Anda di halaman 1dari 29

MANAJEMEN TERNAK UNGGAS

MANAJEMEN LAYER

Oleh :

Kelas :E

Kelompok :8

Rinaldo 200110100121

Yosia Dwiadmojo 200110100210

Frank C.T 200110100284

Ipan Supriyadi 200110120054

Muhammad Yunus 200110120244

Muhammad Ikram 200110120248

Yan Patar Hutabarat 200110120265

Rina Ferlianti 200110120279

Amanda Novandila 200110120283

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2014
I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan jumlah penduduk yang selalu meningkat dari tahun ke tahu


terus diimbangi dengan kesadaran akan arti penting peningkatan gizi dalam
kehidupan. Hal ini berimplikasi pada pola konsumsi makanan yang juga akan terus
meningkat. Disamping tujuan utama penggunaan makanan sebagai pemberi zak
gizi bagi tubuh yang berguna untuk mempertahankan hidup, manusia juga
menggunakannya untuk nilai-nilai sosial, karena penggunaan makanan telah
melembaga sebagai alat untuk berhubungan dengan orang lain. Oleh karena itu
makanan dalam lingkungan masyarakat menyangkut gizi dan aspek sosial. Secara
ekonomi, pengembangan pengusahaan ternak ayam petelur di Indonesia memiliki
prospek bisnis menguntungkan, karena permintaan selalu bertambah (Cahyono, B.
1994). Hal tersebut dapat berlangsung bila kondisi perekonomian berjalan normal.
Lain halnya bila secara makro terjadi perubahan-perubahan secara ekonomi yang
membuat berubahnya pasar yang pada gilirannya akan mempengaruhi permodalan,
produksi dan pemasaran hasil ternak.
Dalam skala local, konsumsi protein hewani dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan, setelah pada tahun 1998 mengalami penurunan yang tajam akibat dari
krisis moneter. Besarnya peluang pasar ayam petelur ini merupakan kesempatan
yang sangat potensial untuk mengembangkan peternakan ayam petelur. Bagi
seorang peternak kesalahan pemeliharaan ayam akan menghasilkan pertumbuhan
ayam yang buruk sehingga mengakibatkan hasil produksi menurun. Pemeliharaan
ayam petelur membutuhkan penanganan khusus dan sangat penting untuk
diperhatian. Karena dengan pemeliharaan yang baik akan menghasilkan
pertumbuhan ayam yang baik, kondisi ayam yang sehat, tingkat mortalitas yang
rendah dan pada akhirnya akan menghasilkan ayam petelur dengan produksi telur
yang tinggi. Bagaimana cara mengoptimalkan produksi ayam petelur. Pertanyaan
ini sering kita jumpai dilapangan. Pelaku bisnis peternakan ayam petelur sering
dihadapkan pada situasi dimana ayam petelurnya tidak mampu berproduksi secara
optimal. Kunci utama untuk mencapai produksi yang optimal yaitu manajemen
pemeliharaan yang baik pada persiapan peralatan dan perkandangan, starting
manajemen, growing manajemen, laying manajemen, seleksi, culling, program
force molting, tatalaksana pemanenan telur, penangan limbah dan biosekuruti serta
didukung dengan baiknya sistem recording di Farm.

1.2. Tujuan
1. Mengetahui persiapan kandang dalam manajemen layer
2. Mengetahui cara menyeleksi ayam petelur
3. Mengetahui cara pengumpulan limbah dalam manajemen layer
4. Mengetahui biosekuriti pada manajemen layer
II
PEMBAHASAN

Secara makro kandang befungsi sebagai tempat tinggal ternak agar terhindar
dari pengaruh cuaca buruk (hujan, panas dan angin), hewan buas dan pencurian.
Secara mikro kandang berfungsi sebagai tempat untuk menyediakan lingkungan
yang nyaman agar terhindar dari stress sehingga kesehatan ternak dapat terjaga dan
produksi dapat maksimal (Suprijatno dan Atmomarsono, 2005).
Prinsip dasar pembuatan kandang ayam petelur harus di perhatikan untuk
menghadapi beberapa perubahan lingkungan di lapangan. Beberapa prinsip dasar
tersebut antara lain sirkulasi udara di peternakan, kandang cukup sinar matahari
pagi dan jangan sampai terkena sinar matahari sepanjang masa, permukaan lahan
peternakan, sebaiknya kandang di bangun dengan sistim terbuka agar hembusan
angin dapat memberikan kesegaran di dalam kandang (Rasyaf, 1994).
2.1. Persiapan kandang dan peralatan
Persiapan kandang dan peralatan pada ayam layer prinsipnya sama seperti
persiapan pada ayam broiler.
Pemasangan pembatas
Pembatas berfungsi sebagai pelindung bagi anak ayam agar tidak bergerak
terlalu jauh dari pemanas serta tempat pakan/minum. Pembatas dapat berbentuk
lingkaran atau persegi dengan ketinggian ± 45 cm, terbuat dari seng atau papan.
Setiap minggu pembatas diperlebar. Pembatas hanya digunakan sampai anak ayam
berumur 4 minggu.

Pemberian litter
Litter dapat berupa sekam padi atau serbuk gergaji. Pada minggu pertama,
litter yang berada di dalam pembatas ditutup koran sebanyak 7 lapis. Setiap hari
koran diambil 1 lembar pada bagian paling atas. Tujuan pemakaian koran ini adalah
agar anak ayam tidak mematuk sekam karena daya pengenalan terhadap makanan
masih terbatas.
Persiapan pemanas
Pemanas hanya digunakan selama 4 minggu. Biasanya pemanas yang
dipakai adalah lampu pijar 60-75 watt untuk kandang box. Pemanas dinyalakan 2-
3 jam sebelum DOC tiba agar suhu ruangan sudah menjadi stabil ketika DOC
masuk.
Pemanas diatur sebagai berikut:
 Minggu I : 95° F atau 35°C
 Minggu II : 90° F atau 32°C
 Minggu III : 85° F atau 29°C
 Minggu IV : 80° F atau 27°C

Pengaturan tempat pakan/minum


Jenis Umur Perbuah Untuk
Feeder tray (nampan)Tempat 0 – 10 hari 100 ekor
pakan gantung 1 kgTempat 10 – 30 hari 50 ekor
pakan gantung 3 kg 30 – 60 hari 30 ekor

Tempat minum 1 liter 0 – 10 hari 20 ekor


Tempat minum 1 galon 0 – 10 hari 100 ekor

Pengaturan ventilasi
Kandang harus mendapatkan udara segar agar kesehatan DOC tidak
terganggu. Ventilasi kandang dapat diatur sebagai berikut:
 Minggu I : Terpal tertutup rapat
 Minggu II : Terpal terbuka sepertiga
 Minggu III : Terpal terbuka duapertiga
 Minggu IV : Terpal terbuka penuh.

Pengaturan pencahayaan
Lampu digunakan pada anak ayam umur 0 hingga 8 minggu. Anak ayam
yang dibesarkan menggunakan pemanas lampu pijar tidak perlu diberi penerangan
tambahan. Namun untuk anak ayam yang dibesarkan menggunakan pemanas gas
atau batu bara, setelah lepas dari pemanas (4 minggu) harus diberi penerangan
tambahan hingga umur 8 minggu.

Pengaturan kepadatan DOC


Kepadatan yang terlalu tinggi akan menyebabkan:
 Pertumbuhan tidak seragam
 Kanibalisme (menyerang/mematuk ayam yang lain)
 Kadar ammonia dan kelembaban tinggi
Umur DOC Kepadatan
0 – 1 minggu 50 ekor per m2
1 – 2 minggu 40 ekor per m2
2 – 3 minggu 30 ekor per m2
3 – 4 minggu 20 ekor per m2

2.2. Starting Manajemen


Malik (2003) menyatakan bahwa budidaya ayam petelur membutuhkan
waktu lebih lama dari pada ayam pedaging. Ayam petelur umur 19 minggu sudah
mulai berproduksi, ini berarti selama 19 minggu investasi terus ditanamkan tampa
pemasukan. Ditinjau dari segi produktivitas, manajemen pemeliharaan umur 1-19
minggu sangat menentukan produktivitas telur. Apabila manajemen pemeliharaan
pada masa pertumbuhan tidak baik maka produksi yang diperoleh tidak akan
menunjukkan kualitas produksi yang maksimal.
Fase kritis pada pemeliharaan ayam layer adalah pada awal pemeliharaan.
Keberhasilan pencapaian kondisi yang optimal bagi tumbuh kembanga anak ayam
hingga pullet menjadi modal dasar suksesnya peternakan ayam petelur.
Pada fase starter atau brooding salah satu yang diperhatikan adalah jumlah tempat
pakan dan minum. Bila populasi ayamnya 1.000 ekor, rasio jumlah tempat
pakannya (feeder tray) 1 : 80, jadi sekitar 12 buah. Charles menyarankan, sebaiknya
jumlah feeder tray lebih daripada kurang.
Begitu juga dengan jumlah baby drinker. Tetapi beda halnya kalau peternak
memakai pemberian air minum sistem nipel. “Anak ayam bagus pakai nipel bila
telah berumur 3-4 hari. Jadi waktu hari pertama dan kedua, selain mengaktifkan
nipel, Anda tambah dulu baby drinker,” imbuhnya.
Pada umur 1-8 minggu pakan yang diberikan harus mencukupi baik dari
segi jumlah maupun kualitas. Pasalnya, pada minggu I terjadi proses pembelahan
sel yang sangat cepat daripada pembesaran sel. Saat minggu II pembelahan dan
pembesaran sel hampir sama cepatnya. Sedangkan pada minggu III, pembelahan
sel lebih rendah ketimbang pembesaran sel.
Untuk mendukung proses ini ayam harus cukup makan dan minum. harus
cek apakah tembolok itu cukup terisi pakan atau air. Enam jam pertama, harus cek
semua temboloknya terisi atau tidak. Pada delapan jam pertama, 80% tembolok
harus terisi pakan, 10%-15% sisanya adalah air. Lalu 24 jam, 95% tembolok harus
sudah terisi,” papar Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM itu. Bila kondisi
ini tidak tercapai, target keseragaman 80%-85% pun tinggal angan-angan.
Selain itu, pemanas (penghangat) menjadi salah satu faktor penentu
kesuksesan. Charles menyarankan peternak agar memilih pemanas yang dapat
dikendalikan suhunya. Bila suhu tidak tepat, persebaran ayam tidak merata. Kalau
suhu sangat panas anak ayam menjauh dari pemanas dan mengumpul bila suhu
terlalu dingin. Lebih jauh lagi, jika suhu terlalu panas dibandingkan thermal neutral
zone(diukur dari kloaka sebesar 40o-40,6oC) ayam akan meregulasi kembali pakan
yang dikonsumsinya untuk melawan panas. Sebaliknya bila suhu dingin, makanan
yang diambil akan digunakan untuk melawan dingin.

2.3. Growing Manajemen

Pada periode ini pemanas sudah tidak digunakan, pemisahan antara jantan dan
betina juga dilakukan pada periode ini.
1. Persiapan kandang

Kandang yang digunakan merupakan kelanjutan dari kandang koloni pada


masa starter. Namun jika DOC dipelihara dalam kandang box, pada periode ini
ayam harus dipindahkan ke kandang koloni yang lebih besar.

a. Persiapan kandang (kepadatan 14-15 ekor/m2)

 Kandang litter: kandang dibuat langsung menempel pada lantai dan di


atasnya diberi sekam padi atau serbuk kayu setebal 5-10 cm.
 Kandang panggung (slat): kandang yang lantainya terbuat dari bambu
bercelah sehingga kotoran dapat langsung jatuh ke tanah.

b. Persiapan peralatan kandang

 Untuk 100 ekor dibutuhkan 4 tempat pakan 5 kg dan 4 tempat minum 1


galon.
 Tinggi tempat pakan dan minum diatur setinggi punggung ayam.

c. Pengaturan ventilasi

 Pada periode ini tirai sudah dibuka penuh, kecuali jika hujan deras atau
angin yang masuk ke dalam kandang terlalu besar (ayam bergerombol di
sudut ruangan) ada baiknya tirai dipasang sebagian.

2. Seleksi dan pindah kandang

Proses seleksi dan pindah kandang sebaiknya dilakukan pada saat udara tidak
terlalu panas yaitu pagi atau sore hari agar ayam tidak stres.

a. Seleksi ayam jantan

 Kepadatan ayam jantan adalah 8-10 ekor/m2.


 Ayam jantan dibesarkan sebagai ayam potong, untuk itu diberi pakan
dengan kadar protein 19-20% secara tidak terbatas.

b. Seleksi ayam betina

 Ayam betina yang dibesarkan haruslah sehat dan memiliki pertumbuhan


yang baik. Oleh karena itu ayam yang tidak memenuhi persyaratan harus
disingkirkan.

3. Pemberian pakan dan air minum

a. Peralihan pakan

Peralihan pakan dilakukan setelah ayam berumur 8 minggu. Peralihan pakan harus
dilakukan secara bertahap agar ayam tidak stres.

 Hari pertama : 75 % pakan lama dan 25% pakan baru.


 Hari kedua : 50 % pakan lama dan 50% pakan baru.
 Hari ketiga : 25 % pakan lama dan 75% pakan baru.
 Hari keempat : 100 % pakan baru.

b. Jumlah pakan yang diberikan

Jumlah pakan yang diberikan harus sesuai standar. Agar ayam tidak terlalu gemuk
atau tidak terlalu kurus, karena dapat mempengaruhi masa produksinya.

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Periode Grower

Zat Makanan Periode Grower

Protein % 14,5 – 15

Lemak % 4–5

Serat Kasar % 3–5


Garam % 0,2

Kalsium % 0,9

Phospor % 0,5

Kalori (Kcal/kg) 2800

c. Pemberian air minum

Air minum yang disukai oleh ayam adalah air bersih yang segar, tidak berbau dan
tidak berwarna. Air minum diberikan secara tidak terbatas.

2.4. Laying Manajemen

Manajemen layer diperlukan untuk meningkatkan produktivitas layer dalam


menghasilkan telur. Semakin tinggi persentase jumlah telur yang dihasilkan per
ayam layer yang dipelihara akan semakin baik dan semakin menguntungkan bagi
peternak.

1. Pemberian pakan

a. Jumlah pakan/ekor ayam

Jumlah pakan yang diberikan sangat mempengaruhi kemampuan bertelur


ayam layer. Jumlah yang diberikan sekitar 80-85 gr/ekor/hari (tergantung jenis
ayam). Beberapa pakar juga menyebutkan pemberian pakan 110 – 120
gram/ekor/hari. Jika jumlah pakan yang diberikan kurang akan berdampak buruk
pada jumlah telur yang dihasilkan.

b. Kandungan serat, protein, lemak dan karbohidrat

Protein yang terkandung dalam konsentrat sangat bervariasi tergantung dari


pabriknya (gunakan ataurai pakai sesuai rekomendasi pabrik pakan). Jumlah
protein yang diberikan berpengaruh terhadap kemampuan bertelur ayam layer.
Minimal kandungan protein yang ada dalam pakan adalah 18%.

Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi Pada Periode Layer

Zat Makanan Periode Grower

Protein % 17 – 18

Lemak % 2–3

Serat Kasar % 3 – 3,5

Garam % 0,25

Kalsium % 2–4

Phospor % 0,6

Kalori (Kcal/kg) 2800

c. Penggantian jenis konsentrat

Perlu untuk diketahui bahwa penggantian konsentrat dapat menyebabkan


ayam menjadi stress. Catatan penting yang harus diperhatikan adalah jangan
mengganti konsentrat secara langsung. Jika hal ini dilakukan akan terjadi
penurunan produksi yang signifikan.

2. Pencahayaan

a. Panjang gelombang atau warna cahaya

Ayam mengenali adanya cahaya melalui mata (retinal photoreceptors) dan


melalui photosensitive cells di otak (extra-retinal photoreceptors). Cahaya dengan
gelombang cahaya yang panjang lebih mudah penetrasi memalui kulit dan batok
kepala dibandingkan cahaya dengan panjang gelombang yang pendek. Dengan
demikian, pertumbuhan dan perilaku ayam berhubungan dengan retinal
photoreception (gelombang cahaya pendek) sedangkan reproduksi berhubungan
dengan extra-retinal photoreceptors. Melalui penelitian tersebut didapatkan cahaya
berwarna biru membuat ayam menjadi lebih tenang, merah mengurangi
kanibalisme dan pencabutan bulu oleh ayam lain, cahaya berwarna hijau-biru
menstimulasi pertumbuhan sedangkan orange-merah menstimulasi reproduksi.

Pada saat ini tersedia beberapa macam lampu yang digunakan dalam bisnis
poultry yaitu Incandescent, Fluorescent, Metal Halide dan High-Pressure.

 Incandescent bulb lamp


Lampu standart yang sering digunakan dalam peternakan.
 Fluorescent lamp
Lampu jenis ini lebih baik daripada lampu incandescent bulb untuk
digunakan pada Leghorn layers.
 High Pressure Sodium (HPS)
Lampu ini terbukti sukses digunakan sebagai fasilitas dalam dunia poultry,
terutama pada breeder houses dan turkey
 Metal Halide (MH)
Karena lampu ini harus dihitung orientasi spesifiknya (vertical atau
horizontal) maka lampu ini jarang digunakan pada chicken house, tetapi
digunakan pada area warehouse dan egg handling rooms.

b. Cahaya

Intensitas cahaya diukur dengan alat photometer dan mempunyai satuan


footcandle atau lux. Untuk mudahnya dapat diterangkan bahwa penggunaan lampu
25 watt tipe pijar (polos, bukan warna susu) adalah mencukupi untuk luasan
kandang 16 m2. Penempatannya dengan mengatur jarak antar lampu sejauh 4 m
dengan ketinggian 2,5 – 3 meter.

c. Lama Waktu Pencahayaan


Ada 2 aturan dalam stimulasi pencahayaan :

1. Jangan menaikkan lama pencayaan dan intensitasnya selama peride


pembesaran.
2. Jangan mengurangi lama pencayaan dan intensitasnya selama peride
produksi.

Lama pencahayaan berhubungan dengan umur ayam dan tipe kandang yang
digunakan.

 DOC memerlukan 21 – 23 jam penerangan secara terus menerus. Hal ini


dimaksudkan untuk membantu memperkenalkan ayam pada lingkungan
yang baru. Penerangan dapat diturunkan secara bertahap dan menjadi 15 –
16 jam perhari.
 Pada usia 3 minggu, penerangan dapat mengikuti penerangan alamiah yaitu
selama 12 jam sehari.
 Bila berat badan sudah mencukupi atau ayam memasuki usia pre-layer (16
minggu), stimulasi penerangan dapat mulai diterapkan dengan 13 jam
pencahayaan per hari dan setiap minggunya ditambah 30 menit sampai
pencahayaan mencapai 16 jam perhari (puncak produksi).

3. Bentuk kandang

Kandang untuk layer adalah kandang terbuka tanpa dinding. Arah kandang
adalah arah Utara ke Selatan agar kandang mendapatkan sinar matahari pagi dan
sore. Kandang utama berukuran 5×15 meter dengan tinggi sekitar 3.5 m (1000 ekor
ayam). Masing-masing ayam dimasukkan dalam kandang baterai.
Sedangkan ukuran kandang baterai adalah sebagai berikut :

Panjang kandang baterai adalah 110 cm yang dibagi menjadi 4 ruangan yang sama
luas. Masing-masing kandang baterai dapat memuat maksimal 2 ekor ayam layer
yang siap bertelur.

2.5. Seleksi, Culling dan Program Force Molting

2.5.1. Seleksi

Cara menyeleksi ayam petelur dapat dilakukan oleh peternak ayam petelur
sebagai berikut:
1. Memilih ayam yang bermutu tinggi dari suatu kelompok dalam sehari-hari.
Seleksi dimulai dari saat masih kutuk dengan memperhatikan tingkah laku,
nafsu makan, keadaan tubuh dan Iain-lain.
2. Tingkah laku ayam yang sehat ditandai dengan kelincahan bergerak dan
mencari makan.
3. Nafsu makan baik, aktif mencari makan dan tembolok selalu penuh berisi.
4. Kaki-kaki dan paruh cukup kuat
5. Pancaran mata cerah serta mempunyai bentuk yang baik
6. Keadaan tubuh padat, yang menandakan bahwa ayam matnpu beproduksi
secara baik.

2.5.2. Culling

Pelaksanaan culling didasarkan atas tanda-tanda kelainan atau cacat yang


diderita ayam. Culling ini dilakukan terus menerus sejak ayam diterima dari Farm
atau Poultry Shop sampai tidak berproduksi lagi. Ayam yang harus di culling
sewaktu DOC baru tiba dari Farm atau Poultry Shop :

1. Anak ayam yang dalam keadaan lemah.


2. Bentuk fisik abnormal, seperti: paruh silang, mata cuma satu, kaki semper
dan Iain-lain.
3. Badan telalu kecil dengan kaki yang kering.
4. Selama masa pertumbuhan:
a. Ayam tumbuh kerdil.
b. Kaki bengkok, aayap menggantung lemah.
c. Tulang punggung bengkok dll.
5. Sesudah masa dewasa (masa produksi):
Ayam-ayam yang sudah waktunya produksi tetap tidak lagi produktif akibat
pernah sakit atau memang umurnya tua segera diafkir / culling.
Tabel 3. Patokan pelaksanaan culling untuk petelur

Tanda-tanda
Bagian Petelur yang Baik Petelur yang Jelek
Kepala dan Muka Halus, lebar, bersih Kasar, kecil, pucat
Jengger dan Pial Lebar, berminyak, Kecil, keriput pucat
mengkilap, merah
Mata Cerah bersinar, bulat Sayu, malas
Tulang supit (pubis) Jaraknya berjauhan lebih Sempit, kurang dari 2 jari
besar dari 2 jari tangan tangan
Perut Halus, penuh, elastis Keras berlemak
Kulit Tipis, halus, longgar Tebal dan kasar
Kloaka Oval dan selalu basah Sempit dan kering
Badan Lebar dan dalam Sempit
Kaki Rata, pipih Bulat, besar

2.5.3. Force Molting

Force molting adalah untuk mendapatkan masa peneluran kedua yang serasi.
Selama masa meranggas (moulting) berat badan layer akan berkurang sekitar 400-
600 gram yaitu dengan cara mengatur makanannya. Banyak metode yang dilakukan
dalam memberikan pakan kepada ayam yang sedang moulting, umumnya yaitu
selama 6 minggu diberikan makanan dengan kadar protein rendah tetapi ditambah
trace mineral dan vitamin, sesudah 6 minggu diberikan makanan yang normal dan
unggas akan berproduksi secara normal selama 4 minggu berikutnya.

Ayam petelur mulai berproduksi sekitar umur 22-24 minggu dan produksinya
akan terus meningkat serta mencapai puncaknya pada umur 34-36 minggu. Setelah
itu, produksinya akan terus menurun sesuai dengan bertambahnya umur dan pada
umur sekitar 18 bulan (72 minggu) secara alami ayam akan mengalami proses ganti
bulu yang lazim disebut moulting (Kartasudjana, 2006). Akibatnya, setalah terjadi
proses alamiah tersebut maka produksi akan turun dan terhenti sehingga peternak
tidak akan mendapatkan telur (keuntungan), tetapi setelah terjadi proses tersebut
maka ayam akan kembali berproduksi lagi (tidak maksiamal). Untuk menjaga
kesinambungan ayam, maka harus diganti dengan ayam dara (pullet), akan tetapi
harga ayam dara dari hari ke hari semakin meningkat sehingga proses gugur bulu
tersebut dapat dipersingkat selama sekitar 2 bulan, dengan menerapkan proses
gugur bulu paksa (force moulting), maka setelah itu, produksi akan meningkat
dengan presentase tinggi. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Mulyono (2004)
bahwa secara normal rontok bulu terjadi setelah ayam berumur lebih dari 80
minggu. Pada umur ini merupakan saat yang tepat bagi ayam untuk diapkir. Proses
perontokan bulu biasanya terjadi selama 2-4 minggu.

Menurut Kartasudjana (2006) bahwa hal-hal yang menjadi pertimbangan


perlu tidaknya dilakukan force moulting untuk menjaga performa pada siklus
produksi tahun kedua yaitu :

a. Biaya produksi, biaya pada pelaksanaan force moulting lebih murah dari
pada biaya untuk membesarkan doc, sehingga pelaksanaan force moulting
lebih baik.
b. Angka kematian, angka kematinan pada siklus pada produksi kedua lebih
rendah dari pada siklus produksi tahun pertama.
c. Konsumsi ransum, konsumsi ransum pada siklus produksi tahun pertama
lebih tinggi dari pada tahun kedua.
d. Masa berproduksi, masa produksi pada tahun pertama lebih lama
dibandingkan dengansiklus produksi kedua.
e. Produksi telur, puncak produksi tahun kedua 7-10 % lebih rendah dari tahun
pertama dan terus menurun secara perlahan setelah mencapai puncak
produksi.
f. Kualitas kulit telur, kualitas telur pada siklus kedua lebih rendah jika
dibandingkan dengan tahun pertama.
g. Berat telur, berat telur pada tahun kedua lebih tinggi dari pada tahun
pertama.
Ada dua cara force moulting, yaitu cara konvensional dan nonkonvensional.
Cara konvensional dilakukan dengan menggunakan perlakuan sederhana melalui
pambatasan ransom, air minum, dan cahaya. Cara nonkonvensional dengan
menggunakan obat-obatan yang disuntikkan. Metode force moulting yang
sederhana melalui pembatasan pemberian, yaitu :

1. pembatasan pemberian ransom, ayam puasa dalam waktu tertentu dan


makan sedikit untuk 1 hari lalu puasa lagi.
2. pembatasan pemberian air minum, cara ini sulit diterapkan di Indonesia
karena iklim tropis yang panas.
3. pembatasan pemberian cahaya, cahaya mempengaruhi produksi telur
bila cahaya dibatasi akan menghentikan produksi telur.

Tujuan force moulting adalah agar ayam berhenti bertelur dan memberi
waktu istirahat bertelur agar siap bertelur lagi. Bila selama 2 bulan force moulting
benar-benar terjadi dan ayam berhenti bertelur maka dapat diduga di tahun kedua
ayam akan bertelur banyak dan besar-besar. Ada dua program yang baik melakukan
force moulting, yaitu two-cycle molting dan three-cycle molting program.

1. two-cycle molting program meliputi satu kali rontok bulu dengan dua siklus
produksi telur
2. three-cycle molting program meliputi 2 kali rontok bulu dan 3 siklus
produksi telur.

Keuntungan dan Kerugian Force Moulting

Keuntungan dari program force moulting adalah biaya pemeliharaan lebih


murah dari pada membeli ayam pengganti (DOC, pullet), ayam setelah mengalami
force moulting lebih resisten terhadap penyakit, dan biaya pembelian pullet dapat
dialihkan dengan menabung uang serta tidak menyita waktu yang banyak.
Sedangkan kerugian dari program force moulting adalah selama proses moulting
terjadi ayam terus makan dan tidak berproduksi, bila ayam disembelih setelah dua
tahun bertelur tidak empuk (Ellis M.R., 2007).
2.6. Tatalaksana Pemanenan Telur Konsumsi

Pada saat pemanenan sebaiknya sekaligus dilakukan sortasi telur. Artinya,


saat panen hanya telur yang kualitasnya baik dan bersih serta tidak pecah atau retak
yang diambil terlebih dahulu. Sementara itu, teluryang tampilan fisiknya tidak
normal, seperti kulitnya terlalu tipis, telur yang retak, atau terlalu kotor, dibiarkan
dalam kandang. Telur-telur ini diambil belakangan, kemudian dimasukkan ke
dalam wadah tersendiri.

Proses sortasi yang dilakukan bersamaan dengan pengambilan telur seperti


ini dapat menghemat waktu dibandingkan dengan mengambil semua telur yang ada
tanpa melihat kondisinya, lalu melakukan sortasi setelah semua telur selesai
dipanen. Dapat dibayangkan jika dalam satu hari memanen telur sebanyak egg tray
tanpa sortasi. Pekerjaan menjadi tidak efisien, karena setelah semua telur dipanen
harus dilakukan sortasi ulang dengan mengeluarkan kembali telur dari egg ray.
Teknik ini tentu lebih memakan waktu serta beresiko menyebabkan telur pecah.

Setelah pengambilan telur, sebaiknya tidak ada proses pencucian telur hasil
panen. Telur yang sedikit kotor cukup dilap menggunakan lap yang bersih dan
kering. Pasalnya, pencucian telur dapat menyebabkan penurunan kualitas telur yang
menyebabkan telur menjadi ;ebih cepat busuk.

Telur yang kotor sekali memang mau tidak mau harus dicuci agar
tampilannya terlihat lebih baik. Pencucian dilakukan dengan cara menyelupkan
telur sebentar ke dalam air bersih, kemudian mengelapnya hingga benar-benar
bersih dan kering. Telur yang dicuci ini harus dipisahkan dari telur yang tidak
dicuci. Telur yang dicucu ini sebaiknya dijual di sekitar peternakan saja atau dijual
langsung ke konsumen yang akan segera mengkonsumsinya dalam waktu dekat.
Telur yang dicuci ini biasanya memiliki daya simpan yang tidak terlalu lama.
Waktu maksimum sekitar satu minggu.

Penyimpanan telur konsumsi yang utuh dan segar biasanya dilakukan pada
suhu rendah dengan kelembaban tinggi. Telur konsumsi yang disimpan atau
dipasarkan biasanya dikemas, baik secara kemasan eceran dengan nampan telur
(egg tray), maupun secara kemasan partai dengan kotak kayu atau keranjang.
Transportasi telur konsumsi diperlukan selama melewati jalur pemasaran dimulai
dari peternak ke pedagang, dari daerah produsen ke daerah konsumen, dan dari
grosir ke para pengecer. Selama penanganan pascapanen, telur dapat mengalami
penurunan mutu atau kerusakan produk. Karenanya diperlukan pengelolaan
pelaksanaan penanganan pascapanen yang tepat.

2.7. Penanganan Limbah

Limbah yang dihasilkan dari usaha peternakan ayam terutama berupa


kotoran ayam dan bau yang kurang sedap serta. air buangan. Air buangan berasal
dari cucian tempat pakan dan minum ayam serta keperluan domestik lainnya.
Jumlah air buangan ini sedikit dan biasanya terserap ke dalam tanah serta tidak
berpengaruh besar terhadap lingkungan sekitar.

Dalam upaya memenuhi kebutuhan telur, daging, susu dan kulit, semula
petani memelihara ternak hanya beberapa ekor. Ternak peliharaannya bebas
mencari makanan sendiri di kebun-kebun atau di ladang dan jumlah limbah yang
dihasilkan masih sangat sedikit dan belum menimbulkan masalah bagi
lingkungan. Lingkungan hidup masih mampu mengabsorpsi banyaknya limbah
yang dihasilkan, sehingga tidak menimbulkan pencemaran. Tetapi setelah waktu
berlalu, tidak hanya menambah jumlah ternaknya, petani juga meningkatkan sistem
pemeliharaannya dengan membangun kandang dan gudang dengan maksud untuk
menjaga petani dan hewan peliharaannya dari gangguan cuaca yang buruk. Pada
waktu yang sama, dikarenakan jumlah ternak bertambah dan dikandangkan, petani
dihadapkan pada masalah penanganan limbah ternak yang bertambah banyak dan
menumpuk di lantai kandang. Sejak kondisi ini terjadi, petani mulai memikirkan
bagaimana cara menangani limbah peternakan agar usahanya tidak merugi. Bila
diamati, pada waktu yang lalu sebagian besar petani menggunakan sistem
penanganan limbah dengan parit (gutter) dan kemiringan lantai kandang (sloping
floors).
Arah kemiringan dibuat agar pada saat dibersihkan dengan air, dengan
mudah limbah mengalir menuju ke parit. Limbah ternak berbentuk cair tersebut
dikumpulkan diujung parit untuk kemudian dibuang. Pada kandang
sistem feedlots terbuka, sebagian besar limbah ternak menumpuk di lokasi yang
terbuka di depan kandang. Agar pengumpulan limbahnya lebih mudah, lantai pada
lokasi ini biasanya ditutup dengan bahan yang keras dan rata dengan kemiringan
tertentu untuk mengalirkan limbah cairnya. Untuk membersihkan lantai digunakan
pipa semprot yang kuat agar limbah cair dapat didorong dan mengalir ke tempat
penampungan.

Berdasarkan sistem tersebut, ada tiga cara mendasar pengumpulan limbah,


yang disebut :

 Scraping

Scraping diduga merupakan cara pengumpulan limbah yang paling tua dilakukan
oleh para petani-peternak. Scraping dapat dilakukan dengan cara manual ataupun
mekanik. Pada dasarnya, kedua cara tersebut menggunakan alat yang terdiri atas
plat logam yang fungsinya untuk mendorong atau menarik limbah sepanjang lantai
dengan maksud agar limbah terlepas dari lantai dan dapat dikumpulkan

 Free-fall

Pengumpulan limbah peternakan dengan system free-fall ini dilakukan dengan


membiarkan limbah melewati penyaring atau penyekat lantai dan masuk ke dalam
lubang penampung. Teknik ini telah digunakan secara ekstensif dimasa lampau
untuk peternakan hewan tipe kecil, seperti ayam, kalkun, kelinci dan ternak jenis
lain. Baru-baru ini juga digunakan untuk ternak besar, seperti babi dan sapi. Pada
dasarnya ada dua sistem free-fall, yaitu sistem kandang yang lantainya
menggunakan (1) penyaring lantai (screened floor) dan (2) penyekat lantai (slotled
floor).
 Flushing

Yaitu pengumpulan limbah menggunakan air untuk mengangkut limbah tersebut


dalam bentuk cair. Sistem flushing telah digunakan sejak tahun 1960-an dan
menjadi cara yang makin populer digunakan oleh peternak untuk pengumpulan
limbah ternak. Hal ini dikarenakan lebih murah biayanya, bebas dari pemindahan
bagian, sama sekali tidak atau sedikit sekali membutuhkan perarawatan dan mudah
dipasang pada bangunan baru atau bangunan lama. Disebabkan frekuensi flushing,
limbah ternak yang dihasilkan lebih cepat dibersihkan, mengurangi bau dan
meningkatkan kebersihan kandang. Hal ini menjadikan sirkulasi udara dalam
kandang lebih baik, yang menghasilkan sistem efisiensi penggunaan energi. Dua
hal penting yang harus diperhatikan dalam mendesain parit flushing adalah : (1).
Lokasi parit berada di dalam fasilitas peternakan dan (2). Desain parit harus rata
dan menggunakan jenis perlengkapan yang memadai.

2.8. Biosekuriti Operasional

Menurut Jeffrey (1997), penerapan biosekuriti pada peternakan petelur


dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu (1) isolasi, (2) pengendalian lalu lintas, dan
(3) sanitasi.

 Isolasi

Isolasi mengandung pengertian penempatan atau pemeliharaan hewan di


dalam lingkungan yang terkendali. Pengandangan atau pemagaran kandang akan
menjaga dan melindungi unggas serta menjaga masuknya hewan lain ke dalam
kandang. Isolasi ini diterapkan juga dengan memisahkan ayam berdasarkan
kelompok umur. Selanjutnya, penerapan manajemen all-in/all-out pada peternakan
besar mempraktekan depopulasi secara berkesinambungan, serta memberi
kesempatan pelaksanaan pembersihan dan disinfeksi seluruh kandang dan peralatan
untuk memutus siklus penyakit (Jeffrey 1997).
 Pengendalian lalu lintas

Pengendalian lalu lintas ini diterapkan terhadap lalu lintas ke peternakan


dan lalu lintas di dalam peternakan. Pengendalian lalu lintas ini diterapkan pada
manusia, peralatan, barang, dan bahan. Pengendalian ini data berupa penyediaan
fasilitas kolam dipping dan spraying pada pintu masuk untuk kendaraan ,
penyemprotan desinfektan terhadap peralatan dan kandang, sopir, penjual, dan
petugas lainnya dengan mengganti pakaian ganti dengan yang pakaian khusus.
Pemerikasaan kesehatan hewan yang datang serta adanya Surat Keterangan
Kesehatan Hewan (SKKH). (Jeffrey 1997).

 Sanitasi

Sanitasi ini meliputi praktek disinfeksi bahan, manusia, dan peralatan yang
masuk ke dalam peternakan, serta kebersihan pegawai di peternakan (Jeffrey 1997).
Sanitasi meliputi pembersihan dan disinfeksi secara teratur terhadap bahan – bahan
dan peralatan yang masuk ke dalam peternakan. Pengertian disinfeksi adalah upaya
yang dilakukan untuk membebaskan media pembawa dari mikroorganisme secara
fisik atau kimia, antara lain seperti pembersihan disinfektan, alkohol, NaOH, dan
lain-lain (Anonymous, 2000).

Sanitasi peternakan meliputi kebersihan sampah, feses dan air yang


digunakan. Air yang digunakan untuk konsumsi dan kebutuhan lainnya harus
memenuhi persyaratan air bersih (Depkes, 2001). Jika digunakan air tanah atau dari
sumber lain, maka air harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi
persyaratan air bersih.

Salah satu perlakuan air yang umum dilakukan adalah dengan


menambahkan klorin 2 ppm. Untuk menjamin bahwa air tersebut memenuhi syarat
air bersih, maka perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium secara berkala,
minimum 1 tahun sekali. Klorin berguna untuk mematikan mikroorganisme yang
terkandung dalam sumber air. Air merupakan media pembersih selama proses
sanitasi serta merupakan bahanbakupada proses pengolahan pangan (Depkes,
2001). Air juga dapat sebagai sumber pencemar. Jika air tercemar, perlu dicari
alternatif sumber air lain atau air tersebut harus diolah dengan metode kimia atau
metode lainnya. Sumber pencemar lain adalah udara di sekitarnya (Marriott, 1999).

Pangan dapat tercemar oleh mikroorganisme pada udara selama proses,


pengemasan, penyimpanan dan penyiapan. Cara yang efektif untuk mengurangi
pencemaran mikroorganisme dari udara antara lain praktek higiene, penyaringan
udara yang masuk ke ruang proses, dan penerapan metode pengemasan yang baik
(Marriott, 1999).

o Higiene Penanganan Telur


Menurut PCFS (1999), sebaiknya saat pengumpulan telur di kandang, telur
yang utuh dan baik dikumpulkan dengan menggunakan baki telur plastik (egg tray)
yang dipisahkan dengan telur yang retak/kotor. Hal ini dilakukan untuk mencegah
telur yang baik terkontaminasi agen patogen yang mungkin terdapat pada telur
kotor/retak. Perlakuan yang dapat diterapkan terhadap telur yang kotor adalah
dengan cara dilap, tanpa dicuci terlebih dahulu. Pada gudang penyimpanan telur,
telur disimpan pada egg tray terbuat dari plastik yang telah dibersihkan dan
didisinfeksi, atau jika tidak ada, telur dapat diletakkan di dalam peti kayu baru
dengan sekam yang telah didisinfeksi, terpisah dengan telur yang retak/rusak. Telur
yang retak harus segera digunakan. Baki telur diletakkan di atas palet plastik
setinggi minimum 15 cm dari permukaan lantai dan berjarak minimum 15 cm dari
dinding. Menurut McSwane et al.(2000) penyimpanan pangan pada area gudang
kering pada permukaan datar yang berjarak minimum 6 inch (15.24 cm) dari
permukaan lantai dan dinding. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pembersihan
lantai dan dinding, mencegah seranganhama, serta memberikan sirkulasi udara
yang baik terhadap produk.

Intensitas pengambilan sampah dan limbah peternakan (kotoran ayam) dilakukan


pada periode tertentu secara teratur, karena dapat mengundang lalat atau insekta
lain serta tumpukan sampah dapat menjadi sumber pencemaran di peternakan
(Jeffrey, 1997).
III
KESIMPULAN

 Persiapan kandang meliputi :


 Pemasangan pembatas
 Pemberian litter
 Persiapan pemanas
 Pengaturan tempat pakan/minum
 Pengaturan ventilasi
 Pengaturan pencahayaan
 Pengaturan kepadatan

 Cara menyeleksi ayam petelur dapat dilakukan oleh peternak ayam petelur
sebagai berikut:
 Memilih ayam yang bermutu tinggi dari suatu kelompok dalam sehari-
hari. Seleksi dimulai dari saat masih kutuk dengan memperhatikan
tingkah laku, nafsu makan, keadaan tubuh dan Iain-lain.
 Tingkah laku ayam yang sehat ditandai dengan kelincahan bergerak dan
mencari makan.
 Nafsu makan baik, aktif mencari makan dan tembolok selalu penuh
berisi.
 Kaki-kaki dan paruh cukup kuat
 Pancaran mata cerah serta mempunyai bentuk yang baik
 Keadaan tubuh padat, yang menandakan bahwa ayam matnpu
beproduksi secara baik.

 Cara mendasar pengumpulan limbah, yaitu:


 Scraping
 Free-fall
 Flushing
 Biosekuriti pada manajemen layer meliputi:
 Isolasi
 Pengendalian lalu lintas
 Sanitasi
DAFTAR PUSTAKA

[Depkes] Departemen Kesehatan RepublikIndonesia. 2001. Kumpulan Modul


Kursus Penyehatan Makanan bagi Pengusaha Makanan dan
Minuman.Jakarta: Yayasan Pesan.

Ellis M.R. 2007. Moulting - A Natural Process. Poultry Branch, Agriculture


Western Australia. PoultrySite.com (Diakses pada Tanggal 28 Oktober
2014 Pukul 14.43 WIB).

Jeffrey JS. 1997. Biosecurity for poultry flocks. Poultry fact sheet 1(26). [terhubung
berkala]. http://www.vmtrc.ucdavis.edu.html [5 Juni 2011].

Kartasudjana, R dan Suprijatna E. 2006. Manajmen Ternak Unggas. Penebar


Swadaya, Jakarta.

Marriott NG. 1999. Principles of Food Sanitation. 4th Ed.Gaithersburg,Maryland:


Aspen.

McSwane D, Rue N, Linton R. 2000. Essentials of Food Safety and Sanitation. 2nd
Ed. UpperSaddleRiver: Prantice Hall.

Mulyono S. 2004. Memelihara Ayam Buras Berorientasi Agribisnis. Penebar


Swadaya, Jakarta.
LAMPIRAN

Rinaldo :-

Yosia Dwiadmojo :-

Frank C.T :-

Ipan Supriyadi : Pendahuluan

Muhammad Yunus : PPT

Muhammad Ikram : Edit, Print dan Kesimpulan

Yan Patar Hutabarat : Pembahasan dan Dapus

Rina Ferlianti : Pembahasan dan Dapus

Amanda Novandila : Pembahasan dan Dapus

Anda mungkin juga menyukai