Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PENDAHULUAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Halusinasi
Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara
ransang yang timbul dari sumber internal seperti perasaan, pikiran, sensasi, somatik
dengan impulsif dan stimulus eksternal persepsi mengacu pada respons reserptor sensori
terhadap stimulus eksternal persepsi sehingga gangguan persepsi dapat terjadi pada
proses sensasi dari pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan atau pengecapan.
Gangguan ini bersifat ringan, berat atau sementara, lama (Harsir,Nudis 2012).
Halusinasi adalah persepsi sensorik tentang suatu obyek gambaran dan pikiran yang
sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem
penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan) (Cook
& Fonntare,2009).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi pancaindra tanpa adaanya
rangsang dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaann dimana terjadi pada saat
individu itu penuh atau baik. Dengan kata lain klien berespons terhadap rangsang yang
tidak nyata dan hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat ditentukan oleh yang lain
(Wilson, 2011).
Jadi Halusinasi adalah keadaan dimana pancaindra tidak dapat membedakan
rangsangan interna dan eksterna yang menimbulkan respons yang tidak sesuai dengan
jumlah (interpretasi yang datang).

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Proses Prediposisi
Pada pasien dengan halusinasi (Stuart and Lumala,2009) adalah faktor perkembangan
yaitu jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungn interpersonal yang
terganggu maka individu mengalami stres dan kecemasan. Dan faktor sosio kultural di
masyarakat seperti kemiskinan, ketidakharmonisan sosial budaya, hidup terisolasi dan
stres yang menumpuk. Selanjutnya faktor biokimia yang menyebabkan terjadinya
pelepasan zat-zat halusinogen (bupatin dan simotil transerase) yang menyebabkan
terjadinya gangguan dalam proses informasi dan penurunan kemampuan menanggapi
rangsangan.

B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi halusinasi menurut Stuart and Sundeen, 2009 adalah stressor sosial
dimana stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadinya penurunan stabilitas keluarga,
perpisahan dari orang sangat penting atau diasingkan oleh kelompok masyarakat. Faktor
biokimia dimana karena klien kurang berinteraksi dengan kelompok lain, suasana
terisolasi (sepi) sehingga dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang merangsang
tubuh mengeluarkan zat-zat halusigenik. Kemudian masalah keperawatan yang
menjadi penyebab munculnya halusinasi antara lain adalah harga diri rendah dan isolasi
sosial. Akibat kurangnya ketrampilan berhubungan sosial, klien jadi menarik diri dari
lingkungan. Dampak selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya sendiri. Stimulus
eksternal menjadi lebih dominan dibandingkan dengan stimulus internal.
C. Rentang Respon
Rentang respon neurobiolgikal

Adaptif Ilusi Maladaptif


- Pemikiran - Reaksi emosional - Kelainan pikiran
Logis berkembang/lebih - Halusinasi
- Emosi konsisten - Perilakunya - Ketidakmampuan
dengan pengalaman ganjil emosi
- Perilakunya - Menarik diri - Ketidakteraturan
SesuaiIsolasi sosial
- Hubungan sosial

D. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stres,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri (Stuart & Sundeen, 2009). Mekanisme koping
merupakan upaya langsung dalam mengatasi stres yang berorientasi pada tugas yang
meliputi upaya pencegahan langsung, mengurangi ancaman yang ada. Mekanisme koping
yang sering dilakukan oleh klien dengan halusinasi adalah regresi yaitu berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas, klien jadi
malas beraktifitas sehari-hari. Proyeksi yaitu upaya untuk menyelesaikan kehancuran
persepsi dan mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan
tanggungjawab kepada orang lain atau suatu benda. Denial adalah menghindari kenyataan
yang tidak diinginkan dengan mengabaikan dan mengakui adanya kenyataan ini.

E. Fase –fase Halusinasi


Menurut Stuart and Laraia, 2010, halusinasi dibagi menjadi 4 fase yaitu :
1. Fase pertama :
Individu mengalami stres, cemas, perasaan terpisah kecuali kesepian klien
mungkin melamun dan memfokuskan pada hal-hal yang menyenangkan untuk
menghilangkan kecemasan dan stres. Hal ini menolong sementara integrasi
pemikirannya meningkat tetapi masih bisa mengontrol kesadaran dan mengenal
pikirannya.
2. Fase kedua :
Ketakutan meningkat dipengaruhi oleh pengalaman berada pada tingkat
pendengaran halusinasi pikiran internal menjadi menonjol. Halusiansi sensori
dapat berupa bisikan yang tidak jelas dan suara aneh tetapi klien takut bila orang
lain mendengar atau memperhatikannya, perasaan klien tidak efektif untuk
mengontrol dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan pengalaman sehingga
seolah-olah halusinasi datangnya dari tempat lain.
3. Fase ketiga :
Halusinasi semakin menonjol menguasai dan mengontrol klien menjadi lebih
terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya tersebut memberi kemungkinan
dan rasa aman sementara.
4. Fase keempat :
Klien merasa tidak berdaya dan terpaku untuk melepaskan dirinya dan kontrol
yang sebelumnya menyenangkan menjadi memerintah, memarahi, mengancam
dirinya, klien tidak behubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya. Mungkin klien berada dalam dunia menakutkan. Bila tidak
dilakukan intervensi secepatnya proses tersebut bisa menjadi kronik.

F. Klasifikasi jenis dan sifat masalah


Adapun jenis dan sifat halusinasi menurut Wilson & Kneils, 2011yaitu :
a. Halusinasi dengar (Auditarik dan Akustik) yaitu suara atau ucapan yang didengar oleh
klien tetapi tidak ada obyek realita, merupakan proyeksi ketidakmampuan klien
menerima persepsi dari dirinya yang dihubungkan dengan kekuatan ketakutan luar
yang kadang-kadang suara tersebut memaki-maki, menghina orang lain,
menertawakan dan mengancam.
b. Halusinasi lihat (Visual) yaitu bayangan visual atau sensasi yang dialami oleh klien
tanpa adanya stimulus, klien mungkin melihat bayangan dari figure obyek atau
kejadian orang lain tidak melihat obyek tersebut.
c. Halusinasi kecap (Eustatorik) yaitu halusinasi rasa yang terjadi bersama-sama dengan
halusinasi bau, klien merasa mengecap sesuatu bau atau rasa di dalam mulitnya.
Halusinasi hirup atau bau (Olfaktori) yaitu klien mengalami atau mengatakan
mencium bau-bauan seperti bunga, kemenyan dan bau-bau lain yang sebenarnay tidak
ada sumbernya.
d. Halusinasi raba (Taktil) yaitu klien merasa ada seseorang yang memegang, meraba,
memukul klien. Halusinasi septik yaitu klien merasakan rabaan yang merupakan
rangsangan seksual.
Dari semua tipe halusinasi tersebut dapat terjadi sendiri atau secara kombinasi
halusinasi dapat menimbulkan perubahan yang jelas pada perubahan lingkungan yang
nyata, sehingga klien dapat sulit diajak bicara, komunikasi mengenai diri dan
lingkungannya serta mengukur efek yang terdapat pada klien tersebut.

III . A. POHON MASALAH

Resiko Perilaku kekerasan

Gangguan
Gangguan Persepsi SensoriHalusinasi
Sensori Persepsi: : Halusin

Isolasi Sosial

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG DIKAJI


1. Masalah Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi penglihatan
2. Data yang perlu dikaji
Data Subyektif
 Klien mengatakan sering melihat bayangan hantu/setan
Data Obyektif
a. Klien tampak ketakutan
b. Klien tampak bicara sendiri
c. Klien tampak marah tanpa sebab
d. Klien kadang tertawa sendiri
e. Klien sering menyendiri
f. Klien tampak mondar-mandir

IV . DIAGNOSA KEPERAWATAN
Halusinasi Penglihatan

V . RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Terlampir
Daftar Pustaka

Carpeneto – Lynda Juall 2009 Diagnosa Keperawatan, “ Jakarta : EGC

Kaliat, B. A. 2011. “Proses Keperawatan dan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Stuart and Sudeen. 2009 “ Buku Saku Keperawatan Jiwa “ Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai