MALARIA
Oleh :
Rifki Abdillah
17710229
Pembimbing :
i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
MALARIA
Oleh :
RIFKI ABDILLAH
17710229
ii
DAFTAR ISI
Judul ..........................................................................................................................i
iii
BAB III Resume
iv
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
B. ANAMNESIS
1
C. PEMERIKSAAN FISIK
KeadaanUmum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 4-5-6
Vital Sign : Tekanan Darah : 134/72 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Respiratory rate : 19 x/menit
Suhu : 38 ºC
Status Generalis
Kepala : Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterus (+/+)
Sianosis (-/-)
Dispneu (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Pembesaran tiroid (-)
Thorax :
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V mid klavikula S
Perkusi : Batas kanan jatung Parasternal line dextra
Batas kiri jantung Mid clavicular line sinistra ICS V
Auskultasi : S1S2 Tunggal, reguler, murmur(-), Gallop(-)
Pulmo
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi (-/-)
Palpasi : Fremitus rabasimetris
Perkusi : Sonor pada paru kanan dan kiri
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen:
Inspeksi : Distended
Auskultasi : Bising usus (+) 7x/menit
Palpasi : Nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak teraba.
2
Perkusi : Timpani
Ekstremitas :
Akral hangat + +
+ +
Edema - -
- -
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
3
Billirubin Tot 2.44 0.1 – 1.2 mg/dL
Albumin 2.52 3.5b- 5.2
HbsAg Positif Negatif
Anti HCV Negatif Negatif
AFP 276.75 <8.5 ng/ml
Na 138 135 – 145 mmo/L
K 4.7 3.5 – 5.5
Cl 106 98 – 108 mmo/L
4
- Hepar : Mengecil, echoparenchym normal, V. Hepatika tak
tampak, V. Porta & system billier normal. Tampak lesi solid di
lobusdextrauk. 85 x 69 mm. batastegastepi irregular
- Ascites : (++)
b. Kesimpulan:
Sirosis dengan degenarasi
Ascites (++) maligna
5
anemis HDT
HB: 5,3 Planning Terapi
MCV: 71 - Transfusi 2
MCH: 23 bag/jam (sampai
HB > 10 )
Planning monitoring:
Rambut mudah Alopesia - DL ulang post
rontok, Transfusi, TTV
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Malaria adalah suatu penyakit akut maupun kronik, yang
disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis
berupa demam, anemia dan pembesaran limpa.Sedangkan meurut ahli
lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang
disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan
ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan
gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa..
B. Epidemiologi
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih
berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon imun yang lebih
kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan dapat
maningkatkan resiko malaria. Ada beberapa faktor yang turut
mempengaruhi seseorang terinfeksi malaria adalah :
1. Ras atau suku bangsa
Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS)
cukup tinggi sehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena
HbS dapat menghambat perkembangbiakan P. falciparum.
2. Kekurangan enzim tertentu
Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase
(G6PD) memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang
berat.Defisiensi terhadap enzim ini merupakan penyakit genetik dengan
manifestasi utama pada wanita.
3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu
mengancurkan Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi
perkembangannya.
7
Hanya pada daerah dimana orang-orang mempunyai gametosit
dalam darahnya dapat menjadikan nyamuk anopheles terinfeksi.Anak-
anak mungkin terutama penting dalam hal ini. Penularan malaria terjadi
pada kebanyakan daerah tropis dan subtropics, walaupun Amerika
Serikat, Kanada, Eropa, Australia dan Israel sekarang bebas malaria
local, wabah setempat dapat terjadi melalui infeksi nyamuk local oleh
wisatawan yang datang dari daerah endemis.
Malaria congenital, disebabkan oleh penularan agen penyebab
melalui barier plasenta, jarang ada. Sebaliknya malaria neonates, agak
sering dan dapat sebagai akibat dari pencampuran darah ibu yang
terinfeksi dengan darah bayi selama proses kelahiran.
C. Etiologi
Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria
yaitu parasit malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles
betina. Pada keadaan lain, malaria berkembang pasca penularan
transplasenta atau sesudah transfuse darah yang terinfeksi, dimana
keduanya melewati fase pre-eritroser perkembangan parasit dalam
hati.Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam
genus Plasmodium.Plasmodium ini merupakan protozoa obligat
intraseluler.Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax,
Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium
ovale.Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles
ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik
yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga
sebagai malaria tertiana.P. malariae merupakan penyebab malaria
malariae atau malaria kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria
ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau
malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria
yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat
8
dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan
berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh.
9
hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh
menurun misalnya akibat terlalu lelah, sibuk, stress atau perubahan
iklim (musim hujan), hipnosoit dalam tubuhnya akan terangsang
untuk melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke eritrosit. Setelah
eritrosit yang berparasit pecah akan timbul kembali gejala penyakit.
Misalnya 1 – 2 tahun sebelumnya pernah menderita P. vivax/ovale
dan sembuh setelah diobati, bila kemudia mengalami kelelahan atau
stress, gejala malaria akan muncul kembali sekalipun yang
bersangkutan tidak digigit oleh nyamuk anopheles. Bila dilakukan
pemeriksaan, akan didapati Pemeriksaan sediaan darah(SD) positif
P. vivax/ovale.
Pada P. Falciparum serangan dapat meluas ke berbagai organ
tubuh lain dan menimbulkan kerusakan seperti di otak, ginjal, paru,
hati dan jantung, yang mengakibatkan terjadinya malaria berat atau
komplikasi. Plasmodium Falciparum dalam jaringan yang
mengandung parasit tua – bila jaringan tersebut berada di dalam
otak- peristiwa ini disebut sekustrasi.Pada penderita malaria berat,
sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah tepi karena telah
mengalami sekuestrasi.Meskipun angka kematian malaria serebral
mencapai 20-50% hampir semua penderita yang tertolong tidak
menunjukkan gejala sisa neurologis (sekuele) pada orang
dewasa.Malaria pada anak kecil dapat terjadi sekuel.
Pada daerah hiperendemis atau immunitas tinggi apabila
dilakukan pemeriksaan Pemeriksaan sediaan darah (SD) sering
dijumpai Pemeriksaan sediaan darah (SD) positif tanpa gejala klinis
pada lebih dari 60% penduduk.
E. Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit,
inang dan lingkungan.Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya
peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi
10
intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit
maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan
parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang
mengandung parasit.Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang
menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah
melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan
terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap
eritrosit.
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta
pigmentasi sehingga mudah pecah.Dalam limpa dijumpai banyak parasit
dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi
maupun yang tidak terinfeksi.Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari
retikulosit diserta peningkatan makrofag.
Pada malaria beratm mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan
invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang
mengandung parasit mengalami perubahan struktur danmbiomolekular sel
untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi
mekanisme, diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi
dan resetting.
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah
terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan
kapiler.Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak
terinfeksi sehingga terbentuk roset. .
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit
yang mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau
lebih eritrosit non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu
faktor yang mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah
dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak
sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.
1. Demam
Akibat ruptur eritrosit → merozoit dilepas ke sirkulasi
11
Pelepasan merozoit pada tempat dimana sirkulasi melambat
mempermudah infasi sel darah yang berdekatan, sehingga parasitemia
falsifarum mungkin lebih besar daripada parasitemia spesies lain, dimana
robekan skizon terjadi pada sirkulasi yang aktif. Sedangkan plasmodium
falsifarum menginvasi semua eritrosit tanpa memandang umur,
plasmodium vivax menyerang terutama retikulosit, dan plasmodium
malariae menginvasi sel darah merah matang, sifat-sifat ini yang
cenderung membatasi parasitemia dari dua bentuk terakhir diatas sampai
kurang dari 20.000 sel darah merah /mm3. Infeksi falsifarum pada anak
non imun dapat mencapai kepadatan hingga 500.000 parasit/mm3. 5
2. Anemia
Akibat hemolisis, sekuestrasi eritrosit di limpa dan organ lain, dan
depresi sumsum tulang
Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam billirubin serum,
dan pada malaria falsifarum ia dapat cukup kuat untuk mengakibatkan
hemoglobinuria (blackwater fever). Perubahan autoantigen yang
dihasilkan dalam sel darah merah oleh parasit mungkin turut menyebabkan
hemolisis, perubahan-perubahan ini dan peningkatan fragilitas osmotic
terjadi pada semua eritrosit, apakah terinfeksi apa tidak. Hemolisis dapat
juga diinduksi oleh kuinin atau primakuin pada orang-orang dengan
defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase herediter.
Pigmen yang keluar kedalam sirkulasi pada penghancuran sel
darah merah berakumulasi dalam sel retikuloendotelial limfa, dimana
folikelnya menjadi hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik, dalam sel
kupffer hati dan dalam sumsum tulang, otak, dan organ lain. Pengendapan
pigmen dan hemosiderin yang cukup mengakibatkan warna abu-abu
kebiruan pada organ.
3. Kejadian immunopatologi
Aktivasi poliklonal → hipergamaglobulinemia, pembentukan
kompleks imun, depresi immun, pelepasan sitokin seperti TNF
Bentuk imunitas terhadap malaria dapat dibedakan atas :
12
a) Imunitas alamiah non imunologis
Berupa kelainan-kelainan genetic polimorfisme yang dikaitkan
dengan resistensi terhadap malaria, misalnya: Hb S, Hb C, Hb E,
thallasemin alafa-beta, defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase, golingan
darah duffy negative kebal terhadap infeksi plasmodium vivax, individu
dengan HLA-Bw 53 lebih rentan terhadap malaria dan melindungi
terhadap malaria berat.
b) Imunitas didapat non spesifik
Sporozoit yang masuk kedalam darah segera dihadapi oleh respon
imun non spesifik yang terutama dilakukan oleh magrofag dan monosit,
yang menghasilkan sitokin-sitokin seperti TNF, IL1, IL2, IL4, IL6, IL8,
dan IL10, secara langsung menghambat pertumbuhan parasit (sitostatik),
membunuh parasit (sitotoksik).
c) Imunitas didapat spesifik.
Merupakan tanggapan system imun terhadap infeksi malaria
mempunyai sifat spesies spesifik, strain spesifik, dan stage spesifik.
4. Anoxia jaringan
Parasit P. falciparum matur: timbul knob pada permukaan sel darah
merah berparasit yang memfasilitasi cytoadherence P. falciparum-
parasitized red cells ke sel-sel endotel vaskular otak, ginal, organ yang
terkena lainnya à obstruksi aliran darah & kerusakan kapiler à leakage
protein dan cairan vaskular, edema, serta anoxia jaringan otak, jantung,
paru, usus, ginjal.
- P. vivax dan P. ovale : menyerang eritrosit imatur
- P. malariae: menyerang eritrosit matur
- P. falciparum: menyerang eritrosit matur & imatur parasitemia lebih
berat
- Kerentanan bervariasi secara genetik, beberapa fenotip sel darah
merah:
a) Hemoglobin S
b) Hemoglobin F
13
c) Thalassemia
Resisten (parsial) terhadap infeksi P. falciparum
F. Manifestasi Klinis
Menurut berat-ringannya gejala malaria dapat dibagi menjadi 2
jenis:
A. Gejala malaria ringan (malaria tanpa komplikasi)
Meskipun disebut malaria ringan, sebenarnya gejala yang dirasakan
penderitanya cukup menyiksa (alias cukup berat). Gejala malaria yang
utama yaitu: demam, dan menggigil, juga dapat disertai sakit kepala, mual,
muntah, diare, nyeri otot atau pegal-pegal. Gejala-gejala yang timbul dapat
bervariasi tergantung daya tahan tubuh penderita dan gejala spesifik dari
mana parasit berasal.
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh
Plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi
diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau
skizon), pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol) atau terbentuknya
sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi
(misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia
tanpa gejala.Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic,
anemia dan splenomegali.
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung
dari spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga
untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan
sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara
infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara
induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium
aseksual).
14
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum
terjadinya demam, berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang
belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak,
diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung.
Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale,
sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak
jelas.
3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria
(malaria proxym) secara berurutan yang disebut trias malaria :
a) Stadium dingin (cold stage)
Stadium ini berlangsung + 15 menit sampai dengan 1 jam.
Dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi
gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat kebiru-
biruan (sianotik), kulit kering dan terkadang disertai muntah.
b) Stadium demam (hot stage)
Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita merasa
kepanasan.Muka merah, kulit kering, sakit kepala dan sering kali
muntah.Nadi menjadi kuat kembali, merasa sangat haus dan suhu
tubuh dapat meningkat hingga 41oC atau lebih.Pada anak-anak,
suhu tubuh yang sangat tinggi dapat menimbulkan kejang-kejang.
c) Stadium berkeringat (sweating stage)
Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita berkeringat
sangat banyak. Suhu tubuh kembali turun, kadang-kadang sampai
di bawah normal. Setelah itu biasanya penderita beristirahat hingga
tertidur. Setelah bangun tidur penderita merasa lemah tetapi tidak
ada gejala lain sehingga dapat kembali melakukan kegiatan sehari-
hari.
15
Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam,
biasanya dialami oleh penderita yang berasal dari daerah non
endemis malaria, penderita yang belum mempunyai kekebalan
(immunitas) terhadap malaria atau penderita yang baru pertama
kali menderita malaria.
Di daerah endemik malaria dimana penderita telah
mempunyai kekebalan (imunitas) terhadap malaria, gejala klasik
timbul tidak berurutan, bahkan tidak selalu ada, dan seringkali
bervariasi tergantung spesies parasit dan imunitas penderita. Di
daerah yang mempunyai tingkat penularan sangat tinggi
(hiperendemik) seringkali penderita tidak mengalami demam,
tetapi dapat muncul gejala lain, misalnya: diare dan pegal-pegal.
Hal ini disebut sebagai gejala malaria yang bersifat lokal spesifik.
Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita
malaria vivax, sedangkan pada malaria falciparum, gejala
menggigil dapat berlangsung berat atau malah tidak ada. Diantara 2
periode demam terdapat periode tidak demam yang berlangsung
selama 12 jam pada malaria falciparum, 36 jam pada malaria vivax
dan ovale, dan 60 jam pada malaria malariae. Perbedaan kurva
suhu tubuh penderita malaria fasciparum, malaria vivax, dan
malaria malariae dapat dilihat pada grafik di bawah ini..
16
3) Kejang-kejang
4) Panas sangat tinggi
5) Mata atau tubuh kuning
6) Tanda-tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit
berkurang, bibir kering, produksi air seni berkurang)
7) Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan
8) Nafas cepat atau sesak nafas
9) Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum
10) Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman
11) Jumlah air seni kurang sampai tidak ada air seni
12) Telapak tangan sangat pucat (anemia dengan kadar Hb kurang dari 5
g%)
Penderita malaria berat harus segera dibawa/dirujuk ke fasilitas
kesehatan untuk mendapatkan penanganan semestinya.
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Keluhan utama : demam, menggigil, dapat disertai sakit kepala, mual,
muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.
Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah
endemik malaria.
Riwayat tinggal didaerah endemik malaria.
Riwayat sakit malaria.
Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
Gejala klinis pada anak dapat tidak jelas.
Riwayat mendapat transfusi darah.
Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria
berat, dapat ditemukan keadaan di bawah ini:
Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.
Keadaan umum yang lemah.
Kejang-kejang.
17
Panas sangat tinggi.
Mata dan tubuh kuning.
Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna.
Nafas cepat (sesak napas).
Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.
Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman.
Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.
Telapak tangan sangat pucat.
2. Pemeriksaan fisik
a. Malaria Ringan
Demam (pengukuran dengan termometer ≥ 37,5°C)
Konjungtiva atau telapak tangan pucat
Pembesaran limpa (splenomegali)
Pembesaran hati (hepatomegali).
b. Malaria Berat
Mortalitas:
Hampir 100% tanpa pengobatan,
Tatalaksana adekuat: 20%
Definisi: Infeksi P. falciparum disertai dengan salah satu atau lebih
kelainan berikut:
Malaria serebral
Gangguan status mental
Kejang multipel
Koma
Hipoglikemia: gula darah < 50 mg/dL
Distress pernafasan
Temperatur > 40oC, tidak responsif dengan asetaminofen
Hipotensi
Oliguria atau anuria
Anemia: hematokrit <20% atau menurun dengan cepat
18
Kreatinin > 1,5 mg/dL
Parasitemia > 5%
Bentuk Lanjut (tropozoit lanjut atau schizont) P. falciparum pada
apusan darah tepi
Hemoglobinuria
Perdarahan spontan
Kuning
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di
Puskesmas/Iapangan/rumah sakit untuk menentukan:
o Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
o Spesies dan stadium plasmodium
o Kepadatan parasite
- Semi kuantitatif:
(-) : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB
(+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB
(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB
(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB
(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB
- Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah tebal atau
sediaan darah tipis.
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1) Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang
setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut.
2) Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut
tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.
a. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
19
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,
dengan menggunakan metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik Tes
ini sangat bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar
biasa dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta untuk
survey tertentu.
Hal yang penting lainnya adalah penyimpanan RDT ini sebaiknya dalam
lemari es tetapi tidak dalam freezer pendingin.
b. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat:
1) Darah rutin
2) Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali
fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, anaIisis
gas darah.
3) EKG
4) Foto toraks
5) Analisis cairan serebrospinalis
6) Biakan darah dan uji serologi
7) Urinalisis.
20
Gambar. Stadium darah
parasit, apus darah tipis
Gbr. 1: sel darah merah
normal; Gbr. 2-18: Tropozoit
(Gbr. 2-10 merupakan
tropozoit stadium cincin);
Gbr. 19-26: Skizon (Gbr. 26
skizon ruptur); Gbr. 27,28:
makrogametosid matur (♀);
Gbr. 29, 30: mikrogametosid
matur (♂).
21
H. Pengobatan
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh
semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia.Adapun tujuan
pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan kilinis dan parasitologik serta
memutuskan rantai penularan.
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena
bersifat iritasi lambung, oleh sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu
setiap akan minum obat anti malaria.2
Pemberian tranfusi trombosit pada penderita malaria tidak diperlukan karena
kadar trombosit dapat meningkat seiring dengan pemberian terapi anti-
malaria. Penelitian di Kamerun terhadap perubahan hematologis yang terjadi
setelah pengobatan menunjukkan pe- ningkatan kadar trombosit yang
signifikan setelah terapi kombinasi amodiakuin artesunat, dibandingkan
sebelum terapi (p < 0,001).15
2.8.1. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi.
1. Malaria Falsiparum
Lini pertama pengobatan malaria falsiparum adalah seperti yang tertera dibawah
ini:
Lini pertama = Artesunat + Amodiakuin + Primakuin
Tabel III.1.1.
22
Pengobatan lini pertama malaria falsiparum menurut kelompok
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari Jenis Obat 0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 ≥15
Bulan Bulan Tahun Tahun Tahun Tahun
1 Artesunat 1/4 1/2 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4
Primakuin *) *) ¾ 1 1/2 2 2-3
2 Artesunat 1/4 1/2 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4
3 Artesunat 1/4 1/2 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4
Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan, jika pengobatan lini pertama
tidak efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit
aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi). 2
Kina tablet
Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama
7(tujuh) hari. 2
Doksisiklin
Doksisiklin diberikan 2 kali per-hari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis orang
dewasa adalah 4 mg/Kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2
mg/kgbb/hari. Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia<8 tahun.
Bila tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklin. 2
Tetrasiklin
23
Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis 4- 5
mg/kgbb/kali Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan pada
anak dengan umur di bawah. 8 tahun dan ibu hamil.
Primakuin
Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama.
Tabel III.1.2.
Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum
Tabel III.1.3.
Pengobatan lini kedua untuk malaria faliparum
24
Primakuin - ¾ 11/2 2 2-3
2- Kina *) 3X½ 3X1 3 X 11/2 3 X (2-3)
7 Tetrasiklin - - - *) 4 X 1**)
Tabel III.1.4
Pengobatan malaria mix (P. Falciparum + P. Vivax)
25
A. Malaria vivaks dan ovale
Lini pertama pengobatan malaria vivaks dan malaria ovale adalah seperti yang
tertera dibawah ini:
Kombinasi ini digunakan sebagai pilihan utama untuk pengobatan malaria vivaks
dan malaria ovale. 2
Klorokuin
Klorokuin diberikan 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg
basa/kgbb. 2
Primakuin
Dosis Primakuin adalah 0.25 mg/kgbb per hari yang diberikan selama 14 hari dan
diberikan bersama klorokuin.Seperti pengobatan malaria falsiparum, primakuin
tidak boleh diberikan kepada: ibu hamil, bayi <1 tahun, dan penderita defisiensi
G6-PD. 2
Tabel III.2.1.
Pengobatan malaria vivaks dan malaria ovale
26
Pengobatan malaria vivaks resisten klorokuin
Lini kedua : Kina + Primakuin
Primakuin
Dosis Primakuin adalah 0,25 mg/kgbb per hari yang diberikan selama 14 hari.
Seperti pengobatan malaria pada umumnya, primakuin tidak boleh diberikan
kepada Ibu hamil, bayi < 1tahun, dan penderita defisiensi G6-PD. Dosis kina
adalah 30mg/kgbb/hari yang diberikan 3 kali per hari. Pemberian kina pada anak
usia di bawah 1 tahun harus dihitung berdasarkan berat badan. Dosis dan cara
pemberian primakuin adalah sama dengan cara pemberian primakuin pada malaria
vivaks terdahulu yaitu 0.25 mg/kgbb perhari selama 14 hari. 2
Tabel III.2.2
Pengobatan malaria vivaks resisten klorokuin
27
selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgbb/hari. Dosis obat juga dapat ditaksir
dengan memakai tabel dosis berdasarkan golongan Umur penderita tabel III.2.3. 2
Tabel III.2.3.
Pengobatan malaria vivaks yang relaps (kambuh)
28
8 s/d12 Primakuin - - 3/4 1 1/2 2 1/4 3
Tabel III.2.4.
Pengobatan malaria malariae
3. Catatan
a. Fasilitas pelayanan kesehatan dengan sarana diagnostik malaria dan belum
tersedia obat kombinasi artesunat + amodiakuin, Penderita dengan infeksi
Plasrnodium falciparurn diobati dengan sulfadoksin-pirimetamin (SP) untuk
membunuh parasit stadium aseksual.
Obat ini diberikan dengan dosi tunggal sulfadoksin 25 mg/kgbb atau berdasarkan
dosis pirimetamin 1,25 mg/kgbb Primakuin juga diberikan untuk membunuh
parasit stadium seksual dengan dosis tunggal 0,75 mg/kgbb Pengobatan juga
dapat diberikan berdasarkan golongan umur penderita seperti pada tabel III.3.1. 2
Tabel III.3.1.
Pengobatan malaria falsiparum di sarana kesehatan tanpa tersedia obat artesunat-
amodiakuin
Hari Jenis Obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
29
<1 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 >15 Tahun
Tahun Tahun
H1 SP - 3/4 1 1/2 2 3
Primakuin - 3/4 1 1/2 2 2-3
Tabel III.3.2.
Pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum
Hari Jenis Obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
<1 Tahun 1-4 5-9 10 - 14 >15 Tahun
Tahun Tahun Tahun
1 Kina *) 3 X 1/2 3X1 3 X 1 1/2 3 X (2-3)
Dosisiklin - - - 2 X 1**) 2 X 1 ***)
Primakuin - 3/4 1 1/2 2 2-3
2 Kina *) 3 X 1/2 3X1 3 X 1 1/2 3 X (2-3)
Dosisiklin - - - 2 X 1**) 2 X 1***)
30
***) 2x100 mg Doksisiklin
Tabel III.3.3.
Pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum
Hari Jenis Obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
<1 Tahun 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 >15
Tahun Tahun
1 Kina *) 3 X 1/2 3X1 3 X 1 1/2 3 X (2-3)
Tetrasiklin - - - *) 4 X 1**)
Primakuin - 3/4 1 1/2 2 2-3
2 Kina *) 3 X 1/2 3X1 3 X 1 1/2 3 X (2-3)
Tetrasiklin - - - *) 4 x 1**)
31
2.9. PENCEGAHAN (KEMOPROFlLAKSIS)
Kemoprofilaksis bertujuan untuk. mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga
bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat Kemoprofilaksis ini ditujukan
kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak
terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain Untuk
kelompok atau individu yang akan bepergian/tugas dalam jangka waktu yang
lama, sebaiknya menggunakan personaI protection seperti pemakaian kelambu,
repellent, kawat kassa dan Iain-lain. 2
Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium falciparum
terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk kemoprofilaksis
Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kgbb selama tidak Iebih dari
4-6 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak umur < 8 tahun dan
ibu hamil. 2
Kemoprofilaksis untuk Plasmodium vivax dapat diberikan klorokuin dengan
dosis 5 mg/kgbb setiap minggu. Obat tersebut diminum satu minggu sebelum
masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali. Dianjurkan tidak
menggunakan klorokuin lebih dan 3-6 bulan.2
2.10 KOMPLIKASI
Komplikasi dari malaria adalah malaria berat, atau biasa juga disebut malaria
cerebral kerana infeksi parasitnya sudah sampai di serebri/otak. Malaria berat
biasanya disebabkan oleh P.falciparum, namun tak jarang juga disebabkan oleh P.
vivax,P.knowlesi atau kombinasi P. falciparum dengan P.vivax atau P. falciparum
dengan P.knowlesi.
Berdasarkan epidemiologi, malaria berat kausa P.falciparum , dapat diikuti
dengan satu atau beberapa gejala berikut, yang diikuti dengan adanya
P.falciparum asexual parasitemia.7
Gangguan kesadaran : Glasglow coma scale (GCS) < 11 pada dewasa atau
Blantyre coma score <3 pada anak
32
Kelemahan : general weakness, sehingga pasien sulit untuk duduk, berdiri
atau berjalan tanpa dibantu
Asidosis : defisit basa >8mEq/L atau level plasma bikarbonat <15
mmol/L, atau plasma laktat vena >=5 mmol/L. Asidosis berat
bermanifestasi secara klinis dengan adanya respiratory disstress
(pernapasan cepat, dalam, dan sulit bernapas)
Hipoglikemi : glukosa darah atau plasma < 2,2 mmol/L (<40mg/dL)
Anemia malaria berat : konsentrasi hemoglobin <= 5g/dL atau hematokrit
<= 15% pada anak < 12 tahun. Sedangkan pada dewasa Hb <7g/dL dan Ht
<20%), dengan parasit count >10.000/mikroliter
Gagal ginjal : plasma atau serum kreatinin >265 mikromol/L (3mg/dL)
dengan parasit count 100.000/mikro liter
Edema paru : dengan konfirmasi dari hasil radiologi atau saturasi oksigen
<92% pada ruangan udara, dengan respiratipn rate >30/menit, sering
diikuti dengan5 napasyang cepat dan krepuitasi pada auskultasi
Perdarahan yang signifikan/banyak : termasuk perdarahan yang sering dan
lama pada hidung, gusi, dan daerah yang berlubang; hematemesis atau
melena
Syok : kompensasi syok dapat diketahui dengan capillary refill >= 3 detik
atau temperatur menurun/ dingin pada kaki, terutama bagian akral, tapi
tanpa disertai hipotensi. Dekompnesasi syok diketahui dari tekanan darah
sistolik <70mmHg pada anak dan <80 mmHg pada dewasa, dengan bukti
adanya gagal perfusi (akral dingin, atau capillary refill yang memanjang)
Hyperparasitemia : P. falciparum parasitemia > 10%
Malaria berat vivax sama seperti malaria berat falsiparum tapi tidak diikuti dengan
peningkatan densitas parasit. Malaria berat knowlesi sama seperti malaria
falsiparum tapi ada 2 perbedaan, yaitu : adanya hiperparasitemia p. knowlesi,
densitas parasit > 100.000/ mikro liter, dan adanya jaundice dengan diikuti
densitas parasit > 20.000/ mikro liter.7
Malaria berat terjadi saat infeksi dipersulit oleh kegagalan organ yang serius atau
kelainan pada darah atau metabolisme pasien. Manifestasi malaria berat meliputi
33
malaria serebral, dengan perilaku abnormal, gangguan kesadaran, kejang, koma,
atau kelainan neurologis lainnya, anemia berat akibat hemolisis (penghancuran sel
darah merah), hemoglobinuria (hemoglobin dalam urin) akibat hemolisis, sindrom
gangguan pernafasan akut (acute respiratory distress syndrome / ARDS), reaksi
inflamasi di paru-paru yang menghambat pertukaran oksigen, yang mungkin
terjadi bahkan setelah jumlah parasit menurun dalam menanggapi pengobatan,
kelainan pada pembekuan darah, tekanan darah rendah disebabkan oleh kolaps
kardiovaskular, gagal ginjal akut hyperparasitemia, dimana lebih dari 5% sel
darah merah terinfeksi oleh parasit malaria, asidosis metabolik (keasaman
berlebih pada cairan darah dan jaringan), sering dikaitkan dengan
hipoglikemia(glukosa darah rendah).
Hipoglikemia juga dapat terjadi pada ibu hamil dengan malaria tanpa komplikasi,
atau setelah perawatan dengan kina. Malaria berat adalah keadaan darurat medis
dan harus ditangani dengan segera dan agresif. Bagian atas Malaria kambuh Pada
infeksi P. vivax dan P. ovale, pasien yang telah sembuh dari episode pertama
penyakit dapat mengalami beberapa serangan tambahan ("kambuh") setelah
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun tanpa gejala. Relaps terjadi karena P.
vivax dan P. ovale memiliki parasit stadium empuk yang aktif ("hypnozoites")
yang dapat diaktifkan kembali. Pengobatan untuk mengurangi kemungkinan
kambuh tersebut tersedia dan harus mengikuti pengobatan serangan pertama.
Bagian atas Manifestasi Malaria lainnya Kelainan neurologis kadang kala terjadi
setelah malaria serebral, terutama pada anak-anak. Cacat seperti itu meliputi
masalah dengan gerakan (ataksia), palsi, kesulitan bicara, tuli, dan kebutaan.
Infeksi berulang dengan P. falciparum dapat menyebabkan anemia berat. Hal ini
terjadi terutama pada anak-anak muda di Afrika tropis dengan infeksi yang sering
diobati. Malaria selama kehamilan (terutama P. falciparum) dapat menyebabkan
penyakit parah pada ibu, dan dapat menyebabkan persalinan prematur atau
persalinan bayi dengan berat lahir rendah. Pada kesempatan langka, malaria P.
vivax dapat menyebabkan pecahnya limpa. Sindrom nefrotik (penyakit ginjal
kronis berat) dapat terjadi akibat infeksi kronis atau berulang dengan P. malariae.
Malaria splenomegali hiperaktif (juga disebut "sindrom splenomegali tropis")
34
jarang terjadi dan dikaitkan dengan respons kekebalan abnormal terhadap infeksi
malaria berulang. Penyakit ini ditandai dengan limpa dan hati yang sangat
membesar, temuan imunologis abnormal, anemia, dan kerentanan terhadap infeksi
lain (seperti infeksi kulit atau pernafasan).
2.11 PROGNOSIS
Prognosis malaria tergantung kepada jenis malaria yang menginfeksi. Malaria
tanpa komplikasi biasanya akan membaik dengan pengobatan yang tepat. Tanpa
pengobatan, infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale dapat berlanjut dan
menyebabkan relaps sampai 5 tahun. Infeksi Plasmodium malariae bisa bertahan
lebih lama daripada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale. Infeksi
Plasmodium falciparum dapat menyebabkan malaria serebral yang selanjutnya
dapat mengakibatkan kebingungan mental, kejang dan koma.
Sebagian besar anak dengan malaria tanpa komplikasi akan menunjukkan
perbaikan dalam 48 jam setelah mulai pengobatan dan bebas demam setelah 96
jam. Apabila malaria dapat dideteksi dini dan diberi pengobatan yang tepat,
prognosis malaria tanpa komplikasi pada anak umumnya baik.8
Namun, bila sampai menjadi malaria berat,maka prognosis lebih buruk, terutama
pada pasien yang berisiko, seperti pada anak usia muda, ibu hamil, dan penderita
imonodefisiensi.
.
BAB III
RESUME
35
Pasien dating dengan keluhan demam ± 4 hari terus menerus sebelum
MRS. Pasien mengatakan mual dan muntah, muntah disertai dengan adanya darah
hitam sejak ± 6 jam sebelum MRS sebanyak ± 1 ember. Pasien juga mengeluh
BAB hitam 1 kali, konsistensi lembek, dan badan terasa lemas. BAK berwarna
seperti the sejak MRS, ada nyeri perut, dan nafsu makan menurun. Riwayat
penyakit dahulu ditemukan Riwayat batu ginjal pada tahun 2015.
DAFTAR PUSTAKA
36
1. Ramdja M, Mekanisme Resistensi Plasmodium Falsiparum Terhadap
Klorokuin. MEDIKA. No. XI, Tahun ke XXIII. Jakarta, 1997; Hal: 873.
2. Kartono M. Nyamuk Anopheles: Vektor Penyakit Malaria. MEDIKA. No.XX,
tahun XXIX. Jakarta, 2003; Hal: 615.
3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di
Indonesia. Jakarta, 2006; Hal:1-12, 15-23, 67-68.
4. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi IV.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2006; Hal: 1754-60.
5. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta:
EGC, 2000; Hal: 1-15.
6. Rampengan TH. Malaria Pada Anak. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta:
EGC, 2000; Hal: 249-60.
7. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam
Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi
Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 38-52.
8. Harijanto PN, Langi J, Richie TL. Patogenesis Malaria Berat. Dalam:
Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi
Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 118-26.
9. Pribadi W. Parasit Malaria. Dalam: gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W
(editor). Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta, Fakultas Kedokteran
UI, 2000, Hal: 171-97.
10. Zulkarnaen I. Malaria Berat (Malaria Pernisiosa). Dalam: Noer S et al (editor).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI, 2000;Hal:504-7.
11. Mansyor A dkk. Malaria. Dalam: kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga,
Jilid I, Jakarta, Fakultas Kedokteran UI, 2001, Hal: 409-16.
12. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta:
EGC, 2000; Hal: 151-55.
37
13. Purwaningsih S. Diagnosis Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta:
EGC, 2000; Hal: 185-92.
14. Tjitra E. Obat Anti Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta:
EGC, 2000; Hal: 194-204.
15. Ngole SIU, Theresa N, Moses S, Thomas N, Manka NE, Titanji VPK.
Haematological changes and recovery associated with treated and
untreated Plasmodium falciparum infection in children in the Mount
Cameroon Region. Journal of Clinical Medicine and Research. 2010;
2(9):143- 151.
38