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa
dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Daya toksik bisa
ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah
Bisa ular yang bersifat aracun terhadap darah yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak/ menghancurkan sel-sel darah merah dengan
jalan menghancurkan dinding sel darah merah sehingga sel darah
menjadi hancur dan larut dan dapat mengakibatkan timbulnya
perdarahan pada mulut, hidung dll.
b. Bisa ular yang bersifat saraf/neurotoxic
Yaitu bisa ular yang merusak dan menlumpuhkan jaringan sel saraf
sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan sel saraf tersebut mati.
Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf
pusat seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebarannya melalui
pembuluh limfe.
c. Bisa ular yang bersifat kardiotoxin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot
jantung
d. Bisa ular yang bersifat cytotoxin
Dengan melepaskan histamin dan vasoaktifamin lainnya berakibat
terganggunya kardiovaskular
e. Bisa ular yang bersifat cytolitic
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrosis jaringan pada
tempat gigitan.

B. Patofisiologi
Bisa ular yang masuk kedalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik
tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat menganggu berbagai
sistem. Seperti, sistem neurologis, sistem kardiovaskular dan sistem
pernafasan.
Pada gangguan sistem neurologis, toksit tersebut dapat mengenai saraf
yang berhubungan dengan sistem pernafasan yang dapat mengakibatkan
udema pada saluran pernafasan, sehingga menimbulkan kesulitan bernafas.
Pada sistem kardiovaskular, toksit menganggu kerja pembuluh darah
yang dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernafasan
dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi koagulokasi hebat yang
dapat mengakibatkan gagal nafas.
Bisa ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan protein.
Jumlah bisa, efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari spesies
dan usia ular. Komponen peptide bisa ular dapat berikatan dengan reseptor-
reseptor yang ada pada tubuh korban. Bradykinin, serotonin dan histamine
adalah sebagian hasil reaksi yang terjadi akibat bisa ular. Enzim yang
terdapat pada bisa ular misalnya Larginine esterase menyebabkan pelepasan
bradykinin sehingga menimbulkan rasa nyeri, hipotensi, mual dan muntah
serta sering kali menimbulkan keluarnya keringat yang banyak setelah
terjadi gigitan.
Bisa ular dari family viperidae bersifat sitolitik yang menyebabkan
nekrosis jaringan, kebocoran vascular dan terjadi koagulopati. Komponen
dari bisa ular jenis ini mempunyai dampak hamper pada semua system
organ. Aliran dari bisa ular didalam tubuh, tergantung dari dalamnya taring
ular tersebut masuk ke dalam jaringan tubuh.

C. Manifestasi klinik
1. Bekas gigitan yang khas yaitu dua luka tusuk dengan jarak tertentu
disertai luka bekas gigitan gigi bawah yang lebih dangkal.
2. Daerah yang digigit dalam waktu 3-5 menit akan membengkak.
3. Darah yang dihancurkan menembus dinding pembuluh lalu berkumpul
di jaringan sekitarnya (perdarahan lokal).
4. Sakit yang hebat di daerah gigitan. Gejala lanjut yang mungkin terjadi
adalah :
 Jantung berdenyut tak teratur diikuti dengan kelemahan seluruh
badan dan berakhir dengan syok
 Sakit kepala hebat, pusing, mengigau, pikiran terganggu
sehingga tidak sadar
 Otot tidak terkoordinasi sehingga tidak dapat mengambil atau
memindahkan benda kecil (lumpuh & kejang). Sesak nafas
karena terjadi kelumpuhan pernafasan

Gigitan oleh Viperidae/ Crotalidae seringkali menimbulkan gejala pada tempat


gigitan berupa nyeri dan bengkak yang dapat terjadi dalam beberapa menit, bisa akan
menjalar ke proksimal, selanjutnya terjadi edem dan ekimosis. Pada kasus berat dapat
timbul bula dan jaringan nekrotik, serta gejala sistemik berupa mual, muntah,
kelemahan otot, gatal sekitar wajah dan kejang.

Gigitan akibat Elapidae biasanya tidak menimbulkan nyeri hebat. Namun


demikian tidak adanya gejala lokal atau minimal, tidak berarti gejala yang lebih serius
tidak akan terjadi. Gejala yang serius lebih jarang terjadi dan biasanya gejala
berkembang dalam 12 jam. Bisa yang bersifat neurotoksik, mempunyai dapat sangat
cepat dalam beberapa jam, mulai dari perasaan mengantuk sampai kelumpuhan nervus
kranialis, kelemahan otot dan kematian karena gagal napas.

Sumber: Niasari, n., & Latief, A. (2003). Gigitan ular berbisa. Saripediatri, 92-98.

D. Karakteristik ular :
1. Ular berbisa : Pupil atau biji mata berbentuk bulat panjang (kecuali urat
karang), gigitannya berupa taring (dua kecuali satu rusak) yang
menghasilkan tusukan, kepala berbentuk segitiga adanya lubang antara
mata dan lubang hidung, ekornya single row.
2. Ular tidak berbisa : Pupil/ biji mata bulat, gigitannya beberapa baris
dari gigi kecil yang mengahsilkan goresan, bentuk kepala bulat,
ekornya double row.
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaaan kimia darah, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan
darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, hitung
trombosit urinalisis, penentuan kadar gula darah, BUN dan elektrolit .
Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel
darah merah, waktu pembekuan dan waktu rektraksi bekuan.

F. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan pada korban gigitan ular.
1. Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.
2. Menetralkan bisa
3. Mengobati komplikasi
1. Pertolongan pertama :
Pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi, segera cari
pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan
prinsip RIGT
R (Reassure) : Yakinkan kondisi korban , tenangkan dan istirahatkan
korban, kepanikan akan menaikkan tekanan darah dan nadi sehingga
racun akan lebih cepat menyebar ke tubuh Terkadang pasien pingsan/
panik karena kaget.
I (Immobilisation) : Jangan menggerakkan korban, perintahkan
korban untuk tidak berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit
pertolongan medis tidak datang, lakukan tehnik balut tekan (pressure
immobilisation) pada daerah sekita gigitan.
G (Get) : Bawa korban ke RS segera dan seaman mungkin.
T (Tell the Doctor) : Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang
muncul pada korban.

2. Penatalaksanaan selanjutnya :
a. ABU 2 Flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30-40
menit .
b. Heparin 20.000 Unit/24 jam
c. Monitor diathese hemoragi setelah 2 jam, jika tidak membaik
tambah 2 flacon ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 Cc (1
flacon = 10 cc)
d. Bila ada tanda-tanda laringospasme, bronkospasme, urtikaria atau
hipotensi berikan adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortison 100 mg IV.
e. Kalo perlu dilakukan hemodialise
f. Bila diathese hemoragi membaik, transfusi komponen.
g. Observasi pasien minimal 1 x 24 jam dengan catatan jika syok
anafilaktik karena ABU, ABU harus dimasukkan secara cepat
sambil diberi adrenalin

3. Prosedur Immobilisasi (Balut tekan) :


a. Balut tekan pada kaki
 Istirahatkan korban
 Keringkan sekitar luka gigitan
 Gunakan pembalut elastis
 Jaga luka lebih rendah dari jantung
 Sesegera mungkin lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari
kaki naik ke atas
 Biarkan jari kaki jangan dibalut
 Jangan melepas celana atau baju korban
 Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan
sampai menghambat aliran darah (dapat dilihat dengan warna
jari kaki yang tetap pink)
 Beri papan atau pengalas keras sepanjang kaki
b. Balut tekan pada tangan :
 Balut dengan telapak tangan naik ke atas (Jari tangan tidak
dibalut)
 Balut siku dan lengan dengan posisi ditekuk 90°
 Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan
 Pasang papan sebagai fiksasi
 Gunakan mitella untuk menggendong tangan

Sumber: Nugroho , T., Putri, B. T., & Putri, D. K. (2016). Teori Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat. Jogjakarta: Nuha Medika.

G. PERTANYAAN
1. Golden time penanganan gigitan ular
Idealnya pemberian anti bisa harus dimulai dalam waktu 4 jam
setelah paparan tetapi dapat efektif sampai 24 jam setelah paparan.
Namun, biasanyan kurang dari 30 menit setelah gigitan reaksi akan
segera timbul sehingga dapat dilakukan penanganan pencegahan
penyebaran bisa dengan melakukan balut tekan.
2. Bagaimana penanganan mual dan muntah akibat gigitan ular? Apakah
sama dengan mual dan muntah akibat keracunan makanan?
Mual dan muntah pada korban yang keracunan makanan
memiliki penanganan yang berbeda dengan mual dan muntah yang
diakibatkan oleh gigitan ular. Mual muntah pada korban gigitan ular
dapat ditangani dengan memberikan resusitasi cairan apabila korban
telah mengalami dehirasi atau intensitas muntah berkali-kali.
Disamping resusitasi, penanganan yang terpenting adalah
menghentikan penyebaran bisa ular, karena itulah yang menyebabkan
timbulnya mual dan muntah.

Informasi Tambahan

Antidotum Gigitan Ular

Pemberian Antivenin (Antitoksin). Antivenin paling efektif diberikan dalam


12 jam dari gigitan ular. Dosis bergantung pada tipe ular dan perkiraan keparahan
gigitan. Anak membutuhkan lebih banyak antivenin daripada orang dewasa karena
tubuhnya leboh kecil dan lebih rentan terhadap efek toksis bisa. Uji kulit atau mata
harus dilakukan sebelumnya untuk dosis awal untuk mendeteksi alergi terhadap
anitivenin. Antivenin yang tersedia adalah serum antivenom polivalen (Calloselesma
rhodostoma, B fasciatus, N sputatrix) yang diproduksi oleh Bio Farma dengan sediaan
ampul 5Ml.

Sebelum memberikan anti venin dan setiap 15 menit setelahnya, sekitar bagian
yang terkena diperiksa. Antivenin diberikan dengan tetesan IV kapanpun mungkin,
meskipun pemberian ini dapat dilakukan. Bergantung pada keparahan gigitan antivenin
dicairkan dengan 500- 1000 ml salin normal; volume cairan mungkin diturunkan untuk
anak. Infus dimulai perlahan dan kecepatan meningkat setelah 10 menit jika tidak aad
reaksi. Dosis total harus di infus selama 4- 5 jam pertama setelah keracunan. Dosis
awal diulang sampai dengan gejala menurun. Setelah gejala menurun, sekitar daerah
yang terkena harus diukur setiap 30-60 nebit selama 48 jam kemudian.

Penyebab yang paling umum dari reaksi serum adalah infus antivenin yang
terlalu cepat, meskipun sekitra 3% dari pasien dengan uji kulit negative
mengembangkan reaksi tidak berhubungan dengan kecepatan infus. Reaksi terdiri dari
perasaan penuh di wajah, urtikaria, pruritus, keletihan dan khawatir. Gejala ini
mungkin di ikuti dengan takikardi, napas pendek, hipotensi, dan syok. Pada situasi ini,
infus harus dihentikan segera dan berikan difenhidramin IV. Vasopressor digunakan
jika terdapat syok. Resusitasi kedaruratan harus siap pada saat antivenin diberikan.

Sumber: Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal- Bedah. Ed. 8. Vol. 3.
Jakarta: EGC

Intervensi terapeutik

Intervensi terapeutik gigitan ular meliputi berikut ini:

- Berikan perawatan suportif dasar dan lanjutan seperti yang telah diindikasikan
- Lepaskan pakaian atau perhiasan yang berpotensi menekan tubuh
- Imobilisasi area yang terkena gigitan sejajar atau di lebih rendah dari jantung
- Kirim sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan crossmatch,
elektrolit, dan studi koagulasi (Prothrombin Time (PT), International
Normalized Ratio (INR), activated partial thromboplastin time (APTT),
Fibrinogen, D-dimer)
- Jangan menggunakan es, torniket, balut tekan, elektroterapi, atau penghisap
luka. Uji klinis tidak mendukung penggunaan intervensi secara tradisional.
Bahkan, lamgkah- langkah ini dapat memperburuk hasil.
- Bersihkan luka dan berikan profilaksis tetanus seperti yang diindikasikan
- Berikaan analgesic untuk nyeri
- Monitor pasien minimal selama 6 jam untuk menentukan kebutuhan antivenin.
Antivenin tidak digunakan untuk menyelesaikan yang gejala ringan. Umumnya
antivenin diindikasikan untuk gejala nyeri yang progresif, pembengkakan, atau
ekimosis.
- Antivenin bersifat spesifik untuk setiap jenis gigitan ular (Antovenin adalah
obat yang dibuat dari antibody yang digunakan untuk mengobati gigitan berbisa
tertentu). Hubungi pusat control racun dari kementrian jika diperlukan
- Idealnya, pemberian antivenin harus dimulai dalam 4 jam setelah paparan tetapi
dapat efektif sampai 24 jam setelah paparan
- Karena antivenin terbuat dari serum hewan, penggunaannya dikaitkan dengan
reaksi alergi yang berpotensi mengancam nyawa. Namun, dengan formulasi
terbaru, pre- test alergi tidak lagi dianjurkan. Perhatikan tanda- tanda respons
antigen- antibody.

Sumber:ENA.(2018).Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana


Sheehy.Indonesia:Elsevier

Klasifikasi Derajat Gigitan Ular

Deraja berat gigitan ular dibagi dalam 4 skala:

1. Derajat 1 (minor): tidak ada gejala


2. Derajat 2 ( mode rate): gejala local
3. Derajat 3 (severe): gejala berkembang kedalam regional
4. Derajat 4 (major): gejala sistemik

Sumber: Niasari, n., & Latief, A. (2003). Gigitan ular berbisa. Saripediatri, 92-98.
REFERENSI
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal- Bedah. Ed. 8. Vol. 3. Jakarta: EGC

ENA.(2018).Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy.Indonesia:Elsevier


Niasari, n., & Latief, A. (2003). Gigitan ular berbisa. Saripediatri, 92-98.
Nugroho , T., Putri, B. T., & Putri, D. K. (2016). Teori Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat. Jogjakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai