Anda di halaman 1dari 6

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TATA LAKSANA KASUS


SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT YUKUM MEDICAL CENTRE
2016-2017

GAGAL JANTUNG

Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang terjadi


karena abnormalitas struktur dan/atau fungsi jantung
yang diturunkan atau didapatkan sehingga
mengganggu kemampuan pompa jantung.
Pengertian
1.
(Definisi)1-4 Gagal jantung kronik/kongstif adalah suatu kondisi
patofisiologis terdapat kegagalan jantung memompa
darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan, terjadi
sejak lama.

Keluhan
1.Sesak pada saat beraktifitas (dyspneu d’effort)
2.Gangguan napas pada perubahan posisi (ortopneu)
3.Sesak napas malam hari (paroxysmal nocturnal
dyspneu) Keluhan tambahan: lemas, mual, muntah dan
gangguan mental pada orangtua

2. Anamnesis1 Faktor Risiko


1. Hipertensi
2. Dislipidemia
3. Obesitas
4. Merokok
5. Diabetes melitus
6. Riwayat gangguan jantung sebelumnya
7. Riwayat infark miokard

1. Sesak
2. Irama gallop saat auskultasi jantung
3. Kongesti paru: ronki basah pada kedua basal paru.
4. Peningkatan vena jugular akibat adanya tekanan
3. Pemeriksaan Fisik1 pada abdomen
5. Pada abdomen: hepatomegal, asites,
6. Ikterus karena fungsi hepar yang terganggu.
7. Edema ekstremitas yang umumnya simetris

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang


didapat
4. Kriteria Diagnosis
Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan
kriteria Framingham yaitu minimal 1 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor.
Kriteria Mayor:
1. Sesak napas tiba-tiba pada malam hari (paroxysmal
nocturnal dyspneu)
2. Distensi vena-vena leher
3. Peningkatan tekanan vena jugularis
4. Ronki basah basal
5. Kardiomegali
6. Edema paru akut
7. Gallop (S3)
8. Refluks hepatojugular positif

Kriteria Minor:
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam
3. Dyspneu d’effort (sesak ketika beraktifitas)
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital paru sepertiga dari normal
7. Takikardi >120 kali per menit

Berdasarkan klasifikasi NYHA 2,3


 Class I: pasien dengan penyakit jantung tanpa
keterbatasan aktivitas. Aktivitas biasa tidak
menyebabkan fatigue, dyspnea, atau nyeri angina.
 Class II: penderita penyakit jantung dengan
keterbatasan ringan pada aktivitas fisik. Aktivitas
biasa menyebabkan fatigue, dyspnea, atau nyeri
angina; yang hilang dengan istirahat.
 Class III: penderita penyakit jantung dengan
keterbatasan pada aktivitas fisik. Sedikit aktifitas
menyebabkan fatigue, dyspnea, atau nyeri angina;
hilang dengan istirahat.
 Class IV: penderita penyakit jantung dengan
ketidakmampuan melakukan aktivitas fisik.
Keluhan gagal jantung atau sindrom angina
mungkin masih dirasakan meskipun saat istirahat.
Jika melakukan aktivitas fisik, rasa tidak nyaman
bertambah.

Pertimbangan rawat inap pada pasien gagal jantung:3


1. Tidak membaik dengan pemberian regimen sodium
atau setelah pembatasan cairan
2. Iskemik miokard akut
3. Tekanan darah tinggi yang tidak mengalami
perbaikan
4. Atrial fibrilasi atau aritmia lainnya
5. Setelah pemberian obat penghambat inotropic
(contoh: verapamil, nifedipin, diltiazem, penyekat
beta)
6. Emboli paru
7. Pemberian Non-steroid anti-inflammantory disease
(NSAID)
8. Penggunaan alcohol dan obat terlarang yang
berlebihan
9. Kelainan endokrin (contoh: diabetes mellitus,
hipertiroid, hipotiroid)
10. Infeksi (contoh: pneumonia, infeksi virus)

5. Diagnosis Kerja Gagal Jantung Kronik

1. Penyakit paru: obstruktif kronik (PPOK), asma,


pneumonia, infeksi paru berat (ARDS), emboli paru
2. Penyakit Ginjal: Gagal ginjal kronik, sindrom
6. Diagnosis Banding
nefrotik
3. Sirosis hepatik
4. Diabetes ketoasidosis
1. Laboratorium : DPL, elektrolit, urea, kreatinin, gula
darah, albumin, enzim hati. (1C)
2. X Ray thoraks untuk menilai kardiomegali dan
Pemeriksaan
7. melihat gambaran edema paru
Penunjang4
3. EKG (hipertrofi ventrikel kiri, atrial fibrilasi,
perubahan gelombang T, dan gambaran abnormal
lain).
Penatalaksanaan
1. Modifikasi gaya hidup
a. Pembatasan asupan cairan maksimal 1,5 liter
(ringan), maksimal 1 liter (berat)
b. Berhenti merokok dan konsumsi alkohol

2. Aktivitas fisik
a. Pada kondisi akut berat: tirah baring
b. Pada kondisi sedang atau ringan: batasi beban
kerja sampai 60% hingga 80% dari denyut nadi
maksimal (220/umur)

Penatalaksanaan farmakologi Pada gagal jantung akut:


8. Tata Laksana1,3,4
a. Terapi oksigen 2-4 liter per menit
b. Pemasangan iv line untuk akses dilanjutkan
dengan pemberian furosemid injeksi 20 s/d 40
mg bolus dapat diulang tiap jam sampai dosis
maksimal 600 mg/hari.

Pada gagal jantung kronik:


a. Diuretik: diutamakan loop diuretic (furosemid),
Ketika diuresis tidak adekuat, dapat diberikan
dosis loop diuretin IV yang lebih tinggi atau
tambahkan diuretic kedua (contoh: Thiazide).
(2aB)
b. ACE Inhibitor (ACE-I) atau Angiotensine II
receptor blocker (ARB) mulai dari dosis
terkecil dan titrasi dosis sampai tercapai dosis
yang efektif dalam beberapa minggu. Bila
pengobatan sudah mencapai dosis maksimal
dan target tidak tercapai segera dirujuk.
Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan
aktivasi neurohormonal, dan pada gagal
jantung yang disebabkan disfungsi sistolik
ventrikel kiri.
 Captopril dosis pemeliharaan 25-50 mg tid,
 Benazepil 5-10 mg bid
 Enalapril 10 mg bid
 Lisinopril 5-20 mg/hari
 Ramipril 2,5-5 mg bid

c. Penyekat beta, memiliki manfaat yang sama


dengan penghambat ACE. Pemberian terapi
penyekat beta dimulai dengan dosis rendah
setelah status volume cairan tertangani. (1B)
 Bisoprolol 2-10 qd
 Metoprolol suksinat 10-30 mg.

d. Angiotensin II antagonis reseptor digunakan


bila ada kontraindikasi penggunaan
penghambat ACE
 Valsatran dosis pemeliharaan 80-320 mg
 Candesartan 4-32 mg
 Irbesartan 150-300 mg
 Lasartan 50-100 mg.

e. Kombinasi hidralazin dengan isosorbite dinitrat


untuk pasien yang intoleran terdapat
penghambat ACE.

f. Digoksin untuk pasien gagal jantung disfungsi


sistolik ventrikel kiri terutama dengan fibrilasi
atrial. Digoksin diberikan bila ditemukan
takikardi untuk menjaga denyut nadi tidak
terlalu cepat. Dosis 0,125 qd dosis maksimal
0,375qd

g. Antikoagulan dan antiplatelet. Pemberian


profilaksis thrombosis/thromboembolism
disarankan pada pasien HF yang dirawat. (1B)

h. Hindari antiaritmia dan antagonis kalsium

1. Edukasi tentang penyebab dan faktor risiko


9. Edukasi
penyakit gagal jantung kronik misalnya tidak
terkontrolnya tekanan darah, kadar lemak atau
kadar gula darah.
2. Pasien dan keluarga perlu diberitahu tanda-tanda
kegawatan kardiovaskular dan pentingnya untuk
kontrol kembali setelah pengobatan di rumah sakit.
3. Patuh dalam pengobatan yang telah direncanakan.
4. Menjaga lingkungan sekitar kondusif untuk pasien
beraktivitas dan berinteraksi.
5. Melakukan konferensi keluarga untuk
mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan
penghambat penatalaksanaan pasien, serta
menyepakati bersama peran keluarga pada masalah
kesehatan pasien.
Angka kematian dalam 1 tahun setelah terdiagnosis
mencapai 30-40%, sedangkan dalam 5 tahun 60-70%.
Kematian disebabkan karena perburukan klinis
10. Prognosis mendadak yang kemungkinan disebabkan karena
aritmia ventrikel. Berdasarkan klasifikasinya, NYHA
kelas IV mempunyai angka kematian 30-70%,
sedangkan NYHA kelas II 5-10%.1

11. Tingkat Evidens

Tingkat
12. B
Rekomendasi

13. Penelaah Kritis SMF Penyakit Dalam RS.Yukum Medical Centre

Indikator
14.
(Outcome)
1. Anil Chandraker A. Heart Failure. In: Fauci A,
Kasper D, Braunwald E, Hauser S, Jameson J,
Loscalzo J, editors. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 18th ed. United States of America; The
McGraw-Hill Companies, 2012. Chapter 234
2. Pangabean M. gagal jantung. Dalam: Alwi I, Setiati
S, Setiyohadi B, Simadibrata M, Sudoyo AW,
editors. Buku Ajar Ilmu penyakit dalam Jilid III
Edisi IV. Jakarta: Interna Publishing; 2006; Hal
15. Kepustakaan
1513-1514.
3. Gary S, Francis, Theodore G. Ganiats, Marvin A,
Konstam. 2009 Focused Update: ACCF/AHA
Guidelines for the Diagnosis and Management of
Heart Failure in Adults; 2009 Wrint Group to
Review New Evidence and Update the 2005
Guidelines for the Management of Patients with
Chronic Heart Failure Writing on Behalf the 2005
Heart Failure Writing. Circulation. 2009; 119: 1977-
2016. Diunduh dari http://circ.ahajournals.
Org/content/119/14/1977 pada tanggal 19 Juni 2012
4. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary
D, editors. Panduan Praktik Klinis Penatalaksanaan
di Bidang ilmu Penyakit Dalam. Indonesia. Interna
Publishing. 2015. P594-605.

Yukum Jaya, Juli 2017

Ketua Komite Medik Ketua SMF Interna

dr. Yasrizal sp.A dr. Putu Arianda sp.PD.


NIP. NIP.

Direktur RS.Yukum Medical Centre

dr.
NIP. 19630703 198903 2 016

Anda mungkin juga menyukai