Anda di halaman 1dari 11

10 Filosofi Jawa Oleh Kanjeng Sunan Kalijaga;

Baik dan Mengena, Tapi Sudah Banyak yang


Lupa

2 YEARS AGO BY JOKO SULISTYANTO

 12,471SHARES

Sunan Kalijaga via https://pbs.twimg.com

1. Urip Iku Urup-Hidup itu 'nyala', yakni bisa berguna buat sesama
manusia
Urip iku urup via http://reviensmedia.com

“Hidup itu nyala, hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain di sekitar kita,
semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik”.

Hidup itu seperti lampu atau lilin dan sejenisnya yang mampu memberi manfaat
penerangan bagi yang membutuhkan. Ada yang hidup hanya sekadar hidup, namun
tak memberi manfaat bagi sekitar. Dan juga hidup bersosial itu perlu. Kita tak bisa
hidup sendiri, semua pasti saling membutuhkan karena kita diciptakan sebagai
makhluk sosial.

2. Memayu Hayuning Bawono, Ambrasto dur Hangkoro


Memayu Hayuning Bawono, Ambrasto dur Hangkoro via http://scontent.cdninstagram.com

“Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan


kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak”.

Mengusahakan (mengupayakan) keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan


hidup di dunia. Dapat diartikan juga bahwa kita hidup di dunia ini hendaknya
senantiasa mengusahakan dan menjaga keselamatan hidup kita sendiri dan
kehidupan di sekitar kita dengan mempedulikan ciptaan Allah yang lain. Hal ini
bertujuan supaya kehidupan kita menjadi selaras dan dinamis.

3. Suro Diyo Joyo Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti


Suro Diyo Joyo Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti via http://3.bp.blogspot.com

"Segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap
bijak, lembut hati dan sabar".

Keras hati adalah tidak peduli terhadap kesusahan dan penderitaan orang lain.
Seseorang yang hatinya mengalami kondisi tersebut tidak merasakan kepedihan
dan penderitaan orang lain. Sumber keras hati adalah hawa nafsu. Hendaknya kita
mengontrol nafsu kita dengan bijak agar tidak terlanjur keras hati.

Sifat picik adalah sifat sempitnya tentang pandangan, pengetahuan, pikiran, dan
sebagainya. Maka jadilah orang yang “longgar” (terbuka). Karena orang yang
terbuka dan tidak berpikiran sempit selalu memandang bahwa dari orang yang
paling kecil pun, ia bisa belajar banyak dari mereka atau dari hal yang paling keliru
pun, ada hal positif yang bisa diambil. Apalagi sifat angkara murka yang berarti
kebingisan dan ketamakan yang jelas menjadi sifat yang tidak patut ditiru dan hanya
menjadi celaka diri sendiri.
4. Ngluruk Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake, Sekti Tanpo Aji-Aji,
Sugih Tanpo Bondo

Ngluruk Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake, Sekti Tanpo Aji-Aji, Sugih Tanpo Bondo
via http://4.bp.blogspot.com

"Berjuang tanpa perlu membawa massa; menang tanpa merendahkan atau


mempermalukan; berwibawa tanpa mengandalkan kekuatan; kaya tanpa didasari
kebendaan".

Ads by AdAsia

Play

Kita harus 'maju perang', namun kita harus berangkat sendiri, tidak diperbolehkan
membawa 'pasukan'. Berjuang tanpa membawa massa. Mengapa demikian? Karena
kita harus berperang melawan "diri sendiri'. Ungkapan Jawa, menang
tanpa ngasorake tersebut memiliki arti bahwa tujuan pencapaian kita yang kita
harapkan, kemenangan yang kita inginkan, haruslah tanpa merendahkan orang lain.
Berwibawa tanpa mengandalkan kekuatan, berarti suatu kekuasaan tercipta karena
citra dan wibawa seseorang, perkataannya, membuat orang lain sangat
menghargainya. Sehingga apa yang diucapkannya, orang lain senantiasa mau
mengikutinya. Kaya tanpa didasari kebendaan, kaya yang dimaksud sebenarnya
adalah tidak berkekurangan, artinya bukan semata-mata harta yang menjadikan
tolak ukur. Kaya yang dituju dalam hidup bukanlah pengumpulan harta benda dan
uang selama hidup.

5. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan

Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan via https://scontent.cdninstagram.com

"Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; jangan sedih manakala
kehilangan sesuatu".

Musibah tak pernah lepas dari manusia, namun jangan gampang menyerah. Sedih
dan sakit hati, apalagi berburuk sangka dengan Sang Pencipta. Semua itu ujian bagi
kita. Perlu diingat bahwa Allah tidak akan memberikan ujian yang melapaui batas
makhluk-Nya. Jika kita tidak tergesa-gesa, mau bersabar dan berpikir jernih pasti
ada jalan keluar atau solusinya. Yakinlah! Di balik kesulitan, ada kemudahan yang
begitu dekat.

6. Ojo Gumunan, Ojo Getunan, Ojo Kagetan, Ojo Aleman


Ojo Gumunan, Ojo Getunan, Ojo Kagetan, Ojo Aleman via https://pbs.twimg.com

"Jangan mudah terheran-heran, jangan mudah menyesal, jangan mudah terkejut-kejut,


jangan mudah kolokan atau manja".

ADVERTISEMENT

Jangan mudah terheran-heran adalah pelajaran untuk kita tidak mudah heboh atas
sebuah peristiwa atau kejadian yang kita lihat. Kehebohan itulah yang justru
membuat kita terlihat bodoh. Sikapi segala sesuatu dengan tenang dan anggap
semuanya adalah kewajaran yang luar biasa.

Jangan mudah menyesal adalah pelajaran untuk selalu menyadari bahwa setiap hal
yang kita putuskan selalu mempunyai resiko, dan atas resiko yang terjadi maka kita
harus selalu siap. Sesal kemudian tidak berguna. Selalu berpikir postif dan belajar
atas semua kejadian adalah hal yang lebih baik.

Jangan mudah terkejut adalah pelajaran untuk kita bersikap waspada, mawas diri,
fleksibel, dan tidak reaktif. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Oleh
karenanya, jangan pernah meremehkan sesama. Bersikaplah secara wajar dan
bijak.

Jangan mudah kolokan atau manja, hidup kita adalah tanggung jawab kita. Setiap
kewajiban kita perlu dikerjakan tanpa harus mendapat pujian dan sanjungan. Hidup
tidak selalu mudah, tidak perlu berkeluh-kesah dan merengek, karena mengeluh dan
merengek tidak akan menyelesaikan masalah kita. Hidup itu mesti diperjuangkan
dengan penuh kegigihan.
7. Ojo Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan Lan Kemareman

Ojo Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan Lan Kemareman via https://s-media-cache-


ak0.pinimg.com

"Jangan terobsesi atau terkukung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan,


kebendaan dan kepuasan duniawi".

Hidup ini bukan hanya tentang memiliki kedudukan yang tinggi yang dapat disegani
oleh sekitar, sehingga kebendaan atau kekayaan yang menjadi tolak ukur atas
tingginya martabat diri. Namun, semua itu hanya menuju ke kepuasan duniawi, dan
seakan lupa kita mempunyai jiwa dan hati nurani yang sebenarnya berat menyangga
semua itu. Nafsu yang menikmati, tapi hati yang bersih dapat ternodai.

8. Ojo Kuminter Mundak Keblinger, Ojo Cidro Mundak Ciloko


Ojo Kuminter Mundak Keblinger, Ojo Cidro Mundak Ciloko via http://assets-a1.kompasiana.com

"Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan suka berbuat curang agar
tidak celaka".

Manusia terkadang tidak bisa mengontrol diri ketika dia merasa pandai, sehingga
menghalalkan kepandaiannya untuk berbuat curang, yang sebenarnya menjadi
jurang celakanya sendiri. Teringat kata seseorang:

“Seorang guru itu bisa siapa saja. Siapa saja bisa menjadi guru; asal sesuatu darinya
bisa di gugu (dipercaya dan diikuti ucapan-ucapannya) dan aku tiru (contoh). Boleh jadi
kalian, atau di antara kalian diam-diam adalah guru-guruku dalam berbagai hal dan
bidang”.

Bisa jadi kepandaian kita berasal belajar dari apapun yang di sekitar kita yang
dianggap biasa, namun tidak kita sadari. Oleh karena itu, kita tidak bisa merasa
paling pandai hingga menjadi sombong. Seseorang yang pandai bisa dimulai belajar
dari sesuatu yang kecil dan mengarahkannya pada jalan yang baik.

9. Ojo Milik Barang kang Melok, Ojo Mangro Mundak Kendo


Ojo Milik Barang kang Melok, Ojo Mangro Mundak Kendo via http://scontent.cdninstagram.com

"Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah. Jangan berpikir mendua
agar tidak kendor niat dan kendor semangat".

Manusia rentan tergoda oleh sesuatu yang ‘wah’ di matanya, hingga lupa apa yang
menjadi tujuannya. Yang seharusnya dia berjalan lurus, namun bisa berbelok
arah. Untuk melangkah dan mengambil keputusan harus lebih berhati-hati, perlunya
pertimbangan yang matang guna mendapatkan keputusan yang baik dan benar,
sehingga bisa meminimalisir resiko kesalahan dan akhirnya tidak ada lagi
penyesalan yang berkelanjutan.

10. Ojo Adigang, Adigung, Adiguno


Ojo Adigang, Adigung, Adiguno via https://scontent.cdninstagram.com

"Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti".

Nah, untuk ini sudah pasti banyak yang mendengar kata-kata yang cukup sederhana
dan mudah dimengerti. Tidak perlu menjadi yang paling berkuasa, yang paling besar
kedudukan dan martabatnya, dan yang paling sakti atau kuat dirinya. Karena semua
itu akan menjadikan kita perpecahan dan buta akan kebhinekaan atau keberagaman
yang seharusnya menjadi warna layaknya pelangi.

Meski kamu mungkin bukan orang Jawa, memaknai filosofi tadi juga nggak ada
salahnya, kok. Toh, jika itu baik, kenapa nggak? :)

Anda mungkin juga menyukai