Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Neoplasma secara harafiah berarti “pertumbuhan baru”. Dapat diartikan


pula bahwa neoplasma adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal.
Neoplasma dan tumor sebenarnya adalah sesuatu yang berbeda. Tumor
adalah istilah klinis yang menggambarkan suatu pembengkakkan, dapat
karena oedema, perdarahan, radang, dan neoplasia.

Ada dua tipe neoplasma, yaitu neoplasma jinak (benign neoplasm) dan
neoplasma ganas (malignant neoplasm). Perlu diperhatikan perbedaan
antara keduanya, bahwa neoplasma jinak merupakan pembentukan jaringan
baru yang abnormal dengan proses pembelahan sel yang masih terkontrol
dan penyebarannya terlokalisir. Sebaliknya pada neoplasma ganas,
pembelahan sel sudah tidak terkontrol dan penyebarannya meluas. Pada
neoplasma ganas, sel tidak akan berhenti membelah selama masih mendapat
suplai makanan.

Tumor atau neoplasma jinak di rongga mulut dapat berasal dari sel
odontogen atau non odontogen. Tumor-tumor odontogen sama seperti
pembentukan gigi normal, merupakan interaksi antara epitel odontogen dan
jaringan ektomesenkim odontogen. Dengan demikian proses pembentukan
gigi sangat berpengaruh dalam tumor ini. Sedangkan tumor non odontogen
rongga mulut dapat berasal dari epitel mulut, nevus/pigmen, jaringan ikat
mulut, dan kelenjar ludah.

1.2 Rumusan Permasalahan

1. Apa saja klasifikasi neoplasma jinak pada rongga mulut?

2. Apa etiologi pada kasus di skenario?

1
3. Apa patofisiologi pada kasus di skenario?

4. Bagaimana gambaran histopatologi pada kasus di skenario?

5. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada skenario dan apa diagnosis


bandingnya?

6. Apa perawatan yang dilakukan pada kasus di skenario?

1.3 Tujuan Pembelajaran

1. Mampu mengetahui dan menjelaskan klasifikasi neoplasma jinak pada


rongga mulut.

2. Mampu mengetahui dan menjelaskan etiologi pada kasus.

3. Mampu mengetahui dan menjelaskan patofisiologi pada kasus.

4. Mampu mengetahui dan menjelaskan gambaran histopatologi pada kasus.

5. Mampu mengetahui dan menjelaskan penegakkan diagnosis dan diagnosis


banding pada kasus.

6. Mampu mengetahui dan menjelaskan perawatan pada kasus.

2
BAB II

PEMBAHASAN

SKENARIO 4

“Gelembung Pada Rontgen Rahangku”

Laki-laki berusia 42 tahun datang ke RSGM dengan keluhan bengkak


pada pipi kirinya sejak satu tahun yang lalu dan disertai nyeri pada rahangnya.
Pasien telah ke dokter gigi untuk diperiksa dan diberikan obat penghilang rasa
sakit. Pada pemeriksaan ekstra oral terdapat bengkak pada ramus mandibula
kiri. Palpasi terasa krepitasi. Pemeriksaan intra oral tampak gingiva bengkak
dengan gigi 36, 37, dan 38 yang mobility dan migrasi. Pemeriksaan radiologi

3
terlihat lesi radiolusan seperti gelembung sabun. Dokter gigi mencurigai lesi
tersebut sebagai sebuah neoplasma jinak pada rongga mulut.

2.1. STEP 1 (Klarifikasi Istilah)

Dalam skenario 4 ini, kami menemukan beberapa istilah sulit atau istilah
baru yang belum diketahui, yaitu:

1. Ramus Mandibula adalah suatu tulang ditubuh manusia yang bisa


bergerak dan berbentuk tapal kuda.

2. Migrasi adalah suatu proses pergeseran gigi yang terjadi jika faktor-faktor
untuk mempertahankan gigi tersebut terganggu.

3. Neoplasma adalah massa jaringan yang abnormal tumbuh berlebihan tidak


terkoordinasi dengan jaringan normal bertumbuh secara terus menerus.

2.2 STEP 2 (Menentukan Permasalahan)

Dalam skenario 4 ini, kami menemukan beberapa permasalahan, yaitu:

1) Apa yang menyebabkan adanya pembengkakan gingiva pada rongga


mulut pasien?
2) Apa faktor resiko yang terjadi apabila tidak dilakukan tindakan?
3) Apa ciri-ciri dari neoplasma jinak pada rongga mulut?
4) Apa yang menyebabkan gigi menjadi migrasi?
5) Apa yang menyebabkan nyeri pada rahang pasien?
6) Apa yang membedakan neoplasma jinak dan neoplasma ganas?
7) Apa penyebab dari neoplasma jinak?
8) Bagaimana proses perjalanan neoplasma jinak?
9) Apa perawatan yang dilakukan pada skenario?
10) Apa yang menyebabkan gambaran radiologinya terdapat gambaran
seperti gelembung sabun?
11) Apa saja macam-macam neoplasma jinak?

4
12) Apakah ada pemeriksaan lainnya untuk menentukan neoplasma jinak
selain radiografi?
13) Apakah penyakit pada skenario bisa berubah menjadi neoplasma
ganas?
14) Apakah neoplasma jinak bersifat rekuren?
15) Apa diagnosis sementara pada skenario?

2.3 STEP 3 (Curah Pendapat)


Dalam step ini kami mencurahkan pendapat kami mengenai masalah
yang dikemukakan. Hal itu seperti berikut ini:
1) Karena disebabkan adanya neoplasma jinak yang berada di rongga
mulut pasien pertumbuhannya bersifat lambat dan lokal invasif.
2) Faktor resiko yang dapat terjadi adalah seperti terjadinya malposisi
gigi, resorbsi gigi, fraktur gigi, dan kehilangan gigi.
3) Ciri-ciri neoplasma jinak yaitu perkembangannya lambat, bertangkai
berbatas tegas, bewarna sewarna dengan jaringan sekitar, berbentuk
tunggal atau berkelompok, tidak infiltratif, tidak merusak jaringan
sekitarnya dan tidak bermetastase.
4) Adanya pembengkakan pada rongga mulut pasien sehingga
mendorong gigi pasien menjadi migrasi, adanya infeksi, dan resorpsi
tulang.
5) Karena adanya neoplasma, neoplasma tersebut dapat terjadi
dikarenakan beberapa faktor yaitu hormon, metabolisme, trauma kronis,
kebiasaan buruk dan obat-obatan.
6) Neoplasma jinak bertumbuh lambat, berkapsul, berbatas tegas, dan
tidak metastase, sedangkan neoplasma ganas dapat bermestase dan bisa
merusak jaringan sekitarnya.
7) Paparan radiasi dan racun, genetik, trauma, infeksi, proliferasi sel,
stress, dan adanya sel yang mati.
8) Pada fase pertama terjadi perubahan sel normal tubuh menjadi sel
yang peka terhadap terinisiasi. Pada fase kedua terjadi induksi yaitu sel
tubuh tersebut berubah menjadi sel kanker. Pada fase ketiga terjadi

5
invasif yaitu sel kanker yang sudah keluar dari membrane basalis dan
menginfiltrasi jaringan sekitarnya. Dan fase keempat terjadi diseminasi
yaitu sel kanker sudah tumbuh jauh diluar organnya.
9) Enulkeasi, kuretase, dredging, dan osteotomi peripheral.
10) Karena itu merupakan gambaran radiografi dari neoplasma.
11) Ameloblastoma unikistik, ameloblastoma multikistik, odontoma,
sementoblastoma, pinborg tumor, polip, osteoma, dan classifying
odontogenic tumor.
12) Pemeriksaan histopatologi dengan pemotongan makroskopis.
13) Tidak bisa karena neoplasma jinak tidak bersifat metastase.
14) Ada yang bersifat rekuren, contohnya ameloblastoma multikistik
karena neoplasma tersebut sudah terinfiltrasi jauh kedalam tulang.
15) Diagnosis sementara pada skenario adalah tumor odontogenik yaitu
ameloblastoma multikistik berasal dari organ enamel yang tidak
berdiferensiasi tempatnya di ramus mandibula. Pada gambaran
radiografisnya terdapat radiolusen berbatas jelas yang membentuk
seperti gelembung sabun.

2.4 STEP 4 (Menganalisis Masalah)

KASUS
SKENARIO 4

PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN


SUBJEKTIF OBJEKTIF PENUNJANG

Bengkak pada pipi Ekstra Oral:


Pada pemeriksaan
kirinya sejak satu Bengkak pada ramus radiografis terlihat lesi
tahun yang lalu dan mandibula kiri dan radiolusen seperti
disertai nyeri pada palpasi terasa gelembung sabun
rahangnya. krepitasi

Intra Oral:
Gingiva bengkak
dengan gigi 36, 37,
dan 386mobility dan
migrasi
KLASIFIKASI
NEOPLASMA JINAK
PADA RONGGA
MULUT

DIAGNOSIS DAN
DIAGNOSIS BANDING
PADA KASUS

ETIOLOGI PADA
KASUS

PATOFISIOLOGI
PADA KASUS

GAMBARAN
HISTOPATOLOGI
PADA KASUS

PERAWATAN PADA
KASUS

2.5 STEP 5 (Menentukan Learning Objektif)


1. Mampu menjelaskan dan mengetahui klasifikasi neoplasma jinak
pada rongga mulut.
2. Mampu mengetahui dan menjelaskan etiologi pada kasus.
3. Mampu mengetahui dan menjelaskan patofisiologi pada kasus.
4. Mampu mengetahui dan menjelaskan gambaran histopatologi pada
kasus.
5. Mampu mengetahui dan menjelaskan penegakkan diagnosis pada
skenario beserta diagnosis bandingnya.
6. Mampu mengetahui dan menjelaskan perawatan pada kasus.

7
2.6 STEP 6 (Belajar Mandiri)
Pada step ini kami mencari informasi untuk melengkapi jawaban dari
learning objektif kami melalui buku, internet, jurnal, spesimen patologis,
bertanya kepada pakar dan lain sebagainya. Hasil dari belajar mandiri ini
akan kami diskusikan pada step selanjutnya.

2.7. STEP 7 (Reporting Phase)


2.7.1 Klasifikasi Neoplasma Jinak Pada Rongga Mulut
Tumor atau neoplasia di rongga mulut dapat bersifat jinak, praganas,
ataupun ganas, dan dapat berasal dari sel odontogen atau non-odontogen.
Tumor jinak odontogen merupakan tumor yang berasal dari sel-sel/ epitel
odontogen (jaringan epitel gigi, jaringan ikat/ mesenkim, atau gabungan
keduanya). Sedangkan tumor jinak non-odontogen adalah tumor yang ada
di rongga mulut yang asalnya selain di atas (non-odontogen). Pada Tabel
2.3 dan 2.4 dapat dilihat klasifikasi tumor-tumor jinak rongga mulut baik
odontogen maupun non odontogen.
1. Tumor Jinak Odontogen.

1.1 Tumor yang berasal dari jaringan epitel odontogen tanpa melibatkan
ektomesenkim endogen

A. Ameloblastoma

Merupakan tumor odontogen yang berasal dari enamel organ


(ameloblas) yang merupakan sel pembentuk gigi. Tumor ini secara
klinis sering ditemui dan paling umum, tumbuh lambat, terlokalisir,
sebagian besar jinak. Ameloblatoma dapat dibedakan menjadi 3
tipe, yaitu ameloblastoma multikistik atau solid,ameloblastoma
unikistik,ameloblastoma periferal. Ameloblastoma tipe solid
merupakan jenis yang paling banyak (86%). Tipe solid ini
mempunyai kecenderungan untuk menjadi lebih agresif daripada
tipe lain dan mempunyai insidensi kekambuhan yang tinggi. Tipe
kedua yaitu unikistik(13%) mempunyai kavitas kistik yang besar

8
dengan proliferasi sel ameloblastik luminal, intra luminal, atau
mural, sehingga sering juga disebut sebagai luminal
ameloblastomas, mural ameloblastomas dan ameloblastoma dari
kista dentigerus. Tipe ini kurang agresif dan dan kecepatan
kekambuhannya rendah, meski pada lesi dengan invasi mural
sebagai pengecualian dan harus diterapi lebih agresif. Tipe ketiga
yaitu ameloblastoma periferal (sekitar 1%) secara histologis serupa
dengan ameloblastoma solid. Tipe ini tidak umum dan biasanya
nampak sebagai lesi yang tidak terlalu nyeri, non ulcerated sessile
atau lesi gingiva pedunculated pada ridge alveolar.4,8–10 Tipe
solid dan unikistik merupakan amelobastoma intraossesus,
sedangkan tipe periferal terjadi pada jaringan lunak/extraosseus.

B. Calcifying ephitelial odontogenic tumor (Pinborg Tumor)


Merupakan tumor yang jarang ditemukan, tidak ada faktor
predileksi, kebanyakan pada regio posterior madibula,symptomatis
berupa sakit ringan, terdapat pembengkakan, terlokalisir,
pertumbuhan lambat. Pada gambaran radiografis dijumpai lesi
unilokuler, tetapi juga ditemukan multilokuler lebih sering dari
pada skallop. Adanya strktur berkalsifikasi dengan ukuran dan
densitas yg variatif. Berhubungan dengan adanya impaksi pada gigi
M3. Campuran antara radiolusen dan radiopak, dengan pulau-pulau
padat banyak tersebar dan bervariasi di seluruh bagian.

C. Squamous Odontogenic Tumor


Tumor ini berasal dari transformasi neoplasi dari sisa-sisa epitel
mallasez. Kelihatan berasal dari ligamen periodontal dan
berhubungan dengan permukaan lateral akar gigi dan gigi tidak
erupsi. Melibatkan proc. alveolar dan maksila. Tidak ada faktor
predileksi sisi dan jenis kelamin. Symptomatis berupa sakit ringan
berupa pembengkakan gingiva, Gigi goyang, pertumbuhan lambat.
Gambaran rontgen tidak menunjukkan gambaran yang

9
spesifik,menunjukkan kerusakan tulang yang berbentuk triangular
di sebelah lateral akar gigi.

D. Clear Cell Odontogenic Tumor


Tumor berasal dari odontogen, tetapi histogenesisnya masih
belum jelas. Pemeriksaan histokimia dan ultra struktur pada tumor
ini menunjukkan sel-sel bersih yang mirip ameloblas yang kaya
dengan glikogen. Pada pemeriksaan radiografis terlihat lesi
radiolusen unilokuler atau multilokuler, dengan tepi dari radiolusen,
tidak mempunyai batas jelas atau tidak teratur.

1.2 Tumor yang berasal dari jaringan epitel odontogen dan melibatkan
ektomesenkim odontogen dengan atau tanpa pemebentukan jaringan
keras gigi.

A. Ameloblastic Fibroma
Merupakan tumor campuran jaringan Epitel dan jaringan
mesenkim. Pada gambaran klinis terlihat lesi kecil asimtomatik,
pada lesi yang besar tampak adanya pembesaran tulang. Bagian
yang paling sering terkena adalah sisi posterior mandibula dan
pertumbuhannya lambat.

B. Ameloblastic fibro-odontoma

Tumor ini didefinisikan sebagai sebuah tumor yang gambaran


umumnya merupakan suatu fibroma ameloblastik tetapi juga
mengandung enamel dan dentin. Peneliti berpendapat tumor ini
merupakan suatu tahap dalam perkembangan suatu odontoma.
Dalam beberapa kasus tumor tumbuh progresif menyebabkan
perubahan bentuk dan kehancuran tulang.

C. Odontoma

10
Odontoma memiliki dua tipe yaitu compound dan complex.
Pada gambaran klinis terlihat lesinya asimtomatik dan lesi lebih
banyak di maksila. Pada gambaran radiografi compund odontoma
menunjukkan kumpulan struktur yang mirip gigi dengan ukuran
dan bentuk yang variatif dikelilingi daerah radiolusen yang tipis.
Sedangkan pada gambaran radiografi complex odontoma
menunjukkan gambaran radiopak pasa struktur gigi yang dikelilingi
garis radiolusen tipis.

1.3 Tumor yang Berasal dari Ektomesenkim Odontogen dengan atau


Tanpa Melibatkan Epitel Odontogen.

A. Fibroma Odontogen

Gambaran klinis lesinya kecil asimtomatik dan paling sering


terjadi pada bagian maksila. Pada gambaran radiografi terlihat
radiolusen unilokuler dengan berbatas jelas dan sering berhubungan
dengan apikal gigi yang erupsi.

B. Sementoblastoma

Lesinya asimtomatik, apabila lesi membesar dapat


menyebabkan ekspansi tulang dan pembengkakan rahang. Pada
gambaran radiografi terlihat masa radiopak yang melekat di apeks
gigi dan batas lesi dengan jaringan sekitarnya dipisah oleh suatu
gambaran radiolusen yang tipis.

2. Tumor Non Odontogenik

2.1 Tumor Jinak Non Odontogen yang Berasal dari Nevus / Pigmen.

A. Nevus Pigmentasi

11
Biasa disebut tahi lalat tetapi berada pada jaringan lunak
rongga mulut. Beberapa contohnya yaitu nevus intradermal atau
nevus intramukosal dan nevus penghubung.

2.2 Tumor Jinak Non Odontogen yang Berasal dari Jaringan Ikat Mulut.

A. Fibroma

Fibroma merupakan suatu neoplasia jinak yang berasal dari


jaringan ikat fibrous. Sebenarnya nama yang lebih tepat untuk
gangguan ini adalah hyperplasia fibros. Karena fibroma merupakan
istilah yang umum digunakan yang berkaitan dengan lesi jaringan
lunak yang sering dijumpai pada mukosa mulut- secara garis besar
tidak dipikirkan sebagai suatu neoplasis, tapi cukup jaringan fibros
hiperplastik. Gambaran klinis menunjukkan adanya benjolan yang
kenyal dan dapat digerakkan, terjadi pada seluruh permukaan
rongga mulut, terutama pada daerah yang sering mengalami trauma
atau injuri seperti tergigit, atau karena gesekan plat protesa dari gigi
palsu, dan tidak menimbulkan rasa sakit.

B. Neurofibroma
Neurofibroma merupakan neoplasia jinak yang relative tidak
umum. Neoplasia ini berkembang dari bekas saraf dan batang saraf
yang besar, menghasilkan pembesaran tumor. Gambaran klinisnya
terlihat pada saat dipalpasi terasa lebih lunak dibandingkan mukosa
normal lainnya, dan neurofibroma dapat menunjukan variasi warna,
antara warna pucat hingga agak kekuningan, dengan dilindungi
warna yang bervariasi cokelat.

C. Lipoma
Lipoma adalah neoplasia jinak yang berasal dari jaringan
adiposa. Lesi ini lazim di dalam jaringan subkutan kulit, tetapi

12
jarang terjadi di dalam rongga mulut. Lipoma rongga mulut
biasanya tunggal, berbatas jelas, dan lunak bila dipalpasi.

2.3 Tumor Non Odontogenik Yang Berasal Dari Kelenjar Ludah


A. Adenoma Pleomorfik
Tumor ini berasal dari kelenjar ludah baik minor maupun
mayor. Tumor ini tidak menyebabkan rasa sakit, dapat digerakan,
pertumbuhannya lambat, dan memiliki konsistensi kenyal dengan
permukaan halus. Tumor ini dapat mendesak jaringan sekitarnya
apabila tumor ini membesar.

B. Limfomatosum Adenokistoma Papilar (Tumor Warthin)


Tumor jinak kelenjar liur lain yang relative sering. Tumor ini
paling sering terjadi pada pria usia 50-60 tahun dan ada
hubunganya dengan faktor resiko merokok. Tumor ini juga
merupakan tumor yang paling sering terjadi bilateral. Tumor ini
dikenali berdasarkan histologinya dengan adanya struktur papil
yang tersusun dari lapisan ganda sel granular eusinofil atau onkosit,
perubahan kistik, dan infiltrasi limfostik yang matang.

2.7.2 Etiologi Pada Kasus di Skenario


Etiologi tumor ini dapat berasal dari 1) Sisa sel dari enamel organ atau
sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis dari beberapa spesimen
dijumpai pada area epitelial sel yang terlihat pada perifer berbentuk
kolumnar dan berhubungan dengan ameloblast yang pada bagian tengah
mengalami degenerasi serta menyerupai retikulum stelata; 2) sisa-sisa dari
epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat pada
membran periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang
spongiosa yang mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi
terbentuknya kista odontogenik; 3) epitelium dari kista odontogenik,
terutama kista dentigerous dan odontoma. Pada kasus yang dilaporkan oleh
Cahn (1933), Ivy (1958), Hodson (1957) mengenai ameloblastoma yang

13
berkembang dari kista periodontal atau kista dentigerous tapi hal ini sangat
jarang terjadi. Setelah perawatan dari kista odontogenik, terjadi
perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma; 4) basal sel dari
epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan Weber (1926) pada
beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya hubungan dengan
epiteluim oral.

2.7.3 Patofisiologi Pada Kasus di Skenario


Tumor ini bersifat infiltratif, tumbuh lambat, tidak berkapsul,
berdiferensiasi baik. Lebih dari 75% terjadi di rahang bawah, khususnya
regio molar dan sisanya terjadi akibat adanya kista folikular. Tumor ini
muncul setelah terjadi mutasi-mutasi pada sel normal yang disebabkan oleh
zat-zat karsinogen tadi. Karsinogenesisnya terbagi menjadi 3 tahap :

1. Tahap pertama merupakan Inisiaasi yatu kontak pertama sel normal


dengan zat Karsinogen yang memancing sel normal tersebut menjadi ganas.

2. Tahap kedua yaitu Promosi, sel yang terpancing tersebut membentuk


klon melalui pembelahan(poliferasi).

3. Tahap terakhir yaitu Progresi, sel yang telah mengalami poliferasi


mendapatkan satu atau lebih karakteristik neoplasma ganas.

2.7.4 Gambaran Histopatologi Pada Kasus Di Skenario

Secara mikroskopis ameloblastoma dikarakterisasi oleh pulau-pulau


atau untaian epitel didalam stroma jaringan ikat kolagen. Pola histologi
yang paling sering ditemukan adalah tipe follicular dan tipe fleksiform.
Tipe yang lain dapat juga ditemukan, tetapi jarang, mislnya tipe
akantomatous, granular, desmoplastik, dan sel basal atau tipe folikular
dengan degenerasi kistik.

1. Tipe Folikular

14
Tipe folikular adalah tipe yang paling umum dan mudah dikenali.
Mengandung pulau-pulau epitel yang menyerupai epitel organ enamel
didalam stroma jaringan ikat fibrous yang matang. Sarang-sarang epitel
teserbut mengandung sebuah inti yang tersusun longgar menyerupai
stellate reticulum organ.

2. Tipe Fleksiform

Tipe fleksiform terdiri dari benang epitel yang panjang


beranastomosis atau lembaran epitel odontogen yang lebih besar.
Benang-benang atau lembaran epitel tersebut diikat oleh sel mirip
ameloblas berbentuk kolumbar dan kuboid yang mengelilingi sel epitel
yang diatur secara longgar. Stroma memiliki struktur yang longgar dan
memiliki vaskularisasi.

3. Tipe Akantomatous

Adanya metaplasia sel skuamosa yang sangat luas, seringkali


diikuti terjadinya pembentukan keratin dibagian tengah dari
pulau-pulau epitel ameloblastoma tipe folikular. Kondisi ini dikenal
dengan istilah akantomatous. Perubahan ini tidak berindikasi sebagai
progresifitas untuk lesi ini.

4. Tipe Sel Granular

Ameloblastoma terkadang menunjukkan perubahan bentuk lesi dari


sekelompok sel epitel menjadi sel granular. Pada sel-sel ini mempunyai
sitoplasma yang berlimpak mengandung granul-granul eosinofilik yang
menyerupai struktur lisosom besar.

5. Tipe Desmoplastik

Tipe ini mempunyai pulau-pulau kecil dan mengandung stroma


kolagen. Sering terjadi pada ameloblastoma yang terjadi pada bagian
anterior rahang atas.

6. Tipe Basaloid

15
Tipe sel ini jarang terjadi, mengandung sel-sel yang menyerupai sel
basal. Tidak ada stellate reticulum pada bagian tengah dari
sarang-sarang sel tersebut. Sel-sel epitel dibagian tepi cenderung
berbentuk kuboid dibanding bentuk kolumnar.

2.7.5 Penegakkan Diagnosis Pada Skenario Beserta Diagnosis Bandingnya

Diagnosis pada skenario adalah ameloblastoma multikistik, adapun


beberapa pemeriksaan yang dapat menegakkan diagnosisnya adalah seperti
berikut:

1. Gambaran Klinis

Gejala yang terkait rasa sakit dan peka terhadap palpasi adalah
tanda proses inflamasi atau infeksi, meskipun keganasan juga dapat
menimbulkan gejala tersebut, terutama pada tahap akhir penyakit.
Gejala lain seperti parestesia atau rasa baal dapat berhubungan dengan
tekanan pada saraf karena massa tumor. Perubahan pada lesi seperti
pembesaran secara bertahap dapat merupakan tanda neoplasia,
sementara massa yang fluktuatif merupakan proses reaktif.
Berkurangnya rasa nyeri adalah tanda proses inflamasi atau infeksi
yang berada dalam proses penyembuhan, sementara munculnya rasa
nyeri pada massa yang sebelumnya asimptomatik dapat merupakan
indikasi adanya transformasi menjadi keganasan. Pada ameloblastoma,
penampakan klinis yang paling umum adalah adanya pembesaran tanpa
rasa nyeri pada rahang. Perubahan neurosensorik jarang terjadi,
meskipun pada tumor yang besar. Pertumbuhan yang lambat juga
merupakan petunjuk, yaitu tumor yang tidak dirawat dapat
menimbulkan perubahan wajah yang nyata. Terkadang dapat terjadi
maloklusi dental, nyeri dan parestesia pada area yang terpengaruh.
Peningkatan ukuran lesi dapat menyebabkan asimetri wajah,
perpindahan posisi gigi geligi yang menyebabkan maloklusi, gigi
mengalami resorpsi akar, kehilangan gigi geligi, peningkatan mobilitas

16
gigi, dan fraktur patologis. Peningkatan ukuran ini disebabkan karena
ekspansi tulang dan invasi lesi ke dalam jaringan lunak. Parestesia juga
dapat disebabkan akibat ameloblastoma yang menekan percabangan
nervus trigeminal yang berfungsi sebagai saraf sensoris untuk daerah
maksila dan mandibula.

2. Gambaran Radiologi

Secara radiologi, lesi meluas, dengan penipisan korteks pada


bidang bukal-lingual. Lesi yang diklasifikasikan-cally cystic
multilokular dengan "gelembung sabun" atau "sarang lebah"
penampilan. Radiografi konvensional mengungkapkan ameloblastoma
unilocular, menyerupai kista dentigerous atau odontogenik keratocysts.
Penampilan radiografi ameloblastoma dapat bervariasi sesuai dengan
jenis tumor. CT scan biasanya membantu dalam menentukan kontur lesi,
isinya dan ekstensi ke dalam jaringan lunak. Pada pasien dengan
pembengkakan pada rahang, langkah pertama dalam diagnosis adalah
radiografi panoramik. Namun, jika pembengkakan yang keras dan tetap
ke jaringan yang berdekatan, CT scan lebih disukai. Meskipun dosis
radiasi CT jauh lebih tinggi, perlunya mengidentifikasi kontur lesi
isinya, dan ekstensi ke dalam jaringan lunak, membuatnya disukai
untuk diagnosis. Pandangan aksial dalam kontras ditingkatkan CT scan
gambar dan pandangan koronal dan aksial dalam magnetic resonance
imaging (MRI) jelas menunjukkan kedua jenis interface. Meskipun
tidak ada perbedaan yang cukup antara MRI dan CT untuk mendeteksi
komponen kistik tumor, untuk memvisualisasikan proyeksi papiler ke
dalam rongga kistik, MRI adalah sedikit lebih unggul. MRI sangat
penting untuk menegakkan diagnosis yang tepat dari sebuah
ameloblastoma rahang atas dan dengan demikian menentukan prognosis
untuk operasi.

Diagnosis banding dari ameloblastoma multikistik adalah dentigerous


cyst, odontogenic keratocyst, adenomatoid odontogenic tumor, radicular
cyst, dan ameloblastic fibroma

17
2.7.6 Perawatan Pada Kasus Di Skenario

Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang
yang luas, dengan atau tanpa rekonstruksi. Radioterapi tidak diindikasikan
karena lesi ini radioresisten. Pada beberapa literatur juga ditemukan indikasi
untuk dielektrokauterisasi, bedah krio dan penggunaan agen sklorosan
sebagai pilihan perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up pasca operasi)
penting karena hampir 50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama
pasca operasi. Perawatan Konservatif meliputi kuretase, enukleasi,
cryosurgery, dan enukleasi dengan kuretase atau metode dredging.

1. Kuretase

Kuretase adalah pengangkatan tumor dengan memotongnya dari


jaringan normal di sekitar. Kegagalan dari kuretase disebabkan karena
tertinggalnya pinggiran tumor pada jaringan. Teknik ini dapat
digunakan untuk lesi kecil ameloblastoma unikistik di mandibula.
Kebanyakan kasus ditangani dengan pendekatan intraoral, yaitu
biasanya pendekatan bukal, labial, atau palatal. Kuretase dawali dengan
pembuatan flap mukoperiosteal dengan dasar cukup lebar untuk
memastikan suplai darah tidak terganggu. Flap envelope paling umum
digunakan. Lalu insisi dibuat pada sulkus gingiva (untuk pasien bergigi)
dan pada alveolar crest (untuk pasien tidak bergigi), flap
mukoperiosteal full thickness dibuka. Kuret digunakan untuk
mengangkat lesi dari kavitas tulang. Selanjutnya margin tulang normal
juga dibuang dengan pengerokan/scraping untuk memastikan seluruh
tumor dibuang, dan defek tulang kecil ditutup dengan primary closure;
defek tulang besar dapat sembuh dengan secondary intention.

2. Enukleasi

Enukleasi adalah pengangkatan kista baik lapisan pembungkusnya


hingga isinya. Indikasi enukleasi adalah lesi odontogenik keratosis yang
memiliki tingkat rekurensi tinggi. Enukleasi memiliki 2 cara

18
pendekatan, yaitu pendekatan intraoral dan ekstraoral. Prosedur
pendekatan intraoral dilakukan dengan insisi dan elevasi flap,
pengangkatan tulang, dan enukleasi kista.

3. Pengangkatan Tulang

Jaringan tulang tipis yang masih tersisa harus dipertahankan. Jika


lesi berukuran besar, setelah flap mukoperiosteal dielevasi, tulang dapat
dipenetrasi menggunakan periosteal elevator yang dimasukkan di antara
kantung kista dengan tulang. Jika jaringan tulang sudah tidak dapat
dipertahankan, mukoperiosteum dielevasi dan jaringan tulang di
bawahnya diangkat menggunakan bur akrilik supaya memberikan akses
yang baik untuk proses enukleasi.

4. Cryosurgery

Adalah pembedahan yang dilakukan dengan cara memaparkan


temperatur dingin yang ekstrim ke jaringan yang telah diseleksi
menggunakan alat yang mengandung nitrogen cair. Tujuan cryosurgery
adalah untuk mengeliminasi sel-sel yang abnormal. Efek pendinginan
yang ekstrim adalah konsentrasi cairan intraseluler meningkat, kadar air
intraseluler berkurang, sel mengerut, membran sel rusak, terbentuk
kristal es di intrasel, dan terbentuk kristal es di ekstrasel.

5. Dredging (Enukleasi disertai kuretase)

Dredging method adalah perawatan setelah dilakukan enukleasi;


kuret atau bur digunakan untuk mengangkat 1-2 mm tulang di sekitar
rongga tumor. Indikasinya adalah mengangkat odontogenic keratocyst,
dan tumor yang rekuren setelah pengangkatan.7 Keuntungan teknik ini
adalah bila enukleasi meninggalkan sisa-sisa epitel, kuretase bisa
mengangkat sisa-sisa tersebut, sehingga kemungkinan terjadinya
rekurensi menurun. Sedangkan kerugiannya, kuretase bersifat lebih
destruktif terhadap tulang sekitar dan jaringan lainnya (misalnya saraf
dan pembuluh darah) sehingga harus ekstra hati-hati dalam
pelaksanaannya.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ameloblastoma adalah suatu neoplasma epitelial jinak. Neoplasma ini


berasal dari sel pembentuk enamel dari epitel odontogenik yang gagal
mengalami regresi selama perkembangan embrional. Ameloblastoma
ditandai dengan pola pertumbuhan yang lambat dan dapat tumbuh menjadi
ukuran yang sangat besar dan menyebabkan deformitas fasial yang berat.
Kelainan ini biasanya asimtomatik dan tidak menyebabkan perubahan
fungsi nervus sensorik. Secara radiologi, lesi meluas, dengan penipisan
korteks pada bidang bukal-lingual. Lesi yang diklasifikasikan-cally cystic
multilokular dengan "gelembung sabun" atau "sarang lebah" penampilan.
Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang
yang luas, dengan atau tanpa rekonstruksi. Radioterapi tidak diindikasikan
karena lesi ini radioresisten. Pada beberapa literatur juga ditemukan indikasi
untuk dielektrokauterisasi, bedah krio dan penggunaan agen sklorosan

20
sebagai pilihan perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up pasca operasi)
penting karena hampir 50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama
pasca operasi. Perawatan Konservatif meliputi kuretase, enukleasi,
cryosurgery, dan enukleasi dengan kuretase atau metode dredging.

DAFTAR PUSTAKA

Scholl RJ, Kellett HM, Neumann DP, Lurie AG. Cysts and cystic lesions of the
mandible: clinical and radiologic-histopathologic review. Radiographics.
1999;19(5):1107–1124.

Santosh SK, Sumit D, Premananda K, Harshmohan P, Poddar NR. Multilocular


ameloblastoma of mandible-a case report. Int J Adv Res Technol 2013

21
Galih AF. Gambaran diagnosis klinis dan hasil pemeriksaan histopatologis
pasien yang dibiopsi. Universitas Padjajaran, Indonesia.

Richard WE, Mahmoed T. Prinsip & praktik ilmu endodonsia (principles and
practice of endodontics, 3rd Ed). Alih bahasa: Sumawinata N. Editor bahasa
Indonesia: Juwono L. Jakarta: EGC; 2008.

Bachmann AM, Linfesty RL. Ameloblastoma, solid/multicystic type. Head and


neck pathology. 2009;3(4):307

Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial
Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143.

22
23

Anda mungkin juga menyukai