Anda di halaman 1dari 12

BAB III

GEOLOGI REGINAL
3.1 Geologi Regional
3.1.1 Geomorfologi
Geomorfologi Regional secara fisiografi daerah palu terdiri dari
pematang timur dan pematang barat, kedua-duanya berarah Utara-
Selatan dan terpisahkan oleh Lembah Palu (Fossa Sarassina). Pematang
Barat di dekat Palu hingga lebih dari 200 meter tingginya, tetapi di
Donggala menurun hingga muka air laut. Pematang Timur dengan
tinggi puncak dari 400 meter hingga 1.900 meter, dan menghubungkan
pegunungan Sulawesi Tengah dengan Lengan Utara.
Geomorfologi regional pada daerah penelitian ini yaitu berelief
pedataran, perbukitan hingga pegunungan yang di dominasi oleh
pegunungan sangat miring hingga sangat curam. Tipe morfologi yang
pada regional ini berjenis fluvial, denusaional, struktural, dan karst.
Tipe morfologi fluvial dijumpai pada setiap pedataran, perbukitan
hingga pegunungan yang ditandai adanya dataran banjir disekitaran
bahu sungai dengan jenis soil residual dengan tebal 0,5-3 m karena
kurang terjadi pelapukan, vegetasi semak dan pohon kelapa dengan tata
guna lahan sebagai pemukiman dan tambang. Tipe morfologi
denudasional dijumpai pada perbukitan dan didominasi pada pedataran
yang ditandai dengan banyaknya erosi serta longsoran dengan jenis soil
residual tebal 3-5 m karena pelapukan yang terjadi pada tingkat sedang,
vegetasi pohon kelapa dengan tata guna lahan sebagai perkebunan dan
tambang. Tipe morfologi struktural dijumpai pada perbukitan dan
didominasi pada pegunungan yang ditandai dengan banyaknya kekar,
sesar dan perlipatan serta bentuk bukit dan lembah (v) tumpul hingga
lancip dengan jenis soil residual tebal 8-20 m karena tingginya
pelapukan pada batuan, vegetasi pohon coklat dengan tata guna lahan
sebagai perkebunan dan hutan. Tipe morfologi Karst dijumpai pada
perbukitan dan didominasi pada pedataran yang ditandai dengan

42
banyaknya batugamping serta rongga-rongga pada permukaan tanah
dengan jenis soil residual tebal 0,5-3 m karena rendahnya pelapukan
pada batuan, vegetasi pohon kelapa dan semak belukar dengan tata
guna lahan sebagai pemukiman.
Pada stasion 01 geomorfologi yang di dapatkan yaitu, relief
pedataran, tipe morfologi denudasional dengan tingkat pelapukan
sedang. jenis soil residual dengan tebal ±3 m. tata guna lahan sebagai
jalan dan tambang pasir, batu dan kerikil. vegetasi yang di jumpai
berupa semak belukar. stadia daerah tua, dengan jenis bentang alam
pedataran denudasional.
Pada stasion 02 geomorfologi yang di dapatkan yaitu, relief
pedataran, tipe morfologi denudasional dengan tingkat pelapukan
rendah. jenis soil residual dengan tebal ±1 m. tata guna lahan sebagai
jalan dan pemakaman. vegetasi yang di jumpai berupa semak belukar
dan pohon kelapa. stadia daerah tua, dengan jenis bentang alam
pedataran denudasional.
Pada stasion 03 geomorfologi yang di dapatkan yaitu, relief
perbukitan, tipe morfologi fluvial dengan tingkat pelapukan sedang.
jenis soil residual dengan tebal ±5 m. tata guna lahan sebagai kebun dan
wisata alam. vegetasi yang di jumpai berupa semak belukar, pohon
kelapa dan pohon coklat. stadia daerah dewasa, dengan jenis bentang
alam perbukitan fluvial.
Pada stasion 04 geomorfologi yang di dapatkan yaitu, relief
pedataran, tipe morfologi denudasional dengan tingkat pelapukan
rendah. jenis soil residual dengan tebal ±1 m. tata guna lahan sebagai
jalan dan pemukiman. vegetasi yang di jumpai berupa semak belukar.
stadia daerah tua, dengan jenis bentang alam pedataran denudasional.
Pada stasion 05 geomorfologi yang di dapatkan yaitu, relief
perbukitan, tipe morfologi denudasional dengan tingkat pelapukan
sedang. jenis soil residual dengan tebal ±5 m. tata guna lahan sebagai

43
jalan dan wisata. vegetasi yang di jumpai berupa semak belukar. stadia
daerah dewasa, dengan jenis bentang alam perbukitan denudasional.
Pada stasion ini 06 geomorfologi yang di dapatkan yaitu, relief
pedataran, tipe morfologi karst dengan tingkat pelapukan rendah. jenis
soil residual dengan tebal ±1 m. tata guna lahan sebagai jalan dan
pemukiman. vegetasi yang di jumpai berupa semak belukar dan pohon
kelapa. stadia daerah tua, dengan jenis bentang alam pedataran karst.

3.1.2 Litologi dan Straigrafi


Batuan/Formasi Tinombo (Tts) menindih kompleks metamorf
secara tidak selaras. Di dalamnya terkandung rombakan yang berasal
dari Batuan Metamorf. Endapan ini terutama terdiri dari Serpih,
Batupasir, Konglomerat, Batugamping, Rijang, Radiolaria, dan Batuan
Gunungapi yang diendapkan di dalam lingkungan laut.
Molasa Celebes Sarasin/ (Tmc), menurut Sarasina (1901), batuan
ini terdapat pada ketinggian lebih rendah pada sisi-sisi kedua pematang,
menindih secara tidak selaras Formasi Tinombo dan Kompleks
Metamorf, mengandung rombakan yang berasal dari formasi-formasi
yang lebih tua, dan terdiri dari Konglomerat, Batupasir, Batulumpur,
Batugamping, Koral dan Napal yang semuanya hanya mengeras lemah.
Di dekat kompleks Batuan Metamorf pada bagian Barat Pematang
Timur endapan itu terutama dari Bongkah-bongkah kasar dan agaknya
di endapkan di dekat sesar. Batuan-batuan itu ke arah laut beralih jadi
batuan klastika berbutir halus. Di dekat Donggala sebelah Utara Enu
dan sebelah Barat Labean batuannya terutama terdiri dari Batugamping
dan Napal dan mengandung Operculina sp., Cycloclypeussp., Rotalia
sp., Orbulins Universa., Amphistegina sp., Miliolidae, Globigerina,
foraminifera Pasiran, Ganggang Gamping, pelesipoda dan gastropoda.
Sebuah contoh yang dipungut dari Tenggara Laebago selain fosil-fosil
tersebut juga mengandung Miogysina sp, dan Lepidocylina sp, yang
menunjukan umur Miosen (pengenalan oleh Kadar, Dorektorat

44
Geologi). Foram tambahan yang dikenali oleh Socal meliputi
Planorbulina sp, Solenomeris sp, Textularia sp, Siroclypeus sp,
Lethoporella dan Amphiroa. Socal mengirakan bahwa fauna-fauna
tersebut menunjukan umur Miosen Tengah, dan pengendapannya di
dalam laut dangkal. Pada kedua sisi Teluk Palu, dan kemungkinan juga
di tempat lain, endapan sungai Kuarter juga dimasukan kedalam satuan
ini.
Alluvium dan Endapan Pantai (Qal), berupa kerikil, pasir, lumpur
dan batu gamping koral terbentuk dalam lingkup sungai, delta dan laut
dangkal merupakan sedimen di daerah ini. Endapan itu boleh jadi
seluruhnya berumur Holosen. Di daerah dekat Labean dan Tambu
terumbu koral membentuk bukit-bukit rendah.
Batuan Intrusi telah diamati beberapa generasi intrusi, dimana
yang tertua ialah Andesit dan Basal kecil-kecil di semenanjung
Donggala. Intrusi-intrusi ini mungkin merupakan saluran-saluran
batuan vulkanik di dalam Formasi Tinombo. Intrusi-intrusi kecil
(selebar 50 meter) yang umumnya terdiri dari Diorit, Diorit Porfiry dan
Granodiorit menerobos Formasi Tonombo. Yakni sebelum endapan
Molasa, dan tersebar luas diseluruh daerah. Semuanya tak terpetakan,
Granit dan Granodiorit yang telah dipetakan tercirikan oleh Fenokris
Feldspar Kalium sepanjang hingga 8 cm. Penanggalan Kalium/Argon
telah dilakukan contoh oleh Gulf Oil Company terhadap dua contoh
Granodiorit didaerah ini. Intrusi yang tersingkap diantara Palu dan
Donggala memberikan penanggalan 31.0 juta tahun ( Oligosen) pada
analisa kadar K/Ar dari Feldspar. Yang lainnya adalah suatu intrusi
yang tidak dipetakan terletak kira-kira 15 km Timur Laut dari
Donggala, tersingkap dibawah koral Kuarter, memberikan penanggalan
8,6 juta tahun pada analisa K/Ar dari biotit. (Miosen Awal)
Stratigrafi Regional, batuan tertua di daerah yang di petakan adalah
Kompleks Metamorf (Km) dan tersingkap hanya pada pematang timur
yang merupakan intinya. Kompleks itu terdiri dari Sekis Ampibolit,

45
Sekis, Genes, dan, Pualam. Sekis terdapat banyak di Sisi Barat.
Sedangkan Genes dan Pualam tedapat banyak di Sisi Timur. Tubuh-
tubuh intrusi tak terpetakan, umumnya selebar kurang dari 50 meter,
menerobos kompleks Batuan Metamorf, dengan berjangka dari Diorit
hingga Granodiorit. Umum metamorfisme tak diketahui, tetapi boleh
jadi Pra-Tersier. Brouwer (1947) berpendapat, bahwa Sekis yang
tersingkap di seantero Sulawesi berumur Palezoikum. Formasi Tinombo
/ (Tts), Alburg (1913), bahwa rangkaian ini tersingkap luas, baik di
Pematang Timur maupun di Pematang Barat.

A. Stasion 01

Foto 3.1 singkapan stasion 01 batuan beku basa


Litologi yang dijumpai pada stasion 01 adalah singkapan batuan
beku basa dengan ciri-ciri yaitu warna lapuk hijau keabuan dan warna
segar hijau. Batuan ini memiliki tekstur dengan kristalinitas
hipokristalin, granularitas porfiritik, bentuk subhedral-anhedral, relasi
equigranular, berstruktur massif. Batu ini berkomposisi berupa mineral
ortoklas, plagioklas dan biotit. Batu ini bernama basalt porfiri.
Basalt adalah batuan beku vulkanik, yang terjadi dari hasil
pembekuan magma berkomposisi basa di permukaan atau dekat
permukaan bumi sehingga mineralnya sebagian tidak dapat diamati,
batuan ini terbentuk pada suhu 600 – 10000C. Umumnya bersifat masif
dan keras, bertekstur afanitik, terdiri atas mineral gelas vulkanik,

46
plagioklas, piroksin. Amfibol dan mineral hitam. Kegunaan basalt
sebagai bahan baku industri poles (tegel, ornamen, dll), bahan
bangunan / pondasi bangunan (gedung, jalan, jembatan, dll) dan
Sebagai agregat.

B. Stasion 02

Foto3.2 singkapan stasion 02 batuan beku intermediet


Litologi yang dijumpai pada stasion 02 adalah singkapan batuan
beku intermediet dengan ciri-ciri yaitu warna lapuk hijau keputihan dan
warna segar abu-abu kehijauan. Batuan ini memiliki tekstur dengan
kristalinitas hipokristalin, granularitas porfiritik, bentuk subhedral,
relasi equigranular, berstruktur massif. Batu ini berkomposisi berupa
mineral plagioklas, ortoklas dan biotit. Batu ini bernama andesit porfiri.
Andesit porfiri merupakan batuan beku intermedit yang terbentuk
akibat pendinginan dan kristalisasi magma pada korok bumi yang
mengalami pendinginan secara cepat dan lambat sehingga mineralnya
sebagian tidak dapat diamati, batuan ini terbentuk pada suhu 600 –
8000C. Di dalam andesite terdapat sekitar 52 dan 63 persen kandungan
silika ( Sio2). Mineral-mineral penyusun Andesite yang utama terdiri
dari plagioclase feldspar dan juga terdapat mineral pyroxene (
clinopyroxene dan orthopyroxene) dan hornblende dalam jumlah yang
kecil. Sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan batu belah untuk
Bahan konstruksi (bangunan dan jalan), bangunan perumahan, alas

47
jalan, Sebagai agregat, pondasi , batu hias dan lain-lainnya. Andesit
juga dapat dijadikan sebagai bahan baku industri poles (tegel,
ornamen, dll). Batuan ini sangat potensial untuk dikembangkan ke
arah eksploitasi (penambangan) secara skala besar

C. Stasion 03

Foto 3.3 singkapan stasion 03 batuan beku intermediet dan basa


Litologi yang dijumpai pada stasion 03 adalah singkapan batuan
beku intermediet dan beku basa. ciri-ciri pada batuan beku intermediet
yaitu warna lapuk abu-abu kekuningan dan warna segar abu-abu.
Batuan ini memiliki tekstur dengan kristalinitas hipokristalin,
granularitas porfiritik, bentuk subhedral-anhedral, relasi equigranular,
berstruktur massif. Batu ini berkomposisi berupa mineral plagioklas,
ortoklas dan biotit yang bernama andesit porfiri. Ciri-ciri pada batuan
beku basa yaitu warna lapuk coklat kekuningan dan warna segar coklat
kehitaman. Batuan ini memiliki tekstur dengan kristalinitas
holokristalin, granularitas faneritik, bentuk euhedral, relasi
equigranular, berstruktur massif. Batu ini berkomposisi berupa mineral
plagioklas, ortoklas, muskovit yang bernama gabro.
Andesit porfiri merupakan batuan beku intermedit yang terbentuk
akibat pendinginan dan kristalisasi magma pada korok bumi yang
mengalami pendinginan secara cepat dan lambat sehingga mineralnya
sebagian tidak dapat diamati, batuan ini terbentuk pada suhu 600 –

48
8000C. Di dalam andesite terdapat sekitar 52 dan 63 persen kandungan
silika ( Sio2). Mineral-mineral penyusun Andesite yang utama terdiri
dari plagioclase feldspar dan juga terdapat mineral pyroxene (
clinopyroxene dan orthopyroxene) dan hornblende dalam jumlah yang
kecil. Sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan batu belah untuk
Bahan konstruksi (bangunan dan jalan), bangunan perumahan, alas
jalan, Sebagai agregat, pondasi , batu hias dan lain-lainnya. Andesit
juga dapat dijadikan sebagai bahan baku industri poles (tegel,
ornamen, dll). Batuan ini sangat potensial untuk dikembangkan ke
arah eksploitasi (penambangan) secara skala besar
Gabro merupakan batuan beku basa yang terbentuk akibat
pendinginan dan kristalisasi magma dibawah permukaan bumi yang
mengalami pendinginan secara lambat sehingga mineralnya dapat
diamati, batuan ini terbentuk pada suhu 800 – 10000C. Batuan ini
membeku pada kedalaman dangkal atau merupakan intrusi dangkal
sehingga termasuk pada batuan beku hypabisal, biasanya dalam bentuk
tubuh batuan beku dyke atau sill. Batuan ini pejal atau masif karena
tidak mengalami gaya endogen yang mengakibatkan adanya retakan.
Penggunaan batu gabro sementara ini adalah untuk penghasil pelapis
dinding ( sebagai marmer dinding ) rumah-rumah kelas menengah ke
atas.

49
D. Stasion 04

Foto 3.4 singkapan stasion 04 batuan beku basa


Litologi yang dijumpai pada stasion 04 adalah singkapan batuan
beku basa dengan ciri-ciri yaitu warna lapuk coklat kemerahan dan
warna segar abu-abu kehitaman. Batuan ini memiliki tekstur dengan
kristalinitas holokristalin, granularitas afanitik, bentuk anhedral, relasi
equigranular, berstruktur massif. Batu ini berkomposisi berupa mineral
plagioklas, ortoklas, ampibol, biotit dan piroksin. Batu ini bernama
basalt.
Basalt adalah batuan beku vulkanik, yang terjadi dari hasil
pembekuan magma berkomposisi basa di permukaan atau dekat
permukaan bumi sehingga mineralnya sebagian tidak dapat diamati,
batuan ini terbentuk pada suhu 600 – 10000C. Umumnya bersifat masif
dan keras, bertekstur afanitik, terdiri atas mineral gelas vulkanik,
plagioklas, piroksin. Amfibol dan mineral hitam. Kegunaan basalt
sebagai bahan baku industri poles (tegel, ornamen, dll), bahan
bangunan / pondasi bangunan (gedung, jalan, jembatan, dll) dan
Sebagai agregat.

50
E. Stasion 05

Foto3.4 singkapan stasion 04 batuan beku intermediet dan basa


Litologi yang dijumpai pada stasion 05 adalah singkapan batuan
beku intermediet dan beku basa. ciri-ciri pada batuan beku intermediet
yaitu warna lapuk abu-abu kekuningan dan warna segar abu-abu.
Batuan ini memiliki tekstur dengan kristalinitas hipokristalin,
granularitas porfiritik, bentuk subhedral-anhedral, relasi equigranular,
berstruktur massif. Batu ini berkomposisi berupa mineral plagioklas,
ortoklas dan biotit yang bernama andesit porfiri. Ciri-ciri pada batuan
beku basa sebagai pengintrusi yaitu warna lapuk abu-abu kekuningan
dan warna segar coklat kehitaman. Batuan ini memiliki tekstur dengan
kristalinitas hipokristalin, granularitas porfiritik, bentuk subhedral,
relasi equigranular, berstruktur massif. Batu ini berkomposisi berupa
mineral plagioklas, biotit dan piroksin yang bernama gabro porfiri.
Gabro porfiri merupakan batuan beku basa yang terbentuk akibat
pendinginan dan kristalisasi magma pada korok bumi yang mengalami
pendinginan secara cepat dan lambat sehingga mineralnya sebagian
tidak dapat diamati, batuan ini terbentuk pada suhu 600 – 10000C.
Batuan ini membeku pada kedalaman dangkal atau merupakan intrusi
dangkal sehingga termasuk pada batuan beku hypabisal, biasanya dalam
bentuk tubuh batuan beku dyke atau sill. Batuan ini pejal atau masif
karena tidak mengalami gaya endogen yang mengakibatkan adanya
retakan. Penggunaan batu gabro sementara ini adalah untuk penghasil

51
pelapis dinding ( sebagai marmer dinding ) rumah-rumah kelas
menengah ke atas.

F. Stasion 06

Foto3.4 singkapan stasion 04 batugamping


Litologi yang dijumpai pada stasion ini adalah singkapan batuan
sedimen non-klastik dengan ciri-ciri yaitu warna lapuk putih keabuan
dan warna segar putih. Batuan ini memiliki struktur tidak berlapis
dengan komposisi kimia CaCO3 (kalsit). Batu ini bernama batugamping
(packstone).
Batugamping terumbu dapat terbentuk dengan tingkatkegaraman
yang cukup, terkena cahaya matahari dan tidak keruh airnya serta
dengan keadaan yang tenang sehingga saat proses muka air laut naik,
pada bagian laut dangkal memeproses terbentuknya terumbu dan
terumbu akan membangun tubuh membentuk core reef sampai semua
terakumulasi secara sempurna maka terbentuklah batugamping terumbu.

3.1.3 Struktur Geologi


Secara regional Struktur Geologi orogenesa di Pulau Sulawesi
mulai berlangsung sejak zaman Trias, terutama pada Mandala Geologi
Sulawesi Bagian Timur dimulai pada Kapur Akhir atau Awal Tersier.
Perlipatan yang kuat menyebabkan terjadinya sesar anjak yang
berlangsung pada Miosen Tengah di lengan Timur Sulawesi dan Bagian
Tengah dari Mandala Sulawesi Barat, serta waktu yang bersamaan

52
dengan trangresi local berlangsung di lengan Tenggara Sulawesi, suatu
aktifitas vulkanik terjadi di lengan Utara dan Selatan. (Sukamto, 1975).
Struktur geologi yang dijumpai pada stasion 01 yaitu kekar dengan
strike/dip N 290o E/25o serta di jumpai vein yang berisi mineral kuarsit
karena saat di tetesi HCl mineral pada vein tersebut tidak bereaksi.
Struktur geologi yang dijumpai pada stasion 02 yaitu kekar dengan
strike/dip N 148o E/63o serta di jumpai vein yang berisi mineral kuarsit
dan mineral kalsit yang bereaksi saat di tetesi HCl.
Struktur geologi yang dijumpai pada stasion 03 yaitu kekar tarik
dengan strike/dip N 25o E/32o, serta dijumpai kekar gerus.
Struktur geologi yang dijumpai pada stasion 04 yaitu kekar tarik
dengan strike/dip N 243o E/32o, serta dijumpai kekar gerus.
Struktur geologi yang dijumpai pada stasion 05 yaitu kekar tarik
dengan strike/dip N 122o E/84o, serta dijumpai kekar gerus. Di stasion
ini juga dijumpai vein dengan strike/dip N 122o E/89o, N 125o E/82o, N
129o E/86o.

53

Anda mungkin juga menyukai