Anda di halaman 1dari 36

1

PROPOSAL

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA TERHADAP

PENCEGAHAN PENYAKIT HIV/AIDS DI SMK GUNUNGSARI

MAKASSAR

RAHMATUL ARSYI

142015

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKPER GUNUNG SARI MAKASSAR

2018
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tingginya kasus infeksi HIV / AIDS yang terus bertambah terutama dari

kalangan usia muda atau remaja merupakan permasalahan yang serius karena

mereka inilah yang merupakan generasi penerus bangsa. Apabila kondisi ini tidak

diintervensi secara serius, maka Indonesia akan dibebani oleh banyaknya ODHA

( Orang Dengan HIV / AIDS ) yang masih tergolong usia produktif. (Cindra

Paskaria,2016).

Dengan menggunakan asupan data estimasi dan proyeksi prevalensi

HIV pada populasi usia 15-49 tahun dari modul AEM (Asean Economic

Ministers), data program dan asumsi epidemiologi lainnya, modul spectrum

memberikan hasil peningkatan estimasi jumlah total ODHA dari 545.428 pada

tahun 2011 menjadi 785.821 pada tahun 2016. (Kemenkes RI, 2014).

Di Indonesia, data dari Ditjen PP dan PL Kemenkes RI per tanggal 15

Agustus 2012, menunjukkan untuk rentang umur 15 – 19 tahun terdapat 1.134

orang yang menderita AIDS. Hal ini menunjukkan bahwa masa transisi dari

remaja menuju usia dewasa adalah masa krisis yang apabila tidak dibimbing

bisa mengarah kepada perilaku yang berisiko. (Kemenkes RI, 2012).

2
3

Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Makassar Perkembangan

kasus AIDS dan infeksi HIV di Sulawesi Selatan dari tahun ke tahun

cenderung meningkat. Di Kota Makassar tahun 2010 dilaporkan 371 penderita

HIV dan 87 penderita AIDS dan meningkat di tahun 2011 yaitu 516 penderita

HIV yang ditemukan di Puskesmas dan Rumah Sakit dan 448 penderita AIDS

di Rumah Sakit. Pada tahun 2012 kasus HIV/AIDS menurun dibandingkan

tahun sebelumnya yaitu 493 kasus yang ditemukan di Puskesmas dan Rumah

Sakit dan kasus AIDS menurun menjadi 407 kasus yang ditemukan di Rumah

Sakit. Prevalensi HIV/AIDS di Kota Makassar meningkat dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2013 prevalensi HIV/AIDS di Kota Makassar sebesar 520 kasus

HIV dan 482 kasus AIDS yang di temukan di Rumah sakit dan Puskesmas.

(Dinkes SulSel,2013).

Pemahaman tentang HIV/AIDS di kalangan remaja Indonesia ternyata

masih minim. Menurut data Kementerian Kesehatan, setelah dilakukan

survey, dari sekitar 65 juta remaja usia 14-24 tahun, hanya 20% yang

memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV yang salah satu cara

penularannya melalui hubungan seksual. (Unoviana Kartika,2015).

Perilaku siswa SMK dalam upaya pencegahan HIV / AIDS di

pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pengetahuan dan sikap.

Pengetahuan yang rendah mengenai HIV / AIDS akan menimbulkan sikap

yang kurang perduli terhadap upaya pencegahan HIV / AIDS , serta sikap

yang kurang perduli terhadap upaya pencegahan HIV / AIDS akan mendorong
4

seorang siswa berperilaku buruk dan dapat terjerumus dalam perilaku HIV /

AIDS.

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di SMK Gunungsari

Makassar pada siswa kelas X dan XI. Dari hasil pengambilan data awal yang

didapatkan peneliti adalah bahwa pengetahuan siswa SMK dalam upaya

pencegahan HIV / AIDS masih kurang. Hal ini terlihat pada saat kami

melakukan observasi dan wawancara langsung kepada siswa bahwa walaupun

pengetahuan mereka tergolong masih kurang dalam upaya pencegahan HIV /

AIDS, mereka tetap terlihat acuh untuk mencari informasi. Siswa lebih

memilih untuk bersikap acuh dalam menanggapi penyakit dan upaya

pencegahan HIV / AIDS, para siswa lebih memilih untuk menanggapi dan

mencari informasi mengenai pelajaran yang siswa dapat disekolah

dibandingkan untuk mencari informasi lain di luar mata pelajaran sekolah.

Dimana hal ini menimbulkan sikap yang kurang peduli terhadap resiko

penularan HIV / AIDS dan mereka dapat terjerumus ke dalam gaya hidup

seperti gaya pacaran yang tidak sewajarnya di usia dini mereka serta

pergaulan mereka sehari-hari yang dapat menimbulkan terjadinya resiko

penularan HIV / AIDS.

Perkembangan jaman saat ini, ikut mempengaruhi perilaku seksual

dalam berpacaran remaja. Hal ini dapat dilihat pada siswa di SMK

Gunungsari Makassar, ketika kami melakukan observasi pada jam istirahat

terlihat siswa yang sedang berpacaran cenderung untuk selalu terlihat bersama
5

di semua kegiatan. Sesekali mereka terlihat berpegangan tangan dan saling

merangkul. Kondisi tersebut cukup mengkhawatirkan mengingat perilaku

tersebut dapat menyebabkan penularan HIV / AIDS.

Data siswa yang didapatkan dari SMK Gunungsari Makassar

TAHUN KELAS JUMLAH SISWA TOTAL

LAKI-LAKI PEREMPUAN

2018 Kelas X 32 5 37

2018 Kelas XI 29 4 33

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengangkat judul : “GAMBARAN

PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA TERHADAP PENCEGAHAN

PENYAKIT HIV/AIDS DI SMK GUNUNGSARI MAKASSAR”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah gambaran pengetahuan siswa terhadap pencegahan

penyakit HIV / AIDS di SMK Gunungsari Makassar?

2. Bagaimanakah gambaran sikap siswa terhadap pencegahan penyakit HIV /

AIDS di SMK Gunungsari Makassar?


6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap siswa terhadap

pencegahan penyakit HIV/AIDS di SMK Gunungsari Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan siswa di SMK Gunungsari

Makassar dalam upaya pencegahan HIV / AIDS

b. Untuk mengetahui gambaran sikap siswa di SMK Gunungsari

Makassar dalam upaya pencegahan HIV / AIDS

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Sebagai salah satu wadah latihan untuk memperluas wawasan dan

pengetahuan dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan yang telah

diperoleh.

2. Bagi Institusi

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan yang

bermanfaat bagi institusi pendidikan.

3. Bagi Profesi Perawat

Diharapkan untuk dapat dijadikan salah satu sumber bacaan bagi

mahasiswa dan mahasiswi khususnya ilmu keperawatan.

4. Bagi Tempat Penelitian


7

Diharapkan untuk dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi

bagi siswa siswi di SMK Gunungsari Makassar

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dapat menjadikan salah satu sumber informasi atau

menjadikan perbandingan untuk peneliti selanjutnya.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang HIV/AIDS

1. Pengertian

AIDS (Acquired Immunodefeciency Virus) merupakan kumpulan

gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus

yang disebut HIV. Kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh

menyebabkan ODHA (orang dengan HIV AIDS) amat rentan dan mudah

terkena penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun

lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.

(Djuana, 2015).

AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus

menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefeciency Virus

(HIV). (Scorviani, 2016).

Human Immunodefeciency Virus (HIV) adalah suatu retrovirus

yang termasuk family lentivirus. Jenis retrovirus memiliki kemampuan

untuk menggunakan RNAnya dan DNA sel induk untuk membuat DNA

virus baru dan terkenal pula karena masa inkubasi yang lama. (Sumiati,

2015).

8
9

2. Etiologi

AIDS disebabkan oleh Human Immunodefeciency Virus (HIV),

AIDS muncul setelah benteng pertahanan tubuh yaitu sistem kekebalan

alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV yaitu dengan

hancurnya sel-sel limfosit T. Karena kekurangan selT maka penderita

mudah sekali terserang infeksi dan kanker yang sederhana sekali pun yang

untuk orang normal tidak berarti. (Tambayong, 2016).

3. Patofisiologi

Sel T dan makrofag serta sel dendritik/langerhans (sel imun)

adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodefecinecy Virus (HIV) dan

terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human

Immunodefeciency Virus (HIV) menginfeksi sel lewat pengikatan protein

perifer CD4 dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120.

(Scorviani, 2016).

Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun maka

Human Immunodefecinency Virus (HIV) menginfeksi sel lain dengan

meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga

dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeleminasi

virus dan sel yang terinfeksi. Dengan menurunnya jumlah sel T4, maka

sistem imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya

fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. .

(Scorviani, 2016).
10

Seseorang yang terinfeksi Human Immnodefeciency Virus (HIV)

dapat tetap tidak memperlihatkan gejala selama bertahun-tahun. Selama

waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 perml darah

sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 perml darah, 2-3 tahun setelah

infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi (herpes

zoster dan jamur opurtunistik) muncul, jumlah T4 kemudian menurun

akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi.

Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS

apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila

terjadi terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS. (Scorviani,

2016).

4. Penularan

Penyakit ini menular melalui berbagai cara, antara lain melalui

cairan tubuh seperti darah, cairan genetalia dan ASI. Virus terdapat juga

dalam saliva,air mata,dan urin (sangat rendah). HIV tidak dilaporkan

terdapat dalam air mata dan keringat. Pria yang sudah disunat memiliki

resiko HIV yang lebih kecil dibandingkan dengan pria yang tidak disunat.

(Widoyono, 2013).

a. Ibu hamil

1) Secara intrauterine, intapartum, postpartum (ASI)

2) Angka transmisi mencapai 20-50%

3) Angka transmisi melalui ASI dilaporkan lebih dari sepertiga


11

4) Laporan lain menyatakan risiko penularan melalui ASI adalah 11-

29%. (Widoyono, 2013).

b. Jarum suntik

1) Pravelensi 5-10%

2) Penularan HIV pada anak dan remaja biasanya melalui jarum suntik

karena penyalahgunaan obat.

3) Di antara tahanan (tersangka atau terdakwa tindak pidana) dewasa,

penggunaan obat suntik di Jakarta sebanyak 40% terinfeksi HIV, di

Bogor 25%, di Bali 53%. (Widoyono, 2013).

c. Transfusi darah

Jika darah yang di transfusikan telah terinfeksi oleh HIV, maka virus itu

akan menyebar ke orang lain melalui darah. Ini akan membuat orang

tersebut terinfeksi HIV. Risiko penularan sebesar 90%. (Widoyono, 2013).

d. Hubungan seksual

1) Prevalensi 70-80%

2) Kemungkinan tertular adalah 1 dalam 200 kali hubungan intim.

3) Model penularan ini adalah yang tersering didunia. Akhir-akhir ini

dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk

menggunakan kondom, maka penularan melalui jalur ini cenderung

menurun digantikan oleh penularan melalui jalur penasun (penggun

narkoba suntik).
12

Ada beberapa pernyatan-pernyataan yang salah seputar penularan HIV

diantaranya, yaitu :

a) HIV / AIDS menular melalui hubungan kontak social biasa dari

satu orang ke orang lain dirumah, tempat kerja atau tempat umum

lainnya.

b) HIV / AIDS menular melalui makanan HIV / AIDS menular

melalui udara dan air (kolam renang, toilet, dll)

c) HIV / AIDS menular melalui serangga/nyamuk.

d) HIV / AIDS menular melalui batuk,bersin,meludah.

e) HIV / AIDS menular melalui bersalaman, menyentuh, berpelukan

atau cium pipi.

Dari tahun ke tahun kasus AIDS di Indonesia semakin bertambah

jumlahnya. Menurut Jaringan Epidemiologi Nasional ada beberapa

kondisi yang membuat penyebaran AIDS di Indonesia menjadi cepat

antara lain :

(1) Meluasnya pelacuran.

(2) Peningkatan hubungan seks pra nikah dan ekstra marital.

(3) Prevalensi penyakit menular seksual yang tinggi.

(4) Kesadaran pemakaian kondom masih rendah.

(5) Urbanisasi dan migrasi penduduk yang tinggi.

(6) Penggunaan jarum suntik yang tidak steril.


13

(7) Lalu lintas dari dan ke luar negeri yang bebas. (Widoyono, 2013).

5. Gejala Klinis

Gejala klinis muncul sebagai penyakit yang tidak khas seperti :

Diare kronis, kandidasi mulut yang luas,Pneumoytis Carini,Pneumonia

Intertisialis Lifositik, Ensafalopati Kronik. Ada beberapa gejala dan tanda

mayor (menurut WHO) antara lain : kehilangan berat badan >10%, diare

kronik > 1 bulan, demam > 1 bulan. Sedangkan tanda minornya adalah

dermatitis Pruitis, Herpes Zoster berulang, kandidas orofaring, Herpes

simpleks yang meluas dan berat, Limfadenopate yang meluas. (Firdaus,

2015).

HIV / AIDS juga dapat dibagi menjadi 4 stadium yaitu stadium I :

HIV, stadium II : asimptomatik, stadium III : pembesaran kelenjar limfe,

stadium IV : AIDS.

a. Stadium pertama : HIV

Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya

perubahan serologis ketika antibody terhadap virus tersebut berubah

dari negatif menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk kedalam

tubuh sampai tes antibody terhadap HIV menjadi positif disebut

window period . Lama window periode antara 1 sampai 3 bulan,

bahkan ada yang dapat berlangsung sampai enam bulan.

b. Stadium kedua : Asimptomatik (tanpa gejala)


14

Asimptomatik berarti bahwa didalam organ tubuh terdapat HIV tetapi

tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung

selama 5-10 tahun. Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak sehat

ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.

c. Stadium ketiga : pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata

tidak hanya muncul hanya pada satu tempat saja dan berlangsung lebih

1 bulan.

d. Stadium keempat : AIDS

Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit antara lain

penyakit konstitusional, penyakit saraf, dan penyakit infeksi sekunder.

(Nursalam, 2014).

6. Pengobatan

Pengobatan holistik HIV diatur menurut lima acuan perawatan. (Hasan,

2015).

a. Kesehatan psikososial dan spiritual pasien orang terdekat pasien

lainnya ditangani selama perjalanan penyakit tersebut.

b. Nutrisi dan olahraga harus dilakukan pada awal proses HIV dan AIDS

pada stadium terminal, kemampuan untuk berolahraga atau

mengonsumsi nutrisi akan sangat menurun.

c. Pencegahan atau identifikasi dini perburukan ditekankan selama

penyakit.
15

d. Baik pasien maupun keluarga diajarkan mengenai penyakit secara

umum dan terutama mengenai perubahan gejala yang memerlukan

perhatian segera.

e. Terapi medis dan tindakan keperawatan yang berkaitan dengan gejala

tersebut diatas secara umum berfokus pada pemberian obat anti HIV,

profilaksis infeksi opurtunis, pengobatan kondisi khusus, dan

penatalaksaan gejala.

Sampai saat ini belum ada obat-obatan yang dapat menghilangkan

HIV dari dalam tubuh individu. Ada beberapa kasus yang menyatakan

bahwa HIV/AIDS dapat disembuhkan. Setelah diteliti lebih lanjut,

pengobatannya tidak dilakukan dengan standar medis, tetapi dengan

pengobatan alternatif atau pengobatan lainnya. Obat-obat yang selama ini

digunakan berfungsi menahan perkembangbiakan virus HIV dalam tubuh,

bukan menghilangkan HIV dari dalam tubuh. Hal inilah yang dialami

Magic Johnson, konsumsi obat-obatan dilakukan untuk menahan jalannya

virus sehingga kondisi tubuh tetap terjaga. Meskipun semakin hari

semakin banyak individu yang dinyatakan positif HIV, namun sampai saat

ini belum ada informasi adanya obat yang dapat menyembuhkan

HIV/AIDS. Bahkan sampai sekarang belum ada perkiraan resmi mengenai

kapan obat yang dapat menyembuhkan AIDS atau vaksin yang dapat

mencegah AIDS ditemukan. (Hasan, 2015).


16

Pengobatan yang lainnya berupa :

1) Terapi supportif umum yang bertujuan meningkatkan daya tahan tubuh

berupa nutrisi yang adekuat, pemberian multivitamin dan lain-lain

seperti :

a) Terapi oksigen

b) Humidifikasi dengan nebulizer

c) Fisioterapi dada

d) Pengaturan cairan

e) Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat

f) Obat inotropik

g) Ventilasi mekanis

h) Drainase empiema

i) Bila terdapat gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori cukup.

2) Pemberian obat antivirus HIV / AIDS :

a) Didanosin

Dosis : 2 x 100 mg, setiap 12 jam (BB <60kg)

b) Zidovudin

Dosis : 500-600 mg/hari, pemberian setiap 4 jam sebanyak 100 mg,

pada saat penderita tidak tidur.

c) Lamivudin

d) Stavudin
17

3) Pemberian Obat ARV ( antiretrovirus ) masih merupakan terapi pilihan

karena :

a) Obat ini bisa memperlambat progresivitas penyakit dan dapat

memperpanjang daya tahan tubuh.

b) Obat ini aman, mudah dan tidak mahal. Angka transmisi dapat

diturunkan sampai mendekati nol melalui identifikasi dini ibu hamil

dengan HIV positif dan pengelolaan klinis yang agresif. (Hasan,

2015).

7. Pencegahan

Secara umum lima cara pokok untuk mencegah penularan HIV

yang disingkat dengan ABCDE yaitu :

A : Abstinence = Memilih untuk tidak melakukan hubungan seksual

berisiko tinggi, terutama seks pranikah.

B : Be faithful = Saling setia

C : Condom = Menggunakan kondom secara konsisten dan benar

D : Drugs = Tolak penggunaan NAPZA

E : Equipment = Jangan pakai jarum suntik bersamaan

Bagi pengguna NAPZA agar dapat terbebas dari penularan HIV /

AIDS mulai berhenti menggunakan Napza, sebelum terinfeksi HIV atau

paling tidak tidak memakai jarum suntik yang sama. Sedangkan

pencegahan untuk remaja yaitu mencari informasi yang lengkap dan benar

yang berkaitan dengan HIV / AIDS, mendiskusikan secara terbuka


18

permasalahan yang sering dialami remaja dalam hal ini tentang masalah

perilaku seksual dengan orang tua, guru, teman maupun orang yang

memang paham mengenai hal ini. Menghindari penggunaan obat-obat

terlarang dan jarum suntik, tato dan tindik. Tidak melakukan kontak

langsung dan pencampuran darah dengan orang yang sudah terpapar HIV.

Menghindari perilaku yang dapat mengarah pada perilaku yang tidak sehat

dan tidak bertanggung jawab. (Hasan, 2015)

Upaya pencegahan AIDS jangka pendek adalah dengan kegiatan

KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) memberikan informasi kepada

kelompok risiko tinggi bagaimana pola penyebaran Virus AIDS sehingga

dapat diketahui langkah-langkahnya. (Hasan, 2015).

a. Pencegahan infeksi HIV melalui hubungan seksual. HIV terdapat pada

semua cairan tubuh penderita, tetapi yang terbukti berperan dalam

penularan AIDS adalah air mani, cairan vagina, dan darah. HIV dapat

menyebar melalui hubungan seksual dari pria ke wanita, dari wanita ke

pria, dan dari pria ke pria.

Cara hubungan seksual yang sangat rawan bagi penularan AIDS adalah :

1) Penis mitra seksual pengidap HIV masuk ke lubang dubur

pasangannya (Anogenital pasif).

2) Penis orang sehat masuk ke lubang dubur mitra seksual pengidap HIV

(Anogenital aktif.
19

3) Penis mitra seksual pengidap HIV masuk ke vagina orang sehat

(Genitogenital aktif).

4) Penis orang sehat masuk ke vagina mitra seksual pengidap HIV

(Genitogenital pasif).

Setelah mengetahui cara penyebaran HIV melalui hubungan

seksual maka upaya pencegahannya adalah dengan cara :

1) Tidak melakukan hubungan seksual . Walaupun cara ini sangat efektif,

namun jarang orang melaksanakannya sebab seks merupakan

kebutuhan biologis.

2) Melakukan hubungan seksual hanya dengan seorang mitra seksual

yang setia dan tidak terinfeksi HIV.

3) Hindari hubungan seksual dengan kelompok risiko tinggi tertular

AIDS

4) Tidak melakukan hubungan seksual anogenital

5) Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual

dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS dengan pengidap HIV.

b. Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penularan melalui darah

adalah :

1) Darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan bebas HIV dengan

jalan memeriksa darah pendonor. Hal ini masih belum dapat

dilaksanakan sebab memerlukan biaya yang tinggi serta peralatan yang


20

canggih. Karena prevalensi HIV di Indonesia masih rendah maka

pemeriksaan donor darah hanya dengan uji petik.

2) Menghimbau kelompok resiko tinggi tertular AIDS untuk menjadi

pendonor darah. Apabila terpaksa karena menolak menjadi donor

menyalahi kode etik, maka darah yang dicurigai harus dibuang.

3) Jarum suntik dan alat suntik yang harus distrelisasikan secara baku

setiap kali habis dipakai.

4) Semua alat yang tercemar dengan cairan tubuh penderita AIDS harus

disterilisasikan secara baku.

5) Kelompok penyalahguna narkotika harus menghentikan kebiasaan

menyuntikkan obat kedalam badannya serta menghentikan kebiasaan

menggunakan jarum suntik bersama.

6) Gunakan jarum suntik sekali pakai.

7) Membakar semua alat bekas pakai pengidap HIV

c. Pencegahan AIDS dengan kondom

Kondom di Indonesia dikenal sebagai alat kontrasepsi atau alat

KB pria. Selain untuk KB kondom biasanya dikonotasikan dengan

pelacuran, sehingga gambaran masyarakat awam tentang kondom

sangat rendah.

Dalam upaya pencegahan penyebarluasan AIDS, kondom

sangat berperan dalam memutuskan mata rantai penularan AIDS lewat

jalur seksual. Penyuluhan ditujukan kepada kelompok risiko tinggi saf


21

e sex dengan menggunakan kondom saat melakukan hubungan

seksual.

Kondom yang dianjurkan untuk digunakan adalah terbuat dari

lateks, sebab hasil penelitian membuktikan bahwa kondom lateks tidak

dapat ditembus HIV. Sedangkan kondom yang terbuat dari bahan

alamiah seperti usus kambing dan sejenisnya tidak dapat memberikan

proteksi yang baik. Dianjurkan pula untuk menggunakan obat-obat

pembunuh sperma, karena obat tersebut juga dapat membunuh HIV.

Adapun upaya pencegahan AIDS jangka panjang yaitu

merubah sikap dan perilaku masyarakat dengan kegiatan yang

meningkatkan norma-norma agama maupun social, sehingga

masyarakat dapat berperilaku seksual yang bertanggung jawab adalah:

a. Tidak melakukan hubungan seksual sama sekali.

b. Hanya melakukan hubungan sesksual dengan mitra seksual yang

setia dan tidak terinfeksi HIV.

c. Menghindari hubungan seksual dengan wanita / pria tuna susila.

d. Menghindari hubungan seksual dengan orang yang mempunyai

lebih dari satu mitra seksual.

e. Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin.

f. Tidak hamil bila terinfeksi HIV.

g. Menggunakan kondom dari awal sampai akhir hubungan seksual.

(Hasan, 2015).
22

Kegiatan tersebut dapat berupa dialog antara tokoh-tokoh

agama, penyebarluasan informasi tentang AIDS dengan bahasa agama

yang semuanya bertujuan untuk mempertebal iman serta norma-norma

agama menuju perilaku seksual yang bertanggung jawab. Dengan

perilaku seksual yang bertanggung jawab diharapkan mampu

mencegah penyebaran AIDS di Indonesia.

Ada beberapa jenis program yang terbukti sukses diterapkan di

beberapa Negara dan amat dianjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia,

WHO untuk dilaksanakan sekaligus, yaitu :

1) Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda

2) Program penyuluhan sebaya untuk berbagi kelompok sasaran

3) Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik

4) Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna narkotika, termasuk

program pengadaan jarum suntik steril.

5) Program pendidikan agama.

6) Program layanan pengobatan infeksi menular seksual (IMS).

7) Program promosi kondom dilokalisasi pelacuran dan panti pijat.

8) Pelatihan keterampilan hidup.

9) Program pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling.

10) Integrasi program pencegahan dengan program pengobatan, perawatan

dan dukungan untuk ODHA.


23

11) Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian

obat ARV.

Mengintegrasikan program pencegahan dengan program

pengobatan, perawatan dan dukungan untuk ODHA merupakan syarat

mutlak untuk keberhasilan program penanggulangan HIV/AIDS. Bila

kita melaksanakan program pencegahan saja, hasilnya tidak akan

sebaik bila dilakukan bersama program pengobatan, layanan dan

dukungan untuk ODHA. Sudah cukup banyak program kegiatan

penanggulangan HIV/AIDS yang terbukti efektif dan mampu laksana,

yang sudah kita terapkan untuk menekan kecepatan peningkatan masih

harus dilakukan sana-sini. Bukan hanya yang menyangkut kualitas

program, namun juga perluasan cakupan penerima program. (Koes

Irianto, 2013)

8. Komplikasi

a. Oral

Lesi karena kandidia, herpes simpleks, sarcoma Kaposi, HPV

oral, Gingivitis, peridonitis, Huma Immunodefeciency Virus (HIV),

leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurun berat badan , keletihan

dan cacat.

b. Nerologik

1) Komplek dimensia AIDS karena serangan langsung Human

Immunodefeciency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan


24

kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia,

dan isolasi social.

2) Encelophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksi, hipoglikemia,

ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/ensefalitis. Dengan efek :

sakit kepala, malaise, demam, paralise, total/parsial

3) Infark cerebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik,

dan maranik endokarditis.

4) Neuropati karena inflasi demilinasi oleh serangan Human

Immunodefeciency Virus (HIV).

c. Gastrointestinal

1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,

limpoma, dan sarcoma kaposi, Dengan efek : penurunan berat

badan, anoreksia, demam, mal absorbs, dan dehidrasi

2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma Kaposi, obat

illegal, alkoholik, dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,

ikterik, demam arthritis.

3) Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi

perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit

dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal, dan diare.

d. Respirasi
25

Infeksi karena Pneumocystic Cariini, cytomegalovirus, virus

influenza, pnemococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek,

batuk, nyeri, hpoksia, keletihan, gagal nafas.

e. Dermatologic

Lesi kulit stafilococus : virus herpes simpleks dan zoster,

dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekubitus

dengan efek nyeri, gatal,rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.

f. Sensorik

1) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

2) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan

pendengaran dengan efek nyeri

B. Tinjauan tentang Pengetahuan


Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

sikap dan perilaku seseorang. Menurut Lawrence Green dan Marshall

Kreuter dalam Sciavo (2012) bahwa pengetahuan seseorang

merupakan salah satu faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi

perubahan perilaku seseorang. Pengetahuan yang benar tentang HIV

dan AIDS pada remaja diharapkan dapat menghindari perilaku

berisiko HIV dan IDS. Masa remaja (adolescent) merupakan periode

yang kritis pada perkembangan manusia baik secara fisiologis,

psikologis dan sosial. (Lawrence Green dan Marshall Kreuter, 2012).


26

Menurut sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh

Badan Pusat Statistik (EPS), proporsi penduduk usia 15-19 tahun

hampir mencapai 10 persen dari jumlah penduduk. Dengan populasi

yang cukup besar, maka remaja diharapkan menjadi tumpuan dan

tulang punggung dalam meneruskan pembangunan, oleh karena itu

sangatlah penting untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan

yang benar dan tepat, termasuk informasi tentang HIV dan AIDS.

Pertanyaan tentang pengetahuan HIV dan AIDS pada Riskesdas 2010

masih terbatas pada pertanyaan tentang penularan dan pengetahuan

HIV dan AIDS yang kemungkinan masih kurang mencakup tentang

pengetahuan HIV dan AIDS pada remaja.

Khan (2013) merekomendasikan beberapa upaya pencegahan

HIV dan AIDS sebagai berikut: peningkatan pengetahuan tentang HIV

dan AIDS, program perubahan perilaku khususnya pada remaja yang

berisiko HIV dan pada orang yang terinfeksi AIDS, promosi

penggunaan kondom pada laki-laki maupun wanita, tes HIV dan AIDS

secara sukarela, pencegahan pada wanita hamil, pencegahan penularan

dari ibu ke anak, bahaya penggunaan jarum suntik bersama,

pendidikan masyarakat, perubahan dalam bidang hukum dan kebijakan

untuk melawan stigma, peningkatan ekonomi masyarakat.


27

C. Tinjauan tentang Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau

objek tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,

akan tetapi sikap merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap

merupakan salah satu factor yang penting dalam suatu proses

pembentukan perilaku seseorang. (Notoadmojo, 2016 ). Berdasarkan

peneitian yang dilakukan Angriyani dan Trisnawati (2011) tentang

hubungan antara seks pranikah dengan perilaku seks remaja pada

SMK Kerabat Kita Bumiayu Kabupaten Brebes menunjukkan bahwa

dari 48 responden yang memiliki perilaku seksual beresiko sebanyak

24% diantaranya memiliki sikap yang baik edangkan 63,6% memiliki

sikap yang tidak baik.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Tampi, dkk (2013)

menunjukkan bahwa sebanyak 45% responden yang memiliki sikap

positif terhadap HIV / AIDS telah melakukan tindakan pencegahan

HIV / AIDS dan sebanyak 20,8% responden dengan sikap negative

terhadap HIV / AIDS tidak melakukan pencegahan HIV / AIDS.

Penelitian Rizyana (2012) menunjukkan bahwa sebanyak 60,7%

remaja dengan sikap negatif dan 24,2% dengan sikap positif memiliki

perilaku pencegahan HIV / AIDS yang kurang baik. Selain itu,

Notoadmojo (2016) menyebutkan bahwa perilaku yang didasari oleh


28

pengetahuan dan sikap akan bertahan lebih lama dibandingkan

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan sikap.


29

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan

Pencegahan
penyakit HIV / AIDS
Sikap

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Variabel penghubung

B. Defenisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Cara Ukur Skala

independen Operasional Ukur

1 Pengetahuan Pengetahuan Kuesioner Skor >9 : Ordinal

merupakan baik

salah satu Skor 5-9:

faktor yang sedang

29
30

mempengaru Skor <5 :

hi sikap dan kurang

perilaku

seseorang.

Menurut

Lawrence

Green dan

Marshall

Kreuter

dalam Sciavo

(2012)

bahwa

pengetahuan

seseorang

merupakan

salah satu

faktor

predisposisi

yang dapat

mempengaru

hi perubahan
31

perilaku

seseorang.

2 Sikap Sikap adalah Kuesioner Skor >9 : Nominal

respon baik

tertutup Skor 5-9:

seseorang sedang

terhadap Skor <5 :

stimulus atau kurang

objek

tertentu.

Sikap belum

merupakan

suatu

tindakan atau

aktivitas,

akan tetapi

sikap

merupakan

predisposisi

tindakan atau

perilaku.
32

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini Penelitian

Korelasi Deskriptif dimana penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan

gambaran tentang hubungan antara dua atau lebih variabel penelitian. Adapun

model pendekatan yang digunakan adalah crossectional.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Waktu Penelitian

Rencana waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Mei 2018

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMK Gunungsari Makassar

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Dalam penelitian ini peneliti menetapkan jumlah populasi yang aktif

sebanyak 70 orang atau merupakan siswa kelas X dan XI SMK

Gunungsari Makassar.

2. Sampel

Dalam penelitian ini peneliti menetapkan jumlah sampel sebanyak 70

responden dengan menggunakan totality sampling.

32
33

3. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini

adalah teknik total sampling, yaitu pengambilan sampel dengan

mengambil semua populasi menjadi sampel sehingga besar sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah 70 orang. (Dharma,2014)

D. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini proses pengumpulan data menggunakan kuesioner

dimana terdiri dari dua kuesioner meliputi kuesioner A tingkat pengetahuan

siswa / siswi kuesioner B sikap responden. Berikut penjelasan untuk masing-

masing instrumen:

1. Kuesioner A

Kuesioner A merupakan kuesioner yang mengukur variable independen

yakni pengetahuan responden yakni: Kuesioner penelitian ini berisi

tentang pengertian, penyebab, gejala, cara penularan HIV / AIDS.

Penelitian ini menggunakan skala guttman yang dijawab dengan pilihan

jawaban yaitu YA dengan skor 1 dan untuk jawaban TIDAK dengan skor

0, dengan skor tertinggi yaitu 10. Penilaian skor 6-10 artinya responden

memiliki pengetahuan yang baik tentang pencegahan penyakit HIV /

AIDS, dan skor 1-5 artinya responden memiliki pengetahuan yang kurang

tentang pencegahan penyakit HIV / AIDS.

2. Kuesioner B merupakan kuesioner yang mengukur variable independen

yakni bagaimana sikap siswa meliputi : masalah terhadap HIV/ AIDS,


34

bagaimana tidak terkena HIV / AIDS dan pencegahan HIV / AIDS.

Penelitian ini menggunakan skala guttman yang dijawab dengan pilihan

jawaban yaitu YA dengan skor 1 dan untuk jawaban TIDAK dengan skor

0, dengan skor tertinggi yaitu 10. Penilaian skor 6-10 artinya responden

memiliki sikap yang baik tentang pencegahan penyakit HIV / AIDS, dan

skor 1-5 artinya responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang

pencegahan penyakit HIV / AIDS.

E. Prosedur pengumpulan data

1. Data primer

Data primer diperoleh dengan mengedarkan kuesioner kepada setiap

responden, observasi dan wawancara langsung dengan memberikan

penjelasan kepada responden bila terdapat hal-hal yang kurang dimengerti

dalam menjawab kuesioner.

2. Data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui catatan khusus di

ruangan tata usaha di SMK Gunungsari Makassar, sebagai data pelengkap

dan penunjang data primer untuk keperluan penelitian.

F. Pengolahan Data

1. Editing

Editing yaitu mengoreksi kesalahan-kesalahan yang di tentukan. Peneliti

melakukan pengecekan kelengkapan data yang ada. Jika ditemukan data

yang salah maka data tersebut tidak akan dipakai.


35

2. Coding

Adalah usaha untuk mengklasifikasi jawaban yang ada menurut jenisnya.

Dilakukan dengan memberi tanda pada masing-masing jawaban dengan

kode berupa simbol-simbol.

3. Tabulating

Sebelum data diklarifikasi, data dikelompokkan menurut kategori yang

telah ditentukan, selanjutnya data ditabulasikan sehingga diperoleh

frekuensi dari masing-masing table.

4. Entry

Proses memasukkan data ke dalam computer dengan SPSS sebelum

dilakukan analisa dengan computer dilakukan pengecekan ulang terhadap

data.

5. Cleaning

Proses pembersihan data yang dianggap menganggu proses analisis.

G. Teknik analisa data

1. Analisis Univariat

Dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi variabel yang diteliti

yaitu pengetahuan dan sikap siswa terhadap pencegahan penyakit

HIV/AIDS.
36

H. Etika Penelitian

1. Informed Concent

Lembar persetujuan diberikan kepada calon responden yang akan

ditelitiyang memenuhi kriteria inklusi. Bila calon responden menolak,

maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-hak yang

bersangkutan.

2. Anonimity

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden tetapi lembar tersebut diberikan kode.

3. Considentialy

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai