Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Spondilitis piogenik berasal dari kata spondilitis yang berarti peradangan


vertebra atau biasa juga disebut rachitis dan berasal dari kata piogenik yang berarti
menghasilkan pus. Spondilitis piogenik adalah penyakit persarafan yang mengancam
nyawa. Kejadian spondilitis didapatkan sedikit, tetapi mulai meningkat. Diagnosis
dari spondilitis piogenik dapat berdasarkan dari klinik, radiologi, kultur darahm kultur
jaringan, dan histopatologi. Kebanyakan dari kasus ini dapat ditangani dengan tanpa
operasi, sedangkan operasi dilakukan pada 10-20% dari pasien.(5,8)

Sponidilitis piogenik didapatkan dari hasil penyebaran secara hematogen dari


kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran genitourinari atau kavitas oral.
Penyebab infeksi pada spondilitis piogenik adalah bakteri. Organisme terbanyak
diakibatkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp. Pada infeksi jamur,
parasit dan Mycobacterium TB jarang ditemukan dan biasanya ditemukan pada pasien
immunocompromised. (8)

Kejadian infeksi dari tulang belakang merupakan 2-7% dari kejadian infeksi
muskuloskeletal. Kejadian yang dilaporkan berkisar 0,2 dan 2 kejadian per 100.000
orang, dan diduga dapat bertambah. Dihitung 95% dari infeksi piogenik tulang
belakang termasuk badan vertebra dengan/atau lempeng intervertebral, dengan 5%
dapat melibatkan elemen tulang belakang bagian belakang.(8)

Kejadian infeksi tulang belakang ini didominasi pada dewasa 50 tahun, dan
dapat bertambah setiap sepuluh tahun ke depan. Pria didapatkan dua kali lebih banyak
dibandingkan wanita. (8)

Faktor presdisposisi berupa DM, malnutrisi, HIV, malignansi, penggunaan


steroid jangka panjang, gagal ginjal kronik, dan sirosis hepatika dapat mempengaruhi
kejadian ini.(8)

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi

Gambar. 1 Kolumna Vertebralis (1)

2
Gambar 2. Kolumna vertebra servikalis dan Gambaran MRI normal (1)

Ga

Gambar 3. Kolumna vertebra thorakalis (1)

3
Gambar 4. Vertebra thorakalis (1)

4
Gambar 5. Rontgen vertebra thorakalis (1)

5
Gambar 5. Vertebra Lumbalis (1)

6
Gambar 6. MRI Vertebra lumbalis

7
Gambar 7. Sakrum

8
Gambar. 8 Diskus Intervertebralis(3)

Gambar 9. Ligamen(2)

9
BAB III

SPONDILITIS PIOGENIK

A. Definisi
Spondilitis piogenik berasal dari kata spondilitis yang berarti peradangan vertebra
atau biasa juga disebut rachitis dan berasal dari kata piogenik yang berarti
menghasilkan pus.

B. Etiologi
Sponidilitis piogenik spontan biasa didapatkan dari hasil penyebaran secara
hematogen dari kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran genitourinari
atau kavitas oral. Penyebab infeksi pada spondilitis piogenik adalah bakteri.
Organisme terbanyak diakibatkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp.
Pada infeksi jamur, parasit dan Mycobacterium TB jarang diteukan dan biasanya
ditemukan pada pasien immunocompromised.

C. Epidemiologi
Spondilitis piogenik adalah penyakit persarafan yang mengancam nyawa.
Kejadian spondilitis didapatkan sedikit, tetapi mulai meningkat. Diagnosis dari
spondilitis piogenik dapat berdasarkan dari klinik, radiologi, kultur darahm kultur
jaringan, dan histopatologi. Kebanyakan dari kasus ini dapat ditangani dengan tanpa
operasi, sedangkan operasi dilakukan pada 10-20% dari pasien.
Kejadian infeksi dari tulang belakang merupakan 2-7% dari kejadian infeksi
muskuloskeletal. Kejadian yang dilaporkan berkisar 0,2 dan 2 kejadian per 100.000
orang, dan diduga dapat bertambah. Dihitung 95% dari infeksi piogenik tulang
belakang termasuk badan vertebra dengan/atau lempeng intervertebral, dengan 5%
dapat melibatkan elemen tulang belakang bagian belakang.
Kejadian infeksi tulang belakang ini didominasi pada dewasa 50 tahun, dan
dapat bertambah setiap sepuluh tahun ke depan. Pria didapatkan dua kali lebih banyak
dibandingkan wanita.

10
Faktor presdisposisi berupa DM, malnutrisi, HIV, malignansi, penggunaan
steroid jangka panjang, gagal ginjal kronik, dan sirosis hepatika dapat mempengaruhi
kejadian ini.8

D. Patofisiologi
Spondilitis piogenik terjadi melalui penyebaran baik secara hematogen
maupun secara nonhematogen. Penyebaran secara hematogen dapat melalui arterial
maupun vena. Penyebaran secara arteri lebih sering terjadi akibat adanya septicemia,
dan terjadi pada arteriolar yang menyuplai korpus vertebra. Sumber infeksi sering
berasal dari kulit, saluran pernapasan, traktus genitourinarius, atau pada kavum oral.
Pada spondylitis pyogenic, bakteri menyebar secara hematogen menginvasi
anastomosa vascular. Pembuluh darah yang menyuplai pada vertebra memiliki aliran
darah yang lambat namun mengandung darah yang cukup untuk tempat pertumbuhan
dari bakteri.8,9
Pada anak – anak, terjadi diskitis akibat dari penyebaran secara hematogen
melalui pembuluh darah pada diskus. Namun, pada orang dewasa, diskus adalah
avascular, sehingga penyebaran terjadi secara langsung oleh bakteri yang menginvasi
end – arterial arcades pada region subkondral ke diskus intervertebralis. Diskus
dihancurkan oleh enzim proteolitik yang dihasilkan oleh bakteri.7,10
Penyebaran bakteri secara hematogen melalui sistem vena juga dapat terjadi,
melalui pleksus Batson. Pleksus Batson merupakan tempat yang berpotensi sebagai
rute penyebaran dari infeksi bakteri menuju vertebra.7,8,9

E. Gejala Klinis
Manifestasi klinis dari spondylitis pyogenic biasanya beronset secara tiba –
tiba, dengan gejala berupa nyeri pada leher atau punggung yang terjadi pada 90%
kasus. Demam jarang terjadi, dan hanya terjadi pada 20% kasus spondylitis pyogenic.
Diikuti dengan manifestasi klinis berupa lemas, mual, muntah, penurunan berat
badan, anoreksia, dan kurang konsentrasi. Kesulitan menelan juga dapat terjadi akibat
dari cervical pyogenic spondylitis dengan abses retrofaringeal. Kesemutan, kelemahan

11
anggota gerak, atau gangguan pada sfingter dapat terjadi akibat dari kompresi tulang
belakang atau kauda equina.7,9
Pada penelitian yang dilakukan oleh Butler et al melaporkan bahwa 79%
pasien dengan spondylitis pyogenic mengalami defisit neurologi, berupa kelemahan
ekstremitas.7

F. Diagnosis
Untuk memperoleh diagnosis dari spondylitis pyogenic dapat diperoleh
berdasarkan hasil gejala klinik atau pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium,
temuan radiologi, dan kultur jaringan histopatologi.
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium digunakan erythrocyte sedimentation rate
(ESR) atau dengan menggunakan C – reactive protein yang dapat membantu untuk
mendiagonsis dari spondylitis pyogenic. Akan diperoleh peningkatan dari erythrocyte
sedimentation rate (ESR) dengan hasil 48 – 87mm/jam dan C – reactive protein.7
Pada hasil leukosit bisa saja tidak mengalami peningkatan atau meningkat
yang tidak signifikan dengan rata – rata 11.8x103 per liter.8,10

2. Pemeriksaan pencitraan (radiologi)


 Foto polos
Pada pemeriksaan dengan menggunakan foto polos, pada proses awal dapat
ditemukan gambaran dari penyempitan celah diskus. Hal ini disebabkan oleh karena
penghancuran diskus oleh enzim proteolitik yang dihasilkan oleh bakteri dan diikuti
dengan tepi end – plate yang ireguler dari tulang yang hancur.7 kerusakan tulang terus
berlanjut seiring dengan perjalanan penyakit. Pada minggu ke 8 – 12, tampak
kerusakan tulang, berupa kolaps dari korpus vertebra yang seringkali menyebabkan
terjadinya kifosis. Adanya abses paraspinal dicurigai dari gambaran bayangan
jaringan lunak yang abnormal.8 Selain itu, pada kerusakan yang kronis, dapat ditemui
gambaran osteofit, pembentukan sclerosis, dan ankilosis, serta kifosis.9

12
Gambar 10. T6/7 yang mengalami spondilodisitis, tampak kerusakan intervertebral
dan kifosis.

 Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Pemeriksaan MRI merupakan gold standard dalam mendiagnosis spondylitis
pyogenic dengan sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi adalah 96%, 92%, dan 94%.7,9
Pada pemeriksaan MRI, pada myelitis vertebra akut ditemukan gambaran hipointens
pada T1 dan hiperintens pada T2 dikarenakan oedem yang terjadi di sumsum tulang
pada area yang terinfeksi. Selain itu, dapat pula ditemukan gambaran hipointens pada
T1 dan T2 akibat adanya korpus vertebra yang mengalami kolaps dan sklerotik pada
end – plate.7,8 Pada beberapa kasus, infeksi dimulai dari anterolateral korpus vertebra
dekat end – plate.8
Adanya abses pada korpus vertebra menunjukkan adanya gambaran
peningkatan kontras pada bagian perifer, erosi korpus vertebra, dan adanya kerusakan
dari diskus.8,9

13
Pada tuberculosa spondylitis, ditandai dengan dimulai dari bagian tulang
spongiosa vertebra anterior, diikuti dengan korpus vertebra yang hancur, kemudian ke
ligament anterior bawah, dan membentuk abses dekat korpus vertebra. Menurut
beberapa penelitian, abses pada tuberculosa spondylitis mencakup beberapa korpus
vertebra (multiple), sehingga pada pemeriksaan MRI, akan tampak gambaran dengan
banyak peningkatan kontras pada beberapa korpus vertebra yang menandakan adanya
abses pada beberapa korpus vertebra.9,10
Paraspinal abses pada spondylitis pyogenic memberikan gambaran dinding
abses yang tebal dan irregular. Hal ini dibedakan dengan paraspinal abses pada
tuberculosa spondylitis yang memiliki dinding abses yang tipis dan regular. Selain itu,
gambaran kerusakan korpus vertebra juga lebih banyak pada gambaran MRI
tuberculosa spondylitis dibandingkan dengan spondylitis pyogenic.7,8

Gambar 11. Gambaran MRI pada spondylitis. (A) T1-weighted sagittal memnunjukan
penurunan intensitas sinyal difus pada corpus vertebra T11-12. (B) T2-weighted
sagittal menunjukan isointens pada corpus vertebra T11-12 dibandingkan dengan
vertebra normal. (C) T1 sagital kontras menunjukkan peningkatan kontras yang
heterogen. Tampak abses pada diskus intervertebralis T11-12 yang meluas sampai
corpus vertebra. (D) T1-weighted axial kontras menunjukan paraspinal abses yang
tebal dan ireguler.

14
Gambar 12. Gambaran di atas menunjukkan gambaran Sagital T1 – weighted
image yang menunjukkan adanya hipointens pada korpus vertebra L4 – L5 pada
spondylitis piogenik.

Gambar 13. Gambaran di atas menunjukkan gambaran sagittal T2 – weighted


image yang menunjukkan gambaran isointens pada korpus vertebra L4 – L5 dengan
normal vertebra lainnya pada spondylitis pyogenic.

15
Gambar 14. Gambaran pada tuberculosa spondylitis, menunjukkan adanya gambaran
hipointens heterogen pada T1 di korpus vertebra T8 – T9.

Gambar 15. Gambaran pada tuberculosa spondylitis, menunjukkan adanya gambaran


hiperintens heterogen pada T2 di korpus vertebra T8 – T9.

16
Tabel 1. Temuan MRI pada spondylitis piogenik dan tuberculosis (7)

Gambar 16. (a) T1-weighted sagittal menunjukan penurunan intensitas dari


corpus vertebra C4, C5, C6 dan adanya epidural collection yang berada pada
aspek tengah C4 sampai aspek inferior dari C5 (Panah besar), juga terdapat
cairan paravetebra sepanjang anterior aspek dari vertebra C2 sampai celah C7-
T1 (panah kecil). (b) T2-weighted sagittal menunjukan peningkatan intensital
sinyal dari corpus vertebra C4, C5, C6. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan sinyal dari celah intervetebral C4-C5 dan adanya epidural
collection pada celag C4-C5.6

17
Gambar 17. a. T1-weighted; b. T2-weighted ; T1-weighted dengan kontras
pada pasien dengan spondylitis piogenik di L4/5 disertai abses epidural.8

Gambar 18. a. T1-wighted sagittal memnunjukan penurunan intensitas difus


pada L4 sampai L5 b. T2-weighted menunjukan corpus L4 dan L5 yang
isointense berbatasan dengan vertebra normal c. Peningkatan heterogen difus
pada corpus vtebra L4 L5 disertai abses pada celah L4-5 yang meluas sampai
di corpus vertebra L5. 9

18
Gambar 19. a. T1-weighted sagittal menunjukan gambaran sinyal hipointens
pada corpus vertebra L2-3 b. T2-Weighted fast spin menunjukkan L2 dan L3
yang isointense(panah) yang dibandingkan dengan vertebra normal disertai
gambaran sinyal yang kuat (bintang) c. Peningkatan heterogen dari L2-3
dengan abses berdinding tipis dan halus.9

19
Gmbar 20. a. T1-weighted sagittal menunjukan sinyal lemah yang heterogen
pada L3-L4 b. T2-weigted sagittal menunjukan sinyal lemah yang heterogen
dengan sinyal kuat yang heterogen pada celah L3-4 (panah) c. Fat-suppressed
CE T1-weighted menunjukan peningkatan heterogen pada corpus vertebra L3-
4 dan celah sendi L3-4 dengan subligamentous spread dari L2-5 (panah) d.
T2-weigted axial menunjukan intensitas sinyal kuat yang heterogen di massa
paraspinal (panah) e. Fat-suppressed CE T1-weighted asial menunjukan abses
paraspinal (panah putih) dan penigkatan kuat disekitar facet joint (panah
hitam) 12

20
3. Kultur jaringan histopatologi (biopsy)
Spesimen yang digunakan untuk biopsy adalah Gram – smear, kultur aerobic
dan anaerobic, kultur Mycobacterium tuberculosis, polymerase chain reaction, dan
kultur jamur. Pada pemeriksaan biopsy dapat dilakukan endoscopic biopsy atau
dengan percutaneous vertebral biopsy dengan tingkat keakuratan 74%. 8,9

G. Diagnosis banding
Diagnosis banding dari spondilosis piogenik adalah spondilosis tuberkulosis.
Diagnosis banding ini dapat dibedakan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang hematogenik, karena jika dilihat dengan menggunakan
radiografi, gambaran yang terlihat akan sulit dibedakan.

Gambar 21. MRI pada spondylitis TB. (A) T1-weighted sagittal menunjukan
sinyal hipointens pada corpus vertebra T12-L2 disertai massa epidural dan
subligamentous spread dari T12-L2. (B) T2-Weighted sagittal menunjukan sinyal
hiperintens yang heterogen. (C) T1 sagital dengan kontras menunjukan peningkatan
heterogen pada corpus vertebra T12-L2. (D) T1 kontras aksial menunjukan
peningkatan abnormal pada paraspinal disertai lesi yang menyerupai abses dengan
dinding tebal.
H. Tatalaksana

21
Tujuan dari tatalaksana pada kelainan ini adalah untuk menghilangkan
infeksi, mengembalikan dan menajaga struktur serta fungsi tulang belakang dan
meringankan rasa sakit yang ada.
1. Konservatif
Tatalaksana konservatif terdiri dari terapi antimikroba dan terapi non-
farmakologis yang terdiri dari fisioterapi dan imobilisasi. Imobilisasi dilakuka guna
untuk mengurangi rasa sakit, pencegahan deformitas dan kerusakan neurologis. Untuk
terapi antimikroba biasanya digunakan melalui jalur parenteral dengan durasi yang
bervariasi. Biasanya diberikan dalam waktu 4-6 minggu yang di akan diganti oleh
pengobatan oral.7
2. Operasi
Tatalaksan dengan operasi diperlukan untuk verifikasi bakteriologis atau
histologis, jika nyeri semakin parah, terbentuknya abses, tidak ada respon dengan
terapi farakologis yang tepat, pencegahan atau perbaikan dari deformitas tulang yang
disebabkan oleh kerusakan tulang dan jika terdapat kelainan neurologis.7
.
I. Komplikasi

Pada spondylitis pyogenic yang sudah berhasil diterapi dapat kambuh kembali
dengan angka kekambuhan 14% ataupun timbulnya komplikasi seperti nyeri yang
bertambah parah, defisit neurologis, infeksi yang menyebar dan deformitas tulang
belakang.8

Komplikasi yang terjadi tergantung dari tinggi tulang belakang yang teserang
kelainan tersebut. Infeksi yang terjadi pada bagian servikal dapat mengakibatkan
abses faring, sedangkan jika terjadi pada daerah thorakal dapat mengakibatkan
mediastinitis. Abses epidural, abses subdural, meningitis dan kelainan neurologis
yang progresif dapat terjadi pada spondylitis dan tidak berpengaruh dibagian mana
kelainan tersebut terjadi.6

J. Prognosis

22
Pada umumnya kelainan ini dapat disembuhkan dengan terapi antibiotik
ataupun kombinasi dengan operasi. Pada pasien yang mengalami kelumpuhan,
beberapa studi mengatakan bahwa dengan terapi antibiotic yang agresif dan
dikombinasi dengan operasi dapat memperbaiki kelumpuhan yang terjadi. Namun
durasi yang terlalu lama dari gejala yang timbul sampai terapi dilakukan, dapat
meningkatkan angka keberhasilan dari terapi yang dilakukan.11

BAB IV

KESIMPULAN

Tujuan dari tatalaksana pada Spondilisis piogenik adalah untuk menghilangkan


infeksi, mengembalikan dan menajaga struktur serta fungsi tulang belakang dan meringankan
rasa sakit yang ada.

Tatalaksana konservatif terdiri dari terapi antimikroba dan terapi non-farmakologis


yang terdiri dari fisioterapi dan imobilisasi. Imobilisasi dilakuka guna untuk mengurangi rasa
sakit, pencegahan deformitas dan kerusakan neurologis. Tatalaksana dengan operasi
diperlukan untuk verifikasi bakteriologis atau histologis, jika nyeri semakin parah,
terbentuknya abses, tidak ada respon dengan terapi farakologis yang tepat, pencegahan atau
perbaikan dari deformitas tulang yang disebabkan oleh kerusakan tulang dan jika terdapat
kelainan neurologis.

23
Pada spondylitis pyogenic yang sudah berhasil diterapi dapat kambuh kembali dengan
angka kekambuhan 14% ataupun timbulnya komplikasi seperti nyeri yang bertambah parah,
defisit neurologis, infeksi yang menyebar dan deformitas tulang belakang.8

Komplikasi yang terjadi tergantung dari tinggi tulang belakang yang teserang kelainan
tersebut. Infeksi yang terjadi pada bagian servikal dapat mengakibatkan abses faring,
sedangkan jika terjadi pada daerah thorakal dapat mengakibatkan mediastinitis. Abses
epidural, abses subdural, meningitis dan kelainan neurologis yang progresif dapat terjadi pada
spondylitis dan tidak berpengaruh dibagian mana kelainan tersebut terjadi.6

Pada umumnya kelainan ini dapat disembuhkan dengan terapi antibiotik ataupun
kombinasi dengan operasi. Pada pasien yang mengalami kelumpuhan, beberapa studi
mengatakan bahwa dengan terapi antibiotic yang agresif dan dikombinasi dengan operasi
dapat memperbaiki kelumpuhan yang terjadi. Namun durasi yang terlalu lama dari gejala
yang timbul sampai terapi dilakukan, dapat meningkatkan angka keberhasilan dari terapi
yang dilakukan.11

DAFTAR PUSTAKA

1. Drake LR, et al. Gray’s Atlas of Anatomy: 1st Edition. Elsevier : Churchill
Livingstone. 2008.
2. Paulsen F, Waschke J. Jilid 1 Anatomi Umum dan Sistem Muskuloskeletal :
Sobotta Atlas Anatomi Manusia Edisi 23. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2010.
3. Paulsen F, Waschke J. Jilid 2 Kepala, Leher, dan Neuroanatomi : Sobotta Atlas
Anatomi Manusia Edisi 23. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010.
4. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2009.
5. Dorland WA. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2007.
6. Skaf G, Domloj N, Fehlings M, Bouclaous C, Sabbagh A, Kanafani Z et al.
Pyogenic spondylodiscitis: An overview. Journal of Infection and Public Health.
2010;3(1):5-16.
7. Lee, K.Y. Comparison of Pyogenic Spondylitis and Tuberculosa Spondylitis.
Asian Spine J. 2014;8(2):216-223.

24
8. Cheung, W.Y. Pyogenic Spondylitis. International Orthopaedics. 2012;36:397-
404.
9. Jung, N.Y, et al. Discrimination of Tuberculous Spondylitis from Pyogenic
Spondylitis on MRI. American Journal Radiology. 2004;182:1405-1410.
10. Tali, E.T. Spinal Infection. Neuro Imaging Clinics of North America. Vol. 25.
Philadelphia: Elsevier.2015.
11. C Vinas F. Spinal Infections: Background, Anatomy, Pathophysiology [Internet].
Emedicine.medscape.com. 2017 [cited 17 October 2017]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1266702-overview#a2.
12. Harada Y, Tokuda O, Matsunaga N. Magnetic resonance imaging characteristics
of tuberculous spondylitis vs. pyogenic spondylitis. Clinical Imaging.
2008;32(4):303-309.

25

Anda mungkin juga menyukai