Anda di halaman 1dari 14

I.

PENDAHULUAN
Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun berdampak
pada

peningkatan

konsumsi

produk

peternakan

(daging,

telur,

susu).

Meningkatnya kesejahteraan dan tingkat kesadaran masyarakat akan pemenuhan


gizi khususnya protein hewani juga turut meningkatkan angka perminataan
produk

peternakan. Daging

banyak

dimanfaatkan

olehmasyarakat

karena

mempunyai rasayang enak dan kandungan zat gizi yangtinggi.Salah satu sumber
daging yangpaling banyak dimanfaatkan olehmasyarakat Indonesia adalah
ayam.Daging ayam yang sering dikonsumsi oleh masyarakat diperoleh dari
pemotongan ayam broiler, petelur afkir, dan ayam kampung.
Ayam broiler merupakan salah satu penyumbang terbesar protein hewani
asal ternak dan merupakan komoditas unggulan.Industri ayam broiler berkembang
pesat karena daging ayam menjadi sumber utama menu konsumen.Daging ayam
broiler mudah didapatkan baik di pasar modern maupun tradisional.Produksi
daging ayam broiler lebih besar dilakukan oleh rumah potong ayam modern dan
tradisional.Proses penanganan di RPA merupakan kunci yang menentukan
kelayakan daging untuk dikonsumsi. Perusahaan rumah potong ayam (RPA) atau
tempat pendistribusian umumnya sudah memiliki sarana penyimpanan yang
memadai, namun tidak dapat dihindari adanyakontaminasi dan kerusakan selama
prosesing dan distribusi.

II. PEMBERIAN RANSUM


Idealnya, pemberian ransum untuk ayam broiler didasarkan pada standar
kebutuhan nutrisi setiap fase pemeliharaannya. Tetapi dengan alasan kepraktisan,
ketersedian ransum, dan harga, tidak jarang peternak hanya menganut dual
feeding system atau bahkan single feeding system saja. Bagaimana seharusnya?
Di pasaran tentu para peternak ayam broiler sudah mengenal 3 jenis
ransum yang umum dijual para produsen/pabrik pakan, yaitu ransum pre-starter,
starter dan finisher, dan ketiganya wajib diberikan pada broiler. Ketiga jenis
ransum ini diproduksi berdasarkan fase pemeliharaan ayam broiler yang juga
terdiri dari fase pre-starter, starter, serta finisher.
Di luar negeri, sebenarnya ransum untuk ayam broiler lebih banyak lagi
jenisnya atau minimal terdiri dari 4 jenis, yaitu pre-starter, starter, grower, dan
finisher. Contohnya seperti perusahaan Cobb International yang mengenal istilah
ransum grower untuk ternak broiler-nya. Tetapi di Indonesia pemakaian ransum
grower tidaklah popular. Bahkan cukup banyak peternak yang hanya
menggunakan satu jenis ransum saja, yaitu ransum starter.
Pada dasarnya, manajemen pemberian ransum (feeding management)
ayam broiler yang berlaku di Indonesia terbagi menjadi:
a. Triple feeding system, yaitu pemberian ransum pre-starter, starter dan
finisher selama periode pemeliharaan broiler, di mana pre-starter
diberikan umur 1-7 hari, starter umur 8-21 hari, dan finisher pada umur 22
hari sampai panen (30-45 hari)
b. Dual feeding system, yaitu pemberian ransum starter (umur 1-21 hari),
kemudian dilanjutkan dengan ransum finisher (umur 22 hari sampai
panen)
c. Single feeding system, yaitu menggunakan full ransum starter dari awal
pemeliharaan hingga panen

Peternak mempunyai alasan sendiri dalam memilih manajemen pemberian


ransum tersebut. Dan pemilihannya biasanya mengacu pada kemudahan peternak
dalam melakukan stok, order, dan distribusi ransum ke kandang, pertimbangan
harga ransum, dan target produksi yang diinginkan. Saat ini sudah cukup banyak
peternak, terutama yang bergabung dengan kemitraan perusahaan besar yang
menganut triple feeding system. Namun tidak sedikit pula peternak yang memilih
dual feeding system dengan alasan ransum pre starter lebih mahal. Bahkan,
dengan alasan kepraktisan dan pendeknya waktu panen, banyak pula yang
memilih single feeding system.
Pemberian ransum broiler secara single feeding system biasanya dilakukan
dengan memberikan ransum starter secara full, dari awal hingga panen. Hal ini
relatif banyak diaplikasikan oleh peternak dengan pertimbangan kepraktisan.
Padahal aplikasi pemberian ransum ini (single feeding system) tidak
direkomendasikan. Hendaknya peternak mengaplikasikan triple atau minimal
dual feeding system.
Salah satu penelitian dalam kandang terkontrol pernah dilakukan untuk
membandingkan performa ayam antara yang memakai ransum full starter dengan
memakai kombinasi ransum starter bentuk crumble di umur 021 hari dilanjut
finisher bentuk pellet di umur 22 hingga panen. Hasilnya menunjukkan pada umur
32 hari, ayam yang diberi ransum starter dari awal hingga panen, mencapai bobot
1,6 kg dengan FCR 1,6. Sedangkan ayam yang diberi ransum starter kemudian
dilanjut finisher, bobotnya mencapai 1,7 kg dan FCR 1,55 (Bayu, 2012).

Ini artinya, keuntungan ekonomi yang diperoleh peternak dari hasil


penjualan ayam bisa lebih besar dan biaya ransum yang sebelumnya dikeluarkan
lebih rendah karena nilai FCR nya pun cukup rendah. Selain itu, dengan dual
feeding system, selisih antara bobot panen dengan FCR yang dihasilkan sangat
baik, yaitu 0,15. Menurut literatur, selisih ideal antara bobot panen ayam dengan
FCR yang dihasilkan berkisar antara 0,1-0,2. Jadi, jika bobot panen ayam 2 kg,
maka FCR yang baik bernilai antara 1,8-1,9.
Hal yang perlu diperhatikan saat penerapan triple atau dual feeding system
adalah transisi pergantian antar jenis ransum (ransum pre-starter ke starter, atau
starter ke finisher) harus dilakukan secara bertahap. Metode pergantian
ransumnya ialah:

Hari pertama = 75% ransum lama : 25% ransum baru

Hari kedua = 50 % ransum lama : 50% ransum baru

Hari ketiga = 25% ransum lama : 75% ransum baru

Hari keempat = 100% ransum baru


Untuk menekan stres pergantian ransum, sebaiknya sebelum, selama dan

sesudah pergantian jenis ransum, berikan multivitamin seperti Vita Stress untuk
mencegah ayam stres.
Penambahan feed supplement juga bisa dilakukan untuk mengoptimalkan
kualitas ransum. Contoh feed supplement yang bisa dicampurkan dalam ransum
antara lain Top Mix (35 g/kg ransum) dan Mix Plus Bro (2,5-5 kg/ton ransum).
Dan di saat musim penghujan atau ransum lembab dan terkontaminasi
mikotoksin, Freetox bisa ditambahkan untuk mengikat racun jamur (mikotoksin)
dalam ransum.
Produktivitas ayam broiler akan optimal jika ayam diberi nutrisi sesuai
fase pemeliharaannya, salah satunya melalui penerapan triple atau dual feeding
system. Dan biaya ransum pun bisa ditekan.

III. PERSYARATAN DAN MODEL KANDANG YANG DIGUNAKAN


Standarnya untuk daerah tropis seperti Indonesia kandang tiap m2 diisi 812 ekor dengan tinggi kandang antara 2,25 2,5 m, sedangkan lebarnya 4 -8 m.
Jika melebihi ukuran tersebut maka suhu kandang akan cepat meningkat otomatis
akan mempengaruhi pertumbuhan ayam.
Kandang ayam tipe potong biasanya kandang berbentuk postal dengan
alasnya memakai tanah atau semen dan diberi litter berupa serbuk gergaji atau
sekam. Dan kandang panggung dimana kandang dibuat seperti pondokan dengan
panjang dan lebar sesuai populasi dan alasnya terbuat dari bahan yang kokoh. Alas
diberi jarak agar kotoran mudah jatuh ke bawah.

Gambar Kandang Ayam Potong / Broiler Tipe Panggung

Tampak dalam

bagian alas kandang dari bilah bambu

kandang ayam broiler menggunaka alas sekam


Tabel 2
Tingkat Kepadatan atau Populasi Ayam Broiler Sesuai Umurnya
Umur

Populasi/Kepadatan

1 hari 1 minggu
2 minggu
> 2 minggu

(m2)
40 -50 ekor
20 -25 ekor
8-12 ekor

ayam

Tipe kandang yang sering digunakan oleh peternak umumnya kandang tipe
open house atau kandang terbuka, dengan menggunakan sistem litter atau slat.
Tipe ini sangat cocok sekali digunakan di Indonesia dengan iklim tropisnya.
Berdasarkan hasil referensi dari beberapa blog ukuran ideal kandang
dengan populasi 500 dan 1000 ekor ayam potong. Dengan melihat standar dan
tabel populasi di atas maka perhitungannya sebagai berikut :
500 ekor : 8 ekor = 62, 5 m2
1000 ekor = 1000 ekor : 8 ekor = 125 m2 .
Diperoleh ukuran yang ideal :
7

Panjang Kandang = Luas kandang : Lebar Kandang (tentukan lebar yang


diinginkan sesuaikan dengan standar ideal di atas)
]500 ekor : 5 m = 12,5 m,
1000 ekor 5 m =16 m
Hasil akhirnya adalah :
Populasi 500 ekor = P x L = 12,5 m x 5 m
Populasi 1000 ekor = P x L = 16 m x 5 m
Untuk populasi diatas 1000 ekor bisa dihitung sendiri dengan mengikuti
langkah-langkah di atas.

IV. JENIS PENYAKIT YANG SERING DITEMUKAN


Jenis-jenis penyakit pada ayam broiler antara lain:
1. Penyakit Ngorok (Chronic Respiratory Disease)
Merupakan infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri
Mycoplasma gallisepticum. Gejala yang timbul:
-

ayam sering bersin dan ingus keluar lewat hidung dan ngorok saat

bernapas
Pada ayam muda menyebabkan tubuh lemah
sayap terkulai, mengantuk
diare dengan kotoran berwarna hijau, kuning keputih-keputihan

Penularan melalui pernapasan dan lendir atau melalui perantara seperti alat-alat.
Cara menanggulanginya:
Pengobatan dapat dilakukan dengan obat-obatan yang sesuai.
2. Berak Kapur (Pullorum)
Disebut penyakit berak kapur karena gejala yang mudah terlihat adalah
ayam diare mengeluarkan kotoran berwarna putih dan setelah kering menjadi
seperti serbuk kapur. Disebabkan oleh bakteri Salmonella pullorum.
Kematian dapat terjadi pada hari ke-4 setelah infeksi. Penularan melalui
kotoran. Pengobatan belum dapat memberikan hasil yang memuaskan, yang
sebaiknya dilakukan adalah pencegahan dengan perbaikan sanitasi kandang.
Langkah-langkah perbaikan sanitasi sebagai berikut :
-

pencucian kandang dengan air hingga bersih


pengapuran di dinding dan lantai kandang
Untuk sanitasi yang sempurna selanjutnya dilakukan penyemprotan

dengan formalin, ini bertujuan untuk membunuh bibit penyakit.


dibiarkan minimal selama 10 hari agar kuman dan bakteri agar mati dan
tidak berkembang
Kegiatan ini berguna agar kuman dan penyakit hama ayam pedaging mati.

3. Gumboro (Infectious Bursal Disease/IBD)

Merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang


disebabkan virus golongan Reovirus. Gejala yang timbul:
-

hilangnya nafsu makan


ayam suka bergerak tidak teratur
peradangan disekitar dubur
diare dan tubuh bergetar-getar
Sering menyerang pada umur 36 minggu
Penularan secara langsung melalui kotoran dan tidak langsung melalui

pakan, air minum dan peralatan yang tercemar.


Cara menanggulanginya:
Belum ada obat yang dapat menyembuhkan, yang dapat dilakukan adalah
pencegahan dengan vaksin Gumboro.
4. Tetelo (Newcastle Disease/ND)
Disebabkan oleh virus Paramyxo yang bersifat menggumpalkan sel darah.
Gejalanya yang timbul:
-

ayam sering megap-megap


nafsu makan turun, diare
senang berkumpul pada tempat yang hangat.
Setelah 1 2 hari muncul gejala syaraf, yaitu kaki lumpuh, leher berpuntir
dan ayam berputar-putar yang akhirnya mati.

Cara menanggulanginya:
Ayam yang terserang secepatnya dipisah, karena mudah menularkan
kepada ayam lain melalui kotoran dan pernafasan. Belum ada obat yang dapat
menyembuhkan, maka untuk mengurangi kematian, ayam yang masih sehat
divaksin ulang dan dijaga agar lantai kandang tetap kering.

10

V. PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI


5.1 Kurva Pertumbuhan
Secara normal pola pertumbuhan dan perkembangan broiler digambarkan
dalam kurva sigmoid dan kronologi kehidupan biologis fisiologis broiler melalui
beberapa fase yang terilihat dalam Ilustrasi 1.

Ilustrasi 1. Perkembangan fisiologis broiler (Aviagen, 2006)


Ilustrasi diatas memperlihatkan pemeliharaan broiler dalam kurun waktu
yang lama dan melalui berbagai tahapan fisiologis secara lengkap. Proses
pemeliharaan yang lama ini tentunya dengan tujuan untuk mendapatkan indukan
broiler dalam usaha pembibitan (parent stock). Sebaliknya untuk pemeliharaan
broiler komersial dengan tujuan karkas pemeliharaannya relatif singkat sehingga
tidak melalui tahapan fisiologis secara sempurna dan hanya fokus pada upaya
pemaksimalan perkembangan jaringan dan organ pendukung produksi daging.
5.2 Produkksi (Data dan Uraian tentang Konsumsi Ransum Bobot
Badan/Produksi telur dan FCR)
1. Pengaruh luas lantai terhadap bobot hidup, tingkat kematian, Pertumbuhan
bulu, dan konversi ransum pada ayam broiler

11

12

Sumber: North and Bell (1990)

2. Respons broiler yang dipelihara secara straight run terhadap Berbagai


kandungan energi ransum

Sumber: North and Bell (1990)

13

PENUTUP
Ayam merupakan salah satu ternak yang potensial di daerah kita,dilihat dari
segi konsumsi masyarakat dan kebutuhan masyarakat akan daging dan telur ayam
sangat tinggi karena hamper setiap hari dikonsumsi,sehingga beternak ayam
adalah salah satu peluang bisnis yang sangat menguntungkan jika kita mau
menekuninya dengan sungguh sungguh.
Beternak ayam juga memerlukan profesionalisme dan dedikasi yang penuh
terhadap peternakan ayamnya, agar hasil yang didapat juga maksimal dan sangat
memuaskan. Dalam arti kita mendapat keuntungan dari sisi ekonomi dan juga kita
akan mendapatkan kepuasan batin dan itu merupakan kebanggaan tersendiri dari
diri kita atas usaha yang kita tekuni.

14

Anda mungkin juga menyukai