PENDAHULUAN
Ada dua tipe neoplasma, yaitu neoplasma jinak (benign neoplasm) dan
neoplasma ganas (malignant neoplasm). Perlu diperhatikan perbedaan
antara keduanya, bahwa neoplasma jinak merupakan pembentukan jaringan
baru yang abnormal dengan proses pembelahan sel yang masih terkontrol
dan penyebarannya terlokalisir. Sebaliknya pada neoplasma ganas,
pembelahan sel sudah tidak terkontrol dan penyebarannya meluas. Pada
neoplasma ganas, sel tidak akan berhenti membelah selama masih mendapat
suplai makanan.
Tumor atau neoplasma jinak di rongga mulut dapat berasal dari sel
odontogen atau non odontogen. Tumor-tumor odontogen sama seperti
pembentukan gigi normal, merupakan interaksi antara epitel odontogen dan
jaringan ektomesenkim odontogen. Dengan demikian proses pembentukan
gigi sangat berpengaruh dalam tumor ini. Sedangkan tumor non odontogen
rongga mulut dapat berasal dari epitel mulut, nevus/pigmen, jaringan ikat
mulut, dan kelenjar ludah.
1
3. Apa patofisiologi pada kasus di skenario?
2
BAB II
PEMBAHASAN
SKENARIO 4
3
terlihat lesi radiolusan seperti gelembung sabun. Dokter gigi mencurigai lesi
tersebut sebagai sebuah neoplasma jinak pada rongga mulut.
Dalam skenario 4 ini, kami menemukan beberapa istilah sulit atau istilah
baru yang belum diketahui, yaitu:
2. Migrasi adalah suatu proses pergeseran gigi yang terjadi jika faktor-faktor
untuk mempertahankan gigi tersebut terganggu.
4
12) Apakah ada pemeriksaan lainnya untuk menentukan neoplasma jinak
selain radiografi?
13) Apakah penyakit pada skenario bisa berubah menjadi neoplasma
ganas?
14) Apakah neoplasma jinak bersifat rekuren?
15) Apa diagnosis sementara pada skenario?
5
invasif yaitu sel kanker yang sudah keluar dari membrane basalis dan
menginfiltrasi jaringan sekitarnya. Dan fase keempat terjadi diseminasi
yaitu sel kanker sudah tumbuh jauh diluar organnya.
9) Enulkeasi, kuretase, dredging, dan osteotomi peripheral.
10) Karena itu merupakan gambaran radiografi dari neoplasma.
11) Ameloblastoma unikistik, ameloblastoma multikistik, odontoma,
sementoblastoma, pinborg tumor, polip, osteoma, dan classifying
odontogenic tumor.
12) Pemeriksaan histopatologi dengan pemotongan makroskopis.
13) Tidak bisa karena neoplasma jinak tidak bersifat metastase.
14) Ada yang bersifat rekuren, contohnya ameloblastoma multikistik
karena neoplasma tersebut sudah terinfiltrasi jauh kedalam tulang.
15) Diagnosis sementara pada skenario adalah tumor odontogenik yaitu
ameloblastoma multikistik berasal dari organ enamel yang tidak
berdiferensiasi tempatnya di ramus mandibula. Pada gambaran
radiografisnya terdapat radiolusen berbatas jelas yang membentuk
seperti gelembung sabun.
KASUS
SKENARIO 4
Intra Oral:
Gingiva bengkak
dengan gigi 36, 37,
dan 386mobility dan
migrasi
KLASIFIKASI
NEOPLASMA JINAK
PADA RONGGA
MULUT
DIAGNOSIS DAN
DIAGNOSIS BANDING
PADA KASUS
ETIOLOGI PADA
KASUS
PATOFISIOLOGI
PADA KASUS
GAMBARAN
HISTOPATOLOGI
PADA KASUS
PERAWATAN PADA
KASUS
7
2.6 STEP 6 (Belajar Mandiri)
Pada step ini kami mencari informasi untuk melengkapi jawaban dari
learning objektif kami melalui buku, internet, jurnal, spesimen patologis,
bertanya kepada pakar dan lain sebagainya. Hasil dari belajar mandiri ini
akan kami diskusikan pada step selanjutnya.
1.1 Tumor yang berasal dari jaringan epitel odontogen tanpa melibatkan
ektomesenkim endogen
A. Ameloblastoma
8
dengan proliferasi sel ameloblastik luminal, intra luminal, atau
mural, sehingga sering juga disebut sebagai luminal
ameloblastomas, mural ameloblastomas dan ameloblastoma dari
kista dentigerus. Tipe ini kurang agresif dan dan kecepatan
kekambuhannya rendah, meski pada lesi dengan invasi mural
sebagai pengecualian dan harus diterapi lebih agresif. Tipe ketiga
yaitu ameloblastoma periferal (sekitar 1%) secara histologis serupa
dengan ameloblastoma solid. Tipe ini tidak umum dan biasanya
nampak sebagai lesi yang tidak terlalu nyeri, non ulcerated sessile
atau lesi gingiva pedunculated pada ridge alveolar.4,8–10 Tipe
solid dan unikistik merupakan amelobastoma intraossesus,
sedangkan tipe periferal terjadi pada jaringan lunak/extraosseus.
9
spesifik,menunjukkan kerusakan tulang yang berbentuk triangular
di sebelah lateral akar gigi.
1.2 Tumor yang berasal dari jaringan epitel odontogen dan melibatkan
ektomesenkim odontogen dengan atau tanpa pemebentukan jaringan
keras gigi.
A. Ameloblastic Fibroma
Merupakan tumor campuran jaringan Epitel dan jaringan
mesenkim. Pada gambaran klinis terlihat lesi kecil asimtomatik,
pada lesi yang besar tampak adanya pembesaran tulang. Bagian
yang paling sering terkena adalah sisi posterior mandibula dan
pertumbuhannya lambat.
B. Ameloblastic fibro-odontoma
C. Odontoma
10
Odontoma memiliki dua tipe yaitu compound dan complex.
Pada gambaran klinis terlihat lesinya asimtomatik dan lesi lebih
banyak di maksila. Pada gambaran radiografi compund odontoma
menunjukkan kumpulan struktur yang mirip gigi dengan ukuran
dan bentuk yang variatif dikelilingi daerah radiolusen yang tipis.
Sedangkan pada gambaran radiografi complex odontoma
menunjukkan gambaran radiopak pasa struktur gigi yang dikelilingi
garis radiolusen tipis.
A. Fibroma Odontogen
B. Sementoblastoma
2.1 Tumor Jinak Non Odontogen yang Berasal dari Nevus / Pigmen.
A. Nevus Pigmentasi
11
Biasa disebut tahi lalat tetapi berada pada jaringan lunak
rongga mulut. Beberapa contohnya yaitu nevus intradermal atau
nevus intramukosal dan nevus penghubung.
2.2 Tumor Jinak Non Odontogen yang Berasal dari Jaringan Ikat Mulut.
A. Fibroma
B. Neurofibroma
Neurofibroma merupakan neoplasia jinak yang relative tidak
umum. Neoplasia ini berkembang dari bekas saraf dan batang saraf
yang besar, menghasilkan pembesaran tumor. Gambaran klinisnya
terlihat pada saat dipalpasi terasa lebih lunak dibandingkan mukosa
normal lainnya, dan neurofibroma dapat menunjukan variasi warna,
antara warna pucat hingga agak kekuningan, dengan dilindungi
warna yang bervariasi cokelat.
C. Lipoma
Lipoma adalah neoplasia jinak yang berasal dari jaringan
adiposa. Lesi ini lazim di dalam jaringan subkutan kulit, tetapi
12
jarang terjadi di dalam rongga mulut. Lipoma rongga mulut
biasanya tunggal, berbatas jelas, dan lunak bila dipalpasi.
13
berkembang dari kista periodontal atau kista dentigerous tapi hal ini sangat
jarang terjadi. Setelah perawatan dari kista odontogenik, terjadi
perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma; 4) basal sel dari
epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan Weber (1926) pada
beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya hubungan dengan
epiteluim oral.
1. Tipe Folikular
14
Tipe folikular adalah tipe yang paling umum dan mudah dikenali.
Mengandung pulau-pulau epitel yang menyerupai epitel organ enamel
didalam stroma jaringan ikat fibrous yang matang. Sarang-sarang epitel
teserbut mengandung sebuah inti yang tersusun longgar menyerupai
stellate reticulum organ.
2. Tipe Fleksiform
3. Tipe Akantomatous
5. Tipe Desmoplastik
6. Tipe Basaloid
15
Tipe sel ini jarang terjadi, mengandung sel-sel yang menyerupai sel
basal. Tidak ada stellate reticulum pada bagian tengah dari
sarang-sarang sel tersebut. Sel-sel epitel dibagian tepi cenderung
berbentuk kuboid dibanding bentuk kolumnar.
1. Gambaran Klinis
Gejala yang terkait rasa sakit dan peka terhadap palpasi adalah
tanda proses inflamasi atau infeksi, meskipun keganasan juga dapat
menimbulkan gejala tersebut, terutama pada tahap akhir penyakit.
Gejala lain seperti parestesia atau rasa baal dapat berhubungan dengan
tekanan pada saraf karena massa tumor. Perubahan pada lesi seperti
pembesaran secara bertahap dapat merupakan tanda neoplasia,
sementara massa yang fluktuatif merupakan proses reaktif.
Berkurangnya rasa nyeri adalah tanda proses inflamasi atau infeksi
yang berada dalam proses penyembuhan, sementara munculnya rasa
nyeri pada massa yang sebelumnya asimptomatik dapat merupakan
indikasi adanya transformasi menjadi keganasan. Pada ameloblastoma,
penampakan klinis yang paling umum adalah adanya pembesaran tanpa
rasa nyeri pada rahang. Perubahan neurosensorik jarang terjadi,
meskipun pada tumor yang besar. Pertumbuhan yang lambat juga
merupakan petunjuk, yaitu tumor yang tidak dirawat dapat
menimbulkan perubahan wajah yang nyata. Terkadang dapat terjadi
maloklusi dental, nyeri dan parestesia pada area yang terpengaruh.
Peningkatan ukuran lesi dapat menyebabkan asimetri wajah,
perpindahan posisi gigi geligi yang menyebabkan maloklusi, gigi
mengalami resorpsi akar, kehilangan gigi geligi, peningkatan mobilitas
16
gigi, dan fraktur patologis. Peningkatan ukuran ini disebabkan karena
ekspansi tulang dan invasi lesi ke dalam jaringan lunak. Parestesia juga
dapat disebabkan akibat ameloblastoma yang menekan percabangan
nervus trigeminal yang berfungsi sebagai saraf sensoris untuk daerah
maksila dan mandibula.
2. Gambaran Radiologi
17
2.7.6 Perawatan Pada Kasus Di Skenario
Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang
yang luas, dengan atau tanpa rekonstruksi. Radioterapi tidak diindikasikan
karena lesi ini radioresisten. Pada beberapa literatur juga ditemukan indikasi
untuk dielektrokauterisasi, bedah krio dan penggunaan agen sklorosan
sebagai pilihan perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up pasca operasi)
penting karena hampir 50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama
pasca operasi. Perawatan Konservatif meliputi kuretase, enukleasi,
cryosurgery, dan enukleasi dengan kuretase atau metode dredging.
1. Kuretase
2. Enukleasi
18
pendekatan, yaitu pendekatan intraoral dan ekstraoral. Prosedur
pendekatan intraoral dilakukan dengan insisi dan elevasi flap,
pengangkatan tulang, dan enukleasi kista.
3. Pengangkatan Tulang
4. Cryosurgery
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
20
sebagai pilihan perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up pasca operasi)
penting karena hampir 50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama
pasca operasi. Perawatan Konservatif meliputi kuretase, enukleasi,
cryosurgery, dan enukleasi dengan kuretase atau metode dredging.
DAFTAR PUSTAKA
Scholl RJ, Kellett HM, Neumann DP, Lurie AG. Cysts and cystic lesions of the
mandible: clinical and radiologic-histopathologic review. Radiographics.
1999;19(5):1107–1124.
21
Galih AF. Gambaran diagnosis klinis dan hasil pemeriksaan histopatologis
pasien yang dibiopsi. Universitas Padjajaran, Indonesia.
Richard WE, Mahmoed T. Prinsip & praktik ilmu endodonsia (principles and
practice of endodontics, 3rd Ed). Alih bahasa: Sumawinata N. Editor bahasa
Indonesia: Juwono L. Jakarta: EGC; 2008.
Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial
Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143.
22
23