Intisari---Kebutuhan daya listrik di Propinsi Lampung masih bergantung kepada pengiriman daya
dari sistem Interkoneksi Sumbagsel terutama pada waktu beban puncak. Kondisi operasi seperti ini
menyebabkan saluran interkoneksi menjadi sangat kritis sehingga gangguan pada saluran
interkoneksi dapat mengakibatkan ketidakstabilan operasi mesin-mesin pembangkit yang
tersambung ke sistem interkoneksi Sumsel-Lampung. Karenanya sangat penting untuk mengkaji
keamanan pengiriman daya melalui sistem interkoneksi ini untuk mencegah kerusakan pada mesin-
mesin pembangkit tersebut. Dalam penelitian ini, kami melakukan kajian terhadap keamanan
pengiriman daya dengan mempertimbangkan kestabilan transien sudut rotor dari mesin-mesin
pembangkit yang tersambung ke sistem interkoneksi Sumsel-Lampung. Permasalahan ini didekati
dengan memaksimalkan pengiriman daya dari subsistem Sumsel ke subsistem Lampung. Teknik
optimasi yang dipergunakan dalam studi ini adalah metode interior point untuk pemrograman
nonlinier dengan iterasi Newton. Simulasi dilakukan untuk dua kondisi yaitu memaksimalkan
pengiriman daya tanpa kendala kestabilan transien dan memaksimalkan pengiriman daya dengan
mempertimbangkan kendala kestabilan transien. Untuk kondisi pembebanan sistem dalam kajian ini,
hasil simulasi menunjukkan, apabila kendala kestabilan transien dipertimbangkan, bahwa maksimal
daya yang diizinkan untuk dikirim dari subsistem Sumsel ke subsistem Lampung adalah sekitar 230
MW. Dengan kondisi seperti ini, maka penambahan unit-unit pembangkit di subsistem Lampung
menjadi salah satu solusi untuk memperbaiki keamanan operasi sistem interkoneksi Sumsel-
Lampung secara keseluruhan.
Kata Kunci---keamanan sistem tenaga, pengiriman daya, interkoneksi, kestabilan transien
Abstract---During peak load, Lampung subsystem greatly depends on electric power supply from
South Sumatra (Sumsel) subsystem through interconnection system at 150 kV. This operating mode
causes critical operation of interconnecting line and may lead to unstable operation of generators
connected to the system on the occurrence of fault. Hence, it is importance to study power transfer
security to prevent further damage to the machines. In this research, we work on power transfer
security with respect to rotor angle stability of generators connected to Sumsel-Lampung
interconnection system. This problem is formulated by maximizing power transfer from Sumsel to
Lampung while meeting rotor angle stability constraints and other operational constraints and solved
by applying a Newtonian nonlinear programming primal-dual interior point. Simulation scenarios
include power transfer maximization with and without considering rotor angle transient stability.
Results on loading condition of this study reveal that maximum allowable transfer is about 230 MW.
Therefore, adding new generating units within Lampung area is an alternative solution to improve the
overall security operation of the interconnection system.
Keywords---power system security, power transfer, interconnection system, transient stability
12 13 14
37
42
44
78 79
Data Subsistem Sumbagsel 150 kV 82 83
43
80 81
8 9 10
5 6 45
35 50
34
32 1 2 3 4 84 85
7
72 92
73 69
31
48 47 33 46 51
67 68
86
90 88 89 70 87
71 93 94
49
11
91 52
57
36
103 95
56
21 22 23
102
41 19 20
58 55 54 53 40
97 98
104 105 99 96
10
101
0 66
64 60 59
114
112 106 107
16
15
38
75 61
74 65
24 25 26 27
113 108
63
62
111
28 29 30
18 17 109 110
39
76 77
Gbr. 1 One line diagram sistem interkoneksi Sumbagsel (Jambi - Sumsel - Bengkulu - Lampung)
Secara keseluruhan, untuk sistem interkoneksi 1360 MW. Dengan kondisi seperti ini, terjadi
Sumsel – Lampung yang dijadikan obyek sebesar 305 MW yang dikirim dari subsistem
penelitian di sini, total beban adalah 1018 Sumsel ke subsistem Lampung. Namun jika
MW dan total daya mampu pembangkitan terjadi gangguan, semua mesin-mesin
tidak setimbang terjadi pada t = 100 milidetik. G11 G12 G13 G14 G15 G16 G17 G18 G19 G20
G21 G22 G23 G24 G25 G26 G27 G28 G29 G30
200 milidetik setelah gangguan, diasumsikan
peralatan proteksi bekerja mengisolasi Gbr. 2 Rotor angle plot untuk transfer daya maksimum
gangguan. 200 milidetik setelah gangguan 305 MW
diisolasi, saluran kembali beroperasi dengan
mode sirkit tunggal setimbang dimana satu Apabila dikenakan batas maksimum dan
sirkit dilepas dari sistem. minimum sudut rotor +/- 70 derajat, maka
Dalam studi ini, kriteria kestabilan transien tentunya ada penurunan transfer daya
menggunakan batas sudut rotor yang maksimum dari subsistem Sumsel ke
menyimpang dari center of angle sejauh 70 subsistem Lampung menjadi sebesar 230 MW
derajat. Penentuan sudut 70 derajat ini lebih saja. Namun demikian, system menjadi
ketat dibandingkan kriteria yang umum beroperasi dalam wilayah aman dimana jika
digunakan oleh operator yaitu 90 derajat. terjadi gangguan pada saluran interkoneksi.
Dalam kajian kestabilan transien Ini ditunjukkan pada gambar 3, bahwa selisih
menggunakan metode kriteria sama luas sudut rotor antara kedua kelompok generator
(equal area criterion) juga menunjukkan ini tidak menjauh. Untuk kriteria kestabilan
bahwa jika sampai sudut rotor generator ayunan pertama (first swing stable), time
melampaui batas 90 derajat, maka sudut rotor domain simulation hingga 2 detik cukup
akan terus menaik dan generator tersebut untuk mewakili kondisi kestabilan transien
tidak akan kembali ke titik operasi stabilnya. pada ayunan pertama. Jika multiple swing
Hal ini dikonfirmasi pada gambar 2, dimana stability yang akan dinilai, maka tentunya
sebahagian generator mengalami kenaikan memerlukan pemodelan yang lebih rinci atas
sudut rotor generator melampaui batas perilaku dinamis komponen sistem tenaga
kestabilan yaitu 70 derajat dan sebahagian pada saat dan setelah gangguan terjadi. Untuk
lainnya melampaui batas -70 derajat. Ini itu, maka waktu simulasi mesti diperpanjang
berarti, ada dua kelompok generator yang hingga 10 detik atau 30 detik.
selisih sudut rotornya semakin menjauh yang
menunjukkan hilangnya sinkronisasi di antara 70
30
10
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,8 1,9 2
-10
-30
-50
-70
G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9 G10
G11 G12 G13 G14 G15 G16 G17 G18 G19 G20
G21 G22 G23 G24 G25 G26 G27 G28 G29 G30
5
ketergantungan subsistem Lampung terhadap
0
saluran interkoneksi. Untuk kondisi
-5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
pembebanan pada penelitian ini, maka
-10
pembangunan unit pembangkit baru dengan
-15 kapasitas di atas 200 MW akan menurunkan
pengiriman daya melalui saluran interkoneksi
Gbr. 4 Perubahan pembangkitan daya aktif (MW) pada
dan karenanya sistem akan beroperasi dalam
generator
wilayah yang aman.
Untuk memelihara keamanan operasi jika
REFERENSI
terjadi gangguan pada saluran interkoneksi,
pembangkitan daya aktif di Borang dan
[1] A. Fouad, T. Jianzhong, “Stability
Talang Duku (Bus 8, 9, 10, 11) harus
Constrained Optimal Rescheduling of
diturunkan hingga 10 MW. Untuk Generation,” IEEE Trans. on Power
mengkompensasi penurunan daya aktif pada Systems, Vol. 8, No. 1, Feb. 1993, pp. 105 –
pembangkit di wilayah pengirim (Subsistem 112.
Sumsel), maka pembangkit di Tarahan (lama) [2] H. Kuo, A. Bose, “A Generation
yang terdiri dari 1 PLTG dan 7 PLTD harus Rescheduling Method to Increase the
dinaikkan. Perubahan jadwal ini juga Dynamic Security of Power Systems,” IEEE
membawa konsekuensi kenaikan total biaya Trans. on Power Systems, Vol. 10, No. 1,
pembangkitan daya aktif pada sistem Feb. 1995, pp. 68 – 76.
interkoneksi Sumsel – Lampung. Perubahan [3] M. La Scala, M. Trovato, C. Antonelli, “On-
pembangkitan ini terlihat pada gambar 4. line Dynamic Preventive Control: an
Algorithm for Transient Security Dispatch,”
IEEE Trans. on Power Systems, Vol. 13, No.
V. KESIMPULAN 2, May 1998, pp. 601 – 608.
[4] D. Ruiz-Vega, A. L. Bettiol, D. Ernst, L.
Pada penelitian ini, sistem interkoneksi Wehenkel, M. Pavella, “Transient Stability-
Sumsel – Lampung memikul beban sebesar Constrained Generation Rescheduling,”
1018 MW dan untuk pembebanan sebesar ini, Proc. of Bulk Power Systems Dynamics and
maka daya sebesar 305 MW harus dikirim Control IV: Restructuring, Santorini, Greece,
Aug. 23 – 28, 1998, pp. 105 – 115.
dari subsistem Sumsel ke subsistem
[5] D. Gan, R. J. Thomas, R. D. Zimmerman,
Lampung. Pengiriman daya sebesar ini “Stability-Constrained Optimal Power
membawa akibat ketidakstabilan transien Flow,” IEEE Trans. on Power Systems, Vol.
dimana rotor angle separation antara dua 15, No. 2, May 2000, pp. 535 – 540.
kelompok generator semakin membesar jika [6] Y. Kato, S. Iwamoto, “Transient Stability
saluran interkoneksi mengalami gangguan. Preventive Control for Stable Operating
Agar sistem interkoneksi ini beroperasi Condition with Desired CCT,” IEEE Trans.
dengan aman dimana rotor angle separation on Power Systems, Vol. 17, No. 4, Nov.
antara kedua kelompok generator ini tidak 2002, pp. 1154 – 1161.
melampaui batas +/- 70 derajat, maka harus [7] T. B. Nguyen, M. A. Pai, “Dynamic
dilakukan penjadwalan ulang unit-unit Security-Constrained Rescheduling of Power
Systems Using Trajectory Sensitivities,”
pembangkit yang terhubung ke sistem. Total
IEEE Trans. on Power Systems, Vol. 18, No.
perubahan active power generation untuk 2, May 2003, pp. 848 – 854.
menarik sistem ke wilayah operasi yang aman [8] Z. Fang, Y. Xiaodong, S. Jingqiang, Y
adalah 69 MW yang terdistribusi antara Shiqiang, Z. Yao, “An Optimal Generation
pembangkit di wilayah pengirim (subsistem Rescheduling Approach for Transient
Sumsel) dan pembangkit di wilayah penerima Stability Enhancement,” IEEE Trans. on
(subsistem Lampung). Power Systems, Vol. 22, No. 1, Feb. 2007,
Untuk jangka panjang, solusi atas persoalan pp. 386 – 394.
keamanan operasi ini adalah dengan