Anda di halaman 1dari 47

DETEKSI Salmonella sp.

PADA DAGING SAPI DI PASAR TRADISIONAL


DAN PASAR MODERN DI KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

OLEH:

ITA MASITA ARIFIN


O 111 10 137

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
DETEKSI Salmonella sp. PADA DAGING SAPI DI PASAR TRADISIONAL
DAN PASAR MODERN DI KOTA MAKASSAR

ITA MASITA ARIFIN


O11110137

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada
Program Studi Kedokteran Hewan
Fakultas Kedokteran

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan berupa kekuatan lahir batin
Serta shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW
sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Deteksi Salmonella sp.
pada daging sapi di pasar tradisional dan pasar modern di Kota Makassar”
dapat dirampungkan dalam rangka memenuhi salah satu kewajiban guna
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan dalam program pendidikan strata
satu Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin dapat diselesaikan
dengan baik tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu,
penulis merasa sangat bersyukur dan ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua tercinta ayahanda (alm) Drs. H. Arifin Usman M.si dan
ibunda Hj. Badriah atas doa dan dukungannnya yang tidak pernah putus.
2. Prof. Dr. drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku Ketua Program Studi Kedokteran
Hewan Universitas Hasanuddin dan pembimbing utama dalam penelitian dan
penyusunan skripsi.
3. Drh. Andi Magfirah Satya Apada selaku pembimbing anggota atas dedikasi
ilmu, waktu, motivasi, dan kesabarannya dalam membimbing sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan.
4. Drh. Djafar Muhammad, B.Sc dan Drh. Farida Nur Yuliati, M.Si selaku
dosen penguji atas motivasi, saran, dan kritiknya kepada penulis.
5. Pak Markus Lembong sebagai salah satu staf ahli di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dan kak Madi
sebagai salah satu staf ahli di Balai Besar Veteriner Maros yang telah
memberikan ilmu dan membantu selama penelitian.
6. Seluruh dosen serta staf pengelola pendidikan Program Studi Kedokteran
Hewan yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama proses
pendidikan.
7. Ahmad Hamdan Mu’tashim Billah yang senantiasa menemani serta memberi
motivasi dan semangat yang tiada henti-hentinya sampai skripsi ini dapat
terselesaikan.
8. Teman seperjuanganku Yuliani Suparmin, Anna anggriana, Suci Rahmadani,
Fachira Ulfa, A. Dytha, Eka Anny sari, A. Nuni Woniarsih, Riska Wahyuni
Alwi, Dian Fatmawati, Fatmasari, Vivi Andrianty, Rahayu Angreini dan
Aqshar Marsani atas dukungan dan bantuannya.
9. Sahabatku Amelia Putri, Khaerunnisa, Mufidah Indriana, Ikhsan Nawawi,
Lingga Bagus, Alief Rachmat, Hendra Hermawan dan Andika Alif atas
dorongan dan motivasi yang diberikan.
10. Rekan mahasiswa kedokteran hewan angkatan 2010 yang telah membantu
penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam melaksanakan
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Makassar, Juli 2015
Penulis
PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Ita Masita Arifin
NIM : O111 10 137
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
a. Karya skripsi saya adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab
hasil dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia
dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.

Makassar, 27 Juli 2015

Ita Masita Arifin


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR ii
1. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan Penelitian 2
1.4. Manfaat Penelitian 3
1.5. Keaslian Penelitian 3
1.6. Hipotesis 3
2. TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1. Salmonella 4
2.1.1. Morfologi 4
2.1.2. Sifat Biokimia 5
2.1.3. Jenis Salmonella 5
2.1.4. Kontaminasi Salmonella 6
2.1.5. Salmonellosis 6
2.1.6. Penularan 7
2.1.7. Patogenesis 7
2.1.8. Gejala Klinik 7
2.1.9. Pengobatan 8
2.2. Mikrobiologi Daging Sapi 8
2.2.1. Daging Sehat 9
2.2.2. Penyebab Daging Tidak Layak Konsumsi 10
2.2.3. Ciri Daging Tidak Layak Konsumsi 10
2.2.4. Penyebab Daging Terkontaminasi Salmonella sp. 11
3. MATERI DAN METODE PENELITIAN 12
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 12
3.2. Metode Penelitian 12
3.2.1. Sampel dan Metode Sampling 12
3.2.2. Bahan 12
3.2.3. Alat 13
3.3. Prosedur Penelitian 13
3.3.1. Pengambilan Sampel 13
3.3.2. Pra Pengayaan 13
3.3.3. Pengayaan 13
3.3.4. Isolasi Dengan Media Agar selektif 13
3.3.5. Identifikasi Bakteri 14
3.3.6 Uji Biokimia 14
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16
4.1. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Salmonella sp. pada daging sapi 16
4.2. Pembahasan 22
5. KESIMPULAN DAN SARAN 26
5.1. Kesimpulan 26
5.2. Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 27
DAFTAR LAMPIRAN 32
DAFTAR TABEL

1. Karakteristik biokimia Salmonella sp. 5


2. Distribusi serovar dalam genus Salmonella sp. 6
3. Komposisi kimia daging sapi 9
4. Persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada daging sapi
menurut SNI 01/6366/2000 11
5. Hasil isolasi terhadap bakteri Salmonella sp. 20
6. Hasil identifikasi melalui pewarnaan Gram. 21
DAFTAR GAMBAR

1. Bakteri Salmonella sp. 4


2. Hasil Pengujian pada Media Lactose Broth 16
3. Hasil Pengujian pada Media Rappavort Vasilidiasis 17
4. Media BSA sebelum dan hasil setelah di streak 18
5. Contoh Media BSA positif Salmonella 18
6. Contoh hasil reaksi positif pada media TSIA 19
7. Hasil pengujian TSIA pada sampel yang di uji 19
8. Hasil pewarnaan Gram pada mikroskop pembesaran 100x 22
9. Kondisi pasar tradisional dan pasar modern 23
10. Sampel daging sapi di pasar Tradisional dan pasar Modern 24
DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil pemeriksaan Bakteri Salmonella sp. pada daging sapi yang


dijual di pasar tradisional 32
2. Hasil pemeriksaan Bakteri Salmonella sp. pada daging sapi yang
dijual di pasar modern 33
ABSTRAK

ITA MASITA ARIFIN. Deteksi Salmonella sp. pada Daging Sapi di Pasar
Tradisonal dan Pasar Modern di Kota Makassar. Dibimbing oleh Lucia Muslimin
dan Andi Magfira Satya Apada.

Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan


gizi. Kerusakan yang menyebabkan penurunan mutu daging segar, terutama
disebabkan oleh mikroorganisme. Salah satu bakteri patogen yang dapat
mengontaminasi daging sapi adalah Salmonella sp. Salmonella sp. merupakan bakteri
batang lurus, Gram negatif, tidak berspora, dan bergerak dengan flagel peritrik
kecuali Salmonella pullorum dan Salmonella gallinarum. Penyakit yang disebabkan
oleh Salmonella sp. disebut salmonellosis. Dalam mencegah penyebaran Salmonella
sp. diperlukan deteksi terhadap keberadaan cemaran Salmonella sp. pada daging sapi.
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui ada tidaknya cemaran bakteri
Salmonella sp. pada daging sapi yang dijual di Pasar Tradisional dan Pasar Modern di
Kota Makassar. Penelitian ini menggunakan sampel dari daging sapi yang diperoleh
dari 5 pasar tradisional dan 5 pasar modern yang ada di Kota Makassar. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari sampel daging sapi yang diperiksa seluruhnya
tidak mengandung bakteri Salmonella sp. Hasil ini menunjukkan kualitas daging sapi
yang dijual di beberapa pasar tradisional dan pasar modern di Kota Makassar telah
memenuhi standar.

Kata Kunci : Pasar, Daging Sapi, Deteksi, Salmonella sp.


ABSTRAK

ITA MASITA ARIFIN. Detection of Salmonella sp. in Beef at Traditional Markets


and Modern market in Makassar City. Supervised by Lucia Muslimin dan Andi
Magfira Satya Apada.

Meat is an important food to meet and find the nutritional needs. The damage
caused a reduction of fresh meat, mainly caused by microorganisms. One of
pathogenic bacteria that can contaminated the beef is Salmonella sp. Salmonella sp.
is a Gram negative bacteria , straight stems, unspore, and move with peritric flagella
except Salmonella pullorum and Salmonella gallinarum. Disease caused by
Salmonella sp. called salmonellosis. In preventing the spread of Salmonella sp. are
necessary to detect the Salmonella sp. in beef. This research aims to find whether
there are any impurities Salmonella sp. bacteria on beef which sold in traditional
markets and modern market in Makassar City. This research using a sample of beef
collected from 5 traditional markets and 5 modern market that lies in Makassar City.
The results showed that all of the sample of beef which are checked entirely does not
contain bacteria Salmonella sp. These results indicate the quality of the beef sold in
some of the modern market and traditional market in Makassar City have fit the
standard.
Keywords: Market, Beef, Detection, Salmonella sp.
1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi manusia, sehingga
ketersediaan pangan perlu mendapat perhatian yang serius baik kuantitas maupun
kualitasnya. Bahan pangan dapat berasal dari tanaman maupun ternak. Produk ternak
merupakan sumber gizi utama untuk pertumbuhan dan kehidupan manusia. Setiap
tahun dilaporkan kebutuhan pangan akan daging sapi sebagai salah satu bahan pangan
yang sangat diminati di Indonesia terus meningkat, sehingga tuntutan keamanan
pangan dari produk ini juga meningkat (Andriani dkk., 2000).
Pasar adalah tempat terjadinya interaksi antara penjual dan pembeli. Saat ini
pasar dikenal dengan adanya pasar tradisional dan pasar modern. Perbedaan
mencolok dari kedua jenis pasar ini terutama dari segi kebersihan. Pasar tradisional
selama ini identik dengan tempat yang kumuh, kotor dan sembraut. Terutama di
bagian pasar yang menjual daging, banyak lalat yang beterbangan dengan lantai yang
becek dan kotor. Berbeda dengan pasar modern yang terjaga kebersihannya, daging-
daging dijual di bagian tersendiri dengan pendingin dan tidak ada lalat yang
beterbangan (Toya, 2012). Pasar sangat rawan dan beresiko cukup tinggi terhadap
cemaran mikroba patogen. Sanitasi dan kebersihan lingkungan penjualan (pasar)
perlu mendapat perhatian baik dari pedagang itu sendiri maupun petugas terkait untuk
meminimalkan tingkat cemaran mikroba. Salah satu barang dagangan yang
diperjualbelikan di pasar adalah daging.
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi kebutuhan
gizi. Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino
esensial yang lengkap dan seimbang. Daging sapi adalah jaringan otot yang diperoleh
dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan.
Kecepatan kerusakan daging tergantung pada jumlah mikroba awal. Semakin banyak
jumlah mikroba awal dalam daging, maka semakin cepat pula kerusakannya
(Nursiani, 2003). Menurut Soeparno (1998) daging mudah rusak karena memenuhi
persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme perusak dan pembusuk yaitu:
mempunyai kadar air yang tinggi (68-75%), kaya akan zat yang mengandung
nitrogen dengan kompleksitas yang berbeda, mengandung sejumlah karbohidrat yang
dapat difermentasikan, kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan
mikroorganisme dan memiliki pH yang menguntungkan bagi sejumlah
mikroorganisme (pH sekitar 5,3-6,5).
Kerusakan yang menyebabkan penurunan mutu daging segar, terutama
disebabkan oleh mikroorganisme. Suatu produk pangan hewani aman dikonsumsi jika
tidak mengandung mikroba patogen, yaitu mikroba yang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan pada manusia yang mengonsumsinya. Kontaminasi mikroba
patogen pada pangan hewani seperti daging sapi merupakan masalah kesehatan yang
perlu diperhatikan. Salah satu bakteri patogen yang dapat mengontaminasi daging
sapi adalah Salmonella sp. Salmonella sp. merupakan bakteri yang paling umum
menyebabkan foodborne disease di negara berkembang dengan gejala diare, sakit
perut, muntah dan demam. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella sp. disebut
salmonellosis.

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2003, terdapat 17 juta
kasus demam tipoid di seluruh dunia dengan angka kematian mencapai 600.000
kasus. Di negara berkembang, kasus demam tipoid dilaporkan 95% adalah rawat
jalan. Di Indonesia terdapat 900.000 kasus dengan angka kematian sekitar 20.000
kasus. Menurut data Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, demam
tipoid menyebabkan 1,6% kematian penduduk Indonesia untuk semua umur (Profil
Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia;
2009).

Di Indonesia, khususnya Sulawesi Selatan demam tipoid merupakan salah


satu dari penyakit infeksi terpenting. Penyakit ini endemik di seluruh daerah di
provinsi ini dan merupakan penyakit infeksi terbanyak keempat yang dilaporkan dari
seluruh provinsi yaitu 24 kabupaten. Data yang diperoleh dari RSUP Dr.Wahidin
Sudirohusodo Makassar menyebutkan bahwa kasus penderita demam tipoid pada
tahun 2009 mencapai 246 kasus, pada tahun 2010 jumlah kasus penderita demam
tipoid adalah 197 kasus, dan untuk tahun 2011 jumlah kasus penderita demam tipoid
sebanyak 101 kasus, angka ini menunjukkan bahwa kasus penderita demam tipoid
kadang meningkat dan kadang menurun (Qoriadawiyah, 2011).

Berdasarkan besarnya resiko yang disebabkan oleh infeksi Salmonella sp.


maka perlu dilakukan penelitian untuk mendeteksi ada tidaknya cemaran bakteri
Salmonella sp. pada daging sapi yang dijual di Pasar Tradisional dan Pasar Modern di
Kota Makassar. Informasi tentang adanya cemaran Salmonella sp. pada produk
daging sapi yang dijual pada Pasar Tradisional dan Pasar Modern di Kota Makassar
akan dapat meningkatkan kewaspadaan masyarakat Makassar dalam membeli dan
mengonsumsi daging sapi yang dijual di pasar-pasar yang ada di Makassar.

1.2. Rumusan Masalah


Apakah terdapat cemaran bakteri Salmonella sp. pada daging sapi yang dijual
di pasar modern dan pasar tradisional di Kota Makassar?

1.3. Tujuan Penelitian


Mendeteksi ada tidaknya cemaran bakteri Salmonella sp. pada daging sapi
yang dijual di pasar modern dan pasar tradisional di Kota Makassar.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang ada tidaknya cemaran
Salmonella sp. pada produk daging sapi yang dipasarkan oleh Pasar Modern dan
Pasar Tradisional di Makassar sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan
masyarakat Makassar dalam membeli dan mengonsumsi daging sapi yang dijual di
pasar-pasar yang ada di Makassar.
2. Dilakukannya sanitasi pasar yang baik untuk meminimalisir besarnya cemaran
mikroba pada daging sapi sehingga terjamin keamanannya.

1.5. Keaslian Penelitian


Penelitian deteksi Salmonella sp pada daging sapi yang dijual di pasar
tradisional dan pasar modern di Kota Makassar belum pernah dilakukan. Penelitian
mengenai deteksi Salmonella sp pernah dilakukan namun fokus pada tujuan dan
daerah yang berbeda. Seperti, Khrisia Saptarini (2009) pernah meneliti tentang
“Isolasi Salmonella spp. pada sampel daging sapi di wilayah Bogor serta uji
ketahanannya terhadap proses pendinginan dan pembekuan” dan Surahmaida (2005)
tentang “Identifikasi Salmonella sp pada telur ayam ras di wilayah Surabaya”.

1.6. Hipotesis
Ditemukan minimal satu pasar tradisional atau pasar modern yang menjual
daging sapi di Kota Makassar yang terdeteksi bakteri Salmonella sp.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. SALMONELLA
Bakteri Salmonella pertama kali ditemukan tahun 1885 pada tubuh babi oleh
Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya pada anafilaksis), namun Salmonella
dinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika (Ryan KJ dan Ray CG,
2004).
Taksonomi dari Salmonella sp adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Bacteria
Filum : Proteobakteria
Kelas : Gamma Proteobakteria
Ordo : Enterobakteriales
Famili : Enterobakteriaceae
Genus : Salmonella
Spesies : S. enterica dan S. bongori
(Sumber: D’aoust, 2001)

2.1.1 Morfologi
Salmonella sp. merupakan bakteri batang lurus, Gram negatif, tidak berspora,
dan bergerak dengan flagel peritrik kecuali Salmonella pullorum dan Salmonella
gallinarum (Jawet’z, dkk, 2005). Bakteri ini bersifat fakultatif anaerob yang dapat
tumbuh pada suhu dengan kisaran 5–45°C dengan suhu optimum 35–37°C dan akan
mati pada pH di bawah 4,1. Salmonella tidak tahan terhadap kadar garam tinggi dan
akan mati jika berada pada media dengan kadar garam di atas 9%. Salmonella
berbentuk bacillus dan berupa rantai filamen panjang ketika berada pada suhu ekstrim
yaitu 4-8°C atau pada suhu 45°C dengan kondisi pH 4.4 atau 9.4. Panjang rata-rata
Salmonella 2-5 μm dengan lebar 0.8 – 1.5 μm (Jay et all., 2005). Ciri-ciri lainnya
yaitu berkembang biak dengan cara membelah diri, mudah tumbuh pada medium
sederhana, resisten terhadap bahan kimia tertentu (misal, brilian hijau, natrium
tetrationat, natrium deoksikolat) yang menghambat bakteri enterik lain, oleh karena
itu senyawa–senyawa tersebut berguna untuk inokulasi isolat Salmonella dari feses
pada medium, serta struktur sel bakteri Salmonella terdiri dari inti (nukleus),
sitoplasma, dan dinding sel. Karena dinding sel bakteri ini bersifat Gram negatif,
maka memiliki struktur kimia yang berbeda dengan bakteri Gram positif (Pratiwi,
2011).

Gambar 1. Bakteri Salmonella


Sumber : (Aguskrisno, 2012)
2.1.2. Sifat Biokimia

Salmonella merupakan bakteri yang tidak mampu memfermentasikan laktosa,


sukrosa atau salicin, katalase positif, oksidase negatif dan manitol untuk
memproduksi asam atau gas. Salmonella tidak dapat dibedakan dengan E. coli jika
dilihat dengan mikroskop ataupun dengan menumbuhkannya pada media yang
mengandung nutrien umum. Salmonella dapat tumbuh optimum pada media
pertumbuhan yang sesuai dan memproduksi koloni yang tampak oleh mata dalam
jangka waktu 24 jam pada suhu 37°C. Salmonella sensitif terhadap panas dan tidak
tahan pada suhu lebih dari 70OC dan pasteurisasi pada suhu 71,1oC selama 15 menit
(Cox et al, 2000). Salmonella mampu memfermentasi glukosa dan monosakarida
lainnya dengan menghasilkan gas, lalu menggunakan sitrat sebagai satu-satunya
sumber karbon disaat genus lainnya membutuhkan sumber karbon kompleks sebagai
sumber nutrisinya. Beberapa Salmonella kecuali S. typhi memproduksi gas selama
proses fermentasi. Salmonella mampu mengubah nitrat menjadi nitrit dan tidak
membutuhkan NaCl untuk pertumbuhannya. (Hanes, 2003). Karakteristik biokimia
dari Salmonella dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Biokimia Salmonella*


Karakteristik Reaksi
Katalase +
Oksidase -
Produksi gas dari glukosaa +
Indol -
Produksi urease -
Produksi H2S dari Triple Sugar Iron Agar (TSIA)a +
Sitrat sebagai sumber karbonb +
Metil merah +
Voges-proskauer -
Lisin dekarboksilase +
Ornitin dekarboksilase +

+ = reaksi positif, - = reaksi negatif


a
= pengecualian bagi Salmonella paratyphi A
b
= pengecualian bagi Salmonella typhi
*Sumber : Bell dan Kyriakides (2002) di dalam Bell dan Kyriakides (2003)

2.1.3. Jenis Salmonella

Salmonella diklasifikasikan berdasarkan serologi dari H (flagella) dan antigen


O (lipopolisakarida membran dinding sel). Tahun 1941 terdapat 100 serotipe
Salmonella, kemudian pada tahun 1964 terdapat 9900 serotipe dan sekarang terdapat
sekitar 2400 serotipe Salmonella. Beberapa serovar dari S. enterica merupakan
patogen dengan inang yang terbatas seperti S. typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B, S.
paratyphi C, dan S. sendai hanya menyebabkan penyakit pada manusia. S.
pullorum/gallinarum pada babi, S. abortusuis pada domba, dan S. abortusequis pada
kuda. Serovar S. dublin dan S. cholerasuis dapat menginfeksi manusia namun sangat
jarang. Serovar S. typhimurium dan S. enteritidis merupakan penyebab utama
gastroenteritis dan dapat menyebabkan penyakit pada manusia, sapi, unggas, domba,
babi, kuda, dan tikus. Tabel 2 menunjukkan distribusi serovar dalam genus
Salmonella (D’Aoust, J.Y. 2000).

Tabel 2. Distribusi Serovar dalam Genus Salmonella*

Spesies Sub spesies Jumlah serovar


Salmonella enteric 11
indica
69
houtenae
94
arizonae
319
diarizonae
482
salamae
1.427
enterica
Salmonella bongori 20
Total 2.422
Sumber: D` Aoust, J.Y. (2000)

2.1.4. Kontaminasi

Bahan pangan yang sering terkontaminasi oleh bakteri Salmonella adalah


dairy product, seperti susu, daging, dan lain–lain. Kontaminasi ini terjadi akibat
pakan yang dikonsumi oleh hewan ternak telah terinfeksi oleh bakteri patogen,
sehingga berdampak pada tumbuhnya bakteri Salmonella dalam tubuh hewan ternak
(Masniari et al., 2006). Salmonella juga dapat mencemari makanan siap saji. Hal ini
dikarenakan adanya kontaminasi silang yang terjadi antara bahan mentah. Proses
pengolahan yang tidak tepat serta alat–alat yang digunakan selama pengolahan dapat
dijadikan sebagai media penyalur bagi Salmonella (Lawley et al., 2008). Selain itu,
makanan yang sering terkontaminasi Salmonella yaitu telur dan hasil olahannya, ikan
dan hasil olahannya, daging ayam, daging sapi, serta susu dan hasil olahannya seperti
es krim dan keju. Salmonella hidup secara fakultatif anaerob. Bakteri ini tidak dapat
berkompetisi secara baik dengan mikroba-mikroba umum yang terdapat di dalam
makanan. Pertumbuhannya sangat terhambat dengan adanya bakteri-bakteri lain,
misalnya bakteri pembusuk, bakteri genus Escherichiae dan bakteri asam laktat
(Supardi dan Sukamto, 1999).
2.1.5. Salmonellosis

Bakteri Salmonella sp merupakan mikroba patogen penyebab food borne


disease yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai Salmonellosis. Hal
ini dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan yang tercemar oleh bakteri tersebut
(Dominguez, et al., 2002). Pang et al. (1995) di dalam del Portillo (2000)
menyebutkan bahwa peristiwa typoid salmonellosis (demam enterik) relatif stabil
dengan jumlah terendah terjadi di daerah negara maju, tetapi peristiwa non-typhoid
salmonellosis (gastroenteritis) relatif meningkat di seluruh negara. Kasus
gastroenteritis (diare) akut adalah 1,3 milyar kasus dengan tiga juta jiwa meninggal,
sedangkan kasus demam enterik adalah 16 juta kasus dengan kematian sebanyak 600
ribu kasus.

2.1.6. Penularan
Semua jenis Salmonella merupakan patogen fakultatif intraseluler dan
dianggap sangat patogenik dan dapat menyerang macrophages, dendritic dan sel
epitel (Bhunia 2008). Infeksi salmonella biasanya disebabkan karena mengonsumsi
pangan mentah atau kurang matang yang telah terkontaminasi atau air yang
mengandung materi fekal. Pangan juga dapat terkontaminasi oleh penjamah yang
terinfeksi, binatang peliharaan dan hama, atau melalui kontaminasi silang akibat
higiene yang buruk. Penularan dari satu orang ke orang lain juga dapat terjadi selama
infeksi. Semakin tinggi jumlah Salmonella di dalam suatu makanan, semakin besar
timbulnya gejala infeksi pada orang yang menelan makanan tersebut, dan semakin
cepat waktu inkubasi sampai timbulnya gejala infeksi (Supardi dan Sukamto, 1999).

2.1.7. Patogenesis
Salmonella akan berkembang biak di dalam alat pencernaan penderita,
sehingga terjadi radang usus (enteritis). Radang usus serta penghancuran lamina
propria alat pencernaan oleh penyusupan (proliferasi) Salmonella inilah yang
menimbulkan diare, karena Salmonella menghasilkan racun yang disebut cytotoxin
dan enterotoxin (Dharmojono, 2001). Salmonella yang terbawa melalui makanan
ataupun benda lainnya akan memasuki saluran cerna. Di lambung, bakteri ini akan
dimusnahkan oleh asam lambung, namun yang lolos akan masuk ke usus halus.
Bakteri ini akan melakukan penetrasi pada mukosa baik usus halus maupun usus
besar dan tinggal secara intraseluler dimana mereka akan berproliferasi. Ketika
bakteri ini mencapai epitel dan IgA tidak bisa menanganinya, maka akan terjadi
degenerasi brush border. Kemudian, di dalam sel bakteri akan dikelilingi oleh
inverted cytoplasmic membrane mirip dengan vakuola fagositik (Dzen, 2003).
2.1.8. Gejala Klinik

Salmonellosis pada hakekatnya adalah penyakit gastrointestinal yang muncul


dalam waktu yang singkat. Gejala klinik yang sering ditemukan pada manusia adalah
gangguan pencernaan mulai dari rasa mual, diare, kram perut, demam, menggigil,
sakit kepala dan muntah yang timbul 8-72 jam setelah mengkonsumsi pangan yang
tercemar. Gejala dapat berlangsung selama lebih dari 7 hari. Banyak orang dapat
pulih tanpa pengobatan, tetapi infeksi Salmonella ini juga dapat membahayakan jiwa
terutama pada anak-anak, orang lanjut usia, serta orang yang mengalami gangguan
sistem kekebalan tubuh (Anonim, 2009). Gejala lainnya biasanya diikuti dengan
kelemahan, kelemahan otot, demam, gelisah, dan mengantuk. Gejala-gejala tersebut
biasanya berlangsung selama 2-3 hari (Jay et all. 2005). Gejala klinis salmonellosis
akut pada hewan berupa demam, lesu, kurang nafsu makan. Pada sapi perah dapat
menurunkan produksi susu. Ternak juga mengalami diare berdarah dan berlendir.
Kematian dapat terjadi dalam waktu 3-4 hari setelah infeksi. Anak sapi umur 2-6
minggu yang terinfeksi secara akut dapat mengalami septisemia tanpa timbul diare.
Selain itu hewan dalam keadaan bunting dapat mengalami keguguran jika terinfeksi
(Anonim, 2010).

2.1.9. Pengobatan

Pengobatan gastroenteritis pada manusia yang disebabkan oleh Salmonella


enteritidis tergantung dari berat ringannya gejala yang ditimbulkan, usia pasien dan
penyakit lain yang diderita pasien seperti diabetes, dll. Pengobatan yang diberikan
meliputi terapi larutan elektrolit untuk menghindari dehidrasi, pemberian obat anti
emetic (anti muntah) untuk gejala yang disertai muntah, pemberian paracetamol atau
ibuprofen untuk anti nyeri dan demam, serta pemberian antibiotik (Anonim 2010).
Beberapa jenis antibiotik yang sering digunakan dalam pengobatan demam tifoid
adalah kloramfenikol, ampisilin, amoksisilin, kotrimoksazol dan antibiotik lainnya
yang sekarang banyak digunakan sebagai alternatif obat seperti azitromisin,
ciprofloksasin, asam nalidiksat dan cefixime (Triadmodjo P, 1997).

Pengobatan pada hewan yaitu dengan pemberian antibiotik. Anak sapi yang
menderita diare sangat mirip tanpa memperhatikan penyebabnya. Pengobatan
ditujukan langsung untuk memperbaiki dehidrasi dan asidosis yang terjadi dan
memperkecil kerusakan usus. Beberapa langkah dalam pengobatan diare yang harus
dilakukan yaitu jika anak sapi mengalami dehidrasi berat, lemah atau kolaps yang
disertai dengan tidak adanya refleks menghisap susu maka perlu pemberian cairan
elektrolit melalui intra vena. Jika anak sapi mengalami dehidrasi sedang dan masih
bisa berdiri maka pemberian cairan elektrolit dilakukan peroral tetapi selama terapi
dengan pemberian cairan elektrolit peroral dianjurkan untuk tidak diberi susu karena
akan menyebabkan diare berlanjut dan sangat tidak dianjurkan melakukan pemberian
cairan secara peroral selama lebih dari 2 hari (Chotiah, 2008).
2.2. MIKROBIOLOGI DAGING SAPI

Daging didefinisikan sebagai bagian dari hewan yang telah disembelih yang
layak dan lazim dikonsumsi oleh manusia (Aberle et, al., 2001). Daging merupakan
otot hewan yang tersusun dari serat-serat yang sangat kecil yang masing-masing serat
berupa sel memanjang, terdiri dari tiga komponen utama, yaitu jaringan otot (muscle
tissue), jaringan lemak (adipose tissue) dan jaringan ikat (connective tissue).
Banyaknya jaringan ikat yang terkandung di dalam daging akan menentukan tingkat
kealotan/kekerasan daging. Istilah daging dibedakan dengan karkas, karena daging
merupakan bagian yang tidak mengandung tulang, sedangkan karkas berupa daging
yang belum dipisahkan dari tulang atau kerangkanya (Anonim, 2009). Daging sapi
(beef) adalah jaringan otot yang diperoleh dari sapi yang umum digunakan untuk
keperluan konsumsi makanan (Anonim, 2007). Daging sapi merupakan komoditas
daging disukai konsumen Indonesia selain daging ayam, daging kambing/domba, dan
lain-lainnya. Alasan–alasan konsumen menyukai daging sapi ini antara lain karena,
pertimbangan gizi, status sosial, pertimbangan kuliner, dan pengaruh budaya barat
(Jonsen, 2004). Daging memiliki kandungan gizi yang sangat lengkap. Selain protein
yang tinggi, daging memiliki banyak nutrisi yang baik bagi kesehatan karena adanya
asam amino esensial yang lengkap dan seimbang, air, karbohidrat, dan komponen
anorganik. Lengkapnya kandungan gizi dan rasa khas yang dimiliki daging, membuat
banyak orang senang mengkonsumsi daging (Soeparno, 2009).

Komposisi kimia daging tergantung dari spesies hewan, kondisi hewan, jenis
daging karkas, proses pengawetan, penyimpanan, metode pengepakan, dan
kandungan lemaknya. Komposisi kimia daging sapi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Kimia Daging Sapi*


Komposisi Kadar per 100 g
Kalori (kal) 207
Protein (g) 18,8
Lemak(g) 14,0
Karbohidrat(g) 0
Kalsium (mg) 11
Fosfor (mg) 170
Besi (mg) 2,8
Nilai Vit. A (SI) 30,0
Vit. B1 (mg) 0,08
Vit. C (mg) 0
Air (g) 66,0
*Sumber: Anonim, 1981
2.2.1. Daging Sehat

Ciri-ciri daging sapi segar dan dapat dikonsumsi oleh konsumen untuk bahan
makanan yaitu; daging yang mempunyai kenampakan yang mengkilat, warnanya
cerah dan tidak pucat, tidak ada bau asam apalagi busuk, daging masih elastis, tidak
kaku, apabila dipegang daging tidak terasa lengket pada tangan dan masih terasa
kebasahannya (Hadiwiyoto, 1983). Jaminan keamanan pangan atau bahan pangan
telah menjadi tuntutan seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan
kesehatan. Pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian telah menetapkan
kebijakan penyediaan pangan asal hewan yang "Aman, Sehat, Utuh dan Halal
(ASUH)" guna melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Aman, daging
tidak tercemar bahaya biologi (mikroorkanisme, serangga, tikus), kimiawi (pestisida
dan gas beracun) dan fisik (kemasan tidak sempurna bentuknya karena benturan)
serta tidak tercemar benda lain yang mengganggu, merugikan dan membahayakan
kesehatan manusia. Sehat, daging memiliki zat-zat yang dibutuhkan, berguna bagi
kesehatan dan pertumbuhan tubuh manusia. Zat gizi meliputi unsur makro seperti
karbohidrat, protein dan lemak serta unsur mikro seperti vitamin dan mineral. Utuh,
daging tidak di campur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau bagian dari
hewan lain. Halal, hewan maupun dagingnya disembelih dan ditangani sesuai syariat
agama Islam. Kehalalan menjadi Hak Asasi Manusia yang diakui keberadaannya
sehingga harus dijamin dan dilindungi oleh semua pihak secara bertanggung jawab.
Sertifikasi halal mutlak dibutuhkan untuk menghilangkan keraguan masyarakat akan
kemungkinan adanya bahan baku, bahan tambahan atau bahan penolong yang tidak
halal dalam suatu produk yang dijual (Widowati, et al. 2003).

2.2.2. Penyebab Daging Tidak Layak Konsumsi

Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah
pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging
antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan
termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), dan stres (Soeparno, 1998).
Jaringan hewan sehat umumnya bebas dari bakteri pada saat dipotong, tetapi ketika
diperiksa daging segar pada tingkat penjual retail selalu ditemukan berbagai jenis
dan jumlah mikroorganisme. Sumber kontaminasi mikroorganisme pada daging segar
berasal dari pisau pemotong, bagian yang tersembunyi dari daging, saluran
pencernaan, tangan manusia, wadah, penanganan, dan penyimpanan. Kemampuan
pertumbuhan mikroorganisme pada daging dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi ketersediaan nutrisi, pH, aktivitas air (aw)
yang terdapat dalam daging, potensi oksidasi-reduksi dan ada tidaknya substansi
penghambat pertumbuhan mikroorganisme. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi
suhu ruang penyimpanan, kelembaban relatif, dan kondisi oksigen atmosfer (Jay et
al., 2005).
2.2.3. Ciri Daging yang Tidak Layak Konsumsi

Daging mudah sekali mengalami kerusakan oleh mikroba. Kerusakan daging


ditandai oleh adanya perubahan bau dan timbulnya lendir yang biasanya terjadi jika
jumlah mikroba menjadi jutaan atau ratusan juta sel atau lebih per 1 cm luas
permukaan daging. Permukaan daging yang baru disembelih biasanya mengandung
kira-kira 102 sampai 104 bakteri per inci, dan terutama terdiri dari bakteri mesofilik
yang berasal dari saluran pencernaan dan permukaan luar hewan tersebut. Persyaratan
mutu batas maksimum cemaran mikroba pada daging sapi menurut SNI
01/6366/2000 ditunjukkan Tabel 4.

Tabel 4. Persyaratan Mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging Sapi
Menurut SNI 01/6366/2000*

Batas Maksimum Cemaran Mikroba


(BMCM)
Jenis Cemaran Mikroba
Daging Daging Tanpa
Segar/Beku Tulang
a) Jumlah Total Kuman (Total Plate
Count) 1 x 104 1 x 104
b) Coliform 1 x 102 1 x 102
c) Eschericia coli (*) 5 x 101 5 x 101
d) Enterococci 1 x 102 1 x 102
e) Staphylococcus aureus 1 x 102 1 x 102
f) Clostridium sp 0 0
g) Salmonella sp (**) Negatif Negatif
h) Camphylobacter sp 0 0
i) Listeria sp 0 0
Keterangan:
(*) : dalam satuan MPN/gram
(**) : dalam satuan kualitatif
*Sumber : Anonim, 2000

Kerusakan mikroba pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan


bakteri pembusuk dengan ciri-ciri sebagai berikut : pembentukan lendir, perubahan
warna, perubahan rasa menjadi asam dan pahit karena pertumbuhan bakteri
pembentuk asam dan senyawa pahit, terjadi ketengikan yang disebabkan pemecahan
atau oksidasi lemak daging, serta perubahan bau menjadi busuk karena terjadi
pemecahan protein dan terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti
ammonia, H2S, dan senyawa lainnya. (Ho et al., 2004)
2.2.4. Penyebab daging terkontaminasi Salmonella sp.

Salmonella dapat mengkontaminasi bahan pangan baik secara langsung


maupun tidak langsung melalui tinja manusia, air yang tercemar oleh sampah,
ditularkan melalui bahan mentah, melalui tangan pengolah makanan, dan bisa juga
melalui peralatan atau mesin yang digunakan untuk mengolah suatu bahan pangan
(Zulaikhah, 2005). Faktor utama yang diduga dapat memungkinkan terjadinya
cemaran Salmonella sp. pada daging adalah air yang digunakan untuk mencuci karkas
telah kotor karena telah digunakan berkali-kali dalam mencuci. Selain itu, proses
penyajian tempat penjual daging yang dipersiapkan oleh pedagang tidak ditutup dan
tidak disimpan dalam suhu dingin dapat mengakibatkan perkembangbiakan bakteri
secara cepat (Sa’idah, dkk., 2011). Pemotongan daging menjadi bagian-bagian kecil
(potongan eceran) akan memperluas daerah permukaan yang terkontaminasi mikroba
karena mikroba pada permukaan potongan lebih mudah mendapat makanan, air, dan
oksigen sehingga mikroba lebih cepat berkembangbiak dan daging lebih mudah rusak
(Setiowati, dkk. 2011).
3. MATERI DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret-April 2015. Lokasi penelitian
dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

3.2 Metode Penelitian


3.2.1 Sampel dan Metode Sampling
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi yang terdapat
di 5 pasar tradisional (A, B, C, D, E) dan 5 pasar modern (F, G, H, I, J) sedangkan
untuk menentukan sampelnya dengan metode random sampling dan digunakan rumus
untuk menentukan sampel uji eksperimental Federer (1963) yaitu
(t-1) (n-1) ≥ 15
t : merupakan jumlah kelompok percobaan dan
n : merupakan jumlah sampel tiap kelompok

(t-1) (n-1) ≥ 15
(10-1) (n-1) ≥ 15
9n – 9 ≥ 15
9n ≥ 15 + 9
9n ≥ 24/9
n ≥ 2,6 = 3
n ≥ 3 (tiap pasar)
10 pasar x 3 = 30 sampel
Berdasarkan rumus diatas sampel yang digunakan sebanyak 3 sampel dan
jumlah kelompok yang digunakan adalah 10 kelompok sehingga penelitian ini akan
menggunakan 30 sampel daging sapi dari populasi yang ada.
3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi, Lactose Broth
(LB), Rappaport Vassiliadis Broth (RV), Bismuth Sulfite Agar (BSA), Triple Sugar
Iron Agar (TSIA), kristal violet, lugol, alkohol, safranin, dan oil emersi.

3.2.3 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah coolbox, icepack, wadah
steril (kantong plastik), mortar, gunting, pinset, timbangan, spatula, bunsen,
pipet ukuran 1 ml dan 10 ml, tabung skrup, sendok, labu erlenmeyer, waterbath,
gelas ukur, waterbath, pengukur pH, inkubator, oven, autoclave, kulkas (lemari
es), cawan petri, mikroskop, kaca objek, ose, spidol.

3.3. Prosedur Penelitian


3.3.1. Pengambilan Sampel
Daging sapi sebanyak 100 gr per sampel diperoleh dari pasar tradisional dan
pasar modern yang ada di Kota Makassar. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam
plastik steril dan diberi label kemudian sampel dibawa dengan menggunakan cool box
ke laboratorium untuk dianalisis.

3.3.2. Pra Pengayaan


Menimbang sampel daging sapi 2,5 gr lalu dimasukkan kedalam kantong steril
lalu digerus menggunakan mortar sampai daging halus kemudian daging yang sudah
halus dimasukkan ke dalam tabung yang berisi Lactose Broth 22,5 ml lalu diinkubasi
pada suhu 370C selama 24 jam.

3.3.3. Pengayaan
Larutan yang telah diinkubasi, di transfer 0,1 ml ke media Rappavort
Vasilidiasis (RV) 10 ml lalu diinkubasi pada suhu 370C selama 24 ± 2 jam.
3.3.4. Isolasi dengan media agar selektif
Larutan RV yang telah diinkubasi, di inokulasikan dengan cara di gores ke media
BSA lalu diinkubasi pada suhu 420C selama 24 jam. Amati pada media Bismuth
Sulfite Agar (BSA) : koloni terlihat ke abu-abuan atau kehitaman, kadang metalik,
media disekitar koloni berwarna coklat dan semakin lama waktu inkubasi akan
berubah menjadi hitam kemudian koloni yang dicurigai positif (+) dilanjut ke uji
biokimia

3.3.5. Identifikasi Bakteri

Uji identifikasi dengan pewarnaan Gram. Kaca objek dibersihkan dengan


alkohol hingga bebas lemak, kemudian 1 tetes suspensi diletakkan pada kaca objek
lalu disebarkan setipis mungkin. Lalu difiksasi di atas bunsen. Preparat yang telah
difiksasi kemudian ditetesi dengan kristal violet lalu didiamkan selama 1-2 menit.
Sisa zat warna dibuang, kemudian dibilas dengan air mengalir. Seluruh preparat
ditetesi dengan larutan lugol dan dibiarkan selama 30 detik. Larutan lugol dibuang
dan dibilas dengan air mengalir. Preparat dilunturkan dengan alkohol 96% sampai
semua zat warna luntur, dan segera dicuci dengan air mengalir. Ditetesi dengan zat
warna fuchsin, didiamkan selama 2 menit lalu dibilas dengan air mengalir kemudian
dibiarkan kering. Diamati di bawah mikroskop dengan pemebesaran objektif 100x
memakai minyak emersi.

3.3.6. Uji Biokimia

1. Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA) : Koloni diambil dari media yang diduga
positif (+) dari ketiga media tersebut kemudian diinokulasikan ke TSIA
dengan cara menusuk sampai sepertiga dasar tabung kemudian diangkat dan
digores secara zig zag pada media agar miring kemudian inkubasikan pada
suhu 37ºC selama 24 jam. Hasil uji positif Salmonella ditandai terjadinya
warna hitam pada tusukan dan goresan pada media.
2. Uji Urease : Koloni diambil dari positif (+) TSIA dengan ose kemudian
diinokulasikan ke Urea broth kemudian diinkubasikan pada temperatur
37ºC selama 24 jam. Hasil uji positif ditandai dengan terjadinya warna pink
sampai merah pada media sedangkan hasil uji negatif ditandai dengan tetap
warna kuning pada media. Hasil uji spesifik Salmonella adalah negatif uji
urease.
3. Uji Methyl Red-Voges Proskauer (MR-VP) : Koloni diambil dari positif
(+) TSIA dengan ose kemudiandiinokulasikan ke tabung yang berisi 10 ml
media MR-VP dengan cara digoyang-goyangkan sampai tercampur dan
diinkubasikan pada temperatur 35ºC selama 48 jam ± 2 jam. Hasil uji positif
VP apabila terjadi perubahan warna pink sampai merah delima. Umumnya
Salmonella memberikan hasil negatif untuk uji VP (tidak terjadi perubahan
warna pada media) sedangkan untuk MR, hasil uji positif ditandai dengan
adanya difusi warna merah ke dalam media dan hasil uji negatif ditandai
dengan terjadinya warna kuning pada media. Umumnya Salmonella
memberikan hasil positif untuk uji MR.
4. Uji Indole : Koloni diambil dari positif (+) TSIA dengan ose kemudian
diinokulasikan ke media agar TB dengan cara menusuk sampai ke dasar
media agar kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam selanjutnya
tambahkan 0,2 ml sampai dengan 0,3 ml Reagen Kovacs. Hasil uji positif
ditandai dengan adanya cincin merah dipermukaan media. Hasil uji negatif
ditandai dengan terbentuknya cincin kuning. Hasil uji spesifik Salmonella
adalah negatif uji indole.
5. Uji Citrate : Koloni diambil dari positif (+) TSIA dengan ose kemudian
diinokulasikan ke media Simmon’s Citrate Agar (SCA) dengan cara di gores
pada media agar miring kemudian diinkubasi pada temperatur 35ºC selama
96 jam ± 2 jam. Hasil uji positif ditandai adanya pertumbuhan koloni yang
diikuti perubahan warna dari hijau menjadi biru. Hasil uji negatif ditandai
dengan tidak adanya pertumbuhan koloni atau tumbuh sangat sedikit dan
tidak terjadi perubahan warna. Umumnya Salmonella memberikan hasil
positif pada uji citrat.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan bakteri Salmonella sp.
pada daging sapi yang dijual di pasar trasdisional dan pasar modern di Kota
Makassar. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2015 – April 2015. Sampel
daging sapi yang digunakan pada penelitian ini berasal dari pasar tradisional dan
pasar modern (supermarket) dengan total sampel sebanyak 30 sampel. Daging sapi
yang dijual di pasar modern dijual dalam bentuk siap pakai dan dikemas dalam
styrofoam dan ditutup dengan wrapping plastic serta dikondisikan pada suhu rendah
dengan menggunakan refrigerator, sedangkan daging sapi yang dijual di pasar
tradisional dijual dengan menggantungnya dengan gantungan besi dan ditata di atas
meja tanpa pengkodisian suhu rendah misalnya dengan penambahan es batu.

4.1.Isolasi dan Identifikasi Bakteri Salmonella sp. pada daging sapi


Salmonella sp. merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan
keracunan pangan. Penelitian ini dilakukan uji lengkap Salmonella sp. untuk
mengetahui ada tidaknya Salmonella sp. pada daging sapi yang dijual di pasar
tradisional dan pasar modern (supermarket). Dalam SNI 01/6366/2000 ditetapkan
bahwa pada daging sapi segar tidak boleh mengandung Salmonella (Salmonella
negatif).
Deteksi Salmonella sp. dimulai dari tahap pra pengkayaan dengan
menggunakan media Lactose Broth (LB). LB digunakan untuk menumbuhkan
Salmonella dan bakteri koliform dari makanan, air, dan hasil ternak. Reaksi enzimatis
gelatin dan ekstrak sapi memberikan sumber karbon dan nitrogen untuk pertumbuhan
bakteri pada LB. Hasil menunjukkan bahwa dari 30 sampel daging sapi yang
ditumbuhkan pada media LB, seluruhnya menunjukkan kekeruhan yang menandakan
adanya pertumbuhan bakteri. Hasil pengujian pada media LB dapat dilihat pada
Gambar 2.

Gambar 2. Media Lactose Broth Sebelum Inkubasi (kiri) dan Hasil Media Lactose
Broth Setelah Inkubasi (kanan)
Tahap selanjutnya adalah pengkayaan selektif dengan menggunakan media
Rappavort Vasilidiasis (RV). Media RV digunakan sebagai media pengkayaan untuk
isolasi Salmonella sp. dan Shigella sp.. Media RV senyawa selektif seperti malachite
green dan magnesium klorida yang dikombinasikan dengan pH rendah (5,2 ±2)
menghambat pertumbuhan mikroba alami yang berasal dari saluran pencernaan selain
Salmonella (D’Aoust, 1989). Pertumbuhan Salmonella didukung juga dengan adanya
soy peptone pada media. Soy peptone yang terdapat pada media RV berfungsi sebagai
sumber nitrogen, karbon, dan asam amino bagi Salmonella (Oxoid, 2011). Hasil
menunjukkan bahwa dari 30 sampel pada media LB yang di inokulasikan ke media
RV, keseluruhnya menunjukkan perubahan yang berupa kekeruhan pada media RV.
Hasil pengujian pada media RV dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Media Rappavort Vasilidiasis Sebelum Inkubasi (kiri) dan Hasil Media
Rappavort Vasilidiasis Setelah Inkubasi (kanan)

Selanjutnya dilakukan isolasi Salmonella dengan menggunakan media


spesifik yaitu Bismuth Sulfite Agar (BSA) dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24
jam. BSA merupakan media yang sangat spesifik untuk isolasi Salmonella typhi dan
spesies lain. Adanya bismuth sulfite dan brilliant green dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Gram positif. Adanya Ferro Sulfite dalam media akan diubah
menjadi H2S yang berperanan mengendapkan besi, sehingga koloni berwarna coklat,
abu-abu atau hitam, dengan kilap logam, dan sekeliling koloni biasanya akan
berwarna coklat tampak seperti mata kelinci. Hasil menunjukkan bahwa dari 30
sampel pada media RV yang di gores ke media BSA, keseluruhannya menunjukkan
adanya pertumbuhan koloni yang berwarna coklat, hitam, atau abu-abu pada media
BSA. Hasil streak pada media BSA dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Media BSA Sebelum di Streak (kiri) dan Hasil Setelah di Streak (kanan)

Gambar 5. Contoh Positif Salmonella pada Media BSA

Koloni Salmonella yang diisolasi dari media BSA selanjutnya


diinokulasikan pada media agar miring Triple Sugar Iron Agar (TSIA) untuk
konfirmasi. Konfirmasi biokimia pada TSIA ditandai dengan terbentuknya warna
merah di bagian permukaan, warna kuning pada dasar tabung dan warna hitam pada
tusukan (menghasilkan H2S) serta adanya gas pada agar. Warna merah terjadi karena
Salmonella dapat memfermentasi glukosa yang jumlahnya terbatas dalam media,
sehingga jika glukosa habis bakteri ini menggunakan pepton sebagai sumber energi
yang terjadi di permukaan agar dan menghasilkan produk sampingan berupa basa
(merah). Terbentuknya H2S ditandai dengan warna hitam karena kandungan natrium
tiosulfat pada agar direduksi oleh H2S yang kemudian bereaksi dengan garam besi
sehingga menghasilkan warna hitam. Pembentukan gas positif merupakan hasil dari
fermentasi H2 dan CO2 dapat dilihat dari pecahnya dan terangkatnya agar. Hasil
pengujian TSIA menunjukkan bahwa 19 sampel media berwarna kuning, 9 sampel
media berwarna kuning serta terdapat gas, dan 2 sampel media berwarna merah dan
kuning serta terdapat gas. Berdasarkan hasil pengujian terhadap 30 sampel yang
diisolasi, keseluruhannya menunjukkan hasil negatif terhadap Salmonella sp,
sehingga pengujian tersebut tidak dilanjutkan pada pengujian biokimia selanjutnya.
Hasil pengujian TSIA pada sampel dapat dilihat pada Gambar 6.

(a) (b) (c) (d)


Gambar 6. Hasil Reaksi pada Media TSIA

Keterangan :
(a) Contoh control positif pada media TSIA.
(b) Hasil pada media TSIA, terjadinya perubahan warna dari orange menjadi kuning
pada media (negatif Salmonella).
(c) Hasil pada media TSIA, terjadinya perubahan warna dari orange menjadi kuning
dan terbentuknya gas pada media (negatif Salmonella).
(d) Hasil pada media TSIA, terjadinya perubahan warna dari orange menjadi merah
pada permukaan dan kuning serta terbentuknya gas pada media (negatif
Salmonella).
Berdasarkan prosedur pengujian yang telah di lakukan pada 30 sampel
yang diisolasi dari pasar tradisional dan pasar modern, hasil isolasi terhadap bakteri
Salmonella sp dapat dilihat pada tabel 5 berikut:
Tabel 5. Hasil isolasi terhadap bakteri Salmonella sp.
Hasil Deteksi Salmonella sp.
No. Jenis Pasar Kode sampel
Positif Negatif
1 PT A 01 - √
2 PT A 02 - √
3 PT C 03 - √
4 PT C 04 - √
5 PM H 05 - √
6 PM H 06 - √
7 PM I 07 - √
8 PM I 08 - √
9 PM J 09 - √
10 PM J 10 - √
11 PT B 11 - √
12 PT B 12 - √
13 PT D 13 - √
14 PT D 14 - √
15 PM G 15 - √
16 PM G 16 - √
17 PM F 17 - √
18 PM F 18 - √
19 PT E 19 - √
20 PT E 20 - √
21 PT A 21 - √
22 PT C 22 - √
23 PM H 23 - √
24 PT B 24 - √
25 PT D 25 - √
26 PM I 26 - √
27 PM J 27 - √
28 PM G 28 - √
29 PM F 29 - √
30 PT E 30 - √
KET : PT (Pasar Tradisional) dan PM (Pasar Modern)

Identifikasi bakteri dilanjutkan dengan pewarnaan gram. Koloni terpisah dari


bakteri yang diduga Salmonella sp. yang berasal dari media BSA kemudian dilakukan
pewarnaan gram. Pewarnaan Gram bertujuan untuk membedakan kelompok bakteri
Gram positif dan negatif, selain itu juga untuk membedakan morfologi bakteri yang
berbentuk coccus dan basil. Hasil pewarnaan Gram pada koloni bakteri yang berasal
dari 9 sampel yang diduga Salmonella dari media BSA, ditemukan bakteri berwarna
merah (Gram negatif) serta 4 sampel berbentuk coccus, 3 sampel berbentuk basil dan
3 sampel berbentuk cocobasil.

Berdasarkan prosedur pengujian yang telah di lakukan pada 30 sampel


yang diisolasi dari pasar tradisional dan pasar modern, hasil pewarnaan Gram
terhadap deteksi Salmonella sp dapat dilihat pada tabel 6 berikut:
Tabel 6. Hasil identifikasi melalui pewarnaan Gram.
Pewarnaan Gram
Kode Sampel
Sifat Gram Morfologi
C 04 Negatif Coccus
I 07 Negatif Cocobasil
I 08 Negatif Coccus
G 15 Negatif Basil
G 16 Negatif Coccus
F 18 Negatif Cocobasil
E 19 Negatif Cocobasil
E 20 Negatif Coccus
H 23 Negatif Basil

Salmonella sp. termasuk kelompok bakteri Gram negatif. Prosedur pewarnaan


Gram dimulai dengan pemberian pewarna basa, Kristal violet. Ditambahkan larutan
iodine yang kemudian menyebabkan semua bakteri terwarnai biru pada fase ini.
Sediaan kemudian diberi alkohol. Sel Gram positif akan tetap mengikat senyawa
Kristal violet-iodin sehingga berwarna biru, sedangkan gram negatif akan hilang
warnanya oleh alkohol. Sebagai langkah terakhir ditambahkan safranin sehingga sel
Gram negatif yang tidak berwarna akan mengambil warna kontras, sedangkan sel
Gram positif terlihat dalam warna biru keunguan (violet). Hasil pewarnaan Gram
pada mikroskop, koloni terilhat berwarna merah dan berbentuk basil dapat dilihat
pada Gambar 7.

Gambar 7. Hasil pewarnaan Gram pada mikroskop pembesaran objektif 100x


Dari hasil pengujian yang dilakukan mulai dari tahap pra pengkayaan,
pengkayaan, media selektif sampai pengujian biokimia diduga terdapat banyak
bakteri lain yang dapat tumbuh selain Salmonella, misalnya; bakteri Escherichia coli,
Klebsiella pneumonia dan Proteus vulgaris dapat tumbuh pada media Lactose Broth
dan bakteri Shigella yang dapat tumbuh pada media Rappavort Vasilidiasis serta
bakteri Escherichia coli, Citrobacter, Enterobacter, Klebsiella, Serratia dan Proteus
sp. yang dapat tumbuh pada media BSA. Berdasarkan hasil pengujian diduga bakteri
yang tumbuh adalah E. coli dengan ciri pada pewarnaan Gram berwarna merah
(Gram negatif) dan berbentuk cocobasil serta pada uji biokimia TSIA berwarna
kuning dan tidak terdapat gas. Adapun pada pewarnaan Gram ditemukan berwarna
merah (Gram negatif) dan berbentuk cocobasil serta pada uji biokimia TSIA
berwarna kuning dan terdapat gas diduga bakteri yang tumbuh yaitu Klebsiella.

4.2 PEMBAHASAN

Kondisi pasar serta tata laksana pemasaran sangat berpengaruh terhadap


timbulnya kontaminasi berbagai agen penyakit baik bakteri, virus, jamur maupun
parasit. Kondisi pasar yang kurang memadai dari segi infrastruktur maupun
kebersihan sangat mempengaruhi higienitas terhadap berbagai jenis makanan yang
diperjualbelikan terutama daging baik daging ayam maupun daging sapi.

Penelitian yang dilakukan di pasar modern maupun pasar tradisional


menunjukkan bahwa kondisi sanitasi pada pasar modern relatif baik dibandingkan
dengan pasar tradisional. Pada pasar modern daging dikemas dalam styrofoam dan di
tutup dengan wrapping plastic serta dikondisikan pada suhu rendah dengan
menggunakan refrigerator sehingga dengan demikian dapat menekan kemampuan
pertumbuhan suatu bakteri. Sedangkan pada pasar tradisional, daging dijual dengan
cara ditata di atas meja tanpa pengkondisian suhu rendah.

Hasil deteksi salmonella sp pada 15 sampel daging menunjukkan hasil negatif


pada pasar modern. Hal ini diduga karena kondisi lingkungan pasar modern memiliki
tingkat kelembaban yang tinggi sehingga menghambat pertumbuhan bakteri. Bakteri
gram positif cenderung hidup pada kelembaban udara yang lebih tinggi dibandingkan
dengan bakteri gram negatif terkait dengan perubahan struktur membran selnya yang
mengandung lipid bilayer (Caldwell, 2011). Sementara pada pasar tradisional hasil
deteksi Salmonella sp pada 15 sampel daging menunjukkan hasil negatif, hal ini
diduga karena pengambilan sampel di lakukan pada pagi hari sehingga daging masih
segar dan masih sangat minim kontaminasi dari cemaran bakteri lain dan konsumen
(pembeli), serta masih kurangnya lalat yang beterbangan. Kondisi pasar tradisional
dan pasar modern dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Kondisi pasar tradisional (kiri) dan pasar modern (kanan)

Kriteria yang dipakai sebagai pedoman untuk menentukan kualitas daging


yang layak konsumsi adalah 1. Keempukan daging ditentukan oleh kandungan
jaringan ikat. Jika ditekan dengan jari daging yang sehat akan memiliki konsistensi
kenyal. 2. Kandungan lemak (marbling) adalah lemak yang terdapat diantara serabut
otot (intramuscular). Lemak berfungsi sebagai pembungkus otot dan
mempertahankan keutuhan daging pada waktu dipanaskan. Marbling berpengaruh
terhadap cita rasa. 3. Warna daging bervariasi tergantung dari jenis hewan secara
genetik dan usia, misalkan daging sapi potong lebih gelap daripada daging sapi perah,
daging sapi muda lebih pucat daripada daging sapi dewasa. Warna daging yang baru
diiris biasanya merah ungu gelap dan akan berubah menjadi terang bila dibiarkan
terkena udara dan bersifat reversible (dapat balik). Namun bila dibiarkan terlalu lama
diudara akan berubah menjadi cokelat. 4. Rasa dan Aroma dipengaruhi oleh jenis
pakan. Daging berkualitas baik mempunyai rasa gurih dan aroma yang sedap. 5.
Kelembaban daging secara normal dapat dilihat pada bagian permukaan. Bila
permukaan daging relatif kering, daging tersebut dapat menahan pertumbuhan
mikroorganisme dari luar, sehingga mempengaruhi daya simpan (Wagino, 2008).
Hasil pengamatan pada 30 sampel daging sapi yang dijual di pasar tradisional dan
pasar modern keseluruhannya tampak dalam kondisi baik yaitu jika di tekan dengan
jari daging akan kembali ke posisi semula (konsistensi kenyal), aroma yang sedap
(tidak berbau asam), permukaan daging lembab, dan daging berwarna merah ungu
gelap (maron) dan merah terang. Daging berwarna merah ungu gelap (maron)
dikarenakan daging baru diiris sedangkan daging berwarna merah terang dikarenakan
sudah dibiarkan terkena udara dan bersifat reversible (dapat balik) namun jika
dibiarkan terlalu lama terkena udara maka akan berwarna coklat. Contoh sampel
daging pada pasar tradisional dan pasar modern dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar 9. Contoh Sampel Daging Sapi di Pasar Tradisional (kiri) dan Pasar Modern
(kanan)

Faktor lain yang menjadi penyebab bakteri Salmonella tidak ditemukan pada
sampel, diduga disebabkan karena kondisi yang tidak mendukung pertumbuhan
bakteri Salmonella yaitu pengambilan sampel dilakukan pada musim hujan dimana
kondisi suhu ruang relatif rendah sehingga menghambat pertumbuhan bakteri
tersebut. Bakteri Salmonella berkembang baik pada suhu hangat. Perkembangan
bakteri Salmonella terbilang sangat cepat dan menakjubkan, setiap selnya mampu
membelah diri setiap 20 menit sekali pada suhu hangat. Karena itu, infeksi
Salmonella lebih banyak terjadi pada musim panas.

Berdasarkan hasil penelitian pengujian sampel produk asal hewan yaitu


daging (ayam dan sapi) yang juga dilakukan oleh Siswatiana Rahim Taha, dengan
judul penelitian “Cemaran Mikroba Pada Pangan Asal Hewan di Pasar Tradisional
Kota Gorontalo” ditemukan adanya kontaminasi bakteri Salmonella pada daging
ayam yaitu 12 sampel dari 35 sampel yg di uji dan tidak ditemukan adanya
kontaminasi bakteri Salmonella pada daging sapi. Hal ini juga diutarakan oleh
Bhunia (2008), Salmonella terdapat di saluran intestinal burung/unggas, reptil, kura-
kura, insekta, ternak, dan manusia, namun paling banyak ditemukan pada unggas.

Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-6366-2000 tentang batas maksimum


cemaran bakteri pada daging sapi segar yang dibuat pemerintah untuk perlindungan
terhadap konsumen mengenai mutu produk hewan yang beredar, untuk Salmonella
adalah negatif atau daging sapi tidak mengandung bakteri Salmonella sp. (Anonim,
2007). Berdasarkan standar di atas, maka daging sapi segar yang dijual di beberapa
pasar tradisional dan pasar modern di Kota Makassar telah memenuhi standar yang
ditetapkan, karena hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari sampel daging sapi
yang diperiksa seluruhnya tidak mengandung bakteri Salmonella sp. Hasil ini
menunjukkan kualitas daging sapi yang dijual di beberapa pasar tradisional dan pasar
modern di Kota Makassar cukup baik.
Hasil penelitian di atas juga dapat digunakan sebagai acuan bahwa peternakan
yang mengirim daging sapi pada beberapa pasar tradisional dan pasar modern
tersebut tidak terdapat kasus salmonellosis, karena salah satu cara untuk mendeteksi
apakah suatu peternakan terserang penyakit salmonellosis adalah dengan memeriksa
mutu daging, Jika daging yang dihasilkan mengandung bakteri Salmonella sp. maka
kemungkinan besar peternakannya terserang atau terdapat kasus salmonellosis. Hal
ini sesuai dengan Quin, et al. (2002), yang menyatakan bahwa bakteri Salmonella sp.
pada induk yang menderita salmonellosis dapat menginfeksi dan menyebar masuk ke
dalam daging.
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian dari 30 sampel daging sapi yang diperoleh dari beberapa
pasar tradisional dan pasar modern di Kota Makassar tidak ditemukan adanya bakteri
Salmonella sp. pada keseluruhan sampel yang di uji. Hasil ini menunjukkan kualitas
daging sapi yang dijual di beberapa pasar tradisional dan pasar modern telah
memenuhi standar berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-6366-2000).

5.2 Saran
1. Dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap deteksi Salmonella sp. pada daging sapi
di pasar tradisional dan pasar modern dengan jumlah sampel yang lebih banyak.
2. Perlu pengamatan lebih lanjut dengan mempertimbangkan waktu pengambilan
sampel yaitu pagi, siang, dan sore.
3. Perlu pengamatan sewaktu-waktu terhadap kemungkinan adanya cemaran
Salmonella sp.
4. Dilakukannya sanitasi pasar yang baik untuk meminimalisir besarnya cemaran
mikroba pada daging sapi sehingga terjamin keamanannya.
DAFTAR PUSTAKA

Aberle ED, JC Forrest, DE Gerrard, and EW Mills. 2001. Principles of Meat Science.
Fourth edition. Kendal/Hunt Publishing Company.

Aguskrisno, 2012. Patogenisitas Mikroorganisme (online), https://aguskrisnoblog.


wordpress.com/2012/01/07/patogenisitas-mikroorganisme-2/, diakses tanggal
7 januari 2012.
Andriani, M. Sudarwanto, dan D. W. Lukman. 2000. Dekontaminasi Salmonella spp.
pada Karkas Ayam Menggunakan Asam Organik dan Klorin.Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Anonim, 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Penerbit Bhratara Karya Aksara,
Jakarta.

Anonim, 2000. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01/6366/2000. Batas Maksimum


Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu Dalam Bahan Makanan Asal
Hewan.Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Anonim. 2003. Department of Vaccines and Biologicals. Background document: The


diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever. Geneva: WHO; 2003.
Anonim. 2007. Batas Maksimal Cemaran Mikroba Dalam Bahan Makanan Asal
Hewan (SNI No. 01-6366-2000). Jakarta. http://www.ditjennak.go.id.
[Agustus 2010]

Anonim, 2007. Daging Sapi. Wikipedia Indonesia. http://id.wikipedia.


org/w/index.php?title=Daging&action=edit&section=1. Diakses tanggal 20
Desember 2007.

Anonim, 2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik


Indonesia; 2009.

Anonim, 2009. Keracunan Pangan Akibat Bakteri Patogen. Badan Pengawasan Obat
dan Makanan Republik Indonesia.
http://www.pom.go.id/public/siker/desc/produk/RacunBak Patogen.pdf
(Akses: 4 Agustus 2009).

Anonim. 2009. Laporan Koasistensi Laboratorium Kesmavet Fakultas Kedokteran


Hewan Universitas Syah Kuala. http://foxitsoftware.com. 18 Maret 2009
Hanes, D. 2003.Nontyphoid Salmonella. Di dalam: Miliotis, M.D. Bier, J.W.
(Eds), International Handbook of Foodborne Pathogens. Marcel Dekker,
Inc. New York.

Anonim. 2010. Syarat Kesehatan Hewan Sapi Bibit Ditinjau dari Penyakit Bakteri.
Diakses http://www.bbalitvet.org/index.php?option=com_
content&task=view&id=298&Itemid=1pada tanggal 23-11-2012 pukul
2.22PM.

Anonim. 2010. Treatments For Salmonella, diperoleh dari http://www.


wrongdiagnosis.com/s/salmonella_enteritidis/treatments.htm, diakses tanggal
11-03-2014, 02:37.

Anonim, 2011. Dedicated for Microbiology. Dehydrated Culture


Medium.http://www.Oxoid.com/AU/blue/prod_detail/prod_detail.asp?pr=CM
0381&c=AU&lang=EN. Diakses pada tanggal 10 april 2015.

Bell, C. dan A. Kyriakides. 2003. Salmonella. Di dalam: Blackburn, C. dan P. J.


McClure. (eds.). 2003. Foodborne pathogens: Hazard, risk analysis
andcontrol. Woodhead Publishing Limited. Cambrige, England.

Bhunia A. 2008. Foodborne Microbial Pathogens.Springer. USA.

Caldwell A. 2011. The Effects of Ultraviolet Light on Bacterial


Growth.http://www.ehow.com/facts_5871403_effects-ultraviolet-light-
bacterial-growth.html. Diakses pada 24 Juni 2011.

Chotiah, S. 2008. Diare pada anak sapi : agen penyebab, diagnosa, dan
penanggulangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Cox NA, Berrang ME, Cason JA. 2000. Salmonella penetration of egg shell and
proliferation in broiler hatching eggs-a review. Poultry Science 79: 1571-
1574.

Del-Portillo, F.G. 2000. Moleculer and Celluler Biology of Salmonella Pathogenesis.


Di dalam Cary, J.W.J.E. Linz, dan D. Bhatnagar. Microbial Foodborne
Disease: Mechanisms of Pathogenesis and Toxin Synthesis. Techonomic
Publishing Company, Inc. Cancaster, Pennsylvania, USA.

D'aoust J. Y. 1989. Salmonella. Di dalam: DOYLE MP, editor. Foodborne bacterial


pathogens. New York: Marcel Dekker, Inc. Hlm 327-413.

D’Aoust, J. Y. 2000. Salmonella. Di dalam: Lund, B.M.T.C. Baird-Parker, G.W.


Gould. (Eds.), The Microbiological Safety and Quality of Food Volume I.
Aspen Publishers, Inc. Gaithersburg, Maryland.
D’aoust, J. V. 2001. Salmonella. Di dalam: Labbe’ RG, Garcia S, editor. Guide to
Foodborne Pathogens. New York: A John Wiley & Sons, Inc., Publication.
hlm 163-191.

Dharmojono. 2001. Lima belas Penyakit Menular dari Binatang ke Manusia. Milenia
Populer, Jakarta.

Dominguez, C.L. Gomez, and J. Zumalacarregui. 2002. Prevalence of Salmonella and


Campylobacter in Retail Outlet in Spain. Int. J. Food Microbiol. 72(1): 165-
168.

Dzen, S.M. (2003). Bakteriologi Medical. Edisi I. Cetakan I. Malang : Bayumedia


publishing. Halaman 134.

Federer, WT. 1963. Experimental design : theory and application. New York : The
Macmillan Company.

Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging, dan Telur. Liberty.
Yogyakarta.

Hanes, D. 2003. Nontyphoid Salmonella. Di dalam: Miliotis, M. D., Bier, J. W.


(Eds), International Handbook of Foodborne Pathogens. Marcel Dekker,
Inc., New York.

Ho, C.P., Huang, N.Y., and Chen, B.J. 2004. A Survey of microbial contamination of
food contact surfaces at broiler slaughter plants in Taiwan. J. of Food
Protection. (67) 12: 2809-2811.

Jawetz, E., dkk, 1995. Mikrobiologi U ntuk Profesi Kesehatan edisi 16, 299-303,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Jay, J.M.M.J. Loessner, dan D.A. Golden. 2005. Modern Food Microbiology
Seventh Edition. Springer Science and Bussiness Media Inc., USA.

Jonsen GD. 2004. Prospek dan Preferensi Masyarakat Terhadap Konsumsi Daging
Sapi Olahan Di Indonesia. Di dalam: Seminar FGW Food Conference, Jakarta
6-7 Oktober 2004.

Lawley, R., L. Curtis, and J. Davis. 2008. The Food Safety Hazard Guidebook. Royal
Society of Chemistry. London. UK.

Masniari, P., S.M. Noor, dan Andriani. 2006. Kepekaan Isolat Salmonella Entiritidis
dan Salmonella Hadar yang Diisolasi dari Daging Ayam Terhadap
Antibiotika. Bogor.
Nursiani, 2003. Kondisi Bakteriologis Angka Kuman Pada Daging Sapi di Pasar
Karombasan. Manado : Politeknik Kesehatan.

Pang, T., Z. A. Bhutta, B. B Finlay, and M. Altwegg. 1995. ”Typhoid fever and other
salmonellosis: a continuing challenge”. J. Microbiol. 3 (7):253-255.

Pratiwi, Erni. 2011. Pemeriksaan Salmonella. Diakses di: http://id.scribd.


com/doc/54252133/tugas-bakteri2. Diakses pada : Minggu, 18 November
2012.

Qoriadawiyah. 2011. Demam Tipoid. (Online).http://qoriadawiyah.blogspot.


com/2011/10/demamtifoid. html, Diakses pada tanggal 23 Maret 2012.

Quin, P. J., B. K. Markey., M. E. Carter., W. J. Donneldy and F. C. Leonard.2002.


Veterinery Microbiology and Microbial Disease. Blackwel Publissing. 115.

Ray, B, 2001. Fundamental Food Microbiology, 2nd Ed. CRC Press, Boca Raton.

Ryan KJ, Ray CG (editors) (2004). Sherris Medical Microbiology (edisi ke-4th ed.).
McGraw Hill. ISBN 0-8385-8529-9

Sa’idah, F.S. Yusnita, dan I. Herlinawati. 2011. Hasil Penelitian Cemaran Mikroba
Daging Sapi di Pasar Swalayan dan Pasar Tradisional. Dilavet. 21( 2).

Saptarini, K. 2009. “Isolasi Salmonella spp. pada Sampel Daging Sapi di Wilayah
Bogor Serta Uji Ketahanannya Terhadap Proses Pendinginan dan
Pembekuan”. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB : Bogor.

Setiowati, W. E., E. N. Adoni, dan Wahyuningsih. 2011. Mikroba, Residu


Antibiotika Sulfa dan Pestisida pada Bahan Asal Hewan di Propinsi Bali,
NTB dan NTT tahun 1996-2002. Makalah Workshop Nasional.

Supardi, I. dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan


Pangan. Penerbit Alumni, Bandung.

Surahmaida. 2005. “Angka Lempeng Total Bakteri (ALT) dan Identifikasi


Salmonella Pada Telur Ayam RAS”. Skripsi. Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam ITS : Surabaya.

Soeparno, 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gajah Mada Press,
Yogyakarta.

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Triadmodjo P dan Oktarina C. Pola resistensi bakteri enteropatogen terhadap
antibiotika. Cermin Dunia Kedokteran 1997; (online), (http://www.kalbe. co.
id/files/cdk), diakses 2 November 2011.
Toya, I Nengah. 2012. Pasar Tradisional Versus PasarModern.
Diskominfo.karangasemkab.go.id/index.php/id/artikel/18-pasar tradisional-
versus-pasar-modern, (Diakses pada 10 Desember 2012).

Wagino. 2008. Tips memilih daging selama puasa dan lebaran.


http://cilacapmedia.com/index.php.

Widowati, S., Y. Fitrial, E. Aritonang, Z. Lubis dan Razali. 2003. Aspek halal produk
pangan dalam menjaga ketentraman bathin masyarakat. Makalah Pengantar
Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Zulaikhah, S. T. (2005). Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan


Pencemaran Mikroba Pada Jamu Gendong Di Kota Semarang. Magister
Kesehatan Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Pemeriksaan Bakteri Salmonella sp. pada Daging Sapi yang Dijual Di
Pasar Tradisional

MEDIA
SAM
CIT
PEL LB RV BSA TSIA INDOL MR VP UREASE
RAT
Abu-
01 Keruh Keruh Kuning - - - - -
abu
Abu-
02 Keruh Keruh Kuning - - - - -
abu
Coklat,
03 Keruh Keruh Kuning - - - - -
hitam
Hitam,
Kuning
04 Keruh Keruh meta - - - - -
, gas
Lik
11 Keruh Keruh Coklat Kuning - - - - -
Coklat,
12 Keruh Keruh Kuning - - - - -
hitam
13 Keruh Keruh Coklat Kuning - - - - -
Coklat,
14 Keruh Keruh Kuning - - - - -
hitam
Coklat,
19 Keruh Keruh hitam, Kuning - - - - -
abu-abu
Coklat,
20 Keruh Keruh hitam, Kuning - - - - -
abu-abu
Merah,
Coklat,
21 Keruh Keruh kuning, - - - - -
hitam
gas
Coklat,
22 Keruh Keruh Kuning - - - - -
hitam
Merah,
Coklat,
24 Keruh Keruh kuning, - - - - -
hitam
gas
Coklat,
25 Keruh Keruh Kuning - - - - -
hitam
Coklat, Merah,
30 Keruh Keruh - - - - -
hitam kuning
Lampiran 2. Hasil Pemeriksaan Bakteri Salmonella sp. pada Daging Sapi yang Dijual di
Pasar Modern.

MEDIA
SAM
CIT
PEL LB RV BSA TSIA INDOL MR VP UREASE
RAT
Coklat,
05 Keruh Keruh Kuning - - - - -
hitam
06 Keruh Keruh Coklat Kuning - - - - -
Coklat,
hitam,
Kuning,
07 Keruh Keruh sedikit - - - - -
gas
meta
Lik
Coklat,
hitam,
08 Keruh Keruh sedikit Kuning - - - - -
meta
Lik
Merah,
Coklat,
09 Keruh Keruh kuning, - - - - -
hitam
gas
Kuning,
10 Keruh Keruh Coklat - - - - -
gas
Coklat,
Kuning,
15 Keruh Keruh hitam, - - - - -
gas
abu-abu
Hitam,
16 Keruh Keruh meta Kuning - - - - -
Lik
Coklat,
17 Keruh Keruh Kuning - - - - -
hitam
Coklat, Merah,
18 Keruh Keruh hitam, kuning, - - - - -
abu-abu gas
Coklat,
23 Keruh Keruh Kuning - - - - -
hitam
26 Keruh Keruh Bening Kuning - - - - -
Merah,
27 Keruh Keruh Coklat kuning, - - - - -
gas
28 Keruh Keruh Bening Kuning - - - - -
29 Keruh Keruh Coklat Kuning - - - - -
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal ; 27 Juli 1992 di Ujung Pandang


dari ayahanda Alm. Drs. H. Arifin Usman M,Si dan ibunda Hj.
Badriah. Penulis merupakan anak keenam dari tujuh
bersaudara. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Inpres
Kampus Unhas Makassar dan lulus pada tahun 2004 , kemudian
penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 12 Makassar
dan lulus pada tahun 2007 . Pada tahun 2010 penulis
menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Makassar. Penulis
diterima di Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin pada tahun 2010.
Selama perkuliahan penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Kedokteran
Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ( HIMAKAHA FKUH) sebagai
anggota divisi pengabdian masyarakat, sebagai anggota Ikatan Mahasiswa kedokteran
Hewan Indonesia (IMAKAHI) dan sebagai bendahara Community Of Pet Animal
Scientist (COMPASS) PSKH FKUH.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab 5
    Bab 5
    Dokumen1 halaman
    Bab 5
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • Bab 5
    Bab 5
    Dokumen1 halaman
    Bab 5
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • Datun
    Datun
    Dokumen1 halaman
    Datun
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • Datun
    Datun
    Dokumen1 halaman
    Datun
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • Coertan Kuda
    Coertan Kuda
    Dokumen2 halaman
    Coertan Kuda
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • Sitosol
    Sitosol
    Dokumen22 halaman
    Sitosol
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • Kisi - Kisi
    Kisi - Kisi
    Dokumen2 halaman
    Kisi - Kisi
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • Coertan Kuda
    Coertan Kuda
    Dokumen2 halaman
    Coertan Kuda
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • Contoh Kating Proposal
    Contoh Kating Proposal
    Dokumen1 halaman
    Contoh Kating Proposal
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • PERALATAN KKN UNRAM DI DESA SENANGGALIH
    PERALATAN KKN UNRAM DI DESA SENANGGALIH
    Dokumen2 halaman
    PERALATAN KKN UNRAM DI DESA SENANGGALIH
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • Bahan Persentase Hormon
    Bahan Persentase Hormon
    Dokumen15 halaman
    Bahan Persentase Hormon
    Fikria Nurhady Tama
    Belum ada peringkat
  • Datun
    Datun
    Dokumen1 halaman
    Datun
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • Prin Lingsar - Bab 5 - Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
    Prin Lingsar - Bab 5 - Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
    Dokumen13 halaman
    Prin Lingsar - Bab 5 - Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • MEMAHAMI ISOLASI DNA
    MEMAHAMI ISOLASI DNA
    Dokumen2 halaman
    MEMAHAMI ISOLASI DNA
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • Dendrogram Acara Viii Fix
    Dendrogram Acara Viii Fix
    Dokumen7 halaman
    Dendrogram Acara Viii Fix
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • 23 Gerak Nasti
    23 Gerak Nasti
    Dokumen6 halaman
    23 Gerak Nasti
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • Translit
    Translit
    Dokumen10 halaman
    Translit
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • KISI
    KISI
    Dokumen4 halaman
    KISI
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • Book 1
    Book 1
    Dokumen4 halaman
    Book 1
    Anonymous mwQTnYtU
    Belum ada peringkat
  • Book 1
    Book 1
    Dokumen4 halaman
    Book 1
    Anonymous mwQTnYtU
    Belum ada peringkat
  • Makalah BTT
    Makalah BTT
    Dokumen14 halaman
    Makalah BTT
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • BSE Biologi Kls 12
    BSE Biologi Kls 12
    Dokumen186 halaman
    BSE Biologi Kls 12
    Ryu Kisora
    Belum ada peringkat
  • Skripsi Tanpa Bab Pembahasan
    Skripsi Tanpa Bab Pembahasan
    Dokumen56 halaman
    Skripsi Tanpa Bab Pembahasan
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • Evolusi
    Evolusi
    Dokumen31 halaman
    Evolusi
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat
  • Ordo Gnetales
    Ordo Gnetales
    Dokumen9 halaman
    Ordo Gnetales
    Anonymous pwjHwCga
    Belum ada peringkat