URTIKARIA
Disusun oleh:
Kelompok XLVII
Presentan :
Irfan Hadi S. (4151141537)
Tiara Azhariadne (4151141529)
Reksa Nalendra H. (4151141542)
Intan Maharani (4151141527)
Partisipan :
Agung Laksana D. (4151141544)
Risa (4151141536)
Yessica Juliane (4151141525)
Putik Arsiani (4151141545)
A. Definisi
Urtikaria ialah suatu reaksi vaskular pada kulit yang disebabkan oleh bermacam-macam hal.
Biasanya ditandai dengan adanya urtika yaitu berupa adanya edema setempat yang cepat timbul
dan menghilang perlahan-lahan, dapat berwarna pucat atau kemerahan, meninggi di permukaan
kulit, dan sekitarnya terdapat halo kemerahan (flare). Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa
tersengat atau tertusuk.
Angioedema ialah reaksi yang menyerupai urtika namun mengenai lapisan kulit yang lebih
dalam daripada dermis, dapat terjadi di submukosa, subkutis, dan juga dapat mengenai saluran
nafas, saluran cerna, dan organ kardiovaskular. Secara klinis ditandai dengan pembengkakan
jaringan. Biasanya tidak terdapat rasa gatal, lebih sering disertai rasa terbakar.
Nama lain urtikaria ialah kaligata (Bahasa Sunda), biduran (Bahasa Jawa), hives, nettle rash
B. Epidemiologi
Urtika menyerang semua umur namun lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak
dengan umur rata-rata 35 tahun. Urtika lebih banyak terjadi pada wanita (69%) dari pada pria.
Jenis pajanan yang dapat mempengaruhi terjadinya urtikaria dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu usia, ras, jenis kelamin, pekerjaan, lokasi geografis dan musim. Penderita atopi lebih
mudah mengalami urtikaria dibandingkan dengan orang normal. Urtikaria akut etiologi
terseringnya adalah makanan dan lebih sering pada anak-anak. Data epidemiologi urtikaria
secara internasional menunjukkan bahwa urtikaria (kronis, akut, atau keduanya) terjadi pada 15-
25% populasi pada suatu waktu dalam hidup mereka. Urtikaria kronis umumnya lebih jarang
terjadi pada anak-anak, dengan perbandingan perempuan dan laki-laki 2:1. Sekitar 50% pasien
urtikaria kronis akan sembuh dalam 1 tahun, 65% sembuh dalam waktu 3 tahun, dan 85%
sembuh dalam 5 tahun. Sebanyak 40% kasus ditemukan urtikaria saja, 49% urtikaria bersama-
sama dengan angioedema, dan 11% angioedema saja.
C. Etiologi
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% idiopatik. Diduga penyebab urtikaria bermacam-
macam, diantaranya:
• Gigitan/serangan serangga
• Trauma fisik: faktor dingin, faktor panas, faktor tekanan, dan emosi
D. Faktor Predisposisi
Infeksi : virus (Hepatitis B, Hepatitis C), jamur, cacing, bakteri seperti pada infeksi fokal
(Streptococcus)
Psikis
Penyakit sistemik
E. Klasifikasi
- Urtikaria lokal
- Urtikaria generalisata
- Angioedema
F. Patogenesis
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat akibat
pelepasan histamine dari sel mast dan basophil. Berbagai mekanisme dapat menyebabkan
aktifasi sel mast. Mekanisme tersebut digolongkan menjadi:
- Langsung memacu sel mast, sehingga terjadi pelepasan mediator (opiat dan bahan
kontras)
- Trauma fisik (dermografisme, rangsang dingin, panas atau sinar, dan bahan kolinergik)
1. Tanda
• Pemeriksaan untuk dermographism dengan cara kulit digores dengan objek tumpul dan
• Edema jaringan kulit yang lebih dalam atau submukosa pada angioedema.
• Jika ada reaksi yang lebih berat perlu diperhatikan adanya gejala hipotensi, respiratory
2. Gejala
Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut, diare, muntah, dan
nyeri kepala.
H. Diagnosis
Penegakkan diagnosis urtikaria didapatkan dari anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis
yang cermat, sehingga dapat diketahui pula penyebab urtikaria.1
I. Pemeriksaan Penunjang
J. Penatalaksanaan
1. Nonfarmakologi:
a. Edukasi kepada pasien mengenai perjalanan penyakit urtikaria yang tidak mengancam
nyawa, namun belum ditemukan terapi yang adekuat, dan fakta jika penyebab urtikaria
terkadang tidak dapat ditemukan.
b. Langkah non medis secara umum, meliputi:
Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu panas, stres, alkohol, dan agen
fisik.
Menghindari penggunaan acetyl salicylic acid, NSAID, dan ACE inhibitor.
Menghindari agen lain yang diperkirakan dapat menyebabkan urtikaria.
2. Farmakologi
Asian Consensus Guidelines yang diajukan oleh AADV pada tahun 2011 untuk pengelolaan
urtikaria kronis dengan menggunakan antihistamin H1 non sedasi, yaitu
a. Antihistamin H1 non sedasi (AH1-ns), bila gejala menetap setelah dua minggu
b. AH1-ns dengan dosis ditingkatkan sampai 4 kali, bila gejala menetap setelah 1-4 minggu
c. AH1 sedasi atau AH1-ns golongan lain + anatagonis leukotrien, bila terjadi eksaserbasi
gejala, tambahkan kortikosteroid sistemik 3-7 hari
d. Bila gejala menetap setelah 1-4 minggu, tambahkan siklosporin A, AH2, dapson,
omalizumab
e. Eksaserbasi diatasi dengan kortikosteroid sistemik 3-7 hari
Dalam tatalaksana urtikaria, selain terapi sistemik, dianjurkan untuk pemberian terapi topical
untuk mengurangi gatal, berupa bedak kocok atau lotion yang mengandung mentol 0,5-1%. Pada
urtikaria yang luas atau disertai dengan angioedema, perlu dilakukan rawat inap, dan diberikan
kortikosteroid sistemik berupa metilprednisolon dosis 40-200mg untuk waktu yang singkat. Bila
terdapat gejala syok anafilaksis, dilakukan protokol anfilaksis termasuk pemberian epinefrin
1:1000 sebanyak 0,3 ml intramuskular setiap 10-20 menit sesuai kebutuhan.
Dosis Pemberian
Antihistamin H1
Generasi pertama
Anak Dewasa
Diphenhydramine 2-6 thn: 6,25 mg 4x1; ≤37,5 mg/hari 25-50 mg P.O 4x1; ≤300mg/hari atau
6-12 thn: 12,5-25 mg P.O 4x1; ≤ 150 mg/hari 10-50 mg I.V/I.M 4x1; ≤400 mg/hari
> 12 thn: seperti orang dewasa
Antihistamin H1 Dosis
Generasi 2 Anak Dewasa
Loratadine 10 mg PO/hari≤; ≤ 10 mg /hari
K. PROGNOSIS
Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi, urtikaria
kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari.Pada umumnya prognosis urtikaria baik
kecuali jikaterjadiobstruksi jalan nafas karena adanya edema laring yang dapat membahayakan
jiwa.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Aisah, S. Urtikaria. Dalam: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.p. 169-76.
2. Arnold H L, Odom R B, James W D. Urticaria in : Andrew’s Disease of the Skin Clinical
Dermatology. USA: WB Saunders; 1990.p.1147-57
3. Grattan C, Black A. Urticaria and Angioedema. ln:Horn D, Mascaro J, Saurat J, Mancini
A, Salasche S, Stingl G,eds. Dermatology Volume One. Inggris: Mosby; 2003.p. 287-302
4. Habif T P. Urticaria and Angioedema in : Clinical Dermatology 4th Edition A color Guide
To diagnosis and therapy . London: Mosby; 2004.p.129-59.
5. Soter N A . Urticaria and Angioedema in : Fitzpatrick Dermatology in General Medicine
5th Edition Volume One . New York: McGraw Hill;1999.p.1409-19.
6. Orkin M, Maibach H I, Dahl M V. Urticaria and Angioedema in : Dermatology 1st Edition
. Minessota. Prentice Hall Intternational Inc. 1991 : 417-21.
7. Micali G, Lacarruba F. Dermatoscopy in Clinical Practice Beyond Pigmented lesions.
United Kingdom. Informa Healthcare. 2010.p.96
8. Gawkrodger DJ. Dermatology An Illustrated Colour Text ed.4. United Kingdom. Churchill
Livingstone Elsevier. 2008. P.74-5
9. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Hipocrates. 2000. p.200-5