Oleh :
IQBAL TRI JULIANDA
G1B014087
Penulisan skripsi ini melibatkan banyak pihak, oleh karena itu penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1) Drs. Boko Susilo, M. Kom., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Bengkulu.
2) Bapak Besperi, S.T., M.T., selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil
Universitas Bengkulu. Sekaligus dosen penguji pada skripsi.
3) Dr. Khairul Amri, S.T., M.T., Selaku dosen pembimbing utama skripsi yang
telah banyak memberikan dorongan, arahan, dan bimbingan dalam penyusunan
skripsi ini.
4) Dr. Muhammad Fauzi, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing pendamping yang
telah memberikan bimbingan selama masa penyusunan skripsi ini.
5) Dr. Gusta Gunawan, S.T., M.T., selaku dosen penguji pada skripsi.
6) Ibu Elhusna, S.T., M.T., selaku koordinator skripsi.
7) Semua dosen dan staf Program Studi Teknik Sipil yang telah banyak
membantu, membimbing, dan memberikan pengetahuan selama proses belajar
mengajar.
8) Kedua orang tua, kakak, dan sanak saudara, yang telah membantu baik doa,
moral, dan materi dalam menjalani kuliah di Program Studi Teknik Sipil ini.
9) Teman-teman Teknik Sipil Universitas Bengkulu dan kawan-kawan (ATLAS)
yang telah memberi semangat dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
v
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga skripsi
ini dapat diterima dan dilanjutkan pada penelitian.
Wassalammualaikum wr.wb.
Penyusun
vi
DAFTAR ISI
vii
2.8.1 Evaporasi ..................................................................................... II-9
2.8.2 Rembesan .................................................................................. II-10
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... III-1
3.1 Lokasi Penelitian Skripsi ................................................................... III-1
3.2 Metode Penelitian .............................................................................. III-1
3.2.1 Pengumpulan data ...................................................................... III-1
3.2.2 Alat penelitian ............................................................................ III-2
3.2.3 Pelaksanaan penelitian................................................................ III-3
3.3 Parameter Penelitian .......................................................................... III-5
3.4 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian ................................................ III-5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... IV-1
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ............................................................... IV-1
4.2 Lokasi Pengukuran ............................................................................. IV-1
4.3 Panjang Saluran .................................................................................. IV-1
4.4 Kecepatan Aliran ................................................................................ IV-2
4.5 Analisis Debit ..................................................................................... IV-3
4.6 Analisis Efisiensi Saluran dan Kehilangan Air .................................. IV-5
4.7 Kehilangan Air yang Disebabkan oleh Evaporasi .............................. IV-9
4.8 Rembesan ........................................................................................ IV-11
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ V-1
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... V-1
5.2 Saran ................................................................................................... V-1
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR RUMUS
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
DAFTAR NOTASI
xiii
DAFTAR ISTILAH
xiv
Bangunan Sekunder : Saluran yang membawa air dari saluran primer ke
petak-petak tersier.
xv
Iqbal Tri Julianda Pembimbing:
NPM G1B014087 1. Dr. Khairul Amri, S.T., M.T
Program Studi Teknik Sipil 2. Dr. Muhammad Fauzi, S.T., M.T.
ANALISIS EFISIENSI PENYALURAN AIR IRIGASI
PADA SALURAN SEKUNDER
(Studi Kasus Daerah Irigasi Air Duku Kabupaten Rejang Lebong
Bengkulu)
ABSTRAK
Daerah irigasi (DI) Air Duku terdapat saluran yang retak dan perubahan alih
fungsi dari lahan pertanian ke kolam – kolam ikan disekitar saluran irigasi
yang berdampak pada kondisi lahan pertanian yang ada. Maka, diperlukan
penelitian tentang efisiensi penyaluran air irigasi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui niai efisiensi saluran sekunder, untuk mengetahui nilai persentase
kehilangan air selama penyaluran, dan untuk menganalisa faktor penyebab
kehilangan air (evaporasi dan rembesan). Metode yang dilakukan dalam
penelitian ini dengan mengumpulkan data sekunder seperti data skema irigasi
dan evaporasi serta data primer dengan mengukur debit masuk dan debit keluar
sepanjang saluran menggunakan alat current meter. Hasil analisis, didapat nilai
efisiensi rata-rata saluran sekunder sebesar 73,311 %, hasil ini tidak sesuai
dengan efisiensi teoritis KP-01 yaitu saluran sekunder ≥ 90 %. Dengan rata-rata
persentase kehilangan air pada saluran sekunder sebesar 26,689 %. Beberapa
penyebab kehilangan air yaitu evaporasi dan rembesan. Nilai kehilangan air
akibat evaporasi terbesar disepanjang saluran sekunder adalah pada saluran
sekunder BT 0 yaitu 2,123 x10-5 m3/det dan nilai evaporasi terkecil terdapat
pada saluran sekunder BT 2 sebesar 6,188 x10-7 m3/det. Nilai kehilangan air
akibat rembesan terbesar pada saluran sekunder adalah pada saluran sekunder
BT 2 dengan nilai 5,288 x 10-5 mm/hari dan nilai rembesan terkecil terdapat
pada saluran sekunder BT 0 yaitu 2,938 x 10-5 mm/hari.
xvi
Iqbal Tri Julianda Supervisors:
NPM G1B014087 1. Dr. Khairul Amri, S.T., M.T
Program Study of Civil Engineering 2. Dr. Muhammad Fauzi, S.T., M.T.
AN ANALYSIS IRRIGATION WATER DISTRIBUTION EFFICIENCY
OF SECONDARY CHANNELS
(Case Study Air Duku Irrigation Area of Rejang Lebong Bengkulu)
ABSTRACT
Regional Irrigation Air Duku, there are channels that cracked and changed over
the function of farmland to fish ponds around the irrigation channels that affect
the condition of existing farmland. Thus, research is needed on the efficiency of
irrigation water distribution. This study aims to determine the efficiency of
secondary channels, to determine the percentage value of water loss during
distribution, and to analyze the factors causing water loss (evaporation and
seepage). The methods applied in this study by collecting secondary data such as
irrigation and evaporation scheme data as well as primary data by measuring
incoming discharge and discharge along the channel using the current meter.
The results of analysis, obtained the average value of efficiency of the secondary
channel of 73.311%, the result is not in accordance with the theoretical
efficiency of KP-01 is the secondary channel ≥ 90%. With an average
percentage of water loss on a secondary channel of 26.689%. Some causes water
loss, which is evaporation and rembesan. The value of losing water due to the
largest evaporation along the secondary channel is the secondary channel of BT
0 which is 2.123 x10-5 m3/sec and the smallest evaporation value is on the
secondary channel BT 2 of 6.188 x10-7 m3/sec. The value of water loss due to
the largest seepage on the secondary channel is on a secondary channel BT 2
with a value of 5.288 x 10-5 mm/day and the smallest value of the seepage is in
the secondary channel of BT 0 which is 2.938 x 10-5 mm/day.
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
I-1
beberapa penelitian ini dijelaskan mengenai analisis efisiensi saluran dan analisis
kehilangan air yang terjadi sesuai dengan studi kasus yang ditinjau. Pada
penelitian kali ini peneliti akan melakukan penelitian pada Daerah Air Duku
Talang Benih yang diketahui belum ada yang melakukan penelitian dengan judul
dan tempat yang sama.
Saluran irigasi pada penyalurannya dapat dinyatakan efisien bila debit air
yang disalurkan melalui sarana irigasi seoptimal mungkin sesuai dengan
kebutuhan tanaman pada lahan yang ada. Kehilangan air secara berlebihan perlu
dicegah agar dapat memaksimalkan peningkatan produksi pertanian. Kehilangan
air yang relative kecil akan meningkatkan efisiensi jaringan irigasi. Dengan
pertimbangan untuk memudahkan penelitian saaat dilapangan dan pengolahan
data pada penelitian kawasan irigasi Air Duku Talang Benih, peneliti meninjau
pada saluran sekunder dengan panjang saluran 750 meter (BT 0, BT 1, BT 2, dan
BT 3) pada skema irigasi Air Duku Talang Benih.
I-2
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman agar alokasi pemberian air
dari saluran dapat dilakukan sesuai kebutuhan tanaman.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak yang
membutuhkan.
3. Penelitian ini diharapkan menjadi referensi ilmu pengetahuan untuk penelitian
berikutnya.
I-3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II-1
2.2 Curah Hujan
Hujan adalah bentuk presipitasi yang berbentuk cairan yang turun sampai
ke bumi. Presipitasi adalah proses pengembunan di atmosfer. Jadi, proses
terjadinya air hujan adalah jalannya bentuk presipitasi berbentuk cairan
yang turun sampai ke bumi. Hujan ter bentuk apabila titik-titik air yang terpisah
dari awan jatuh ke bumi. Sebelum terjadinya hujan, pasti ada awan karena awan
adalah penampung uap air dari permukaan bumi. Air yang ada di permukaan
bumi baik laut, sungai atau danau menguap karena panas dari sinar matahari.
Uap air ini akan naik dan menjadi awan. Awan yang mengandung uap air ini
akan terkumpul menjadi awan yang mendung. Pada suhu tertentu di atmosfer,
uap air ini akan mengembun dan turun menjadi hujan.
Curah hujan (mm) merupakan ketinggian air hujan yang jatuh pada tempat
yang datar dengan asumsi tidak menguap, tidak meresap dan tidak mengalir.
Curah hujan 1 (satu) mm adalah air hujan setinggi 1 (satu) mm yang jatuh
(tertampung) pada tempat yang datar seluas 1 m2 dengan asumsi tidak ada yang
menguap, mengalir dan meresap. (Mulyono, 2014)
Menurut Guslim (2007) dalam Febriansyah (2019), produksi tanaman juga
dipengaruhi oleh radiasi matahari dan suhu. Pertumbuhan tanaman dapat
dipengaruhi dalam berbagai cara oleh lingkungan. Kondisi lingkungan yang
sesuai selama pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk berbunga dan
menghasilkan benih. Kebanyakan spesies tidak akan memasuki masa reproduktif
jika pertumbuhan vegetatifnya belum selesai dan belum mencapai tahapan yang
matang untuk berbunga, sehubungan dengan ini terdapat dua rangsangan yang
menyebabkan perubahan itu terjadi, yaitu suhu dan panjang hari.
II-2
1. Sistem Irigasi Permukaan (Surface Irrigation System)
Irigasi permukaan merupakan metode pemberian air yang paling awal
dikembangkan. Irigasi permukaan merupakan irigasi yang terluas cakupannya
di seluruh dunia. Sistem irigasi permukaan terjadi dengan menyebarkan air ke
permukaan tanah dan membiarkan air meresap (infiltrasi) ke dalam tanah.
2. Sistem Irigasi Bawah Permukaan (Sub Surface Irrigation System)
Sistem irigasi bawah permukaan dapat dilakukan dengan meresapkan air ke
dalam anah di bawah zona perakaran melalui sistem saluran terbuka ataupun
dengan menggunakan pipa porus. Lengas tanah digerakkan oleh gaya kapiler
menuju zona perakaran dan selanjutnya dimanfaatkan oleh tanaman.
3. Sistem Irigasi Dengan Pancaran (sprinkle irrigation)
Irigasi curah atau siraman (sprinkle) menggunakan tekanan untuk
membentuk tetesan air yang mirip hujan ke permukaan lahan pertanian.
Disamping untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Sistem ini dapat pula
digunakan untuk mencegah pembekuan, mengurangi erosi angin, memberikan
pupuk dan lain-lain. Pada irigasi curah air dialirkan dari sumber melalui
jaringan pipa yang disebut mainline dan sub-mainline dan ke beberapa lateral
yang masing-masing mempunyai beberapa mata pencurah (sprinkler).
4. Sistem irigasi tetes (Drip Irrigation)
Irigasi tetes adalah suatu sistem pemberian air melalui pipa selang berlubang
dengan menggunakan tekanan tertentu, dimana air yang keluar berupa tetesan-
tetesan langsung pada daerah perakaran tanaman. Tujuan dari irigasi tetes
adalah untuk memenuhi kebutuhan air tanaman tanpa harus membasahi
keseluruhan lahan, sehingga mereduksi kehilangan air akibat penguapan yang
berlebihan, pemakaian air lebih efisien, mengurangi limpasan, serta menekan
mengurangi pertumbuhan gulma (Hansen, 1986).
Pemilihan jenis sistem irigasi sangat dipengaruhi oleh kondisi hidrologi,
klimatologi, topografi, fisik dan kimiawi lahan, biologis tanaman, sosial ekonomi
dan budaya, serta teknologi.
II-3
pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi. Menurut pengelolaannya
Jaringan Irigasi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1. Jaringan Irigasi Utama / Primer
Meliputi bangunan bendung, saluran-saluran primer dan sekunder termasuk
bangunan-bangunan utama dan pelengkap saluran pembawa dan saluran
pembuang.
2. Jaringan Irigasi Sekunder
Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari
saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-
sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.
3. Jaringan Irigasi Tersier
Jaringan irigasi tersier merupakan jaringan air pengairan di petak tersier, mulai
air luar dari bangunan ukur tersier, terdiri dari saluran tersier dan kuarter
termasuk bangunan pembagi tersier dan kuarter, serta bangunan pelengkap
lainnya yang terdapat di petak.
Adapun klasifikasi jaringan irigasi bila ditinjau dari cara pengaturan, cara
pengukuran aliran air dan fasilitasnya, dibedakan atas tiga tingkatan (Akmal,
2014), yaitu :
a. Jaringan Irigasi Sederhana
Di dalam jaringan irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur
sehingga air lebih akan mengalir ke saluran pembuang sehingga efisiensinya
rendah. Persediaan air biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara
sedang dan curam. Oleh karena itu hampir tidak diperlukan teknik yang sulit
untuk pembagian air.
b. Jaringan Irigasi Semi Teknis
Pada jaringan irigasi semi teknis, bangunan bendungnya terletak di sungai
lengkap dengan pintu pengambilan tanpa bangunan pengukur di bagian
hilirya. Beberapa bangunan permanen biasanya juga sudah dibangun di
jaringan saluran. Sistem pembagian air biasanya serupa dengan jaringan
sederhana. Bangunan pengambilan dipakai untuk melayani pengairan daerah
yang lebih luas dari pada daerah layanan jaringan sederhana.
II-4
c. Jaringan Irigasi Teknis
Salah satu prinsip pada jaringan irigasi teknis adalah permisahan antara
saluran irigasi pembawa dan saluran pembuang. Saluran pembawa maupun
saluran pembuang bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing. Saluran
pembawa mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan saluran pembuang
mengalirkan kelebihan air dari sawah-sawah ke saluran pembuang.
Secara singkat, klasifikasi jaringan irigasi dapat dilihat pada Tabel 2.1.
seba gai berikut :
Tabel 2.1 Klasifikasi Irigasi
Klasifikasi jaringan irigasi
Teknis Semiteknis Sederhana
Bangunan
1 Bangunan Bangunan permanen atau Bangunan
Utama permanen semi permanen sementara
Kemampuan
bangunan
dalam
2 mengukur Baik Sedang Jelek
dan mengatur
debit
Saluran irigasi
Saluran irigasi dan pembuang Saluran irigasi
Jaringan dan pembuang tidak dan pembuang
3 saluran terpisah sepenuhnya jadi satu
terpisah
Belum
dikembangkan Belum ada
Dikembangkan atau densitas jaringan terpisah
4 Petak tersier sepenuhnya bangunan yang
tersier jarang dikembangkan
Efisiensi Tinggi Sedang Kurang
5 secara 50 – 60 % 40 – 50% < 40% (Ancar-
keseluruhan (Ancar-ancar) (Ancar-ancar) ancar
6 Ukuran Tak ada Sampai 2.000 Tak lebih dari
Sumber : Standar Perencanaan Irigasi KP -01, 2019
II-5
1. Menambah air ke dalam tanah untuk menyediakan cairan yang diperlukan
untuk pertumbuhan tanaman.
2. Menyediakan jaminan panen pada musim kemarau yang pendek.
3. Mendinginkan tanah dan atmosfer, sehingga menimbulkan lingkungan yang
baik untuk pertumbuhan tanaman.
4. Mencuci atau mengurangi garam dalam tanah.
5. Mengurangi bahaya erosi.
6. Melunakan pembajakan dan pengumpalan tanah.
7. Memperlambat pembentukan tunas dengan perbandingan karena penguapan.
II-6
Hal-hal berikut ini adalah yang mempengaruhi debit air adalah :
1. Intensitas hujan
Karena curah hujan merupakan salah satu faktor utama yang memiliki
komponen musiman yang dapat secara cepat mempengaruhi debit air.
2. Pengundulan hutan
Fungsi utama hutan dalam kaitan dengan hidrologi adalah sebagai penahan
tanah yang mempunyai kelerengan tinggi, sehingga air hujan yang jatuh di
daerah tersebut tertahan dan meresap ke dalam tanah untuk selanjutnya akan
menjadi air tanah. Air tanah di daerah hulu merupakan cadangan air bagi
sumber air sungai. Oleh karena itu hutan yang terjaga dengan baik akan
memberikan manfaat berupa ketersediaan sumber-sumber air pada musim
kemarau.
3. Pengalihan hutan menjadi lahan pertanian
Risiko penebangan hutan untuk dijadikan lahan pertanian sama besarnya
dengan penggundulan hutan. Penurunan debit air sungai dapat terjadi akibat
erosi.
4. Intersepsi
Intersepsi adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi diatas
permukaan tanah, tertahan beberapa saat, untuk diuapkan kembali ke atmosfer
atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Proses intersepsi terjadi selama
berlangsungnya curah hujan dan setelah hujan berhenti.
5. Evaporasi dan Transpirasi
Evaporasi transpirasi juga merupakan salah satu komponen atau kelompok
yang dapat menentukan besar kecilnya debit air di suatu kawasan DAS.
Untuk mengukur kecepatan aliran dapat menggunakan metode pelampung
atau Current meter. Metode pelampung dapat dengan mudah walaupun keadaan
muka air disaluran relatif tinggi. Current meter adalah alat untuk mengukur
kecepatan aliran (kecepatan arus). Distribusi kecepatan aliran di sungai atau di
saluran tidak sama baik arah vertikal maupun horisontal, maka pengukuran
kecepatan aliran dengan alat ini tidak cukup pada satu titik. Debit aliran sungai
dapat diukur dengan beberapa metode. Tidak semua metode pengukuran debit
II-7
cocok digunakan. Pemilihan metode tergantung pada kondisi (jenis sungai atau
saluran, tingkat turbulensi aliran) dan tingkat ketelitian yang akan dicapai.
II-8
2.8 Kehilangan Air
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkiraan kebutuhan air pengairan
yaitu jenis dan sifat tanah, macam dan jenis tanaman, keadaan iklim, keadaan
tofografi, luas area pertanaman kehilangan air selama penyaluran, untuk
kehilangan air selama penyaluran disebabkan oleh evaporasi, perkolasi, rembesan
dan kebocoran saluran.
Kehilangan air disaluran dapat diukur dengan beberapa metode. Salah
satunya adalah metode Inflow - Outflow atau teknik keseimbangan air. Hal ini
dapat dilakukan dengan mengukur debit inflow pada hulu saluran dengan debit
outflow pada hilir saluran. Kehilangan air pada tiap ruas pengukuran debit masuk
(inflow) - debit keluar (outflow) diperhitungkan sebagai selisih antara debit
masuk dan debit keluar (Bunganaen, 2017) Kehilangan air dinyatakan dengan
persamaan seba gai be ri kut :
(2. 3)
Dimana : hn = Kehilangan air pada ruas pengukuran bentang saluran ke n (m3/dt)
In = Debit masuk ruas pengukuran ke n (m3/dt)
On = Debit keluar ruas pengukuran ke n (m3/dt)
2.8.1 Evaporasi
Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994), evaporasi ialan penguapan air atau
peristiwa berubahnya air menjadi uap air dan bergerak dari permukaan tanah dan
permukaan air ke udara. Berlangsungnya evaporasi sangat dipengaruhi oleh suhu
air, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, sinar matahari, lebar permukaan
dan panjang saluran.
Evaporasi permukaan air terbuka adalah penguapan permukaan bebas
tumbuhan. Pada permukaan air yang tenang dan tidak bergelombang, laju
penguapan akan tergantung pada suhu dan tekanan uap air antara permukaan air di
atasnya. Faktor utama terjadinya evaporasi adalah kecepatan angin di atas air,
tekanan uap air dan tekanan uap air pada permukaan (Darajat, 2017).
Menurut Triatmojo (2008), evaporasi dipengaruhi oleh kondisi klimatologi
meliputi radiasi matahari, temperatur udara, kelembaban udara dan kecepatan
angin. Cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui volume evaporasi
adalah dengan menggunakan panci evaporasi.
II-9
Untuk itu hasil pengukuran dari panci evaporasi harus dikalikan dengan suatu
koefisien seperti terlihat pada persamaan sebagai berikut (Triatmodjo, 2008) :
E = K x Ep (2. 4)
Dimana: E = Evaporasi dari badan air (mm/hari)
K = Koefisien pancci (0,8)
Ep= E v aporasi dari pancci (mm/hari)
Koefisien panci evaporasi bervariasi menurut musim dari lokal, yaitu berkisar
antara 0,6 sampai 0,8. Biasanya digunakan koefisien panci tahunan sebesar 0,7
(Triatmodjo, 2008). Menurut Soewarno (2000), untuk menghitung besarnya
kehilangan air akibat penguapan pada saluran dapat menggunakan persamaan
sebagai berikut :
Elose = A x E (2. 5)
Dimana : Elose = Kehilangan air akibat Evaporasi (m3/hari)
A = Luas permukaan saluran (m2)
E = Evaporasi dari badan air (mm/hari)
2.8.2 Rembesan
Rembesan air pada saluran pengairan pada umumnya berlangsung ke samping
(horizontal) terutama pada saluran-saluran pengairan yang dibangun pada tanah-
tanah tanpa dilapisi tembok, sedangkan pada saluran yang dilapisi (kecuali kalau
kondisinya sudah retak-retak) kehilangan air sehubungan dengan terjadinya
perembesan sangat kecil. (Kartasapoetra, dkk.,1994) dalam (Sari, 2019)
Menurut Nikken Consultant (1981) dalam (Nara, 2017) untuk menghitung
rembesan pada saluran digunakan nilai dari koefisien sebesar 6,8 x 10-7 cm/det.
Koefisien rembesan juga tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi
oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel, dan struktur tanah. Secara
garis besar, makin kecil ukuran partikel maka semakin rendah koefisien
rembesannya. Untuk menghitung besaran rembesan digunakan persamaan sebagai
berikut :
q = Kr x (B-2h) (2. 6)
II-10
B = Lebar permukaan air (m)
H = Kedalaman air (m)
II-11
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi Penelitian
III-1
bertujuan agar peneliti memperoleh fakta dari wilayah studi serta untuk
melengkapi data yang tidak dapat diperoleh dari dokumen dan studi literatur.
Observasi lapangan dilakukan dengan mengambil dokumentasi gambar
dilapangan untuk memperoleh fakta yang ditemukan dilapangan. Serta
membuat catatan-catatan penting yang harus segera ditulis setelah
pengamatan keadaan dan kejadian di wilayah studi. Data primer berupa data
kecepatan aliran air dan data pengukuran dimensi saluran, yaitu :
- Kecepatan Aliran
Menggunakan alat current meter yang telah di kalibrasi.
- Pengkururan dimensi saluran
Melakukan pengukuran secara manual yaitu dengan menggunakan
meteran yang dilakukan oleh 2-3 orang.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang bersifat tidak langsung. Akan tetap memiliki
keterkaitan fungsi dan kegunaan dengan salah satu aspek penting bagi
keabsahan suatu penelitian. Data sekunder berupa sumber-sumber atau
referensi tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian. Data sekunder
dalam penelitian ini adalah pengumpulan semua data yang akan digunakan
dalam analisis data dari berbagai sumber studi literatur terhadap beberapa
buku dan kumpulan jurnal serta memperoleh data dari instansi terkait.
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Skema jaringan irigasi
Diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten
Rejang Lerbong, Provinsi Bengkulu.
b. Data evaporasi
Diperoleh dari Badan Meteorolodi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
Provinsi Bengkulu.
3.2.2 Alat penelitian
Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Roll meter dan meteran digunakan untuk mengukur dimensi, kedalaman, dan
panjang saluran.
2. Current meter digunakan sebagai alat pengukur kecepatan aliran air.
III-2
3. Kalkulator sebagai alat hitung.
4. Kamera sebagai alat pengambil dokumentasi.
5. Alat tulis digunakan untuk mencatat hasil penelitian.
6. Komputer digunakan sebagai alat punyusunan laporan.
III-3
Current meter dipasang pada tiang ukur dimasukan ke dalam air
sesuai dengan kedalaman yang telah di tentukan kemudian tiang ukur
dimasukan ke dalam air sampai alas tiang ukur terletak di dasar
saluran dengan propeller menghadap arah aliran (arus air).
Jumlah putaran tiap satuan waktu yang terjadi pada setiap kedalaman
air dihitung.
III-4
d. Menghitung nilai kehilangan air akibat evaporasi dan rembesan.
- Prosedur perhitungan nilai kehilangan air dapat dilakukan dengan
mencari selisih debit masuk dengan debit keluar menggunakan
Persamaan (2.3).
- Selanjutnya menghitung nilai evaporasi yang terjadi sepanjang saluran
dengan menggunakan Persamaan (2.4) dan (2.5).
- Menghitung besaran rembesan
Menurut Kartasapoetra dan Sutedjo (1994), prosedur perhitungan
rembesan adalah sebagai berikut :
Mengukur lebar saluran irigasi.
Mengukur kedalaman saluran irigasi.
Menghitung nilai rembesan.
Nilai rembesan yang terjadi pada saluran dapat dicari dengan
menggunakan Persamaan (2.6).
III-5
Mulai
Studi Pustaka
Survai Pendahuluan
Pengambilan Data
No
Analisis Kehilangan Air
Ec Menurut KP-01 hn= ln-on
Sal. S ≥90 %
Selesai
III-6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang Rejang Lebong, 2019
Gambar 4. 1 Skema Jaringan Irigasi
IV-1
Tabel 4.1 Panjang Saluran
No. Nama Saluran Panjang Saluran
1. Saluran BT 0 453 m
2. Saluran BT 1 165 m
3. Saluran BT 2 132 m
Sumber: Hasil Pengukuran, 2019
Dari hasil pengukuran tersebut tidak hanya didapatkan nilai kecepatan aliran
saja tetapi nilai luas saluran dan debit juga didapatkan. Pada penelitian ini terdapat
3 titik tinjauan sehingga hasil pengukuran kecepatan dapat di lihat pada Tabel 4.3.
IV-2
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Kecepatan Aliran
Kecepatan Aliran (m/detik)
No Nama Saluran
Pangkal Ujung
1 BT 0 0.335 0.291
2 BT 1 0.129 0.076
3 BT 2 0.071 0.060
Sumber: Hasil Rekap Pengukuran, 2019
Dari tabel kecepatan air, didapatkan hasil nilai kecepatan air pangkal saluran
terbesar terdapat pada saluran BT 0 dengan nilai 0.335 m/detik dan yang terkecil
pada saluran BT 3 dengan nilai 0,071 m/detik. Sedangkan untuk nilai terbesar
kecepatan air pada ujung saluran terdapat pada saluran BT 0 dengan nilai 0,291
m/detik dan nilai terkecil pada saluran BT 2 dengan nilai 0,060 m/detik..
Kecepatan Aliran juga dipengaruhi oleh banyaknya saluran ilegal yang terdapat
pada beberapa dinding saluran. Kecepatan air pada beberapa saluran juga
dipengaruh oleh saluran yang retak, dan adanya sampah-sampah akibat
pembersihan saluran. Grafik kecepatan air pada saluran dapat dilihat pada Gambar
4.2.
1,50
1,00
Kec. air pangkal
0,00
BT 0 BT 1 BT 2
Nama Saluran
Sumber: Hasil Pengukuran, 2019
IV-3
mengalikan hasil kecepatan aliran air (V) dengan luas saluran (A). Luas saluran
yang ditinjau dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Luas Saluran Pada Titik-titik Yang Ditinjau
Luas (m2)
No Nama Saluran Panjang
Pangkal Ujung
1 BT 0 0.750 0.600 453.0
2 BT 1 0.420 0.450 165.0
3 BT 2 0.450 0.462 132.0
Sumber: Hasil Rekap Perhitungan, 2019
Berdasarkan hasil yang di dapat dilihat pada Tabel 4.5, dapat diketahui bahwa
nilai debit masuk terbesar terdapat pada saluran sekunder BT 0 sebesar 0,251
m3/detik dan debit keluar terbesar pada saluran BT 0 sebesar 0,175 m3/detik.
Sedangkan nilai debit masuk terkecil terdapat pada saluran tersier BT 2 sebesar
0,032 m3/detik dan debit keluar terkecil pada saluran BT 2 sebesar 0,028 m3/detik.
Dari data tersebut didapatkan nilai debit masuk (Qm) dan debit keluar (Qk). Debit
air pada saluran juga dipengaruhi oleh adanya kemiringan dasar saluran, adanya
bangunan kolam ikan serta adanya evaporasi dan rembesan sepanjang saluran.
IV-4
Grafik rekapitulasi debit air pada saluran yang ditinjau dapat dilihat pada Gambar
4.3.
0,40
0,35
0,30
Q masuk
0,25
Q keluar
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
BT 0 BT 1 BT 2
Nama Saluran
Sumber: Hasil Perhitungan, 2019
IV-5
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Efisiensi Pada Saluran
Debit (m3/detik) Q Ef
Nama Ef
No Kehilangan Ef (%) Teortitis
Saluran Rerata
Pangkal Ujung Air (%)
1 BT 0 0.251 0.175 0.077 69.403 90
2 BT 1 0.054 0.034 0.020 62.786 90 73.311
3 BT 2 0.032 0.028 0.004 87.745 90
Sumber: Hasil Perhitungan, 2019
Dari hasil perhitungan, efisiensi terbesar pada saluran sekunder terdapat pada
saluran sekunder BT 2 sebesar 87,745 % dan efisiensi terkecil terdapat pada
saluran sekunder BT 1 sebesar 62,786 %. Sehingga didapat nilai efisiensi rata-rata
saluran sekunder sebesar 73,311 %. Hasil ini memperlihatkan bahwa saluran
sekunder mempunyai nilai efisiensi rerata 73,311 % yang jauh berada dibawah
nilai efisiensi teoritis yang ditetapkan oleh KP-01 untuk saluran sekunder yaitu
≥ 90 %. Peneliti menilai kurang efisiensinya saluran sekunder disebabkan karena
banyaknya bangunan baru yang dibuat oleh masyarakat seperti saluran ilegal dan
karena adanya faktor evaporasi dan rembesan. Grafik rekapitulasi efisiensi pada
saluran yang ditinjau dapat dilihat pada Gambar 4.4.
80
60
EFF Saluran
40
20
0
BT 0 BT 1 BT 2
Nama Saluran
Sumber: Hasil Perhitungan, 2019
IV-6
Diketahui :
0,25
0,20
0,15 Kehilangan Air
0,10
0,05
0,00
BT 0 BT 1 BT 2
Nama Saluran
IV-7
3
= 0,077 m
0,251 m 3
s
s
100%
= 30,597 %
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Persentase Kehilangan Air
Nama Debit (m3/detik) Q
(%) Kehilangan
No Kehilangan
Saluran Pangkal Ujung Kehilangan Rerata
Air
1 BT 0 0.251 0.175 0.077 30.597
2 BT 1 0.054 0.034 0.020 37.214 26.689
3 BT 2 0.032 0.028 0.004 12.255
Sumber: Hasil Perhitungan, 2019
Pada Tabel 4.8 didapatkan hasil persentase kehilangan air rata-rata pada
saluran sekunder sebesar 26,689 %. Hal ini menujukkan bahwa di saluran
sekunder telah terjadi kehilangan air yang disebabkan oleh beberapa faktor
lainnya antara lain akibat evaporasi dan rembesan. Untuk persentase kehilangan
air terbesar terdapat pada BT 1 hal ini disebabkan oleh adanya saluran ilegal yang
terdapat di sepanjang saluran BT 1 . Grafik persentase kehilangan air pada saluran
yang ditinjau dapat dilihat pada Gambar 4.6.
35,0
30,0
25,0 Persentase kehilangan
20,0 air pada saluran
15,0
10,0
5,0
0,0
BT 0 BT 1 BT 2
Nama Saluran
Sumber: Hasil Perhitungan, 2019
IV-8
maka efisiensi pada saluran menjadi tinggi dan air yang disalurkan ke petak-petak
pertanian menjadi besar dan optimal.
4.7 Kehilangan Air yang Disebabkan oleh Evaporasi
Analisis evaporasi dilakukan untuk mengetahui besarnya evaporasi sepanjang
saluran yang ditinjau. Analisis evaporasi pada penelitian ini menggunakan data
evaporasi harian dari panci evaporasi 1 tahun terakhir dari BMKG. Berdasarkan
hasil rekapitulasi evaporasi (Lampiran 3), didapatkan besar evaporasi rata-rata
sebesar 3,4 mm/hari diambil dari waktu terdekat dari penelitian yaitu pada bulan
April dan grafik evaporasi dapat dilihat pada Gambar 4.7.
0
Apr mei jun jul ags sep okt nov des jan feb mar apr
Bulan
Untuk menghitung luas permukaan air pada saluran maka dibutuhkan data-
data seperti pada Tabel 4.9.
IV-9
Tabel 4.9 Perhitungan Luas Permukaan Air
No Nama Saluran B (m) Panjang (m) Luas Permukaan Air
= 0,00002123 m3/detik
= 2,123 x 10-5 m3/detik
IV-10
EVAPORASI SEPANJANG SALURAN SEKUNDER
2,50E-05
1,50E-05
evaporasi
1,00E-05 sepanjang
saluran
5,00E-06
0,00E+00
BT 0 BT 1 BT 2
Nama Saluran
4.8 Rembesan
Rembesan yang terjadi pada saluran dipengaruhi oleh luas penampang basah
saluran dan kedalaman air. Untuk nilai koefisien saluran digunakan nilai
perembesan sebesar 6,8 x 10-7 cm/det. Rembesan dapat dihitung menggunakan
Persamaan 2.6 dengan contoh perhitungan pada saluran sekunder BT 0 seperti di
bawah ini dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Koefsien Perembesan (kr) = 6,8 x 10-7 cm/det
= 6,8 x 10-9 m/det
Lebar permukaan air (B) = 1,5 m
Kedalaman air (h) = 0,5 m
1 liter/det = 8,64 mm/hari
q = kr x (B-2h)
= 6,8 x 10-9 m/det x (1,5 m – 2 x 0,5 m)
= 3,4 x 10-9 m3/det
= 3,4 x 10-6 liter/det
= 3,4 x 10-6 liter/det x 8,64
= 2,938 x 10-5 mm/hari
IV-11
Tabel 4.11 Perhitungan Kehilangan Air Akibat Rembesan
Rembesan Kr
No Nama Saluran H (m) B (m)
(mm/hari) (m/det)
1 BT 0 0.5 1.5 2.938 x 10-5 6.8 x 10-5
2 BT 1 0.3 1.4 4.700 x 10-5 6.8 x 10
-5
Nilai rembesan terbesar terdapat pada saluran BT 2 dengan nilai 5,288 x 10-5
mm/hari dan nilai rembesan terkecil terdapat pada saluran sekunder BT 0 dengan
nilai 2,938 x 10-5 mm/hari. Rembesan yang terjadi disebabkan oleh adanya
retakan, dan adanya saluran yang pecah. Grafik perhitungan kehilangan air akibat
rembesan pada saluran yang ditinjau dapat dilihat pada Gambar 4.9.
6,00E-05
Rembesan (mm/hari)
5,00E-05
4,00E-05
3,00E-05
rembesan pada
2,00E-05 saluran
1,00E-05
0,00E+00
BT 0 BT 1 BT 2
Nama Saluran
IV-12
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian melalui analisis data yang dilakukan maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Nilai efisiensi saluran sekunder :
Hasil perhitungan pada saluran sekunder BT 0, BT 1, dan BT 2 didapatkan
hasil efisiensi yaitu 69,403 %; 62,786 %; dan 87,745 % dengan efisiensi rata-
rata 73,311 %. Hasil ini memperlihatkan bahwa efisiensi rata-rata saluran
sekunder tidak sesuai dengan efisiensi teoritis yang ditetapkan oleh KP-01
yaitu saluran sekunder ≥ 90%.
2. Kehilangan air pada saluran sekunder :
Persentase kehilangan air pada saluran sekunder BT 0, BT 1, dan BT2
didapatkan hasil yaitu 30,597 %; 37,214 %; dan 12,255 % dengan kehilangan
air rata-rata sebesar 26,689 %.
3. Faktor-faktor penyebab kehilangan air pada irigasi Air Duku :
Nilai kehilangan air akibat evaporasi terbesar disepanjang saluran sekunder
adalah pada saluran sekunder BT 0 yaitu 2,123 x10-5 m3/det dan nilai evaporasi
terkecil terdapat pada saluran sekunder BT 2 sebesar 6,188 x10-7 m3/det.
a. Nilai kehilangan air akibat rembesan terbesar pada saluran sekunder adalah
pada saluran sekunder BT 2 dengan nilai 5,288 x 10-5 mm/hari dan nilai
rembesan terkecil terdapat pada saluran sekunder BT 0 yaitu 2,938 x 10-5
mm/hari. Rembesan terjadi karena adanya saluran yang retak-retak, bocor
dan rusak.
b. Faktor lainnya yang menyebabkan kehilangan air selain dari evaporasi dan
rembesan ialah banyaknya saluran illegal yang mengalir pada kolam-kolam
warga sekitar.
5.2 Saran
1. Diharapkan kesadaran masyarakat untuk menjaga saluran irigasi dari kerusakan
serta kesadaran masyarakat akan fungsi irigasi untuk kebutuhan bersama bukan
kebutuhan perorangan saja.
V-1
2. Untuk pemerintah terkait selalu melakukan pemeriksaan rutin dan perbaikan
berkala pada saluran irigasi Air Duku.
3. Diharapkan adanya penelitian lanjutan yang menyangkut kebutuhan air pada
petak pertanian masyarakat di Daerah Talang Benih.
V-2
DAFTAR PUSTAKA
Akmal. 2014. Efisiensi Irigasi Pada Petak Tersier Di Daerah Irigasi Lawe Bulan
Kabupaten Aceh Tenggara. Jurnal Teknik Sipil. Volume 3, No. 3. 20-37.
Arsyad, 1989. Debit Air. https://andrendre.wordpress.com/2013/03/18/debit-
aliran/. (Diakses: 14 Maret 2019, 12.56 WIB).
Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah
mada University Press, Yogyakarta.
Bunganaen, W., 2017. Efisiensi Pengaliran Jaringan Irigasi Malaka (Studi Kasus
Daerah Irigasi Malaka Kiri). Jurnal Teknik sipil, Vol VI, No 1, April 2017.
Darajat, A. R. 2017. Analisis Efisiensi Saluran Irigasi Di Daerah Irigasi Boro Ka.
Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Teknik Sipil UGM. Vol. XII. No.
2.
Dinas Pekerjaan Umum. Rejang Lebong. 2017.
Direktorat Jenderal Pengairan, 1986. Standar Perencanaan Irigasi. Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Febriansyah, Ilham. 2019. Analisis Efisiensi Penyaluran Air Irigasi Pada Saluran
Sekunder dan Tersier. Skripsi. Universitas Bengkulu.
Febriyani, Vika. 2014. Kajian Efektifitas dan Efisiensi Saluran Primer Daerah
Irigasi Begasing Kec. Sukadana. Hal. 2-3. 21 Agustus 2014.
Hansen. 1986. Dasar – Dasar dan Praktek Irigasi. Terjemahan Endang. Erlangga,
Jakarta.
Kartasapoetra, A. G dan M. M. Sutedjo, 1994. Tekhnologi Pengairan Pertanian
Irigasi, Bumi Aksara, Jakarta.
Mulyono, Dedi. 2014. Analisis Karakteristik Curah Hujan Di Wilayah
Kabupaten Garut Selatan. Jurnal Konstruksi. Vol. 13. No. 1.
Nara, 2017. Analisis Efisiensi dan Kehilangan Air Pada Jaringan Utama
Daerah Irigasi Air Seluma Kabupaten Seluma. Skripsi. Prodi Teknik Sipil.
Bengkulu: Universitas Bengkulu.
Nurfyfajri. 2011. Pengertian Hujan, [Internet]. Link.
Purbaningtyas, Daru. 2012. Analisis Efisiensi Saluran Irigasi Lempake
Samarinda. Jurnal Aplika. Vol. 12, No. 2.
Sari, E. M. D. 2019. Kajian Efisiensi dan Kehilangan Air Pada Saluran Sekunder
Irigasi Air Duku Kab. Rejang Lebong Bengkulu. Skripsi. Universitas
Bengkulu.
Soewarno, 2000. Hidrologi Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai.
PT. Nova, Bandung.
Triatmodjo, B., 2008. Hidrolika II. Beta Offset : Yogyakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi
1. Dokumentasi Pengukuran Kecepatan Aliran Menggunakan Alat Current Meter
L-1
BT 1 Pangkal dengan kecepatan aliran sebesar 0,129 m/detik
L-2
BT 2 Pangkal dengan kecepatan aliran sebesar 0,071 m/detik
L-3
2. Kerusakan Pada Saluran dan Saluran Ilegal
L-4
Lampiran 2 Skema Jaringan Irigasi Daerah Air Duku
L-5
L-6
Lampiran 3 Data Penguapan Harian (mm) Stasiun Geofisika Kepahiang
L-7
L-8
Lampiran 4 Tabel Sertifikat Kalibrasi Alat Ukur Arus (Current Meter)
L-9
L-10
L-11
Lampiran 5 Lembar Asistensi
L-12
L-13
L-14
L-15
L-16
L-17
Lampiran 6 Tabel Data Pengukuran di Lapangan
BT 0 Masuk
Kecepatan
Rai Lebar Dalam Dalamnya Jumlah Waktu (m/det) Luas Debit
n
(m) (m) (m) kincir Putaran (det) Pada Rata- (m2) (m3/det)
Titik Rata
0 0 0 0 0 Muka Air
0.5 0.5 0.5 0,6d 55 50 1.1 0.286 0.286 0.25 0.071
BT 0 Keluar
Kecepatan
Rai Lebar Dalam Dalamnya Jumlah Waktu (m/det) Luas Debit
n
(m) (m) (m) kincir Putaran (det) Pada Rata- (m2) (m3/det)
Titik Rata
0 0 0 0 0 Muka Air
0.5 0.5 0.4 0,6d 34 50 0.68 0.178 0.178 0.2 0.036
BT 1 Masuk
Kecepatan
Rai Lebar Dalam Dalamnya Jumlah Waktu (m/det) Luas Debit
n
(m) (m) (m) kincir Putaran (det) Pada Rata- (m2) (m3/det)
Titik Rata
0 0 0 0 0 Muka Air
0.5 0.5 0.3 0,6d 17 50 0.34 0.091 0.091 0.150 0.014
L-18
BT 1 Keluar
Kecepatan
Rai Lebar Dalam Dalamnya Jumlah Waktu (m/det) Luas Debit
n
(m) (m) (m) kincir Putaran (det) Pada Rata- (m2) (m3/det)
Titik Rata
0 0 0 0 0 Muka Air
0.5 0.5 0.3 0,6d 16 50 0.32 0.086 0.086 0.150 0.013
BT 2 Masuk
Kecepatan
Rai Lebar Dalam Dalamnya Jumlah Waktu (m/det) Luas Debit
n
(m) (m) (m) kincir Putaran (det) Pada Rata- (m2) (m3/det)
Titik Rata
0 0 0 0 0 Muka Air
0.5 0.5 0.3 0,6d 17 50 0.34 0.091 0.091 0.15 0.014
BT 2 Keluar
Kecepatan
Rai Lebar Dalam Dalamnya Jumlah Waktu (m/det) Luas Debit
n
(m) (m) (m) kincir Putaran (det) Pada Rata- (m2) (m3/det)
Titik Rata
0 0 0 0 0 Muka Air
0.5 0.5 0.33 0,6d 13 50 0.26 0.071 0.071 0.165 0.012
L-19