Anda di halaman 1dari 24

DURABILITAS BAHAN

KOROSI PADA BANGUNAN AIR

OLEH

SITI AISYAH ( 11225 / B )


ADITYA PERDANA PUTRA ( 11290 / B )
M. MUALLIM ( 11291 / B )
JONI KOPRIYANTO ( /B)
WAODE MURNIATI SADIA ( /B)

MAGISTER TEKNIK SARANA PRASARANA DAN BAHAN BANGUNAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2016/2017
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala
rahmat, hidayah, dan inayah-NYA kepada kami sehingga makalah durabilitas bahan
tentang korosi bangunan air ini dapat terselesaikan dan tersusun.

Tidak lupa saya juga mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak - pihak yang
memberikan kontribusi dan sumbangan kepada kami terutama Bapak Dr. -Ing Ir. Djoko
Sulistyo. Harapannya makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat untuk
memudahkan pembaca dalam memahami lingkup keilmuan durabilitas bahan.

Kami menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna terutama dalam segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan dan kebermanfaatan makalah
ini.

Yogyakarta, November 2016

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ......................................................................................................... i


Daftar Isi.................................................................................................................. ii
Daftar Gambar ......................................................................................................... ii
Korosi Pada Bangunan Air...................................................................................... 1
1. Korosi ........................................................................................................... 1
2. Faktor yang Mempengaruhi Korosi ............................................................. 2
3. Pencegahan Korosi ....................................................................................... 7
4. Studi Kasus ................................................................................................ 12
4.1 ` Korosi pada Bendungan ................................................................... 12
4.2 Korosi pada Bendung.......................................................................... 12
4.3 Korosi pada Bangunan Irigasi............................................................. 13
4.4 Korosi pada Bangunan Dermaga ........................................................ 13
4.5 Korosi pada Konstruksi Bangunan Pengolahan Limbah .................... 15
5. Penyelesaian Masalah Studi Kasus ............................................................ 17
Daftar Pustaka ......................................................................................................... v

Daftar Gambar
Gambar 1. Karat Pada Permukaan Baja .................................................................. 2
Gambar 2. Deret Volta ............................................................................................ 3
Gambar 3. Proses Terjadinya Korosi Elektrokimia ................................................ 4
Gambar 4. Pengaruh pH Terhadap Laju Korosi...................................................... 5
Gambar 5. Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Korosi ........................................ 6
Gambar 6. Pangaruh Oksigen Terhadap Laju Korosi ............................................. 6
Gambar 7. Pemilihan Material dan Desain Tepat Untuk Mencegah Korosi........... 7
Gambar 8. Coating system. (a) Single Coat System, (b) Double Coating System,
(c) Tripple Coating System ......................................................................... 8
Gambar 9. Anoda Korban (kiri) , Arus Paksa (kanan) ............................................ 9
Gambar 10. Sistem Proteksi Katodik Anoda Korban ........................................... 10
Gambar 11. Prinsip ICCP ...................................................................................... 11
Gambar 12. Kerusakan Beton Pada Pintu Air Suatu Bendungan ......................... 12

ii
Gambar 13. Korosi pada Bangunan Bendung ....................................................... 13
Gambar 14. Korosi Pada Pintu Air Saluran Irigasi ............................................... 13
Gambar 15. Korosi pada Tiang Pancang Bangunan Dermaga .............................. 15
Gambar 16. Korosi sumuran (pitting corrosion) pada Bangunan Pengolah Air ... 16
Gambar 17. Korosi pada Sambungan.................................................................... 16
Gambar 18. Korosi pada Pipa Saluran Air ............................................................ 16
Gambar 19. Gambar Struktur Beton pada Bangunan Air ..................................... 17
Gambar 20. Campuran Epoxy ............................................................................... 18
Gambar 21. Pengolesan epoxy pada Fibre Reinforced Polymer (FRP) ................ 18
Gambar 22. penempelan FRP pada pile jetty ....................................................... 18
Gambar 23. Penampakan Dermaga yang telah Terlindungi ................................. 19

iii
Korosi Pada Bangunan Air
1. Korosi
Korosi adalah suatu proses pembusukan suatu bahan atau proses perubahan sifat
suatu bahan akibat pengaruh atau reaksinya dengan lingkungan sekitarnya (NACE RP
169). Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan. Lingkungan memiliki
pengaruh yang besar terhadap proses korosi yang terjadi, disebutkan lingkungan
adalah untuk memudahkan penyebutan bagi semua unsur yang berada di sekitar logam
terkorosi.
Korosi mengakibatkan degradasi atau penurunan mutu kualitas material baik
kekuatan ataupun ketangguhannya maka proses korosi merupakan suatu proses yang
tidak dikehendaki, dimana penurunan mutu logam tidak hanya melibatkan reaksi kimia
namun juga reaksi elektrokimia yang memungkinkan terjadi perpindahan elektron.
Elektron adalah ion yang bermuatan negatif, dimana proses pemindahannya
menimbulkan arus listrik, sehingga reaksi yang terjadi juga dipengaruhi oleh potensial
listrik.
Menurut reaksinya, korosi dapat digolongkan menjadi korosi kimia dan korosi
elektrokimia. Korosi kimia terjadi melalui reaksi kimia secara murni tanpa adanya
cairan elektrolit, biasanya terjadi pada suhu yang relatif tinggi atau dalam udara yang
kering. Sedangkan korosi elektrokimia terjadi bila reaksi berlangsung dalam suatu
larutan elektrolit dan terjadi perpindahan elektron antara bahan-bahan yang
bersangkutan. Reaksi inilah yang banyak terjadi pada reaksi korosi. Pada korosi basah
reaksi yang berpengaruh adalah reaksi elektrokimia. Korosi elektrokimia biasanya
terjadi pada lingkungan yang basah, pada temperatur yang relatif rendah,
Pada peristiwa korosi elektrokimia, logam mengalami oksidasi dan oksigen
(udara) mengalami reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida atau
karbonat. Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3.nH2O, suatu zat padat yang berwarna
coklat-merah. Laju korosi secara elektrokimia merupakan kecepatan rata-rata
perubahan ketebalan atau berat dari logam yang mengalami korosi terhadap waktu
melalui proses elektrokimia (Trethewey, 1991). Pada korosi besi, bagian tertentu dari
besi itu berlaku sebagai anode, di mana mengalami proses oksidasi yaitu :

4Fe(s)  4Fe2+(aq) + 8e

Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain dari besi itu yang bertindak
sebagai katode, di mana oksigen tereduksi.
O2(g) + 4H+(aq) + 4e  2H2O(l)
atau
2O2(g) + 4H2O(l) + 8e  8OH-(aq)
Persamaan reaksi jika reaksi di atas adalah ion besi dan molekul air (Trethewey,
1991), adalah sebagai berikut :

1
2Fe2+(aq) + 2H2O(l) 2Fe(OH)2(s)
besi (I) besi (II)

2Fe(OH)2(s) + H2O(l) + O2(g) Fe2O3.nH2O(s)


Karat

Dalam kondisi normal, ion besi Fe2+ akan larut kedalam larutan elektrolit pada
daerah anoda dan melepaskan 2 elektron yang bergerak dari anoda ke katoda.
Sementara didarah katoda akan terjadi reaksi reduksi yang menghasilkan ion hydroxyl
(OH-). Di dalam larutan elektrolit akan bereaksi antara ion besi dan ion hydroxyl akan
menghasilakn oksida besi (Fe2O3.nH2O) pada permukaan baja. (Ascoatindo, 2014)

Gambar 1. Karat Pada Permukaan Baja

Deret Volta dan hukum Nernst akan membantu untuk dapat mengetahui
kemungkinan terjadinya korosi. Kecepatan korosi sangat tergantung pada banyak
faktor, seperti ada atau tidaknya lapisan oksida, karena lapisan oksida dapat
menghalangi beda potensial terhadap elektrode lainnya yang akan sangat berbeda bila
masih bersih dari oksida, temperatur, pH, kerapatan logam, besar beda potensial dsb.
Dalam hal ini anoda mempunyai potensial yang lebih negatif dibandingkan katoda
sehingga elektron mengalir dari anoda menuju katoda.
2. Faktor yang Mempengaruhi Korosi
4 syarat terjadinya reaksi korosi elektrokimia antara lain :

a. Anode

Anode adalah elektroda tempat terjadi reaksi oksidasi yang ditandai dengan
pelepasan elektron (Ngatin, 2010). Anode sebagai pelepas elektron pada sel
elektrokimia terpolarisasi jika arus listrik mengalir ke dalamnya. Arus listrik mengalir
berlawanan dengan arah pergerakan elektron. Pada proses elektrokimia, baik sel
galvanik (baterai) maupun sel elektrolisis, anode mengalami oksidasi.

2
M  M z + ze-
b. Katode
Katoda adalah elektroda tempat terjadi reaksi reduksi yang ditandai dengan
penagkapan elektron (Ngatin, 2010). Katoda sebagai penerima elektron pada sel
elektrokimia mengakibatkan elektron yang mengalir pada anode menyelimuti
permukaannya katode sehingga mengakibatkan katode menjadi terproteksi.

M z + ze-  M

Gambar 2. Deret Volta

c. Larutan Elektrolit
Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen antara dua atau lebih zat yang
terdispersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya dapat
berpariasi. Larutan encer adalah larutan yang mengandung sebagian kecil solute,
relative terhadap jumlah pelarut. Sedangkan larutan pekat adalah larutan yang
mengandung sebagian besar solute. Solute adalah zat terlarut. Sedangkan solvent
(pelarut) adalah medium dalam mana solute terlarut (Baroroh, 2004).
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang bergantung pada jumlah partikel
zat terlarut dan bukan pada jenis zat terlarutnya. Sifat koligatif larutan dibedakan untuk
larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit. Hal ini dikarenakan kemampuan elektrolit
untuk terionisasi/terdisosiasi membentuk ion-ion di dalam larutan, menyebabkan
jumlah partikel zat terlarutnya menjadi lebih besar. Larutanpun memiliki sifat
berdasarkan konsentrasi larutannya yang menyatakan banyaknya zat terlarut yang
terdapat dalam suatu pelarut atau larutan.
Semua zat termasuk larutan memiliki tahanan menganai seberapa banyak aliran
arus yang dapat terlewatkan. Dengan demikian kemampuan suatu zat untuk
menghantarkan listrik atau konduktivitas merupakan kebalikan dari tahanan.
Kebalikan dari tahanan jenis ini disebut konduktansi spesifik atau konduktivitas
spesifik. Konduktansi atau konduktivitas jenis ini didefinisikan sebagai : konduktivitas
satu sentimeter kubik (cc) suatu larutan elektrolit. Konduktivitas spesifik meningkat
jika konsentrasi ion, dan kecepatan ion-ion yang bersangkutan juga meningkat (Bahl,
2008).

3
Berdasarkan konduktivitasnya, dapat dikelompokkan 2 bagian kelas
elektrolit.Elektrolit kuat, seperti kebanyakan garam, dan asam-asam seperti asam
klorida, asam nitrat, dan sulfat, memiliki konduktivitas molar yang tinggi yang
meningkat tidak terlalu besar ketika diencerkan.Elektrolit lemah, seperti asam asetat
dan asam-asam organik lainnya dan larutan ammonia, yang memiliki konduktivitas
molar yang rendah pada konsentrasi tinggi, tetapi nilainya naik cukup besar ketika
diencerkan (Moore, 1983).
Elektrolit sebagai media yang menyebabkan terjadinya reaksi korosi antara logam
dengan lingkungan. Hal tersebut dikarenakan adanya hal yang bertindak sebagai anoda
dan katoda dalam reaksi elektrolisis kimia.

d. Metallic Pathaway
Metallic pathaway merupakan jembatan atau jalan yang menfasilitasi elektron
yang mengalir dari anoda ke katoda. Metallic pathaway dapat berupa kontak logam ke
logam, atau faktor eksternal seperti kabel, baut, deck support, sistem suspensi dsb.

1. Elektrolit

2. Metallic Pathaway

3. 4.
Eo : Kecil Eo : Besar

Gambar 3. Proses Terjadinya Korosi Elektrokimia


Adapun faktor lain yang mempengaruhi proses terjadinya korosi, seperti :
a. Klorida
Air laut merupakan lingkungan yang mengandung kadar klorida yang cukup
tinggi. Lingkungan yang seperti ini merupakan lingkungan yang sangat korosif
terhadap baja dan baja paduan. Air laut umumnya mengandung 3,5 % garam-garam,
sedangkan garam utamanya adalah klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%),
magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan sisanya (kurang dari 1%) terdiri
dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan florida. Ion klorida termasuk ion

4
agresif yang dapat menyerang lapisan pasif baja dan meningkatkan laju korosi
(Fontana, 1987).
Ion Khlorida dikenal memiliki efek perusak terhadap baja karbon. Kobanyakan
ion tersebut memiliki kemampuan untuk terserap oleh permukaan logam dan
terinterfensi membentuk lapisan pasif. Ketika proses korosi dimulai, reaksi hidrolisis
ion logam dari reaksi anodik menyebabkan penurunan pH, yang mana memperlambat
pembentukan lapisan film dan mempercepat serangan. Baja karbon akan terkorosi
didalam air yang mengandung ion klorida terutama dalam bentuk korosi uniform
dibandingkan dalam bentuk localized attact.
b. Keasaman
Korosi meningkat seiring dengan kenaikan konsentrasi oksigen, partikel abrasif
dan aliran turbulent, aliran kecepatan tinggi (Birawidha.2007).
Berdasarkan pH,perairan dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu asam dengan ph
3-6,9,netral antara 7-8,5 dan basa diatas 8,5. Dengan pH sebesar 8 di perairan) berarti
terdapat organisme dalam jumlah banyak karena organisme atau biota laut menyukai
perairan dengan pH tersebut (Brotowidjoyo,1999).
Mekanisme proses korosi berdasarkan variabel pH untuk besi dan baca yaitu laju
korosi meningkat pada kadar pH yang semakin asam (rendah). Bahwa pH rendah
berpengaruh pada laju korosi besi dan baja bukanlah hal yang sederhana. Hal tersebut
dikarenakan persamaan kinetic yang berhubungan dengan laju korosi. Selain itu,
misalnya terdapat ion tambahan seperti ion Cl-menyebabkan meningkatnya
kemungkinan terjadi korosi (Eka, 2008).

Gambar 4. Pengaruh pH Terhadap Laju Korosi

(Corrosionist)
c. Temperatur
Laju korosi dari suatu bahan akan semakin cepat apabila temperatur
lingkungannya semakin tinggi. Hal ini berkaitan dengan laju reaksi kimia yang akan
semakin cepat saat temperatur menjadi semakin tinggi (Roberge, 1999).

5
Kenaikan temperatur akan menyebabkan bertambahnya kecepatan reaksi korosi.
Hal ini terjadi karena makin tinggi temperatur maka energi kinetik dari partikel-
partikel yang bereaksi akan meningkat sehingga melampaui besarnya harga energi
aktivasi dan akibatnya laju kecepatan reaksi (korosi) juga akan makin cepat, begitu
juga sebaliknya.

Gambar 5. Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Korosi

(Roberge, 2008)
d. Oksigen
Adanya oksigen yang terdapat di dalam udara dapat bersentuhan dengan
permukaan logam yang lembab. Sehingga kemungkinan menjadi korosi lebih besar.
Di dalam air (lingkungan terbuka), adanya oksigen dapat menyebabkan korosi.
Kandungan oksigen terlarut. Kecepatan korosi logam pada lingkungan air laut
pada temperatur konstan merupakan fungsi linier dengan konsentrasi oksigen. Dimana
kondisi yang menyebabkan korosi pada sistem paduan adalah perbedaan dalam
kelarutan oksigen.

Gambar 6. Pangaruh Oksigen Terhadap Laju Korosi

6
(Engineeringtoolbox)

3. Pencegahan Korosi
Untuk mendapatkan hasil pengendalian korosi yang optimal adalah dengan cara
mengaplikasikan metode pengendalian korosi secara tepat dan optimal sehingga tidak
terjadi overproteksi. Adapun merode pengendalian korosi adalah :

a. Pemilihan bahan (material selection) dan desain yang tepat.


Seperti yang diketahui setiap material memiliki nilai potensial standar. Potensial
standar yang lebih rendah akan membuat material tersebut bertindak sebagai anode
dan yang lebih besar menjadi katode. Pada material yang berbeda jenis ketika
dikontakkan secara langsung akibat dari beda potensial mengakibatkan arus elektron
mengalir dari anoda ke katoda sehingga apabila terdapat larutan elektrolit dapat
memicu terjadi korosi galvanis. Sehingga pentingnya homogenisasi material dalam
sebuah desain kontruksi. Apabila terpaksa menggunakan material yang berbeda
jenisnya penggunaan gasket (shield) karet untuk menghindari kontak langsung antar
material. Desain kontruksi yang sempit dan bersudut tajam mengakibatkan adanya
larutan elektrolit yang terjebak sehingga menimbulkan korosi celah sehingga untuk
untuk desain yang memiliki celah yang sempit dapat dibuat landai untuk menghindari
larutan elektrolit yang terjebak yang memicu korosi.

Gambar 7. Pemilihan Material dan Desain Tepat Untuk Mencegah Korosi

Pemilihan material yang baik juga dilakukan untuk menyiapkan material sesuai
dengan lingkungannya. Dengan kata lain suatu bahan tertentu akan tahan terhadap
elektrolit tertentu. Pada daftar dibawah ini kombinasi logam/paduan – elektrolit
korosif dengan sifat tahan korosi yang paling tinggi dan paling ekonomis
 Stainless Steel – Nitric Acid

7
 Nickel Alloys – Caustic
 Monel – hydrofluoric acid
 Hastelloy – hot hydrochloric acid
 Lead – dilute sulfuric acid
 Alumunium – nonstaining atmosphoric exposure
b. Merubah kondisi lingkungan
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat korosi dengan
merubah kondisi lingkungan, yaitu :
 Menurunkan temperatur, biasanya akan menurunkan laju korosi
 Menurunkan kecepatan aliran elektrolit, kecepatan aliran yang tinggi
biasanya akan menaikkan laju korosi
 Menghilangkan oksigen/oksidieser terlarut, biasanya efektif sekali
menurunkan laju korosi
 Menurunkan konsentrasi, memang seringkali efektif tetapi juga
dipertimbangkan pasivitas logam. Logam akanmenjadi pasif pada tingkat
konsentrasi tertentu sehingga mempercepat korosi (Suherman, 1987).
c. Perlindungan dengan cara pelapisan (coating)
Coating (pelapisan) adalah proses untuk melapisi suatu bahan dasar substrate
dengan maksud dan tujuan tertentu. Tujuan pelapisan (coating) adalah memberi
perlindungan pada material. Tingkat proteksi dari pelapisan tergantung pada sistem
keseluruhan dari pelapisan yang terdiri dari jenis pelapisan, substrat logam dan
preparasi permukaan (Waldie, 1974).

Gambar 8. Coating system. (a) Single Coat System, (b) Double Coating System, (c)
Tripple Coating System
Bahan – bahan penyusun coating terdiri atas binder, pigment, solvent dan additive.
Bahan – bahan tersebut memiliki pengaruh penting terhadap sifat coating yang
dihasilkan.

8
a. Binder (Pengikat)
Binder atau media pengikat merupakan komponen penting yang menentukan
sifat-sifat fisik dan kimia cat. Binder dan pigmen ini akan menentukan sifat-
sifat daya adhesi, elastisitas, tahan cuaca, tahan senyawa kimia, tahan cahaya /
UV.
b. Pigment
Pigmen pewarna tentunya berfungsi untuk memberikan warna tertentu pada
lapisan cat sehingga menambah nilai estetikanya. Pigmen pewarna yang
digunakan pada cat harus memiliki sifat high hiding power, colour fastness,
non bleeding (tidak larut dengan pelarut), ketahanan kimia yang baik dapat
menyerap sinar ultraviolet.
c. Solvent
Pelarut adalah suatu cairan yang digunakan untuk melarutkan bahan pengikat
di dalam cat serta untuk mengatur viskositas cat. Selain itu, pelarut ini juga
menentukan sifat seperti kecepatan 15 pengeringan cat, alur spray,
karakteristik penguasan dan gloss. Penggunaan pelarut yang tidak sesuai akan
menyebabkan terbentuknya porositas, discolouration, tingkat gloss yang
rendah, mata ikan, kekuatan lapisan yang rendah serta daya adhesi yang buruk.
Selain itu, konsentrasi pelarut juga berpengaruh terhadap pembentukan ikatan
silang pada beberapa jenis cat. Dengan tingginya konsentrasi pelarut akan
menurunkan konsentrasi monomer yang ada sehingga berat molekul menjadi
turun (Azhari, 2016).
Pelapisan / coating ini tidak terbatas pada pelapisan hanya menggunakan cat
saja tetapi coating juga termasuk pelapisan dengan menggunakan :
 Mettalic Coating : Hot dipping, electroplating/penyepuhan, metal
spraying.
 Cladding : Dilapis/dililit dengan polimer, beton.

d. Sistem Pengendalian Katodik

Gambar 9. Anoda Korban (kiri) , Arus Paksa (kanan)

9
Sistem proteksi katodik adalah sistem perlindungan terhadap korosi yang
menempatkan logam yang akan diproteksi secara keseluruhan sebagai katoda. Sistem
ini terdiri dari dua jenis yaitu sistem proteksi katodik dengan anoda tumbal (Sacrificial
Anode) dan sistem proteksi katodik dengan arus paksa atau ICCP atau Impressed
Current (Trethewey, 1991). Anoda tumbal (sacrificial anode) dikenal juga dengan
galvanic anode, di mana cara kerja dan sumber arus yang digunakan berasal hanya
dari reaksi galvanis anoda itu sendiri. Prinsip dasar dari sistem anoda korban adalah
hanya dengan cara menciptakan sel elektrokimia galvanik di mana dua logam yang
berbeda dihubungkan secara elektris dan ditanam dalam elektrolit alam (tanah atau
air). Dalam sel logam yang berbeda tersebut, logam yang lebih tinggi dalam seri
elektromitive-Emf series (lebih aktif) akan menjadi anodik terhadap logam yang
kurang aktif dan terkonsumsi selama reaksi elektrokimia. Logam yang kurang aktif
menerima proteksi katodik pada permukaannya karena adanya aliran arus melalui
elektrolit dari logam yang anodik. Gambar sistem proteksi katodik dengan anoda
korban dapat dilihat pada Gambar 10.

Sistem anoda korban secara umum digunakan untuk melindungi struktur di mana
kebutuhan arus proteksinya kecil dan resistivitas tanah rendah.

Gambar 10. Sistem Proteksi Katodik Anoda Korban


Ada beberapa keuntungan yang diperolah jika menggunakan sistem anoda korban
diantaranya:

 Tidak memerlukan arus tambahan dari luar, karena arus proteksi berasal
dari anodanya itu sendiri.
 Pemasangan dilapangan relatif lebih sederhana
 Perawatannya mudah
 Ditinjau dari segi biaya, sistem ini lebih murah dibanding sistem arus
tanding
 Kemungkinan menimbulkan efek interferensi kecil

10
 Kebutuhan material untuk sistem anoda korban relatif sedikit yaitu
anoda, kabel dan test box
Sedangkan Pada sistem ICCP sumber arus berasal dari luar, yaitu sumber arus DC
atau AC yang dilengkapi dengan penyearah arus (rectifier), dimana kutub negatif
dihubungkan ke struktur yang dilindungi dan kutub positif dihubungkan ke anoda.
Arus mengalir dari anoda melalui elektrolit ke permukaan struktur, kemudian mengalir
sepanjang struktur dan kembali ke rectifier melalui konduktor elektris sehingga
struktur menjadi terproteksi. Karena struktur menerima arus dari elektrolit, maka
struktur menjadi terproteksi. Komponen yang disyaratkan dalam sistem ICCP :
1. Sumber listrik DC ( rectifier )
2. Anoda
3. Electrolit ( Beton )
4. Katoda ( Baja Tulangan )
5. Kabel
6. Elektroda referensi
Ketentuan dalam pemasangan kabel untuk ICCP adalah sebagai berikut :

1. Struktur Terlindung dihubungkan ke terminal (-) rectifier.


2. Anoda dihubungkan ke terminal (+) rectifier.

Gambar 11. Prinsip ICCP

Sistem Impressed Current memiliki kelebihan dan kekurangan yang bergantung


pada kondisi real di lapangan. Kelebihan dari sistem pengendalian korosi ini adalah
dapat didesain untuk aplikasi dengan tingkat fleksibilitas yang tinggi karena
mempunyai rentang kapasitas output arus yang luas. Artinya kebutuhan arus dapat
diatur baik secara manual maupun secara otomatis dengan merubah tegangan output
sesuai dengan kebutuhan. Dengan hanya memasang sistem di salah satu tempat dapat

11
memproteksi struktur yang cukup besar. Selain itu sistem ICCP cocok untuk semua
nilai resisvitas dan sistem dapat didesain untuk masa guna lebih dari 20 tahun dengan
biaya awal lebih murah. Kekurangan dari sistem ini terutama pada biaya perawatan.
Sistem Impressed Current memerlukan perawatan yang lebih banyak dibanding sistem
anoda korban sehingga biaya operasi akan bertambah, sistem mempunyai
ketergantungan terhadap kehandalan pasokan energi (rectifier) sehingga kerusakan
pada sistem ini akan berakibat fatal terhadap kinerja sistem proteksi. Arus yang
digunakan dalam sistem ini memungkinan menimbulkan masalah efek interferensi
arus terhadap struktur di sekitarnya.

e. Sistem Pengendalian Anodik


Ini merupakan kebalikan dari proteksi katodik, arus listrik hasil reaksi mencapai
daerah pasif korosi bukan dilawan tetapi diperbesar, sehingga kekuatan arus itu
mencapai daerah pasif, reaksi korosi berhenti. Memang potensi semacam ini hanya
dapat digunkan pada paduan yang memiliki sifat pasivity, tetapi karena kebetulan
logam/paduan yang paling banyak dipakai adalah baja yang memiliki pasitivy
makaproteksi anodik bisa diterapkan (Suherman, 1987).

4. Studi Kasus
4.1` Korosi pada Bendungan
Kerusakan pada pintu air konstruksi bendungan terjadi akibat dari proses korosi
pada baja tulangan yang terdapat di dalam konstruksi pintu air. Karat yang terbentuk
karena proses korosi mengakibatkan volume besi mengembang sehingga mendesak
beton dan menyebabkan beton pecah dan terkelupas.

Gambar 12. Kerusakan Beton Pada Pintu Air Suatu Bendungan

4.2 Korosi pada Bendung


Pada konstruksi bangunan bendung, kasus korosi banyak menyerang profil besi
yang terdapat pada bangunan pelengkap di sekitar bendung. Profil besi yang tidak
diberi lapis pelindung dan pemeliharaan yang baik sangat rentan terkena korosi. Hal
tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

12
Gambar 13. Korosi pada Bangunan Bendung

4.3 Korosi pada Bangunan Irigasi


Pada konstruksi saluran irigasi, kasus korosi banyak terjadi pada bagian pintu air.
Pintu air yang terbuat dari bahan besi dan berada di lingkungan yang sering terendam
air, akan rentan terkena korosi.

Gambar 14. Korosi Pada Pintu Air Saluran Irigasi

4.4 Korosi pada Bangunan Dermaga


Secara umum, tulangan baja didalam beton tidak akan terkorosi, karena beton
pada umumnya memiliki PH tinggi (sekitar 12.5), Sifat PH tinggi atau basa / alkali
pada beton terjadi saat semen tercampur dengan air. Karena sifat alkali ini,
dipermukaan baja dalam beton terbentuk sebuah lapisan pasif yang menyebabkan baja
terlindung dari pengaruh luar. Keberadaan dermaga di lingkungan air laut
mengakibatkan reaksi korosi semakin cepat terjadi. Air laut dapat masuk ke
dalam beton dan sampai ke tulangan melalui 2 cara, yaitu air yang masuk dari luar atau

13
uap air di udara melalui pori-pori beton karena beton tidak kedap air. Hal ini
diperparah lagi jika terdapat banyak retak pada permukaan beton. Adapun faktor
terjadinya korosi pada dermaga yaitu :

 Karbonasi (carbonation)

Proses karbonasi terjadi karena adanya interaksi dari karbon dioksida (CO2)
di udara bebas / atmosfer dengan ion hidroksida didalam beton. Hasil dari
interaksi tersebut menyebabkan PH beton turun (< 9) dan ini mengakibatkan
penurunan ketahanan dari lapisan pasif di permukaan baja tulangan.

 Klorida (Chlorides)

Ion klorida mempunyai kemampuan untuk penetrasi kedalam beton dan


merusak lapisan pasif dipermukaan baja dan logam. Ion klorida bisa berasal
dari lingkungan eksternal, misalnya air laut atau proses hyrolysis auto
katalisis dari bahan logam itu sendiri yang menyebabkan baja terkorosi.

 Garam Magnesium (Magnesium Salts)

Karena pada laut mengandung 3200 ppm bahan setara MgCl2, hal ini sudah
cukup untuk melemahkan Portland Cement Hydrates dari serangan ion Mg.
Hasil reaksinya akan menyebabkan kehilangan material (material loss) dan
dapat melunakkan beton (soft).

 Serangan Sulfat (sulphate attack)

Sulfat alami (natural sulphate) dan bahan polutan dari dalam tanah atau air
laut dapat menyebabkan serangan Sulfat kedalam beton. Ion sulfat dari air
laut akan bereaksi dengan hydrates dari portland cement yang dapat
menyebabkan penurunan mutu beton, membuat beton menjadi lemah / lunak
dan rapuh (brittle).

 Serangan Asam oleh Bakteri

Struktur bawah dari bangunan offshore, pada daerah pantai yang air lautnya
diam dan suhunya cenderung tetap (Oil Well 70-80 °C) atau (45-50 °C) akan
berpotensi menumbuhkan mikroba aktif yang menghasilkan karbon dioksida
serta dapat menurunkan PH air. Hal ini akan berpotensi menyebabkan
proses korosi pada struktur beton, baja maupun bahan logam yang terdapat
pada daerah tersebut. Pada korosi jenis ini, kerusakan terjadi pada tulangan di
dalam beton. Ini disebabkan karena tulangan di dalam beton bereaksi dengan
air dan membentuk karat. Karat yang terbentuk pada tulangan ini
mengakibatkan pengembangan volume besi tulangan tersebut.

14
Pengembangan volume ini kemudian
mendesak beton sehingga beton tersebut retak, terkelupas atau pecah,
sehingga daya dukung dan dimensi beton menjadi berkurang.

Gambar 15. Korosi pada Tiang Pancang Bangunan Dermaga

4.5 Korosi pada Konstruksi Bangunan Pengolahan Limbah


Bangunan pengolah air khususnya air limbah sangat rentan terhadapt korosi, hal
ini disebabkan karena banyaknya kandungan senyawa kimia baik yang besifat sulfat
maupun unsur klorida yang terkandung dalam air limbah.

15
Gambar 16. Korosi sumuran (pitting corrosion) pada Bangunan Pengolah Air

Gambar 17. Korosi pada Sambungan

Gambar 18. Korosi pada Pipa Saluran Air

16
5. Penyelesaian Masalah Studi Kasus

Gambar 19. Gambar Struktur Beton pada Bangunan Air

Bagian yang paling terkena dampak paparan adalah pada bagian pilar yang
terkena cipratan air atau disebut zona percikan. Pada zona percikan, bagian struktur
terus-menerus terkena percikan air laut, dan karenanya permukaan baja terkena banyak
air laut dan oksigen. Oleh sebab itu zona percikan merupakan lingkungan yang paling
korosif. Untuk menghindari kerugian yang lebih besar akibat korosi air laut, maka
diperlukan suatu proteksi terhadap korosi pada pilar – pilar tersebut. Salah satu
metodenya adalah dengan memasang selubung atau banyak dikenal sebagai pile s
jacketing. Sebagai bagian dari mitigasi resiko dan pengembangan infrastruktur, dapat
dilakukan dengan cara FRP atau Fibre Reinforced Polymer. Metode Jecketing
menggunakan FRP memberikan solusi yang efisien dan inovative untuk perkuatan dan
anti korosi pada Jeety dan Industri di area pantai, seperti jetty, jembatan, dermaga, pipa
maupun tanki.
Tahapan-tahapan perbaikan tiang pancang bangunan dermaga akibat korosi
adalah:
a. Membersihkan permukaan yang mengalami korosi, membersihkan
permukaan dengan blasting berfungsi menghilangkan korosi serta
tumbuhan pada pile pada jetty yang menepel.
b. Membuat campuran epoxy
Pencampuran epoxy anatara epoxy S dan part A dan B dengan suhu berikar
38 derajat celsius.

17
Gambar 20. Campuran Epoxy

c. Saturasi atau pengolesan epoxy pada Fibre Reinforced Polymer (FRP)


dan Pile

Gambar 21. Pengolesan epoxy pada Fibre Reinforced Polymer (FRP)

d. Proses Wraping merupakan penempelan FRP pada pile jetty maupun


pipa yang korosi

Gambar 22. penempelan FRP pada pile jetty

e. Kondisi Dermaga setelah dilakukan pelapisan untuk mencegah korosi

18
Gambar 23. Penampakan Dermaga yang telah Terlindungi

19
Daftar Pustaka

169, N. R. (t.thn.).

Ascoatindo. (2014). Materi Pelatihan Coating Inspector Muda. Bandung: PT


Corrosion Care Indonesia.

Azhari, A. K. (2016). Pengaruh Temperatur dan Konsentrasi Larutan Zinc Nikel


Fosfat Terhadap Adhesion Galvanized Steel dengan Organic Coating Hasil
Proses Phosphating. Tugas Akhir Untirta.

Bahl, B., Bahl, A., & Bahl, G. (2008). Essentials of Physical Chemistry. New
Delhi: S.Chand and Company Ltd.

Baroroh, U. (2004). Diktat Kimia Dasar I. Banjarbaru: Universitas Lambung


Mangkurat.

Moore, W. J. (1983). Basic Physical Chemistry. New Jersey: Prentice-Hall.

Ngatin, A. (2010). Pemanfaatan Pewarna Alami dari Kulit Manggis Pada Logam
Aluminium dan Kinerjanya Sebagai Inhibitor Korosi Baja. Tugas Akhir
Polban Bandung.

Prasetyawan, I. (2009). Analisa Perbandingan Laju Korosi SS 316 dengan Karbon


Stell A 516 Terhadap Pengaruh amonia. Tugas Akhir Teknik Perkapalan.

Suherman, W. (1987). Diktat Pengetahuan Bahan. Surabaya: Teknik Mesin ITS


Surabaya.

Trethewey, K. R. (1991). Korosi : untuk mahasiswa sains dan rekayasa alih


bahasa Alex Tri Kantjono Widodo. Jakarta: Gramedia.

Waldie, J. M. (1974). Surface coating Vol 2- Paints and Their Aplications.


Australia: The Educational Books.

Anda mungkin juga menyukai