Anda di halaman 1dari 15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologis Kehamilan


2.1.1 Perubahan Fisiologis Ibu Hamil
Kehamilan memicu perubahan-perubahan fisiologis yang sering
mengaburkan diagnosis sejumlah kelainan hematologis serta pengkajiannya. Hal ini
terutama berlaku pada anemia. Salah satu perubahan yang paling bermakna adalah
ekspansi volume darah dengan peningkatan volume plasma yang tidak sepadan
sehingga hematokrit biasanya menurun (Cunningham dkk, 2005).

Penyesuaian hemopoesis merupakan salah satu dari perubahan yang


mengambil tempat pada tubuh ibu selama kehamilan. Semuanya untuk menyediakan
pertumbuhan dan perkembangan dari embrio dan fetus. Perubahan-perubahan ini
mempengaruhi kemajuan kehamilan dengan peningkatan sirkulasi dari feto-plasenta
unit dan peningkatan kebutuhan oksigen dari tubuh ibu, plasenta dan perkembangan
anak. Walaupun ibu dan embrio atau fetus mempunyai sirkulasi darah yang terpisah,
hemopoiesis individual, produksi eritropoetin dan regulasi hemopoiesis yang
independen, tetapi anemia dan defisiensi oksigen pada ibu mempunyai pengaruh yang
reaktif terhadap hemopoiesis fetus (Huch & Breymann, 2005).

Peningkatan dari volume plasma adalah penyebab anemia fisiologis pada


kehamilan. Volume plasma yang meningkat menyebabkan hematokrit, konsentrasi
hemoglobin darah, dan jumlah eritrosit di sirkulasi mengalami penurunan tetapi tidak
mengurangi jumlah absolut dari hemoglobin atau jumlah eritrosit pada keseluruhan
sirkulasi. Volume plasma mulai meningkat dari minggu ke-6 kehamilan tetapi tidak
sesuai dengan jumlah sel darah merah. Biasanya peningkatan volume plasma
mencapai puncaknya pada minggu ke-24 kehamilan tetapi bisa juga meningkat terus
hingga minggu ke-37 kehamilan. Pada puncaknya, volume plasma pada wanita

Universitas Sumatera Utara


yang hamil adalah 40% lebih tinggi dibandingkan pada wanita yang tidak hamil
(Means Jr, 2009).

Peredaran darah pada ibu hamil dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a) Meningkatnya kebutuhan sirkulasi darah sehingga dapat memenuhi kebutuhan
perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim.
b) Terjadinya hubungan langsung antara arteri dan vena pada sirkulasi
retro-plasenter.
c) Pengaruh hormon estrogen dan progesteron yang semakin meningkat.

Akibat dari faktor tersebut, dijumpai beberapa perubahan sirkulasi darah yaitu:
a) Volume darah
Volume darah semakin meningkat di mana jumlah serum darah lebih
besar dari pertumbuhan sel darah, sehingga terjadi pengenceran darah
(hemodilusi) dengan puncaknya pada usia kehamilan 32 minggu. Serum darah
(volume darah) bertambah sebanyak 25-30% sedangkan sel darah merah
hanya sekitar 20%. Curah jantung akan bertambah sekitar 30%.
Bertambahnya hemodilusi darah mulai tampak pada umur kehamilan
16 minggu. Peningkatan dari volume plasma ini adalah untuk meringankan
kerja jantung akibat curah jantung yang meningkat semasa kehamilan.

b) Sel darah
Sel darah merah makin meningkat jumlahnya untuk mengimbangi
pertumbuhan janin dalam rahim, tetapi pertambahan sel darah merah tidak
seimbang dengan peningkatan volume darah sehingga terjadi hemodilusi yang
disertai anemia fisiologis. Sel darah putih meningkat dengan mencapai jumlah
10.000/ml. Hemodilusi yang disertai anemia menyebabkan laju endap darah
semakin tinggi dan mencapai 4 kali dari angka normal.

Universitas Sumatera Utara


Pengenceran darah (hemodilusi) pada ibu hamil sering terjadi dengan
peningkatan volume plasma sekitar 30-40%, peningkatan sel darah merah bertambah
sebanyak 18-30% dan hemoglobin bertambah sebanyak 19%. Secara fisiologis,
hemodilusi terjadi untuk membantu meringankan kerja jantung. Hemodilusi terjadi
sejak usia kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan
32-36 minggu. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil berkisar 11 gr% , maka dengan
terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia fisiologis dan Hb ibu akan
menurun menjadi 9,5-10,0 gr%.

2.1.2 Pertumbuhan Janin Normal


Pertumbuhan janin manusia ditandai dengan pola-pola sekuensial
pertumbuhan, diferensiasi, dan maturasi jaringan serta organ yang ditentukan oleh
kemampuan substrat oleh ibu, transfer substrat melalui plasenta, dan potensi
pertumbuhan janin yang dikendalikan oleh genom (Cuningham dkk, 2005).

Pertumbuhan janin dibagi menjadi tiga fase pertumbuhan sel yang berurutan
(Lin & Forgas, 1998). Fase awal hiperplasia terjadi selama 16 minggu pertama dan
ditandai oleh peningkatan jumlah sel secara cepat. Fase kedua, yang berlangsung
sampai minggu ke-32, meliputi hiperplasia dan hipertropi sel. Setelah usia gestasi
32 minggu, pertumbuhan janin berlangsung melalui hipertrofi sel dan pada fase inilah
di mana sebagian besar deposisi lemak dan glikogen terjadi. Laju pertumbuhan janin
yang setara selama tiga fase pertumbuhan sel ini adalah dari 5 g/hari pada usia
15 minggu, 15-20 g/hari pada minggu ke-24, dan 30-35 g/hari pada usia gestasi
34 minggu (Cuningham dkk, 2005).

Meskipun telah banyak faktor yang diduga terlibat pada proses pertumbuhan
janin, mekanisme selular dan molekular yang sebenarnya untuk pertumbuhan janin
yang abnormal tidak diketahui dengan jelas. Pada kehidupan awal janin, penentu
utama pertumbuhan adalah genom janin tersebut, tetapi pada kehamilan lanjut,
pengaruh lingkungan, gizi, dan hormonal menjadi semakin penting.

Universitas Sumatera Utara


2.2 Hemoglobin
Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan
prevalensi anemia. Pada ibu hamil, terjadi penurunan kadar hemoglobin karena
penambahan cairan tubuh yang tidak sebanding dengan massa sel darah merah.
Penurunan ini terjadi sejak usia kehamilan 8 minggu sampai 32 minggu, sehingga
menyebabkan ibu hamil itu mengalami anemia. Selain itu anemia pada kehamilan
juga dapat disebabkan karena berkurangnya cadangan besi untuk kebutuhan janin.

Hemoglobin ialah protein globular yang mengandung besi. Hemoglobin


terbentuk dari 4 rantai polipeptida (rantai asam amino), terdiri dari dua rantai alfa dan
dua rantai beta. Masing-masing rantai tersebut terdiri dari 141-146 asam amino.
Struktur setiap rantai polipeptida yang tiga dimensi dibentuk dari delapan heliks
bergantian dengan tujuh segmen non heliks. Setiap rantai mengandung grup prostetik
yang dikenal sebagai heme, yang bertanggungjawab pada warna merah pada darah.
Molekul heme mengandung cincin porphirin. Pada tengahnya, atom besi bivalen
dikoordinasikan. Molekul heme ini dapat secara reversible dikombinasikan dengan
satu molekul oksigen atau karbon dioksida.

Disamping mengangkut oksigen dari paru ke jaringan perifer, fungsi


hemoglobin juga adalah untuk memperlancar pengangkutan karbon dioksida (CO2)
dari jaringan ke dalam paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Hemoglobin dapat
langsung mengikat CO2 jika oksigen dilepaskan dan sekitar 15% CO2 yang dibawa
di dalam darah diangkut langsung oleh molekul hemoglobin. C02 bereaksi dengan
gugus α-amino terminal amino dari hemoglobin, membentuk karbamat dan melepas
proton yang turut menimbulkan efek Bohr (Murray dkk, 2003).

Kadar hemoglobin ibu sangat mempengaruhi berat bayi yang akan dilahirkan.
Ibu hamil yang anemia disebabkan oleh kadar hemoglobin yang rendah bukan hanya
membahayakan jiwa ibu tetapi juga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan
serta membahayakan jiwa janin. Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai nutrisi

Universitas Sumatera Utara


dan oksigen pada plasenta yang akan berpengaruh pada fungsi plasenta terhadap
janin.

Untuk mengetahui apakah seseorang mengalami anemia atau tidak maka perlu
dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin. Salah satu cara cara yang dapat digunakan
adalah pemeriksaan hemoglobin metode Sahli. Metode ini masih banyak digunakan
di laboratorium dan merupakan metode yang paling sederhana.

2.3 Anemia
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying
capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin,
hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count) (Bakta, 2009).

Anemia pada kehamilan disebut “Potential Danger to Mother and Child” dan
karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait
dalam pelayanan kesehatan pada lini terdepan. Pengaruh anemia dalam kehamilan
diantaranya adalah dapat menyebabkan BBLR dan perdarahan. Anemia pada
kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, kekurangan asam folat, infeksi
dan kelainan darah yang merupakan jenis anemia yang pengobatannya relatif mudah
bahkan murah. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena
mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya
sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia (Manuaba, 2010).

Anemia timbul secara perlahan-lahan. Pada awalnya gejala yang ada mungkin
ringan atau tidak ada sama sekali. Saat bertambah berat dapat timbul gejala seperti
rasa lelah, lemas, pusing, sakit kepala, kebas atau dingin pada telapak tangan atau
kaki, kulit pucat, denyut jantung yang cepat atau tidak teratur, napas pendek, nyeri
dada tidak optimal saat bekerja atau di sekolah dan rewel. Gejala-gejala ini dapat

Universitas Sumatera Utara


muncul karena jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah yang berisi
oksigen ke seluruh tubuh (Arisman, 2004 ; Fraser, 2009).

Anemia pada kehamilan menurut World Health Organization (WHO, 1972)


terjadi jika kadar hemoglobin kurang dari 11,0 mg/dL (Basu, 2010). Sedangkan
menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC, 1998), anemia terjadi
pada ibu hamil trimester 1 dan 3 jika kadar hemoglobin kurang dari 11,0 mg/dL dan
kurang dari 10,5 mg/dL pada ibu hamil trimester 2 (Lee, 2004). Berdasarkan
klasifikasi dari WHO, kadar hemoglobin pada ibu hamil dapat dibagi menjadi
4 kategori yaitu : Hb ≥ 11,0 gr% tidak anemia (normal), Hb 10,0-10,9 gr% anemia
ringan, Hb 7,0-9.9 gr% anemia sedang dan Hb < 7,0 gr% anemia berat.

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 prevalensi anemia pada


ibu hamil adalah sebesar 24,5%. Keadaan ini mengindikasikan bahwa anemia gizi
besi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penanggulangan masalah anemia
gizi besi saat ini terfokus pada pemberian tablet tambah darah (Fe) pada ibu hamil.
Ibu hamil mendapat tablet tambah darah sebanyak 90 tablet selama kehamilannya
(Kemenkes RI, 2011). Anemia dapat menyebabkan perdarahan pada ibu hamil
sehingga menyebabkan angka kematian ibu meningkat. Berdasarkan data
SDKI (2012), angka kematian ibu (AKI) di Indonesia meningkat menjadi
359 per 100.000 kelahiran hidup (KH) dari 228 per 100.000 KH pada tahun 2007
(Kemenkes RI, 2012).

2.3.1 Klasifikasi Anemia


Anemia pada ibu hamil bisa disebabkan karena kurangnya elemen untuk
pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat, dan vitamin B12, tetapi yang
paling sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi (Rukiyah, 2010).

Wanita yang hamil sering mempunyai simpanan zat besi yang kurang untuk
memenuhi kebutuhan ibu dan janin semasa kehamilan. Anemia defisiensi besi adalah
jenis anemia yang terjadi ketika tubuh tidak memiliki cukup besi untuk menghasilkan

Universitas Sumatera Utara


jumlah hemoglobin yang cukup. Hemoglobin merupakan sejenis protein yang berada
dalam eritrosit dan berfungsi sebagai pembawa oksigen dari paru-paru ke seluruh
tubuh. Pada penderita anemia defisiensi besi, eritrosit tidak dapat menjalankan
fungsinya untuk membawa oksigen yang adekuat ke seluruh jaringan tubuh.

Kekurangan zat besi merupakan penyebab paling umum yang menyebabkan


anemia pada kehamilan dan diketahui merupakan penyebab anemia non fisiologis
yang paling sering selama kehamilan. Prevalensi defisiensi zat besi berkisar antara
16%-55% pada wanita hamil selama trimester ketiga kehamilan.

De Gruchy (1976) menyatakan bahawa sebab utama anemia kekurangan zat


besi adalah pengambilan zat besi yang kurang adekuat dari makanan untuk memenuhi
kebutuhan yang terus menerus meningkat pada masa pertumbuhan janin. Keadaan ini
bertambah buruk apabila cadangan zat besi pada masa antenatal berkurang.

Defisiensi zat besi paling sering dijumpai pada kehamilan dan diketahui
merupakan penyebab anemia non fisiologis yang paling sering selama kehamilan.
Prevalensi defisiensi zat besi berkisar antara 16%-55% pada wanita hamil selama
trimester ketiga kehamilan. Hal ini sebagian menunjukkan penggunaan zat besi oleh
fetus, sebagian lagi mencerminkan defisiensi zat besi yang telah ada sebelumnya
( Means Jr, 2009).

Selama kehamilan kebutuhan zat besi meningkat sekitar 800-1000 mg untuk


memenuhi kebutuhan tubuh. Peningkatan sel darah merah yang terjadi saat kehamilan
membutuhkan 300-400 mg zat besi dan mencapai puncak pada usia kehamilan
32 minggu. Janin membutuhkan zat besi sekitar 100-200 mg dan sekitar 190 mg
terbuang selama melahirkan. Dengan demikian jika cadangan zat besi sebelum
kehamilan tidak adekuat, maka pada saat hamil pasien dengan mudah mengalami
kekurangan zat besi (Riswan, 2003).

Universitas Sumatera Utara


Secara umum, ada tiga penyebab anemia defisiensi zat besi, yaitu (1)
Kehilangan darah secara kronis sebagai dampak perdarahan kronis, seperti pada
penyakit ulkus peptikum, hemoroid, investasi parasit, dan proses keganasan; (2)
Asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat; (3) Peningkatan
kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung
pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan, dan menyusui
(Arisman, 2009).

Anemia megaloblastik pada kehamilan merupakan anemia akibat dari


defisiensi asam folat. Anemia megaloblastik selama kehamilan sering terjadi pada
trimester ketiga atau segera setelah melahirkan. Pada anemia megaloblastik, dijumpai
peningkatan MCV dengan makrosit berbentuk oval dan granulosit yang
hipersegmentasi. Kebutuhan asam folat meningkat selama kehamilan dan diet dari
kebanyakan wanita hamil tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan asam folat yang
meningkat. Prevalensi wanita hamil yang mengalami defisiensi asam folat berkisar
antara 1%-50%. Tidak semua pasien yang konsentrasi folat serum rendah mengalami
anemia megaloblastik. Pada pasien yang mengalami, biasanya konsentrasi folat
adalah rendah pada waktu awal kehamilan ( Means Jr, 2009).

Anemia defisiensi asam folat (sejenis vitamin B) di mana tubuh membutuhkan


asam folat untuk menghasilkan sel-sel baru termasuk sel-sel darah merah yang sehat.
Selama kehamilan, wanita memerlukan suplai tambahan asam folat. Kebutuhan asam
folat yang tidak terpenuhi akan menyebabkan tubuh tidak dapat membuat sel darah
merah yang cukup untuk mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Kekurangan
asam folat dapat langsung berkontribusi terhadap beberapa jenis kejadian cacat lahir
seperti neural tube (spina bifida) dan berat lahir rendah.

Kekurangan vitamin B12 juga dapat menyebabkan anemia. Tubuh memerlukan


vitamin B12 untuk membentuk sel-sel darah merah yang sehat. Wanita yang tidak
mengkonsumsi daging, produk susu dan telur sebelum dan selama dia hamil

Universitas Sumatera Utara


memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita anemia akibat kekurangan
vitamin B12 yang akhirnya akan menyababkan cacat lahir dan juga menyebabkan
persalinan prematur.

2.3.2 Penatalaksanaan Anemia


a) Diet kaya zat besi dan nutrisi yang adekuat
Penyebab utama anemia pada ibu hamil adalah karena diet yang buruk.
Perbaikan pola makan dan kebiasaan makan yang sehat dan baik selama
kehamilan akan membantu ibu untuk mendapatkan asupan nutrisi yang cukup
sehingga dapat mencegah dan mengurangi kondisi anemia (Madiun,2009).

Diet yang dianjurkan pada pasien yang anemia adalah diet yang kaya
dengan zat besi. Pada dasarnya zat besi dari makanan didapat dalam dua bentuk
yaitu zat besi heme (yang didapati pada hati, daging, ikan) dan zat besi non heme
(yang didapati pada padi-padian, buncis, kacang polong yang dikeringkan,
buah-buahan dan sayuran berwarna hijau seperti bayam, daun ubi dan kangkung).

Zat besi heme menyumbangkan hanya sejumlah kecil zat besi


(sekitar 10-15%). Namun demikian zat besi heme diserap dengan baik dimana
10-35% yang di makan akan masuk kedalam aliran darah. Zat besi non heme atau
zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan merupakan bagian terbesar yang
dikonsumsi sehari-hari, namun tidak diserap dengan baik yaitu hanya sekitar 2-8%
(Tan, 1996).

Makanan yang dapat mengganggu penyerapan zat besi seperti teh dan kopi
sebaiknya dihindari. Sedangkan makanan yang mengandung vitamin C seperti
buah-buahan sebaiknya diberikan untuk membantu peningkatan penyerapan zat
besi (Riswan, 2003).

Universitas Sumatera Utara


b) Pemberian zat besi oral
Preparat zat besi oral yang biasa diberikan pada ibu hamil adalah fero sulfat,
glukonat dan fumarat. Prinsip pemberian terapi zat besi oral ini tidak hanya untuk
mencapai nilai hemoglobin yang normal tetapi juga memperbaiki cadangan besi
didalam tubuh.

Sebelum dilakukan pengobatan harus dilakukan pengiraan terlebih dahulu


jumlah zat besi yang dibutuhkan. Pemberian zat besi oral ini juga memberikan
efek samping berupa konstipasi, berak hitam, mual dan muntah (Riswan, 2003).

c) Pemberian zat besi par-enteral


Metode sederhana 250 mg besi elemental sebanding dengan 1 gram Hb.
Pemberian zat besi secara parenteral jarang dilakukan karena mempunyai efek
samping yang banyak seperti nyeri, inflamasi, phlebitis, demam, atralgia, hipotensi,
dan reaksi anafilaktik. Indikasi dari pemberian secara parenteral adalah anemia
defisiensi besi berat, mempunyai efek samping pada pemberian oral atau mengalami
gangguan absorbsi. Pemberiannya dapat diberikan secara intramuskular maupun
secara intravena ( Riswan,2003).

Selama kehamilan kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat sekitar


800-1000 mg untuk mencukupi kebutuhan seperti terjadi peningkatan sel darah merah
yang membutuhkan 300-400 mg zat besi dan apabila mencapai puncak pada usia
kehamilan 32 minggu, janin membutuhkan zat besi sekitar 100-200 mg dan sekitar
190 mg terbuang selama melahirkan. Dengan demikian jika cadangan zat besi
sebelum kehamilan berkurang maka pada saat hamil pasien dengan mudah
mengalami kekurangan zat besi (Riswan, 2003).

Universitas Sumatera Utara


2.4 Berat Badan
Bayi baru lahir normal adalah bayi lahir dari kehamilan yang aterm
(37-42 minggu) dengan berat badan lahir 2500-4000 gram (Saifuddin, 2002). Berat
lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir.

Klasifikasi bayi menurut umur kehamilan dibagi dalam 3 kelompok yaitu bayi
kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari),
bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan dari 37 minggu sampai
dengan 42 minggu (259 -293 hari), dan bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa
kehamilan mulai 42 minggu atau lebih (Sylviati, 2008). Manakala klasifikasi
menurut berat lahir adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) yaitu berat
lahir < 2500 gram, bayi berat lahir normal dengan berat lahir 2500-4000 gram dan
bayi berat lahir lebih dengan berat badan > 4000 gram (Sylviati, 2008).

Pada umumnya bayi dilahirkan setelah dikandung 37- 41 minggu masa gestasi.
Berat bayi lahir yang normal rata-rata adalah antara 3000-4000 gram dan bila
di bawah atau kurang dari 2500 gram dikatakan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR). Menurut Prawirohardjo (2008), BBLR adalah neonatus dengan berat
badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram (sampai 2499 gram). Dahulu
bayi ini diakatakan prematur kemudian disepakati disebut low birth weight infant
atau Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Karena bayi tersebut tidak selamanya
prematur atau kurang bulan tetapi dapat cukup bulan maupun lebih bulan.

Penelitian oleh Gruendwald, menunjukkan bahwa sepertiga berat bayi lahir


rendah adalah bayi aterm (Kosim dkk, 2008). Terdapat dua bentuk penyebab
kelahiran bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram, yaitu karena usia
kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat badan lebih rendah dari semestinya
sekalipun umur cukup atau karena kombinasi keduanya (Manuaba, 2010).

Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh
kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi

Universitas Sumatera Utara


di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah (WHO, 2004). Angka
kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain.

Bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting dalam pengelolaannya


karena mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi, kesukaran
mengatur nafas tubuh sehingga mudah untuk menderita hipotermia. Selain itu bayi
dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mudah terserang komplikasi tertentu
seperti ikterus, hipoglikemia yang dapat menyebabkan kematian. Bayi dengan berat
lahir rendah dapat dikelompokkan dalam kelompok beresiko tinggi karena bayi berat
lahir rendah mempunyai angka kematian yang tinggi. BBLR dapat dibagi menjadi
2 golongan, yaitu :

1) Bayi kurang bulan ( Prematur Murni )


Bayi yang dilahirkan dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu,
dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan
atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan.

2) Bayi kecil masa kehamilan (KMK)


Bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir kurang dari presentil
10 kurva pertumbuhan janin. Sedangkan bayi dengan berat lahir kurang dari
1500 gram disebut bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR).

Berdasarkan pengertian oleh WHO maka bayi dengan berat badan lahir rendah
dapat dibagi menjadi 2 golongan:

1) Prematuritas murni
Bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai
berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut
Neonatus Kurang Bulan Sesuai Masa Kehamilan (NKBSMK).

Universitas Sumatera Utara


2) Dismaturitas.
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
kehamilan. Dismaturitas dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term.
Dismaturitas ini dapat juga diklasifikasikan sebagai Neonatus Kurang
Bulan-Kecil untuk Masa Kehamilan (NKB-KMK), Neonatus Cukup Bulan-Kecil
Masa Kehamilan (NCB-KMK) dan Neonatus Lebih Bulan-Kecil Masa
Kehamilan (NLB-KMK) (Otawa Collision for the Prevention of Low Birth
Weight, 2007).

2.4.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berat Bayi Lahir


Berat badan lahir merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor melalui suatu
proses yang berlangsung selama berada dalam kandungan. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi berat bayi lahir antaranya ialah :

1) Usia Ibu hamil


Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir. Kehamilan dibawah umur
16 tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi, 2-4 kali lebih tinggi
di bandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup umur. Pada umur yang
masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologinya
belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaannya belum cukup matang, sehingga
pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi kehamilannya secara
sempurna dan sering terjadi komplikasi. Selain itu semakin muda usia ibu hamil,
maka akan terjadi bahaya bayi lahir kurang bulan, perdarahan dan bayi lahir
ringan (Poedji Rochjati, 2003)

2) Jarak kehamilan/kelahiran
Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga berencana
(BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih, kerena jarak
kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk
memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara


3) Paritas
Paritas secara luas mencakup gravida/jumlah kehamilan, prematur/jumlah
kelahiran, dan abortus/jumlah keguguran. Sedang dalam arti khusus yaitu jumlah
atau banyaknya anak yang dilahirkan. Paritas dikatakan tinggi bila seorang
ibu/wanita melahirkan anak ke empat atau lebih. Seorang wanita yang sudah
mempunyai tiga anak dan terjadi kehamilan lagi keadaan kesehatannya akan
mulai menurun, sering mengalami kurang darah (anemia), terjadi perdarahan
lewat jalan lahir dan letak bayi sungsang ataupun melintang.

4) Kadar hemoglobin (Hb)


Kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang
dilahirkan. Menurut Sarwono (2007), seorang ibu hamil dikatakan menderita
anemia bila kadar hemoglobinnya dibawah 12 gr/dl. Data Depkes RI (2008)
menunjukkan bahwa 24,5% ibu hamil menderita anemia. Anemia pada ibu hamil
akan meningkatkan risiko mendapatkan bayi berat lahir rendah (BBLR), risiko
perdarahan sebelum dan pada saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan
kematian ibu dan bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat
(Depkes RI, 2008). Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai darah nutrisi akan
oksigen pada plasenta yang akan berpengaruh pada fungsi plasenta terhadap
janin.

5) Status gizi
Status gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan
penyerapan zat gizi dan penggunan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologi
akibat dari tersedianya zat gizi dalam selular tubuh (Supariasa, 2002).

Universitas Sumatera Utara


6) Pemeriksaan kehamilan
Pemeriksaan kehamilan bertujuan untuk mengenal dan mengidentifikasi
masalah yang timbul selama kehamilan, sehingga kesehatan selama ibu hamil
dapat terpelihara dan yang terpenting ibu dan bayi dalam kandungan akan baik
dan sehat sampai saat persalinan. Pemeriksaan kehamilan dilakukan agar kita
dapat segera mengetahui apabila terjadi gangguan / kelainan pada ibu hamil dan
bayi yang dikandung, sehingga dapat segera ditolong tenaga kesehatan
(Depkes RI, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai