Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, Phioshopia atau Philoshophos.
Phios atau Philein berarti teman atau cinta, dan Shopia atau Shophos
berarti kebijaksanaan, pengetahuan dan hikmah. Filsafat berarti juga
mater scientiarum yang artiya induk dari segala ilmu pengetahuan. Kata
filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata Falsafah (Arab),
Philosophie (Prancis, Belanda dan Jerman), serta Philosophy (Inggris).
Dengan demikian filsafat berarti mencintai hal-hal yang bersifat
bijaksana (kata sifat), bisa berarti teman kebijaksanaan (kata bend) atau
induk dari segala ilmu pengetahuan.
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf
merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan
pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan
bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai
pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles
berpendapat kalau filsafat adalah ilmu (pengetahuan ) yang meliputi
kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika,
retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al
Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan )
tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.
Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa
para ahli:
1. Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang
segala yang ada.
2. Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah
menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat
bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah
dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
3. Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua
seni “( the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat
sebagai ars vitae (seni kehidupan )
4. Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai
Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang
jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau
jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan
seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
5. Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat
(ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia
dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul
sekaliannya .
6. Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan
yange menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang
didalamnya tercakup empat persoalan.
a. Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika)
b. Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika)
c. Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama)
d. Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi)
7. Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya
dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang
disebut hakekat.
8. Driyakarya: filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya
tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang
kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang
penghabisan “.
9. Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran
untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di masalahkan,
dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.
10. Harold H. Titus (1979): (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan
kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima
secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau
pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi;
(2) Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu
pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari
bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep );
Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian
manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
11. Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki
segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam
semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah
mencapai pengetahuan itu.
12. Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran ,
sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam
kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
13. Prof.Dr.Ismaun, M.Pd: Filsafat ialah usaha pemikiran dan
renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-
sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal,
integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran
yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang
sejati.
14. Bertrand Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-
tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat
berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang
pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa
dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian
akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.

B. Pengertian Ilmu
Ilmu adalah pengetahuan. Jika dilihat dari asal katanya,
“pengetahuan” di ambil dari bahasa Inggris yaitu knowledge,
sedangakan “ilmu” dari kata science dan peralihan dari kata arab ilm
atau ‘alima (ia telah mengetahui) sehingga kata jadian ilmu berarti juga
pengetahuan. Dari pengertian ini dapat diambil kesimpulan bahwa
ditinjau dari segi bahasa, antara pengetahuan dan ilmu mempunyai
sinonim arti, namun jika dilihat dari segi arti materialnya (kata
pembentuknya) maka keduanya mempunyai perbedaan.
Dalam encyclopedia Americana, di jelaskan bahwa ilmu (science)
adalah pengetahuan yang besifat positif dan sistematis. The Liang Gie
mengutip Paul Freedman dari buku The Principles Of Scientific
Research dalam Amsal Bakhtiar.(2008:91) memberi batasan definisi
ilmu, yaitu suatu bentuk proses usaha manusia untuk memperoleh suatu
pengetahuan baik dimasa lampau, sekarang, dan kemudian hari secara
lebih cermat serta suatu kemampuan manusia untuk menyesuaikan
dirinya dan mengubah lingkungannya serta merubah sifat-sifatnya
sendiri, sedangkan menurut Carles Siregar masih dlam dalam Amsal
Bakhtiar.(2008:91) menyatakan bahwa ilmu adalah proses yang
membuat pengetahuan.
Ilmu dapat memungkinkan adanya kemajuan dalam pengetahuan
sebab beberapa sifat atau ciri khas yang dimiliki oleh ilmu. Burhanudin
Salam (2005:23-24)mengemukakan beberapa ciri umum dari pada ilmu,
diantaranya:
1. Bersifat akumulatif, artinya ilmu adalah milik bersama. Hasil dari
pada ilmu yang telah lalu dapat digunakan untuk penyelidikan atau
dasar teori bagi penemuan ilmu yang baru.
2. Kebenarannya bersifat tidak mutlak, artinya masih ada
kemungkinan terjadinya kekeliruan dan memungkinkan adanya
perbaikan. Namun perlu diketahui, seandainya terjadi kekeliruan
atau kesalahan, maka itu bukanlah kesalahan pada metodenya,
melainkan dari segi manusianya dalam menggunakan metode itu.
3. Bersifat obyektif, artinya hasil dari ilmu tidak boleh tercampur
pemahaman secara pribadi, tidak dipengaruhi oleh penemunya,
melainkan harus sesuai dengan fakta keadaan asli benda tersebut.

C. Pengertian Filsafat Ilmu


Dilihat dari segi katanya filsafat ilmu dapat dimaknai sebagai filsafat
yang berkaitan dengan atau tentang ilmu. Filsafat ilmu merupakan
bagian dari filsafat pengetahuan secara umum, ini dikarenakan ilmu itu
sendiri merupakan suatu bentuk pengetahuan dengan karakteristik
khusus, namun demikian untuk memahami secara lebih khusus apa
yang dimaksud dengan filsafat ilmu, maka diperlukan pembatasan yang
dapat menggambarkan dan memberi makna khusus tentang istilah
tersebut.
Berikut ini kami paparkan beberapa definisi dari Filsafat Ilmu
Menurut para ahli :
1. Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a
critique of current scientific opinions by comparison to proven past
views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline
autonomous of actual scientific paractice”.
Filsafat ilmu adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat
ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria
yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi
filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari
praktek ilmiah secara aktual.
2. Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates
the methods of scientific thinking and tries to determine the value
and significance of scientific enterprise as a whole.
Filsafat ilmu adalah ilmu yang membahas dan mengevaluasi
metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan
pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
3. A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the
systematic study of the nature of science, especially of its methods,
its concepts and presuppositions, and its place in the general
scheme of intellectual discipines.
Filsafat Ilmu adalah sabang pengetahuan filsafat yang merupakan
telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya,
konsep-konsepnya dan peranggapan – peranggapannya, serta
letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan
intelektual.
4. Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories,
and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific
methods”.
Filsafat Ilmu adalah penelaahan tentang logika interen dari teori-
teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori,
yakni tentang metode ilmiah.
5. May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and
philosophically neutral analysis, description, and clarifications of
science.”
Filsafat Ilmu adalah analisis yang netral secara etis dan filsafati,
pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
6. Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which
attempts to do for science what philosophy in general does for the
whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on
the other hand, it constructs theories about man and the universe,
and offers them as grounds for belief and action; on the other, it
examines critically everything that may be offered as a ground for
belief or action, including its own theories, with a view to the
elimination of inconsistency and error.
Filsafat Ilmu adalah suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat
bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh
pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu
pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam
semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi
keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara
kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi
keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan
harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan.
7. Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science
attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of
scientific inquiry observational procedures, patens of argument,
methods of representation and calculation, metaphysical
presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their
validity from the points of view of formal logic, practical
methodology and metaphysics”.
Filsafat Ilmu adalah suatu cabang ilmu filsafat yang mencoba
pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses
penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola
perbincangan, metode-metode penggantian dan perhitungan,
peranggapan - peranggapan metafisis, dan selanjutnya menilai
landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan
logika formal, metodologi praktis, dan metafisika.
8. Menurut Beerling, filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-
ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara utnuk memperolehnya.
Dengan kata lain filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu
penyelidikan lanjutan. Dia merupakan suatu bentuk pemikiran
secara mendalam yang bersifat lanjutan atau secondary reflexion.
Refleksi sekunder seperti itu merupakan syarat mutlak untuk
menentang bahaya yang menjurus kepada keadaan cerai berai serta
pertumbuhan yang tidak seimbang dari ilmu-ilmu yang ada.
Refleksi sekunder banyak memberi sumbangan dalam usaha
memberi tekanan perhatian pada metodikaserta sistem dan untuk
berusaha memperoleh pemahaman mengenai azas-azas, latar
belakang serta hubungan-hubungan yang dipunyai kegiatan ilmiah.
Sumbangan tersebut bisa berbentuk mengarahkan metode-metode
penyelidikan ilmiah kejuruan kepada penyelenggaaraan kegiatan
ilmiah dan menerapkan penyelidikan kefilsafatan terhadap terhadap
kegiatan-kegiatan ilmiah. Dalam hal ini mempertanyakan kembali
secara de-jure mengenai landasan-landasan serta azas-azas yang
memungkinkan ilmu itu memberi pembenaran pada dirinya serta
apa yang dianggapnya benar.
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa
filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab
pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis,
epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu
merupakan bagian dari epistemologi ( filsafat pengetahuan ) yang
secara spesifik mengkaji hakikat ilmu, seperti :
a. Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yang hakiki dari
obyek tersebut ? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan
daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ?(Landasan
ontologism)
b. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan
yang berupa ilmu ? Bagaimana prosedurnya ? Hal-hal apa yang
harus diperhatikan agar mendaka0n pengetahuan yang benar ?
Apakah kriterianya ? Apa yang disebut kebenaran itu ? Adakah
kriterianya ? Cara / teknik / sarana apa yang membantu kita dalam
mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ? (Landasan
epistemologis)
c. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan ?
Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-
kaidah moral ? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah
berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik
prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan
norma-norma moral / profesional ? (Landasan aksiologis).

D. Objek Filsafat Ilmu


“No problem, no science”. Ungkapan Archi J Bahm ini seolah
sederhana namun padat akan makna. Dari ungkapan ini kita bisa
mengetahui bahwasanya Filsafat Ilmu muncul dari adanya
permasalahan tertentu. Filsafat Ilmu, menurut Bahm, diperoleh dari
pemecahan suatu masalah keilmuan. Tidak ada masalah, berarti tidak
ada solusi. Tidak ada solusi berarti tidak memperoleh metode yang
tepat dalam memecahkan masalah. Ada metode berarti ada sistematika
ilmiah.
Objek dari Filsafat Ilmu terbagi kedalam dua bagian, yaitu objek
material dan objek formal :
1. Objek Material Filsafat
Yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau
pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang
atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik
hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.
Menurut Drs. H.A.Dardiri bahwa objek material adalah segala
sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam
kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang
ada itu di bagi dua, yaitu :
a. Ada yang bersifat umum (ontology), yakni ilmu yang
menyelidiki tentang hal yang ada pada umumnya.
b. Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara
mutlak (theodicae) dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia
(antropologi metafisik) dan alam (kosmologi).
Sedangkan menurut Surajiyo dkk. obyek material dimaknai dengan
suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan
pengetahuan. Obyek material juga berarti hal yang diselidiki, dipandang
atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Obyek material mencakup apa
saja, baik yang konkret maupun yang abstrak, yang materil maupun
yang non-materil. Bisa pula berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide,
konsep-konsep dan sebagainya. Misal: objek material dari sosiologi
adalah manusia. Contoh lainnya, lapangan dalam logika adalah asas-
asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Maka,
berpikir merupakan obyek material logika.
Istilah obyek material sering juga disebut pokok persoalan (subject
matter). Pokok persoalan ini dibedakan atas dua arti, yaitu :
a. Pokok persoalan ini dapat dimaksudkan sebagai bidang khusus dari
penyelidikan faktual. Misalnya: penyelidikan tentang atom
termasuk bidang fisika; penyelidikan tentang chlorophyl termasuk
penelitian bidang botani atau bio-kimia dan sebagainya.
b. Dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pertanyaan pokok yang
saling berhubungan. Misalnya: anatomi dan fisiologi keduanya
berkaitan dengan struktur tubuh. Anatomi mempelajari strukturnya
sedangkan fisiologi mempelajari fungsinya. Kedua ilmu tersebut
dapat dikatakan memiliki pokok persoalan yang sama, namun juga
dikatakan berbeda. Perbedaaan ini dapat diketahui apabila
dikaitkan dengan corak-corak pertanyaan yang diajukan dan aspek-
aspek yang diselidiki dari tubuh tersebut. Anatomi mempelajari
tubuh dalam aspeknya yang statis, sedangkan fisiologi dalam
aspeknya yang dinamis.
2. Objek Formal Filsafat
Obyek formal adalah pendekatan-pendekatan secara cermat dan
bertahap menurut segi-segi yang dimiliki obyek materi dan
menurut kemampuan seseorang. Obyek formal diartikan juga
sebagai sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian
atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut pandang darimana
obyek material itu disorot. Obyek formal suatu ilmu tidak hanya
memberikan keutuhan ilmu, tetapi pada saat yang sama
membedakannya dari bidang-bidang lain. Suatu obyek material
dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan
ilmu yang berbeda-beda. Oleh karena itu, akan tergambar lingkup
suatu pengetahuan mengenai sesuatu hal menurut segi tertentu.
Dengan kata lain, “tujuan pengetahuan sudah ditentukan.
Misalnya, obyek materialnya adalah “manusia”, kemudian,
manusia ini ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda
sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia,
diantaranya : psikologi, antropologi, sosiologi dan sebagainya.
3. Implikasi Obyek Material dan Obyek Formal
Persoalan-persoalan umum (implikasi dari obyek material
dan obyek formal) yang ditemukan dalam bidang ilmu filsafat
antara lain sebagai berikut :
a. Sejauh mana batas-batas atau ruang lingkup yang menjadi
wewenang masing-masing ilmu filsafat itu, dari mana ilmu
filsafat itu dimulai dan sampai mana harus berhenti.
b. Dimanakah sesungguhnya tempat-tempat ilmu filsafat dalam
realitas yang melingkupinya.
c. Metode-metode yang dipakai ilmu tersebut berlakunya
sampai dimana.
d. Apakah persoalan kausalitas (hubungan sebab-akibat yang
berlaku dalam ilmu ke-alam-an juga berlaku juga bagi ilmu-
ilmu sosial maupun humaniora).

E. Fungi dan Tujuan Filsafat Ilmu


Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena
itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat
secara keseluruhan, yakni :
1. Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
2. Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral
terhadap pandangan filsafat lainnya.
3. Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan
pandangan dunia.
4. Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam
kehidupan
5. Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam
berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik,
hukum dan sebagainya.
Sedangkan Ismaun (2001) mengemukakan fungsi filsafat ilmu
adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi
konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan
untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa
filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu : sebagai confirmatory
theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis
dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan
berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.
Tujuan filsafat ilmu adalah :
1. Mendalami unsure-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh
kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu.
2. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan
ilmu di berbagai bidang, sehingga kita dapat gambaran tentang
proses ilmu kontemporer secara histories.
3. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam
mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan
persoalan yang alamiah dan non-alamiah.
4. Mendorong pada calon ilmuan dan iluman untuk konsisten dalam
mendalami ilmu dan mengembangkanya.
5. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara
ilmu dan agama tidak ada pertentangan.

F. Substansi Filsafat Ilmu


Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001)
memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan
dengan :
1. Fakta atau Kenyataan
Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam,
bergantung dari sudut pandang filosofis yang melandasinya.
a. Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada
korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual
lainnya.
b. Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai
pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori
korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan
fenomena.Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas,
kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
c. Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada
koherensi antara empirik dengan skema rasional
d. Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila
ada koherensi antara empiri dengan obyektif.
e. Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang
berfungsi.
Di sisi lain, Lorens Bagus ( 1996 ) memberikan penjelasan
tentang fakta obyektif dan fakta ilmiah. Fakta obyektif yaitu
peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan obyek
kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah
merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran
manusia.Yang dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif
dalam bahasa tertentu.Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan
teoritis.Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil.Fakta
ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang diungkapkan dalam
istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu
deskripsi ilmiah.
2. Kebenaran ( Truth )
Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan
kebenaran. Namun secara tradisional, kita mengenal 3 teori
kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatic.
Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam
ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi,
kebenaran performatif, kebenaran pragmatik dan kebenaran
proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya satu teori
lagi yaitu kebenaran paradigmatik (Ismaun, 2001).
a. Kebenaran koherensi
Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau
keharmonisan antara sesuatu yang lain dengan sesuatu yang
memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut,
baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa
pada tatanan sensual rasional mau pun pada dataran
transendental.
b. Kebenaran korespondensi
Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang
terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain.
Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan
atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang
diharapkan, antara fakta dengan belief yang diyakini, yang
sifatnya spesifik
c. Kebenaran performatif
Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam
tampilan aktual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya,
baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orang
mengetengahkan kebenaran tampilan aktual.Sesuatu benar bila
memang dapat diaktualkan dalam tindakan.
d. Kebenaran pragmatik
Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang
spesifik dan memiliki kegunaan praktis.
e. Kebenaran proposisi
Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep
kompleks, yang merentang dari yang subyektif individual
sampai yang obyektif.Suatu kebenaran dapat diperoleh bila
proposisi-proposisinya benar.Dalam logika Aristoteles,
proposisi benar adalah bila sesuai dengan persyaratan formal
suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa
proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya, melainkan
dilihat dari benar materialnya.
f. Kebenaran struktural paradigmatik
Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini
merupakan perkembangan dari kebenaran korespondensi.
Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis
statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi
unsur satu dengan lainnya. Padahal semestinya keseluruhan
struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan
mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih
menyeluruh.
3. Konfirmasi
Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan
produk yang akan datang, atau memberikan pemaknaan.
Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut
atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya
menggunakan asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan
benar.Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan asumsi dan
postulatnya.Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi atau
pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh
secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.
4. Logika Inferensi
Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat
akhir abad XX adalah logika matematika, yang menguasai
positivisme.Positivistik menampilkan kebenaran korespondensi
antara fakta.Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi
antara yang dipercaya dengan fakta.Belief pada Russel memang
memuat moral, tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema moral
yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian berupa
kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.
Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran
koheren antara rasional, koheren antara fakta dengan skema rasio,
Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran koherensi
antara fakta dengan skema moral.Realisme metafisik Popper
menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional universal
dan Noeng Muhadjir mengenalkan realisme metafisik dengan
menampilkan kebenaranan struktural paradigmatik moral
transensden (Ismaun, 2009).
Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982) menjelaskan
bahwa penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan
kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu, yakni
berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke dalam
2 bagian, yaitu logika induksi dan logika deduksi.

G. Corak dan Ragam Filsafat Ilmu


Ismaun (2001) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu,
diantaranya :
1. Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu
: meta ideologi, meta fisik dan metodologi disiplin ilmu.
2. Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (Conditions-Ends)
menjadi means. Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends,
melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
3. Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau
keindahan sebagai salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk
domain kognitif dan produk alasan praktis.
Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata,
benar, dan logis. Bila etik dimasukkan, maka perlu ditambah koheren
dengan moral. Produk alasan praktis tampil memenuhi kriteria
oprasional, efisien dan produktif. Bila etik dimasukkan perlu ditambah
huma manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih
diekstensikan lagi menjadi tidak merusak lingkungan.

H. Persamaan dan Perbedaan Filsafat Ilmu dengan Ilmu yang Lain


Persamaan filsafat ilmu dan ilmu lainnya, baik sejarah ilmu,
sosiologi ilmu dan psikologi ilmu adalah sebagai berikut :
1. Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki
objek selengkap lengkapnya sampai keakar - akarnya.
2. Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau
koheren yang ada antara kejadian - kejadian yang kita alami dan
mencoba menunjukan sebab-sebanya.
3. Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan
yang bergandengan.
4. Keduanya mempunyai metode dan sitem.
5. Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan
seluruhnya timbul dari hasrat manusia (objektivitas), akan
pengetahuan yang lebih mendasar.
Perbedaan filsafat ilmu dengan filsafat atau ilmu-ilmu lain seperti
sejarah ilmu, psikologi, sosiologi, dan sebagainya terletak pada masalah
yang hendak dipecahkan dan metode yang akan digunakan. Filsafat
ilmu tidak berhenti pada pertanyaan mengenai bagaimana pertumbuhan
serta cara penyelenggaraan ilmu dalam kenyatannya, melainkan
mempermasalahkan masalah metodologik, yakni mengenai azas-azas
serta alasan apakah yang menyebabkan ilmu dapat menyatakan bahwa
ia memperoleh pengetahuan ilmiah.
Pertanyaan seperti itu tidak dapat dijawab oleh ilmu itu sendiri tetapi
membutuhkan analisa kefilsafatan mengenai tujuan serta cara kerja
ilmu. Pertalian antara filsafat dan ilmu harus terjelma dalam filsafat
ilmu. Kedudukan filsafat ilmu dalam lingkungan fisafat secara
keseluruhan adalah :
1. Bahwa filsafat ilmu berhubungan erat dengan filsafat ilmu
pengetahuan (epistemology);
2. Filsafat ilmu erat hubungannya dengan logika dan metodologi, dan
dalam hal ini kadang-kadang filsafat ilmu dijumbuhkan
denganmetodologi (Beerling, 1985). Hubungan antara filsafat
dengan ilmu pengetahuan lebih erat dalam bidang ilmu
pengetahuan manusia. Ilmu-ilmu manusia seringkali lebih jelas
masih mempunyai filsafat ilmu tersembunyi.
Secara garis besar perbedaan filsafat ilmu dengan ilmu – ilmu lain,
baik sejarah ilmu, psikologi ilmu maupun sosiologi ilmu adalah :
a. Filsafat menyelidiki, membahas, serta memikirkan seluruh alam
kenyataan, dan menyelidiki bagaimana hubungan kenyataan satu
sama lain. Jadi ia memandang satu kesatuan yang belum dipecah-
pecah serta pembahasanya secara kesuluruhan. Sedangkan ilmu-
ilmu lain atau ilmu vak menyelidiki hanya sebagian saja dari alam
maujud ini, misalnya ilmu sejarah hanya membicarakan kejadian–
kejadian yang sudah terjadi di masa lampau, ilmu psikologi hanya
membicarakan tentang jiwa, dan ilmu sosiologi hanya
membicarakan tentang manusia.
b. Filsafat tidak saja menyelidiki tentang sebab-akibat, tetapi
menyelidiki hakikatnya sekaligus. Sedangkan ilmu lainnya hanya
membahas tentang sebab dan akibat suatu peristiwa.
c. Dalam pembahasannya filsafat menjawab apa ia sebenarnya, dari
mana asalnya, dan hendak ke mana perginya. Sedangkan ilmu
lainnya harus menjawab pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya.

I. Hubungan Filsafat Ilmu dengan Pendidikan dan Filsafat Pendidikan


1. Hubungan Filsafat Ilmu Dengan Pendidikan
Hubungan filsafat ilmu dengan pendidikan. Filsafat ilmu
merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan
mengenai hakekat ilmu (Benny Irawan, 2011) Filsafat ilmu bertujuan
mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara
bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah
penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara
memperolehnya Sebaliknya realita seperti pengalaman pendidik
menjadi masukan dan pertimbangan bagi filsafat ilmu untuk
mengembangkan pemikiran pendidikan. Hubungan fungsional antara
filsafat ilmu dengan pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Filsafat ilmu, merupakan satu cara pendekatan yang dipakai
dalam memecahkan problematika pengembangan ilmu
pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan oleh para ahli.
b. Filsafat ilmu, berfungsi memberi arah bagi pengembangan teori
pendidikan yang telah ada dan memilki relevansi dengan
kehidupan yang nyata.
c. Filsafat ilmu dan pendidikan mempunyai hubungan saling
melengkapi, yang dapat bermakna bahwa realita pendidikan
dapat mengembangkan filsafat ilmu, dan filsafat ilmu itu sendiri
dapat membantu realita perkembangan pendidikan.
2. Hubungan Filsafat Ilmu dengan Filsafat Pendidikan
Pandangan filsafat pendidikan sama peranannya dengan
landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan pelaksanaan
pendidikan. Antara filsafat dan pendidikan terdapat kaitan yang
sangat erat. Filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan
masyarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra
tersebut.
Filsafat pendidikan mengadakan tinjauan yang luas mengenai
realita, antara lain tentang pandangan dunia dan pandangan hidup.
Konsep-konsep mengenai ini dapat menjadi landasan penyusunan
konsep tujuan dan metodologi pendidikan. Di samping itu,
pengalaman pendidik dalam menuntun pertumbuhan dan
perkembangan anak akan berhubungan dan berkenalan dengan
realita. Semuanya itu dapat digunakan oleh flsafat pendidikan
sebagai bahan pertimbangan dan tinjauan untuk memngembangkan
diri.
Filsafat ilmu dengan filsafat pendidikan memiliki hubungan
yang sangat erat. Bagi perkembangan filsafat pendidikan, filsafat
ilmu merupakan landasan filosofis yang menjiwai pengembangan
ilmu pendidikan dan teori-teori pendidikan. Filsafat ilmu mencoba
memberikan dasar bagi pengembangan filsafat pendididkan dalam
kerangka mengembangkan ilmu pendidikan dan teori-teori
pendidikan.
Selain itu, hubungan filsafat ilmu dengan filsafat pendidikan
juga dapat dimaknai bahwa filsafat ilmu mempunyai fungsi untuk
memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan ilmu
pendidikan (pedagogic) maupun teori-teori pendidikan baik dari segi
ontologi (tujuan), epistemologi (metode), maupun axiologi (nilai).

Anda mungkin juga menyukai