Anda di halaman 1dari 17

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

TERHADAP BIDAN YANG MELAKUKAN ABORSI

Disusun oleh :
Nama : Neneng Safitri
Mata Kuliah : Etika dan Hukum Kesehatan
Dosen : Prof. Dr. Abdul Ghofur

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


GUNA BANGSA YOGYAKARTA
TAHUN 2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenan-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan tugas makalah Etika dan Hukum Kesehatan dengan judul

“Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Bidan Yang Melakukan Aborsi” dapat diselesaikan

tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna

untuk itu kami menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah

kesempurnaan untuk makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca dan penulis sendiri, dan Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan berkat dan

karunia-Nya.

Yogyakarta, 22 Maret 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Judul ............................................................................................................................. 1
Kata Pengantar ............................................................................................................. 2
Daftar Isi ...................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Aborsi ............................................................................................................... 6
B. Pertanggungjawaban Pidana Bidan Tentang Aborsi........................................ 8
C. Contoh Kasus ................................................................................................... 12
D. Pembahasaan Kasus ......................................................................................... 14

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ...................................................................................................... 16
B. Saran ................................................................................................................. 16
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 17

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Derasnya arus globalisasi yang semakin mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat

dunia juga mempengaruhi munculnya masalah atau penyimpangan etik sebagai akibat

kemajuan teknolog dan ilmu pengetahuan yang menimbulkan konflik terhadap nilai. Arus

kesejagatan ini tidak dapat dibendung, pasti akan mempengaruhi pelayanan kebidanan.

Dengan demikian penyimpangan etik mungkin saja akan terjadi di dalam praktek

kebidanan misalnya dalam praktek mandiri,bidan yang bekerja di rumah sakit, rumah

bersalin atau institusi lainnya ada di bawah perlindungan institusinya, bidan praktek

mandiri mempunyai tanggung jawab yang lebih besar karena harus mempertanggung

jawabkan sendiri apa yang dilakukan. Dalam hal ini bidan yang praktek mandiri menjadi

pekerja yang bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya

terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan etik.

Sebagai seorang bidan dalam melayani klien, sudah menjadi suatu kewajiban kita

untuk mengetahui lebih dahulu apa saja wewenang yang boleh kita lakukan dan

wewenang yang seharusnya ditangani oleh seorang dokter spesialis kandungan sehingga

kita harus meninjau agar tindakan kita tidak menyalahi PERMENKES yang berlaku.

Meskipun harus bersinggungan dengan kepentingan lainnya.

Akhir-akhir ini sering kita menemukan dalam pemberitaan media massa adanya

peningkatan dugaan kasus aborsi yang dilakukan oleh bidan di Indonesia.Hal tersebut

sangat berlawanan dengan falsafah profesi bidan.

Aborsi merupakan fenomena sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan.

Keprihatinan itu bukan tanpa alasan, karna sejauh ini prilaku pengguguran kandungan

banyak menimbulkan efek negatif baik untuk diri pelaku maupun pada masyarakat luas.

4
Hal ini disebabkan karena aborsi menyangkut norma moral serta hukum suatu kehidupan

bangsa ditambah lagi dengan kebutuhan hidup manusia tak ada habisnya dan tentu

sangatlah beragam.

Bidan merupakan suatu profesi yang mana dalam setiap asuhan dan tindakan yang

dilakukan memiliki sebuah tanggung jawab yang besar. Apabila seorang bidan melakukan

suatu kesalahan yang dilakukan, maka ia akan mendapatkan sanksi dan hukuman yang

telah ditetapkan oleh pemenkes.

Dalam melakukan tindakan–tindakan tersebut, selain melakukan sesuai dengan

standar bidan juga harus memperhatikan norma, etika profesi, kode etik profesi dan

hukum profesi dalam setiap tindakannya. Sehingga dalam melakukan prakteknya, seorang

bidan dapat melakukan sesuai standart yang sudah ditentukan oleh undang undang dan

peraturan yang berlaku.

Berkaitan dengan pertanggungjawaban bidan yang melakukan aborsi maka

pembahasan tidak bisa dilepaskan dari hukum pidana. Oleh sebab it, maka penulis melalui

makalah ini akan membahas tentang Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Bidan Yang

Melakukan Aborsi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang diatas, maka rumusan masalah dari makalah ini yaitu sebagai

berikut :

1. Apakah yang dimaksud dengan Aborsi?

2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap bidan melakukan aborsi?

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Aborsi

1. Pengertian

Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi secara prematur dari uterus, embrio

atau fetus yang belum dapat hidup diluar kandungan. Dalam dunia kedokteran, dikenal

istilah abortus, yaitu menggugurkan kandungan, yang berarti pengeluaran hasil

konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar

kandungan. World Health Organization (WHO) memberikan definisi bahwa aborsi

adalah penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau

kurang dari 22 minggu. Aborsi juga diartikan mengeluarkaan atau membuang baik

embrio atau fetus secara prematur (sebelum waktunya). Istilah Aborsi disebut juga

Abortus Provokatus. Sebuah tindakan abortus yang dilakukan secara sengaja.

2. Jenis-jenis Abortus

Klasifikasi abortus atau aborsi berdasarkan dunia kedokteran, yaitu:

a. Abortus spontanea

Abortus spontanea merupakan abortus yang berlangsung tanpa

tindakan/pengeluaran janin secara spontan sebelum janin dianggap mampu bertahan

hidup.

b. Abortus provokatus

Abortus Provokatus adalah abortus yang terjadi akibat tindakan atau disengaja, baik

dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus provokatus dibagi menjadi

2 yaitu:

6
1) Abortus Provocatus Kriminalis

Abortus Provocatus Kriminalis adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia

kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat

tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi

(dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak). Jadi abortus provocatus

kriminalis adalah penghentian kehamilan atau pengguguran yang melanggar kode

etik kedokteran.

2) Aborsi Provocatus medicalis

Abortus Provocatus medicalis adalah pengguguran kandungan buatan yang

dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil

tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang

parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang

dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak

tergesa-gesa.

3. Penyebab Tindakan Aborsi


Setiap tindakan pasti ada yang menyebabkannya. Berikut beberapa penyebab aborsi

dilakukan :

a. Umur

b. Incest (hubungan seks sedarah) seperti tindak pemerkosaan yang dilakukan oleh

ayah kepada anaknya.

c. Kehamilan tidak diinginkan (KTD) seperti hamil diluar nikah

d. Paritas ibu

e. Adanya penyakit kronis atau indikasi medis

f. Aktivitas seksual di usia muda

g. Kurangnya pengetahuan tentang dampak aborsi

7
h. Perspektif sosiokultural dan agama

i. Tingkat pendidikan tentang seksual dan kesehatan reproduksi rendah

j. Kurangnya kesadaran masyarakat akan dampak dari aborsi yang tidak aman

4. Cara Aborsi yang sering dilakukan

a. Dengan cara melakukan pijatan pada rahim agar janin terlepas dari rahim. Biasanya

akan terasasakit sekali karena pijatan yang dilakukan dipaksakan dan berbahaya bagi

organ dalam tubuh.

b. Menggunakan berbagai ramuan dengan tujuan panas pada rahim. Ramuan tersebut

seperti nanasmuda yang dicampur dengan merica atau obat-obatan keras lainnya.

c. Menggunakan alat bantu tradisional yang tidak steril yang dapat mengakibatkan

infeksi.Tindakan ini juga membahayakan organ dalam tubuh.

5. Dampak Aborsi

a. Pendarahan sampai menimbulkan shock dan gangguan neurologis/syaraf di

kemudian hari,akibat lanjut perdarahan adalah kematian.

b. Infeksi alat reproduksi yang dilakukan secara tidak steril. Akibat dari tindakan ini

adalah kemungkinan remaja mengalami kemandulan di kemudian hari setelah

menikah.

c. Risiko terjadinya ruptur uterus (robek rahim) besar dan penipisan dinding rahim

akibat kuretasi.Akibatnya dapat juga kemandulan karena rahim yang robek harus

diangkat seluruhn

B. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Bidan Melakukan Aborsi

Berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana terhadap bidan yang melakukan

tindak pidana aborsi, pada prinsipnya ditinjau dari segi hukum pidana, masalah aborsi

(pengguguran kandungan) yang dikualifikasikan sebagai perbuatan kejahatan atau tindak

8
pidana hanya dapat dilihat dalam KHUHP meskipun dalam Undang-undang No 36 Tahun

2009 memuat juga sanksi pidana terhadap aborsi tersebut.

KHUHP sabagai sumber hukum pidana di Indonesia mengatur berbagai kejahatan

maupun pelanggaran. Salah satu kejahatan yang diatur didalam KHUHP adalah masalah

aborsi kriminalis yang terdapat pada bab XIV Buku ke II KHUHP tentang kejahatan

terhadap nyawa (khususnya pasal 346-349). Adapun rumusan selengkapnya pada pasal-

pasal dibawah ini :

Pasal 299

1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya

diobati dengan sengaja memberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa

karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara

paling lama 4 tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.

2. Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan

perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan

atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.

3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalani pencarian, maka

dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian.

Pasal 346

Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau

menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

Pasal 347

1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang

wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.

9
2. Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara

paling lama 15 tahun.

Pasal 348

1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang

wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6

bulan.

2. Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana

penjara paling lama 7 tahun.

Pasal 349

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut

pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang

diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat

ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam

mana kejahatan dilakukan.

Secara singkat dapat dijelskan bahwa yang dapat dihukum, menurut KHUHP dalam kasus

aborsi adalah :

a. Pelaksanaan aborsi, yaitu tenaga medis atau dukun atau orang lain dengan hukuman

maksimal 4 tahun ditambah sepertiga dan bisa juga dicabut hak untuk berpraktek.

b. Wanita yang menggugurkan kandungannya, dengan hukuman maksimal 4 tahun.

c. Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebab terjadinya aborsi itu

dihukum dengan hukuman bervariasi.

Pembaharuan Undang-undang Kesehatan yaitu UU No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan,

dijelaskan pula tentang aborsi.

10
Pasal 75

1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang

mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau

cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut

hidup di luar kandungan.

b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban

perkosaan.

Pasal 76

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:

1. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,

kecuali dalam hal kedaruratan medis;

2. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki

sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;

3. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;

4. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan

5. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 77

Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak

bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

11
Pasal 194

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling

lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah).

Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan:

1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain,

diancam hukuman empat tahun.

2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa

persetujuan ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil itu mati

diancam 15 tahun

3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila

ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.

4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter,

bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya

dan hak untuk praktek dapat dicabut.

C. Contoh Kasus Aborsi

Kepolisian Resor (Polres) Magelang, Jawa Tengah, membongkar praktik aborsi

yang diduga melibatkan bidan, perawat dan pacar korban. Kepala Satuan Reserse dan

Kriminal (Satreskrim) Polres Magelang AKP Rendy Wicaksana di Magelang, Jumat,

menyebutkan empat tersangka tersebut, yakni bidan MU (44 tahun) warga Tempuran,

perawat NU (27) warga Mertoyudan. Kemudian seorang pedagang BT (53 tahun), warga

Tegalrejo dan pacar korban BU (43 tahun) warga Tegalrejo.

Terbongkarnya kasus itu karena korban R warga Desa Sukorejo, Tegalrejo,

Kabupaten Magelang, meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah sakit karena

12
pendarahan. Kejadian aborsi berlangsung bulan Februari 2016 atas permintaan korban

yang diduga malu karena berstatus janda mengandung usia tiga bulan. Ketika itu, korban

menelepon pacarnya BU warga Tegalrejo, yang memberitahukan akan menggugurkan

kandungannya. Namun, waktu itu BU melarang dan menyanggupi untuk bertanggung

jawab atas kehamilannya sekalipun telah memiliki istri dan tiga anak.

Ia mengatakan korban bersikeras agar aborsi berlangsung dan telah dilangsungkan

pada 27 Februari 2016. Proses aborsi tersebut bisa berlangsung awalnya, korban meminta

tolong bantuan seorang pedagang BT, agar mencarikan orang yang bisa melakukan aborsi.

Kemudian BT menemui perawat NU saat pulang di rumah orang tuanya dan menanyakan

soal bisa tidaknya membantu aborsi," katanya.

Ia menuturkan selanjutnya perawat NU meneruskan kepada bidan MU dan akhirnya

disepakati uang untuk membayar aborsi sebesar Rp2,5 juta dan ditambah uang jasa

Rp500.000. Setelah terjadi kesepakatan, korban diantarkan pacarnya serta BT menuju

klinik, yang telah ditunggu bidan MU. Saat itu, korban kemudian diberikan tiga butir obat

cytotek yang dimasukkan ke dalam kemaluannya. Korban juga diberikan 10 butir obat

oleh perawat NU untuk diminum tiga kali sehari masing-masing satu butir.

Selanjutnya, pada malam harinya, korban menggirimkan SMS kepada bidan MU dan

perawat NU yang memberitahukan jika janin dalam perutnya sudah keluar, namun ari-

arinya masih tertinggal. Korban pada dini hari, kemudian mengeluarkan sendiri ari-ari

tersebut dengan menariknya. Perawat NU menyarankan korban segera menuju rumah sakit

untuk penanganan medis. Sekitar pukul 03.00 WIB, korban diantar pacarnya ke praktik

dokter H karena kondisi korban semakin melemah dan kehabisan darah, akhirnya dirujuk

ke RSUD Tidar Magelang, namun disarankan ke RS Budi Rahayu. Saat diperiksa di

rumah sakit bersalin tersebut, ternyata korban sudah meninggal dunia.

13
Atas meninggalnya korban, pihak keluarga sempat curiga kemudian melaporkan

kejadian tersebut ke Polres Magelang. Menindaklanjuti laporan tersebut, petugas terus

melakukan penyelidikan bahkan sempat membongkar makam korban pada 19 Juli 2016.

Otopsi dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian korban. Hasil autopsi jenazah

korban diketahui ada indikasi upaya aborsi menggunakan obat dengan dosis tertentu

sehingga mengakibatkan korban meninggal dunia.

Kanit PPA Polres Magelang Aiptu Isti Wulandari mengatakan tersangka dijerat

pasal 194 UU nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman hukuman penjara

paling lama 10 tahun dengan denda paling banyak Rp1 miliar. Kemudian, subsider pasal

348 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama 7 tahun.

D. Pembahasan Kasus

Pada kasus di atas dijelaskan bahwa terjadi suatu aborsi tetapi jenis aborsi illegal.

Kasus diatas berawal dari pasangan yang melakukan hubungan gelap (perselingkuhan)

yang mengakibatkan sang wanita hamil, Pria dan wanita sepakat untuk menggugurkan

kandungan ke bidan. Bidan menyanggupi untuk melakukan aborsi tersebut dengan

imbalan Rp 2.500.000 dan ditambah biaya jasa sebesar 500.000 jadi total Rp. 3.000.000.

Semua ahli madya kesehatan wajib mengucap sumpah janji ketika lulus dari

pendidikan. Salah satu isi sumpah janji tersebut yaitu untuk melaksanakan tugas sabaik-

baiknya menurut undang-undang yang berlaku. Tetapi pada kasus ini bidan MU

melanggar sumpah tersebut. Bidan dengan sengaja dan adanya niat memberikan tiga butir

obat cytotek. Hal ini mengakibatkan perdarahan hebat pada wanita tersebut dan berakhir

dengan kematian.

Dari kasus tersebut dapat kita lihat bahwa bidan telah melakukan pelanggaran

terhadap klien/pasiennya. Tindakan yang dilakukan oleh bidan merupakan pelanggaran

etika, hukum dan agama, karena telah membantu kliennya dalam melakukan aborsi.

14
Seorang bidan seharusnya tidak melakukan hal tesebut, jika ada seorang klien yang

datang untuk melakukan aborsi sebaiknya kita sebagai seorang bidan memberikan

konseling mengenai bahaya yang dimbulkan oleh aborsi tersebut, selain itu juga

menjelaskan bahwa perbuatan aborsi tersebut melanggar etika, moral, hukum dan sangat

bertentangan dengan agama.

Dipandang dari segi agama perbuatan aborsi tersebut sangat dilarang dan ditentang.

Perbutan tersebut merupakan dosa besar karena dengan sengaja membuang anak yang

merupakan darah dagingnya sendiri yang telah dititipkan kepadanya oleh ALLAH, hal

tersebut sama saja tidak mensyukuri dan perbuatan yang sangat dibenci oleh ALLAH.

Kalau dilihat dari segi budaya perbuatan tersebut melanggar norma-norma yang

akan menimbulkan kerugian terhadap sipelaku aborsi baik itu bidan maupun kliennya.

Bagi bidan sendiri nama baiknya sudah tercemar dan bias saja orang tidak lagi

mempercayainya. Untuk kliennya akan dikucilkan oleh masyarakat.

Dari segi hukum menurut Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

bidan MU dijerat pasal 194 dengan ancaman hukuman penjara paling lama 10 tahun

dengan denda paling banyak Rp1 miliar. Kemudian, subsider pasal 348 KUHP dengan

ancaman hukuman paling lama 7 tahun.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pertanggungjawaban pidana terhadap bidan yang melakukan tindak pidana

aborsi, pada prinsipnya ditinjau dari segi hukum pidana, masalah aborsi (pengguguran

kandungan) yang dikualifikasikan sebagai perbuatan kejahatan atau tindak pidana

hanya dapat dilihat dalam KHUHP serta terkandung Undang-undang No 36 Tahun

2009 memuat juga sanksi pidana terhadap aborsi.

Pada kasus diatas dapat kita lihat bahwa bidan telah melakukan pelanggaran

terhadap klien/pasiennya. Tindakan yang dilakukan oleh bidan merupakan pelanggaran

etika, hukum dan agama, karena telah membantu kliennya dalam melakukan aborsi.

Bidan seharusnya dalam melaksanakan tugasnya hendaknya sesuai dengan

standar bidan yang harus memperhatikan norma, etika profesi, kode etik profesi dan

hukum profesi dalam setiap tindakannya. Sehingga dalam melakukan prakteknya,

seorang bidan dapat melakukan sesuai standart yang sudah ditentukan oleh undang

undang dan peraturan yang berlaku.

B. Saran

Semua tenaga kesehatan, baik dokter, bidan harus memahami betul apa-apa yang

menjadi kewenangannya dan apa-apa pula yang bukan menjadi kewenangan dari

profesinya. Peraturan per Undang-undangan yang telah disusun sedemikian rupa dan

diadakan pembaharuan, janganlah hanya dianggap sebagai peraturan tertulis semata,

namun harus di patuhi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Masrudi Muchtar. 2016. Etika Profesi dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.

Prianggoro. 2016. Bongkar Praktik Aborsi Di Magelang, Polisi Tangkap Bidan Dan Perawat.
Tribun Jateng. http://jateng.tribunnews.com/2016/10/29/bongkar-praktik-aborsi-di-
magelang-polisi-tangkap-bidan-dan-perawat-di-magelang. Tanggal 27 Maret 2017

Wahyuningsih, Heni Puji. 2008. Etka Profesi Kebidanan. Yogjakarta: Fitramaya.

17

Anda mungkin juga menyukai