Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH KESELAMATAN PASIEN DAN KESELAMATAN

KESEHATAN KERJA DALAM KEPERAWATAN


“PENYAKIT ATAU CEDERA AKIBAT KECELAKAAN KERJA PADA
PERAWAT DAN UPAYA PENCEGAHANNYA”

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

AGUS NIRBIANTO

EUIS DETIYA R. H

SATRIAWIN

YURIZQA PUTRI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN NON REGULER


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
TAHUN AJARAN 2017 / 2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Penyakit atau Cedera Akibat
Kecelakaan Kerja pada Perawat dan Upaya Pencegahannya” makalah ini dibuat
untuk memenuhi mata kuliah Keselamatan Pasien dan Keselamatan Kesehatan Kerja
dalam Keperawatan.

Dalam makalah ini penulis banyak memperoleh bantuan dan bimbingan dari
beberapa pihak, untuk itu ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Ardi Wahyudi, SKM.,M.Kep. selaku dosen pengampu mata kuliah
Keselamatan Pasien dan Keselamatan Kesehatan Kerja dalam Keperawatan.
2. Teman-teman yang selalu membantu dalam pembuatan makalah ini sekaligus
membantu untuk mendapatkan referensi tambahan untuk memperlengkap
makalah yang telah penulis buat.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Hal ini disebabkan keterbatasan penulis dalam segi ilmu, pengalaman,
dan referensi penulis dalam penulisan makalah ini. Untuk itu, kritik dan saran yang
konstruktif dari berbagai pihak sangat diharapkan bagi penulis. Harapan penulis
semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam menambah wahana pengetahuan bagi
kita semua.

Pontianak, 15 Oktober 2017

Penulis

i
ii
DAFTAR ISI

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap pekerjaan di dunia ini pasti masing-masing memiliki tingkat


risiko bahaya. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu upaya
untuk menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya
adalah mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Maka dari itu K3 mutlak
untuk dilaksanakan pada setiap jenis bidang pekerjaan tanpa kecuali. Upaya
K3 diharapkan dapat mencegah dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan
maupun penyakit akibat melakukan pekerjaan.
Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko kecelakaan dan penyakit
akibat kerja. Berdasarkan data ILO (International Labour Organization) pada
tahun 2008, setiap tahun diperkirakan 1,2 juta pekerja meninggal akibat
kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja. Sementara itu, mengutip data
Jamsostek, pada tahun2010, tercatat 98.711 kasus. Dari angka tersebut, 2.191
tenaga kerja meninggal dunia, dan menimbulkan cacat permanen sejumlah
6.667 orang. Jumlah klaim yang harus dibayarkan untuk kasus-kasus tersebut
mencapai lebih dari Rp 401 miliar. Mengingat kerugian yang diakibatkan oleh
kecelakaan kerja, maka banyak usaha yang dilakukan perusahaan untuk
mengurangi dan meminimasi kecelakaan tersebut.
Salah satu bahaya yang dapat menganggu keselamatan dan kesehatan
kerja pada pekerja di tempat kerja yaitu penyakit akibat kerja (PAK). Penyakit
Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau
asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen
penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard
di tempat kerja (WHO). PAK dapat disebabkan oleh banyak faktor di
antaranya faktor fisik, faktor biologi, faktor kimia, faktor ergonomi (fisiologi)
dan faktor mental (psikologi).
Perawat merupakan tenaga professional yang memberikan pelayanan
keperawatan terdiri atas berbagai macam aktivitas dan tugas yang
dilaksanakan selama 24 jam untuk mengurus pasien. Hal ini terbukti dengan
melihat unit-unit pelayanan di rumah sakit, dimana tenaga kesehatan yang
selama 24 jam berada di sisi pasien adalah perawat. Oleh sebab itulah perawat
sangat beresiko terkena penyakit-penyakit akibat kerja.
Pencegahan dan penanganan dapat dilakukan terhadap PAK yang terjadi
pada perawat jika diketahui besar masalah yang terjadi. Olehnya itu
diperlukan data-data yang akurat mengenai angka kejadian PAK yang terjadi
pada perawat di rumah sakit serta diidentifikasi beberapa penyebabnya
sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan dan penanganannya.

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan
2
3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa
maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat
mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada
akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK)
dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan
kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka
kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa
pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor
penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta
keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan
risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah
tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus
melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada
pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.


Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang
sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau
kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan
lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan
dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan
4

untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan


penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang
Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai
karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka
jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja
dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan,
tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap
pasien maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS
menerapkan upaya-upaya K3 di RS.

Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi


bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan
instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia
yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua
potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para
karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan
RS.

B. Bahaya yang Dihadapi Rumah Sakit atau Instansi Kesehatan


Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-
bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan
listrik maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi
dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam:
5

1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau
meledak (obat– obatan).
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik .
3. Bahaya radiasi .
4. Luka bakar
5. Syok akibat aliran listrik .
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam .
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha


pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin
kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan.

Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan bahwa
terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus
yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang,
tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus
dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains, strains :
52%;contussion, crushing, bruising : 11%; cuts, laceration, punctures: 10.8%;
fractures: 5.6%; multiple injuries: 2.1%; thermal burns: 2%; scratches,
abrasions: 1.9%; infections: 1.3%; dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US
Department of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983).

Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi


pada perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia,
diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS,
insiden cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun. Cedera punggung
menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 milliar $ per tahun.
Khusus di Indonesia, data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS
6

belum tergambar dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan


dari para petugas di RS, sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di RS.

Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang
diderita petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita),
penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57%
wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus intervertebrae.

Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita
petugas RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit
infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti
sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak,
gangguan pada saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka.
Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan,
meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu
dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan
terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola
maupun karyawan RS.

C. Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya,


dengan mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut diharapkan dapat
mengurangi dampak kelalaian atau kesalahan ( malprektek) serta mengurangi
penyebaran langsung dampak dari kesalahan kerja.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dimembagi kegiatan atau fungsi manajemen


tesebut menjadi :
7

1. Planning /(perencanaan)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang
akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja di
rumah sakit dan instansi kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk
memenuhi standarisasi kesehatan pacsa perawatan dan merawat
(hubungan timbal balik pasien – perawat / dokter, serta masyarakat umum
lainnya). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang ditentukan meliputi:
a) Hal apa yang dikerjakan
b) Bagaimana cara mengerjakannya
c) Mengapa mengerjakan
d) Siapa yang mengerjakan
e) Kapan harus dikerjakan
f) Dimana kegiatan itu harus dikerjakan
g) Hubungan timbal balik ( sebab akibat)
Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang
tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-
kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metode-metode yang
dipakai makin banyak ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko bahaya
yang dapat terjadi dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan ) makin besar.
Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja di rumah sakit / instansi
kesehatan harus ditangani secara serius oleh organisasi keselamatan kerja
rumah sakit / instansi kesehatan.
2. Organizing/ (organisasi)
Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi
kesehatan dapat dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat
rumah sakit / instansi kesehatan daerah (wilayah) sampai ke tingkat pusat
atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini baik secara
langsung atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat
8

menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat


(nasional) dan tingkat daerah (wilayah), di samping memberlakukan
Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat daerah (wilayah) dan
tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi Keamanan Kerja rumah
sakit / instansi yang tugas dan wewenangnya dapat berupa :
1. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit /
instansi kesehatan
2. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an
keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan
3. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit /
instansi kesehatan
4. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan
izin rumah sakit / instansi kesehatan
5. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari
suatu rumah sakit / instansi kesehatan.
Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia
Kedokteran No. 154, 2007 5/ background image Manajemen keselamatan
kerja profesi (PDS-Patklin) ataupun organisasi seminat (Patelki, HKKI)
dalam kiprah organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit /
instansi kesehatan ini. Anggota organisasi profesi atau seminat yang
terkait dengan kegiatan rumah sakit / instansi kesehatan dapat diangkat
menjadi anggota komisi di tingkat daerah (wilayah) maupun tingkat pusat
(nasional). Selain itu organisasi-organisasi profesi atau seminar tersebut
dapat juga membentuk badan independen yang berfungsi sebagai lembaga
penasehat atau Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah
Sakit / Instansi Kesehatan.

3. Actuating /(pelaksanaan)
9

Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong


semangat kerja, mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai
aktivitas yang akan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga
semua aktivitas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit /
instansi kesehatan sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat.
Untuk itu setiap individu yang bekerja maupun masyarakat dalam rumah
sakit / instansi kesehatan wajib mengetahui dan memahami semua hal
yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam
rumah sakit / instansi kesehatan, serta memiliki kemampuan dan
pengetahuan yang cukup untuk melaksanakan pencegahan dan
penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi berbagai
peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia
dan alat-alat. Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul
permasalahan, keragu-raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas
semua untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.
4. Controlling /(pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar
pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan
atau hasil yang dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu
diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :
a. Adanya rencana
b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada
bawahan.
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi
tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan
kerja bersama di rumah sakit / instansi kesehatan. Sosialisasi perlu
dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang
bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan. Dalam
10

rumah sakit / instansi kesehatan perlu dibentuk pengawasan rumah sakit /


instansi kesehatan yang tugasnya antara lain :
1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek
rumah sakit / instansi kesehatan yang baik, benar dan aman.
2. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan
memahami cara- cara menghindari risiko bahaya dalam rumah
sakit / instansi kesehatan.
3. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa
berbahaya atau kecelakaan.
4. Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang
keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .
5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa
berbahaya dan mencegah meluasnya bahaya tersebut.

D. Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Kinerja (performance) dari pekerja merupakan resultan dari ketiga komponen


dari kesehatan dan keselamatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja yang merupakan beban tambahan bagi pekerja. Bila ketiga
komponen tersebut serasi, maka bisa dicapai suatu kesehatan kerja yang optimal
dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidakserasian dapat
menimbulkan masalah kesehatan kerja yang dapat berupa penyakit atau
kecelakaan akibat kerja hingga pada akhirnya dapat menuruntkan produktivitas
kerja (Kemenkes, 2010).

a. Kapasitas Kerja
Kualitas sumber daya manusia di Indonesia relatif masih rendah, hal ini
tercermin dalam pendidikan pencari kerja. Hal tersebut terjadi pula di rumah
sakit. Tenaga perawat lulusan akademi masih sedikit, demikian pula tenaga
11

non medis masih banyak yang memiliki latar belakang pendidikan hingga
SMA saja. Selain pendidikan yang masih kurang, kualitas kesehatannya juga
masih rendah pula. Sementara untuk penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi membutuhkan tenaga kesehatan yang ahli dan terampil. Tanpa
tenaga kerja yang berkualitas maka pelayanan kesehatan yang makin
canggih justru dapat menimbulkan kesulitan. Kemampuan mengoperasikan
alat-alat modern menjadi sangat terbatas dan dapat menyebabkan kecelakaan
kerja.
Di sisi lain, tingkat gaji dan jaminan sosial di rumah sakit khususnya
rumah sakit pemerintah relatif masih belum mencukupi. Hal ini terpengaruh
pada masih banyaknya pekerja yang belum terpenuhi kebutuhan gizi dan
kesehatannya secara memadai. Akibatnya, mereka sulit bekerja secara
produktif dan cenderung menimbulkan masalah kesehatan kerja. Dengan gaji
yang belum mencukupi, banyak pekerja yang melakukan kerja tambahan
secara berlebihan, sehingga kondisi fisik menjadi cepat lelah dan lemah,
sehingga cenderung menimbulkan kecelakaan kerja.
b. Beban Kerja
Sebagai sumber pemberi jasa pelayanan kesehatan, rumah sakit
beroperasi 24 jam sehari. Dengan demikian, pelayanan di rumah sakit
menuntut adanya pola bergiliran/shift kerja. Tenaga kesehatan yang bertugas
jaga malam dapat mengalami kelelahan yang meningkat akibat terjadinya
perubahan biomitrik (irama tubuh). Fungsi-fungsi biologis manusia tidak
dapat sepenuhnya menyesuaikan dengan pola kerja yang berubah.
Terjadinya pengurangan lamanya waktu tidur sampai empat hingga enam
jam oleh karena lamanya waktu tidur relatif lebih pendek dari seharusnya.
Pada 15-20% gangguan tidur dapat berkembang menjadi gangguan
pencernaan. Pola kerja yang berubah dapat pula memperngaruhi kehidupan
keluarga terutama bagi tenaga kerja wanita. Penyelesaian urusan rumah
tangga merupakan masalah yang tidak mudah diatasi terlebih-lebih bila
12

mempunyai anak yang masih kecil. Beban psikis ini dalam jangka waktu
lama dapat menimbulkan stress. Di lain sisi, dengan masih kurangnya tenaga
kesehatan maka masih banyak tenaga kesehatan yang masih mempunyai
tugas rangkap di beberapa rumah sakit. Hal tersebut tentunya dapat berakibat
pada kelelahan.
c. Lingkungan Kerja
Kondisi lingkungan di rumah sakit di masa mendatang akan
berkembang serba mekanik, otomatis, kimiawi dengan teknologi canggih
yang dapat berpengaruh langsung terhadap kesehatan. Pekerja yang ada di
rumah sakit sangat bervariasi jenis maupun jumlahnya sesuai dengan tugas
dan fungsi rumah sakit. Pekerja di rumah sakit dapam melaksanakan
tugasnya selalu berhubungan dengan berbagai potensial yang harus dapat
diantisipasi dengan baik dan benar.
Lingkungan kegiatan rumah sakit dapat mempengaruhi kesehatan dalam
dua bentuk yaitu kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
a) Kecelakaan kerja di rumah sakit.
Ada beberapa bahaya potensial untuk terjadinya kecelakaan kerja di
rumah sakit antara lain ketel uap, kebakaran, bahan-bahan radioaktif,
cedera pada punggung karena mengangkat pasien, pekerjaan
menyuntik, terpeleset dan jatuh
b) Penyakit akibat kerja di rumah sakit.
Penyakit akibat kerja di rumah sakit umumnya berkaitan dengan faktor
biologik (kuman patogen yang umumnya berasal dari pasien), faktor
kimia (antiseptik pada kulit, gas anestesi dan lain-lain), faktor
ergonomic (cara duduk yang salah, cara mengangkat pasien yang
salah, dan lain-lain), faktor fisik dalam dosis kecil dan terus menerus
(panas pada kulit, radiasi pada sistem reproduksi/pemroduksi darah)
faktor psikososial (ketegangan di kamar bedah, penerimaan pasien
gawat darurat, bangsal kesehatan jiwa, dan lain-lain).
13

E. Pengertian Kecelakaan Akibat Kerja

Kecelakaan kerja menurut beberapa sumber, diantaranya:


1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/Men/98 adalah suatu kejadian
yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan
korban manusia dan atau harta benda.
2. OHSAS 18001:2007 menyatakan bahwa kecelakaan kerja didefinisikan
sebagai kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat
menyebabkan cidera atau kesakitan (tergantung dari keparahannya), kejadian
kematian, atau kejadian yang dapat menyebabkan kematian.
3. Kejadian yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan atau yang
berpontensi menyebabkan merusak lingkungan. Selain itu, kecelakaan kerja
atau kecelakaan akibat kerja adalah suatu kejadian yang tidak terencana dan
tidak terkendali akibat dari suatu tindakan atau reaksi suatu objek, bahan,
orang, atau radiasi yang mengakibatkan cidera atau kemungkinan akibat
lainnya (Heinrich et al., 1980).
4. Menurut AS/NZS 4801: 2001, kecelakaan adalah semua kejadian yang tidak
direncanakan yang menyebabkan atau berpotensial menyebabkan cidera,
kesakitan, kerusakan atau kerugian lainnya
5. Menurut Pemerintah c/q Departemen Tenaga Kerja RI, arti kecelakaan kerja
adalah suatu kejadian yang tiba-tiba atau yang tidak disangka-sangka dan
tidak terjadi dengan sendirinya akan tetapi ada penyebabnya.
6. Sesuatu yang tidak terencana, tidak terkendali, dan tidak diinginkan yang
mengacaukan fungsi fungsi normal dari seseorang dan dapat mengakibatkan
luka pada pada seseorang (Hinze, 1997)
7. Kejadian yang tidak terencana, dan terkontrol yang dapat menyebabkan atau
mengakibatkan luka-luka pekerja, kerusakan pada peralatan dan kerugian
lainya (Rowislon dalam Endroyo, 2007)
14

F. Klasifikasi Kecelakaan Kerja


Pengertian kejadian menurut standar (Australian AS 1885, 1990) adalah suatu
proses atau keadaan yang mengakibatkan kejadian cidera atau penyakit akibat kerja.
Ada banyak tujuan untuk mengetahui klasifikasi kejadian kecelakaan kerja, salah
satunya adalah dasar untuk mengidentifikasi proses alami suatu kejadian seperti
dimana kecelakaan terjadi, apa yang karyawan lakukan, dan apa peralatan atau
material yang digunakan oleh karyawan. Penerapan kode-kode kecelakaan kerja
akan sangat membantu proses investigasi dalam meginterpretasikan informasi-
informasi yang tersebut diatas. Ada banyak standar yang menjelaskan referensi
tentang kode-kode kecelakaan kerja, salah satunya adalah standar Australia AS
1885-1 tahun 1990. Berdasarkan standar tersebut, kode yang digunakan untuk
mekanisme terjadinya cidera/sakit akibat kerja dibagi sebagaiberikut:

1. Jatuh dari atas ketinggian


2. Jatuh dari ketinggian yang sama
3. Menabrak objek dengan bagian tubuh
4. Terpajan oleh getaran mekanik
5. Tertabrak oleh objek yang bergerak
6. Terpajan oleh suara keras tiba-tiba
7. Terpajan suara yang lama
8. Terpajan tekanan yang bervariasi (lebih dari suara)
9. Pergerakan berulang dengan pengangkatan otot yang rendah
10. Otot tegang lainnya
11. Kontak dengan listrik
12. Kontak atau terpajan dengan dingin atau panas
13. Terpajan radiasi
14. Kontak tunggal dengan bahan kimia
15. Kontak jangka panjang dengan
16. Kontak lainnya dengan bahan kimia
15

17. Kontak dengan, atau terpajan faktor biologi


18. Terpajan faktor stress mental
19. Longsor atau runtuh
20. Kecelakaan kendaraan/Mobil
21. Lain-lain dan mekanisme cidera berganda atau banyak
22. Mekanisme cidera yang tidak spesifik

G. Klasifikasi Jenis Cedera Akibat Kecelakaan Kerja


Jenis cidera akibat kecelakaan kerja dan tingkat keparahan yang ditimbulkan
membuat perusahaan melakukan pengklasifikasian jenis cidera akibat kecelakaan.
Tujuan pengklasifikasian ini adalah untuk pencatatan dan pelaporan statistik
kecelakaan kerja. Banyak standar referensi penerapan yang digunakan berbagai oleh
perusahaan, salah satunya adalah standar Australia AS 1885-1 (1990)1. Berikut
adalah pengelompokan jenis cidera dan keparahannya:

1. Cidera fatal (fatality)


Adalah kematian yang disebabkan oleh cidera atau penyakit akibat kerja
2. Cidera yang menyebabkan hilang waktu kerja (Loss Time Injury)
Adalah suatu kejadian yang menyebabkan kematian, cacat permanen, atau
kehilangan hari kerja selama satu hari kerja atau lebih. Hari pada saat
kecelakaan kerja tersebut terjadi tidak dihitung sebagai kehilangan hari kerja.
3. Cidera yang menyebabkan kehilangan hari kerja (Loss Time Day)
Adalah semua jadwal masuk kerja yang mana karyawan tidak bisa masuk
kerja karena cidera, tetapi tidak termasuk hari saat terjadi kecelakaan. Juga
termasuk hilang hari kerja karena cidera yang kambuh dari periode
sebelumnya. Kehilangan hari kerja juga termasuk hari pada saat kerja
alternatif setelah kembali ke tempat kerja. Cidera fatal dihitung sebagai 220
kehilangan hari kerja dimulai dengan hari kerja pada saat kejadian tersebut
terjadi.
4. Tidak mampu bekerja atau cidera dengan kerja terbatas (Restricted duty)
16

Adalah jumlah hari kerja karyawan yang tidak mampu untuk mengerjakan
pekerjaan rutinnya dan ditempatkan pada pekerjaan lain sementara atau yang
sudah di modifikasi. Pekerjaan alternatif termasuk perubahan lingungan kerja
pola atau jadwal kerja.
5. Cidera dirawat di rumah sakit (Medical Treatment Injury)
Kecelakaan kerja ini tidak termasuk cidera hilang waktu kerja, tetapi
kecelakaan kerja yang ditangani oleh dokter, perawat, atau orang yang
memiliki kualifikasi untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan.
6. Cidera ringan (first aid injury)
Adalah cidera ringan akibat kecelakaan kerja yang ditangani menggunakan
alat pertolongan pertama pada kecelakaan setempat, contoh luka lecet, mata
kemasukan debu, dan lain-lain.
7. Kecelakaan yang tidak menimbulkan cidera (Non Injury Incident)
Adalah suatu kejadian yang potensial, yang dapat menyebabkan kecelakaan
kerja atau penyakit akibat kerja kecuali kebakaran, peledakan dan bahaya
pembuangan limbah.

H. Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja


Faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja ada beberapa pendapat. Faktor yang
merupakan penyebab terjadinya kecelakaan pada umumnya dapat diakibatkan oleh 4
faktor penyebab utama (Husni:2003) yaitu :

a. Faktor manusia yang dipengaruhi oleh pengetahuan, ketrampilan, dan sikap.


b. Faktor material yang memiliki sifat dapat memunculkan kesehatan atau
keselamatan pekerja.
c. Faktor sumber bahaya yaitu:
Perbuatan berbahaya, hal ini terjadi misalnya karena metode kerja yang salah,
keletihan/kecapekan, sikap kerja yang tidak sesuai dan sebagainya;
Kondisi/keadaan bahaya, yaitu keadaan yang tidak aman dari keberadaan
mesin atau peralatan, lingkungan, proses, sifat pekerjaan
17

d. Faktor yang dihadapi, misalnya kurangnya pemeliharaan/perawatan


mesin/peralatan sehingga tidak bisa bekerja dengan sempurna

Selain itu, faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja menurut Bennet dan
Rumondang (1985) pada umumnya selalu diartikan sebagai “kejadian yang tidak
dapat diduga“. Sebenarnya, setiap kecelakaan kerja itu dapat diramalkan atau diduga
dari semula jika perbuatan dan kondisi tidak memenuhi persyaratan. Oleh karena itu
kewajiban berbuat secara selamat dan mengatur peralatan serta perlengkapan
produksi sesuai dengan standar yang diwajibkan. Kecelakaan kerja yang disebabkan
oleh perbuatan yang tidak selamat memiliki porsi 80 % dan kondisi yang tidak
selamat sebayak 20%. Perbuatan berbahaya biasanya disebabkan oleh:

a. Sikap dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap


b. Keletihan
c. Gangguan psikologis

I. Kecelakaan Kerja pada Perawat

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.
Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang
paling ringan sampai kepada yang paling berat. Kecelakaan di rumah sakit dapat
berbentuk 2 jenis yaitu :

1. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien


2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban adalah perawat itu sendiri.

Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :

1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:


a) Peralatan / Media Elektronik, Bahan dan lain-lain
b) Lingkungan kerja
18

c) Proses kerja
d) Sifat pekerjaan
e) Cara kerja
2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia,
yang dapat terjadi antara lain karena:
a) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
b) Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
c) Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
d) Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik

Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di Tempat Kerja Kesehatan :

1. Terpeleset , biasanya karena lantai licin.


Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di
Tempat Kerja Kesehatan.
Akibat :
a) Ringan : memar
b) Berat : fraktura, dislokasi, memar otak, dll.
Pencegahan :
a) Pakai sepatu anti slip
b) Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
c) Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin)
atau tidak rata konstruksinya.
d) Pemeliharaan lantai dan tangga

2. Mengangkat beban
Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila
mengabaikan kaidah ergonomi.
Akibat : cedera pada punggung
Pencegahan :
19

a) Beban jangan terlalu berat


b) Jangan berdiri terlalu jauh dari beban
c) Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi
pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok
d) Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.

J. Penyakit Akibat Kerja

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang


spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari
satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan
hazard di tempat kerja.

Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab


timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Penyakit Akibat Kerja (PAK) (Occupational
Diseases) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja
(Permenaker No. Per. 01/Men/1981) yang akan berakibat cacat sebagian maupun
cacat total.Cacat Sebagian adalah hilangnya atau tidak fungsinya sebagian
anggota tubuh tenaga kerja untuk selama-lamanya. Sedangkan Cacat Total
adalah keadaan tenaga kerja tiadak mampu bekerja sama sekali untuk selama-
lamanya. Faktor-fakor penyebab penyakit akibat kerja dapat dibedakan sebagai
berikut:

b. Faktor Fisik, yang meliputi:


1) Suara tinggi/bising yang dapat menyebabkan ketulian.
2) Temperatur/suhu tinggi yang dapat menyebabkan Hyperpireksi,
Milliaria, heat Cramp, Heat Exhaustion, Heart Stroke.
3) Radiasi sinar elektromagnetik, di maa infra merah menyebabkan
katarak, ultraviolet menyebabkan konjungtivitis,
20

radioaktrif/alfa/beta/gama/X menyebabkan gangguan terhadap sel


tubuh manusia.
4) Tekanan udara tinggi yang dapat menyebabkan Coison Disease.
5) Getaran/vibration yang dapat menyebabkan Reynaud’s Disease,
Gangguan proses metabolisme, Polineurutis.
c. Faktor Kimia
1) Berasal dari bahan baku, bahan tambahan, hasil antara, hasil samping,
hasil (produk), sisa produksi atau bahan buangan.
2) Bentuknya dapat berupa zat padat, cair, gas, uap maupun partikel.
3) Cara masuk tubuh dapat melalui saluran pernafasan, saluran
pencernaan, kulit dan mukosa.
4) Masuknya dapat secara akut dan secara kronis.
5) Efek terhadap tubuh dapat menyebabkan iritasi, alergi, korosif,
Asphyxia, keracunan sistemik, kanker, kerusakan/kelainan janin,
pneumoconiosis, efek bius (narkose) dan pengaruh genetik.
d. Faktor biologi yang dapat berasal dari virus, bakteri, parasit, jamur,
serangga, binatang buas, dan lain-lain.
e. Faktor Ergonomi/Fisiologi
1) Penyebabnya adalah cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan
kerja yang salah dan kontruksi salah.
2) Efek terhadap tubuh yaitu dapat menyebabkan kelelahan fisik, nyeri
otot, deformitas tulang, perubahan bentuk, dislokasi.
f. Faktor Mental/Psikologi
1) Penyebabnya yaitu suasana kerja monoton dan tidak nyaman,
hubungan kerja kurang baik, upah kerja kurang, terpencil, tak sesuai
bakat.
2) Manifestasinya berupa stress.
21

Beberapa contoh penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada pekerja yang
disebabkan oleh faktor penyebab fisik, biologi, kimia, ergonomi dan psikologi
sebagai berikut:

a) Penyakit allergi/hipersensitif
Dapat berup rinitis, rinosinusitis, asma, pneumonitis, aspergilosis akut
bronchopulmoner, hipersensitivitas lateks, penyakit jamur, dermatitis
kontak, anafilaksis. Lokasi biasanya di saluran pernafsan dan kulit dan
penyebabnya dapat disebabkan oleh bahan kimia, mikrobiologi, fisis
dapat merangsang interaksi non spesifik atau spesifik.
b) Dermatitis kontak yang terdiri dari iritan dan alergi kokasi di kulit.
c) Penyakit Paru
Dapat berupa bronchitis kronis, emfisema, karsinoma bronkus, fibrosis,
TBC, mesetelioma, pneumonia, sarkoidosis dan disebabkan oleh bahan
kimia, fisis, mikrobiologi.
d) Penyakit Hati dan Gastro-intestinal
Dapat berupa kanker lambung dan kanker oesofagus (tambang batubara
dan vulkanisir karet), Cirhosis hati (alkohol, karbon tetraklorida,
trichloroethylene, kloroform). Dapat disebabkan oleh bahan kimia.
e) Penyakit Saluran Urogenital
Dapat berupa gagal ginjal (upa logam cadmium dan merkuri, pelarut
organik, pestisida, carbon tetrachlorid), kanker vesica urinaria (karet,
manufaktur/bahan pewarna organik, benzidin, 2-naphthylamin).
Penyebabnya dapat disebabkan bahan kimia.
f) Penyakit Hematologi
Dapat berupa anemia (Pb), lekemia (benzena) di mana disebabkan
bahan kimia.
g) Penyakit Kardiovaskuler
22

Penyebabnya dari bahan kimia. Penyakit yang disebabkan dapat berupa


jantung koroner (karbon disulfida, viscon rayon, gliceril trinitrat,
ethylene glicol dinitrat), febrilasi ventricel (trichlorethylene).
h) Gangguan Alat Reproduksi
Penyakit gangguan alat reproduksi dapat berupa infertilitas (ethylene
bromida, benzena, anasthetic gas, timbal, pelarut organic, karbon
disulfida, vinyl klorida, chlorophene), kerusakan janin (aneteses gas,
mercuri, pelarut organik) keguguran (kerja fisik). Hal ini disebabkan
oleh bahan kimia dan kerja fisik.
i) Penyakit Muskuloskeletal
Penyakit musculoskeletal dapat berupa sindroma Raynaud (getaran 20–
400 Hz), Carpal turnel syndroma (tekanan yang berulang pada lengan),
HNP/sakit punggung (pekerjaan fisik berat, tidak ergonomis). Hal
tersebut disebabkan karena kerja fisik dan tidak ergonomis.
j) Gangguan Telinga
Gangguan telinga dapat berupa penurunan pendengaran (bising diatas
Nilai Ambang Batas) dan disebabkan karena faktor fisik yang diperoleh
dari pekerjaan.
k) Gangguan Mata
Gangguan mata dapat berupa rasa sakit (penataan pencahayaan),
conjungtivitis (sinar UV), katarak (infra merah), gatal (bahan organik
hewan, debu padi), iritasi non alergi (chlor, formaldehid). Hal tersebut
dapat disebabkan oleh faktor fisik dan faktor biologi.
l) Gangguan Susunan Saraf
Gangguan susunan saraf dapat berupa pusing, tidak konsentrasi, sering
lupa, depresi, neuropati perifer, ataksia serebeler dan penyakit motor
neuron (cat, carpet-tile lining, laboratorium kimia, petrolium, oli). Hal
ini disebabkan bahan kimia.
m) Stress
23

Stress dapat berupa neuropsikiatrik; ansietas, depresi (hubungan kerja


kurang baik, monoton, upah kurang, suasana kerja tidak nyaman dan
disebabkan faktor mental psikologi.
n) Infeksi
Infeksi dapat berupa pneumonia (legionella pada AC), leptospirosis
(leptospira pada petani), brucellosis, antrakosis (brucella, antrak pada
peternak hewan). Hal ini disebabkan oleh faktor biologi.
o) Keracunan
Dapat berupa keracunan akut (CO, Hidrogen sulfida, hidrogen sianida),
kronis (timah hitam, merkuri, pestisida). Hal tersebut disebabkan oleh
bahan kimia.

K. Mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja

Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan
suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan
menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7
langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:

a. Menentukan diagnosis klinis


Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu dengan memanfaatkan
fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk
mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat
dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan
pekerjaan atau tidak.
b. Menentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah
esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya.
Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara
cermat dan teliti, yang mencakup:
24

1) Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh


penderita secara kronologis
2) Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
3) Bahan yang diproduksi
4) Materi (bahan baku) yang digunakan
5) Jumlah pajanannya
6) Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
7) Pola waktu terjadinya gejala
8) Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami
gejala serupa)
9) Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan
(MSDS, label, dan sebagainya)
c. Menentukan apakah pajanan memang dapat menyebabkan penyakit tersebut
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung
pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita.
Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang
menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa
penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung.
d. Menentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu
maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk
diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada
untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
e. Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaan yang
dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD? Riwayat
adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah
pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan
penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.
25

f. Mencari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit


Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah
penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab
penyakit? Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat
digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
g. Membuat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan
berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti
telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab
langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu
kondisi yang telah ada sebelumnya. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan
sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau
tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut
pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan
apabila penyakit telah ada pada waktu yang sama tanpa tergantung
pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat
timbulnya penyakit. Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk
menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja diperlukan pengetahuan yang
spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat baik dari pemeriksaan
klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan),
dan data epidemiologis.

L. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Berikut ini beberapa tips dalam mencegah penyakit kerja, diantaranya:


1. Memakai alat pelindung diri secara benar dan teratur
2. Mengenali resiko pekerjaan dan cegah supayah tidak terjadi lebih lanjut
3. Segara akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang
berkelanjutan
Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh seperti
berikut ini:
26

1. Pencegahan Pimer – Healt Promotio


a) Perilaku kesehatan
b) Faktor bahaya di tempat kerja
c) Perilaku kerja yang baik
d) Olahraga
e) Gizi
2. Pencegahan Skunder – Specifict Protectio
a) Pengendalian melalui perundang-undangan
b) Pengendalian administratif/organisasi: rotasi/pembatas jam kerja
c) Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung diri (APD)
d) Pengendalian jalur kesehatan imunisasi
3. Pencegahan Tersier
a) Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
b) Pemeriksaan kesehatan berkala
c) Pemeriksaan lingkungan secara berkala
d) Surveilans
e) Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
f) Pengendalian segera ditempat kerja
Dalam pengendalian penyakit akibat kerja, salah satu upaya yang wajib
dilakukan adalah deteksi dini, sehingga pengobatan bisa dilakukan secepat
mungkin. Dengan demikian, penyakit bisa pulih tanpa menimbulkan kecacatan.
Sekurang-kurangnya, tidak menimbulkan kecacatan lebih lanjut. Pada banyak
kasus, penyakit akibat kerja bersifat berat dan mengakibatkan cacat. Ada dua
faktor yang membuat penyakit mudah dicegah :

a. Bahan penyebab penyakit mudah diidentifikasi, diukur, dan dikontrol.


b. Populasi yang berisiko biasanya mudah didatangi dan dapat diawasi secara
teratur serta dilakukan pengobatan.
27

Disamping itu perubahan awal seringkali bisa pulih dengan penanganan yang
tepat. Karena itulah deteksi dini penyakit akibat kerja sangat penting. Sekurang-
kurangnya ada tiga hal menurut WHO yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
deteksi dini yaitu:

a. Perubahan biokimiawi dan morfologis yang dapat di ukur melalui analisis


laboraturium. Misalnya hambatan aktifitas kolinesterase pada paparan
terhadap pestisida organofosfat, penurunan kadar hemoglobin (HB), sitologi
sputum yang abnormal, dan sebagainya.
b. Perubahan kondisi fisik dan sistem tubuh yang dapat dinilai melalui
pemeriksaan fisik laboraturium. Misalnya elektrokardiogram, uji kapasitas
kerja fisik, uji saraf, dan sebagainya.
c. Perubahan kesehatan umum yang dapat dinilai dari riwayat medis. Misalnya
rasa kantuk dan iritasi mukosa setelah paparan terhadap pelarut-pelarut
organik.
Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh yaitu
pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan ini meliputi:
a. Pemeriksaan sebelum penempatan
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum seorang dipekerjakan atau ditempatkan
pada pos pekerjaan tertentu dengan ancaman terhadap kesehatan yang
mungkin terjadi. Pemeriksaan fisik yang ditunjang dengan pemeriksaan lain
seperti darah, urine, radiologis, serta organ tertentu, seperti mata dan telinga,
merupakan data dasar yang sangat berguna apabila terjadi gangguan kesehatan
tenaga kerja setelah sekian lama bekerja.
b. Pemeriksaan kesehatan berkala
Pemeriksaan kesehatan berkala sebenarnya dilaksanakan dengan selang waktu
teratur setelah pemeriksaan awal sebelum penempatan. Pada medical check-up
rutin tidak selalu diperlukan pemeriksaan medis lengkap, terutama bila tidak
ada indikasi yang jelas. Pemeriksaan ini juga harus difokuskan pada organ dan
sistem tubuh yang memungkinkan terpengaruh bahan-bahan berbahaya di
28

tempat kerja, sebagai contoh, audiometri adalah uji yang sangat penting bagi
tenaga kerja yang bekerja pada lingkungan kerja yang bising. Sedang
pemerikaan radiologis dada (foto thorax) penting untuk mendeteksi tenaga
kerja yang berisiko menderita pneumokonosis, karena lingkungan kerja
tercemar debu.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

23
DAFTAR PUSTAKA

Badraningsih, L & Enny Zuhny. K. 2015. Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) dan
Penyakit Akibat Kerja (PAK).
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131572389/pendidikan/materi-ajar-k3-ft-uny-20152-
kecelakaan-akibat-kerja-dan-penyakit-akibat-kerjabadraningsih-l.pdf. Diakses pada
tanggal 23 September 2017.

Wichaksana, A. Jurnal Hiperkes Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.


https://www.scribd.com/doc/168511921/Jurnal-Penyakit-Akibat-Kerja. Diakses pada
tanggal 23 September 2017.

Kemenkes RI. 2011. Seri Pedoman Tatalaksana Penyakit Akibat Kerja bagi Petugas
Kesehatan. http://perpustakaan.depkes.go.id:8180. Diakses pada tanggal 23
September 2017.

Salawati, L. 2015. Penyakit Akibat Kerja dan Pencegahan. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala Vol. 15 No. 2. http://jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/view/3260. Diakses pada
tanggal 23 September 2017.

24

Anda mungkin juga menyukai