Disusun oleh :
Nama : Neneng Safitri
Mata Kuliah : Etika dan Hukum Kesehatan
Dosen : Prof. Dr. Abdul Ghofur
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas perkenan-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah Etika dan Hukum Kesehatan dengan judul
tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna
untuk itu kami menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah
kesempurnaan untuk makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan penulis sendiri, dan Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan berkat dan
karunia-Nya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Judul ............................................................................................................................. 1
Kata Pengantar ............................................................................................................. 2
Daftar Isi ...................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Aborsi ............................................................................................................... 6
B. Pertanggungjawaban Pidana Bidan Tentang Aborsi........................................ 8
C. Contoh Kasus ................................................................................................... 12
D. Pembahasaan Kasus ......................................................................................... 14
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Derasnya arus globalisasi yang semakin mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat
dunia juga mempengaruhi munculnya masalah atau penyimpangan etik sebagai akibat
kemajuan teknolog dan ilmu pengetahuan yang menimbulkan konflik terhadap nilai. Arus
kesejagatan ini tidak dapat dibendung, pasti akan mempengaruhi pelayanan kebidanan.
Dengan demikian penyimpangan etik mungkin saja akan terjadi di dalam praktek
kebidanan misalnya dalam praktek mandiri,bidan yang bekerja di rumah sakit, rumah
bersalin atau institusi lainnya ada di bawah perlindungan institusinya, bidan praktek
mandiri mempunyai tanggung jawab yang lebih besar karena harus mempertanggung
jawabkan sendiri apa yang dilakukan. Dalam hal ini bidan yang praktek mandiri menjadi
pekerja yang bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya
Sebagai seorang bidan dalam melayani klien, sudah menjadi suatu kewajiban kita
untuk mengetahui lebih dahulu apa saja wewenang yang boleh kita lakukan dan
wewenang yang seharusnya ditangani oleh seorang dokter spesialis kandungan sehingga
kita harus meninjau agar tindakan kita tidak menyalahi PERMENKES yang berlaku.
Akhir-akhir ini sering kita menemukan dalam pemberitaan media massa adanya
peningkatan dugaan kasus aborsi yang dilakukan oleh bidan di Indonesia.Hal tersebut
Keprihatinan itu bukan tanpa alasan, karna sejauh ini prilaku pengguguran kandungan
banyak menimbulkan efek negatif baik untuk diri pelaku maupun pada masyarakat luas.
4
Hal ini disebabkan karena aborsi menyangkut norma moral serta hukum suatu kehidupan
bangsa ditambah lagi dengan kebutuhan hidup manusia tak ada habisnya dan tentu
sangatlah beragam.
Bidan merupakan suatu profesi yang mana dalam setiap asuhan dan tindakan yang
dilakukan memiliki sebuah tanggung jawab yang besar. Apabila seorang bidan melakukan
suatu kesalahan yang dilakukan, maka ia akan mendapatkan sanksi dan hukuman yang
standar bidan juga harus memperhatikan norma, etika profesi, kode etik profesi dan
hukum profesi dalam setiap tindakannya. Sehingga dalam melakukan prakteknya, seorang
bidan dapat melakukan sesuai standart yang sudah ditentukan oleh undang undang dan
pembahasan tidak bisa dilepaskan dari hukum pidana. Oleh sebab it, maka penulis melalui
makalah ini akan membahas tentang Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Bidan Yang
Melakukan Aborsi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang diatas, maka rumusan masalah dari makalah ini yaitu sebagai
berikut :
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aborsi
1. Pengertian
Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi secara prematur dari uterus, embrio
atau fetus yang belum dapat hidup diluar kandungan. Dalam dunia kedokteran, dikenal
konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar
adalah penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau
kurang dari 22 minggu. Aborsi juga diartikan mengeluarkaan atau membuang baik
embrio atau fetus secara prematur (sebelum waktunya). Istilah Aborsi disebut juga
2. Jenis-jenis Abortus
a. Abortus spontanea
hidup.
b. Abortus provokatus
Abortus Provokatus adalah abortus yang terjadi akibat tindakan atau disengaja, baik
2 yaitu:
6
1) Abortus Provocatus Kriminalis
kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat
tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi
(dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak). Jadi abortus provocatus
etik kedokteran.
dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil
tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang
parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang
dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak
tergesa-gesa.
dilakukan :
a. Umur
b. Incest (hubungan seks sedarah) seperti tindak pemerkosaan yang dilakukan oleh
d. Paritas ibu
7
h. Perspektif sosiokultural dan agama
j. Kurangnya kesadaran masyarakat akan dampak dari aborsi yang tidak aman
a. Dengan cara melakukan pijatan pada rahim agar janin terlepas dari rahim. Biasanya
akan terasasakit sekali karena pijatan yang dilakukan dipaksakan dan berbahaya bagi
b. Menggunakan berbagai ramuan dengan tujuan panas pada rahim. Ramuan tersebut
seperti nanasmuda yang dicampur dengan merica atau obat-obatan keras lainnya.
c. Menggunakan alat bantu tradisional yang tidak steril yang dapat mengakibatkan
5. Dampak Aborsi
b. Infeksi alat reproduksi yang dilakukan secara tidak steril. Akibat dari tindakan ini
menikah.
c. Risiko terjadinya ruptur uterus (robek rahim) besar dan penipisan dinding rahim
akibat kuretasi.Akibatnya dapat juga kemandulan karena rahim yang robek harus
diangkat seluruhn
tindak pidana aborsi, pada prinsipnya ditinjau dari segi hukum pidana, masalah aborsi
8
pidana hanya dapat dilihat dalam KHUHP meskipun dalam Undang-undang No 36 Tahun
maupun pelanggaran. Salah satu kejahatan yang diatur didalam KHUHP adalah masalah
aborsi kriminalis yang terdapat pada bab XIV Buku ke II KHUHP tentang kejahatan
terhadap nyawa (khususnya pasal 346-349). Adapun rumusan selengkapnya pada pasal-
Pasal 299
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya
karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara
paling lama 4 tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalani pencarian, maka
Pasal 346
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Pasal 347
wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
9
2. Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara
Pasal 348
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6
bulan.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat
ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam
Secara singkat dapat dijelskan bahwa yang dapat dihukum, menurut KHUHP dalam kasus
aborsi adalah :
a. Pelaksanaan aborsi, yaitu tenaga medis atau dukun atau orang lain dengan hukuman
maksimal 4 tahun ditambah sepertiga dan bisa juga dicabut hak untuk berpraktek.
c. Orang-orang yang terlibat secara langsung dan menjadi penyebab terjadinya aborsi itu
10
Pasal 75
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau
cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.
Pasal 76
1. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,
2. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki
5. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 77
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak
bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
11
Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain,
2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa
persetujuan ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil itu mati
diancam 15 tahun
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila
4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter,
bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya
yang diduga melibatkan bidan, perawat dan pacar korban. Kepala Satuan Reserse dan
menyebutkan empat tersangka tersebut, yakni bidan MU (44 tahun) warga Tempuran,
perawat NU (27) warga Mertoyudan. Kemudian seorang pedagang BT (53 tahun), warga
Kabupaten Magelang, meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah sakit karena
12
pendarahan. Kejadian aborsi berlangsung bulan Februari 2016 atas permintaan korban
yang diduga malu karena berstatus janda mengandung usia tiga bulan. Ketika itu, korban
jawab atas kehamilannya sekalipun telah memiliki istri dan tiga anak.
pada 27 Februari 2016. Proses aborsi tersebut bisa berlangsung awalnya, korban meminta
tolong bantuan seorang pedagang BT, agar mencarikan orang yang bisa melakukan aborsi.
Kemudian BT menemui perawat NU saat pulang di rumah orang tuanya dan menanyakan
disepakati uang untuk membayar aborsi sebesar Rp2,5 juta dan ditambah uang jasa
klinik, yang telah ditunggu bidan MU. Saat itu, korban kemudian diberikan tiga butir obat
cytotek yang dimasukkan ke dalam kemaluannya. Korban juga diberikan 10 butir obat
oleh perawat NU untuk diminum tiga kali sehari masing-masing satu butir.
Selanjutnya, pada malam harinya, korban menggirimkan SMS kepada bidan MU dan
perawat NU yang memberitahukan jika janin dalam perutnya sudah keluar, namun ari-
arinya masih tertinggal. Korban pada dini hari, kemudian mengeluarkan sendiri ari-ari
tersebut dengan menariknya. Perawat NU menyarankan korban segera menuju rumah sakit
untuk penanganan medis. Sekitar pukul 03.00 WIB, korban diantar pacarnya ke praktik
dokter H karena kondisi korban semakin melemah dan kehabisan darah, akhirnya dirujuk
13
Atas meninggalnya korban, pihak keluarga sempat curiga kemudian melaporkan
melakukan penyelidikan bahkan sempat membongkar makam korban pada 19 Juli 2016.
Otopsi dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian korban. Hasil autopsi jenazah
korban diketahui ada indikasi upaya aborsi menggunakan obat dengan dosis tertentu
Kanit PPA Polres Magelang Aiptu Isti Wulandari mengatakan tersangka dijerat
pasal 194 UU nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman hukuman penjara
paling lama 10 tahun dengan denda paling banyak Rp1 miliar. Kemudian, subsider pasal
D. Pembahasan Kasus
Pada kasus di atas dijelaskan bahwa terjadi suatu aborsi tetapi jenis aborsi illegal.
Kasus diatas berawal dari pasangan yang melakukan hubungan gelap (perselingkuhan)
yang mengakibatkan sang wanita hamil, Pria dan wanita sepakat untuk menggugurkan
imbalan Rp 2.500.000 dan ditambah biaya jasa sebesar 500.000 jadi total Rp. 3.000.000.
Semua ahli madya kesehatan wajib mengucap sumpah janji ketika lulus dari
pendidikan. Salah satu isi sumpah janji tersebut yaitu untuk melaksanakan tugas sabaik-
baiknya menurut undang-undang yang berlaku. Tetapi pada kasus ini bidan MU
melanggar sumpah tersebut. Bidan dengan sengaja dan adanya niat memberikan tiga butir
obat cytotek. Hal ini mengakibatkan perdarahan hebat pada wanita tersebut dan berakhir
dengan kematian.
Dari kasus tersebut dapat kita lihat bahwa bidan telah melakukan pelanggaran
etika, hukum dan agama, karena telah membantu kliennya dalam melakukan aborsi.
14
Seorang bidan seharusnya tidak melakukan hal tesebut, jika ada seorang klien yang
datang untuk melakukan aborsi sebaiknya kita sebagai seorang bidan memberikan
konseling mengenai bahaya yang dimbulkan oleh aborsi tersebut, selain itu juga
menjelaskan bahwa perbuatan aborsi tersebut melanggar etika, moral, hukum dan sangat
Dipandang dari segi agama perbuatan aborsi tersebut sangat dilarang dan ditentang.
Perbutan tersebut merupakan dosa besar karena dengan sengaja membuang anak yang
merupakan darah dagingnya sendiri yang telah dititipkan kepadanya oleh ALLAH, hal
tersebut sama saja tidak mensyukuri dan perbuatan yang sangat dibenci oleh ALLAH.
Kalau dilihat dari segi budaya perbuatan tersebut melanggar norma-norma yang
akan menimbulkan kerugian terhadap sipelaku aborsi baik itu bidan maupun kliennya.
Bagi bidan sendiri nama baiknya sudah tercemar dan bias saja orang tidak lagi
Dari segi hukum menurut Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
bidan MU dijerat pasal 194 dengan ancaman hukuman penjara paling lama 10 tahun
dengan denda paling banyak Rp1 miliar. Kemudian, subsider pasal 348 KUHP dengan
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pertanggungjawaban pidana terhadap bidan yang melakukan tindak pidana
aborsi, pada prinsipnya ditinjau dari segi hukum pidana, masalah aborsi (pengguguran
Pada kasus diatas dapat kita lihat bahwa bidan telah melakukan pelanggaran
etika, hukum dan agama, karena telah membantu kliennya dalam melakukan aborsi.
standar bidan yang harus memperhatikan norma, etika profesi, kode etik profesi dan
seorang bidan dapat melakukan sesuai standart yang sudah ditentukan oleh undang
B. Saran
Semua tenaga kesehatan, baik dokter, bidan harus memahami betul apa-apa yang
menjadi kewenangannya dan apa-apa pula yang bukan menjadi kewenangan dari
profesinya. Peraturan per Undang-undangan yang telah disusun sedemikian rupa dan
16
DAFTAR PUSTAKA
Masrudi Muchtar. 2016. Etika Profesi dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
Prianggoro. 2016. Bongkar Praktik Aborsi Di Magelang, Polisi Tangkap Bidan Dan Perawat.
Tribun Jateng. http://jateng.tribunnews.com/2016/10/29/bongkar-praktik-aborsi-di-
magelang-polisi-tangkap-bidan-dan-perawat-di-magelang. Tanggal 27 Maret 2017
17