Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Puskesmas bumijawa mempunyai visi “menjadi puskesmas pilihan utama masyarakat


yang memberikan pelayanan terbaik, paripurna serta terjangkau dengan berlandaskan keslamatan
pasien bagi seluruh lapisan masyarakat di wilayah puskesmas bumijawa dan sekitarnya di wilayah
tegal pada tahun 2025 “ . Untuk mencapai visi tersebut dan sebagai salah satu parameternya
indicator mutu puskesmas bumijawa adalah efektifnya pelayanan pengendalian infeksi artinya
pasien yang dirawat tidak mendapatkan infeksi di puskesmas bumijawa atau sering disebut dengan
infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah masuknya mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh
atau cairan tubuh yang disertai efek samping klinik (baik lokal atau sistemik) selama pasien
dirawat di puskesmas bumijawa , tetapi pasien tidak dalam masa inkubasi ketika masuk puskesmas
bumijawa . Prinsip-prinsip penting dalam mendefinisikan infeksi nosokomial adalah :
1. Informasi yang digunakan untuk menentukan adanya infeksi dan klasifikasinya
sebaiknya merupakan kombinasi hasil pemeriksaan klinis dan hasil test laboratorium atau tes-
tes lainnya
a. Bukti klinis adanya infeksi didapat dari observasi langsung infeksi pada pasien atau dari
sumber-sumber data yang lain, seperti status pasien
b. Data pendukung diambil dari pemeriksaan diagnostik paska cabut gigi dan paska heting
luka robek
c. Infeksi pada neonatus dan anak kecil, dimana manifestasi kliniknya berbeda dengan
dewasa, diberlakukan kriteria khusus
2. Diagnosa infeksi oleh dokter , yang didapat dari observasi langsung waktu pembedahan,
pemeriksaan kontrol luka dan prosedur diagnosa lainnya, atau juga dari pemeriksaan klinis
merupakan kriteria yang dapat diterima, kecuali terdapat bukti kuat yang tidak mendukung.
3. Tidak ada bukti atau tanda-tanda tentang infeksi atau masa inkubasi ketika masuk
puskesmas bumijawa.
Infeksi nosokomial dapat terjadi karena adanya mata rantai penularan penyakit yaitu pelayanan
pengendalian infeksi dapat efektif dan berhasil jika setiap pemberi layanan atau petugas
kesehatan menyadari dan melaksanakan pedoman
B. Tujuan Pedoman
Tujuan Umum:
Menyiapkan agar Puskesmas Bumijawa Kabupaten Tegal dengan sumber daya terbatas
dapat menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat melindungi tenaga
kesehatan dan masyarakat dari penularan penyakit menular (Emerging Infectious Diseases) yang
mungkin timbul, khususnya dalam menghadapi kemungkinan pandemi influenza.

1
Tujuan Khusus:
Memberikan informasi kepada petugas kesehatan di Puskesmas Bumijawa mengenai:
1. Konsep Dasar Penyakit Infeksi
2. Fakta-Fakta Penting Beberapa Penyakit Menular
3. Kewaspadaan Isolasi (Isolation Precautions)
4. Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Puskesmas Bumijawa dan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya.
5. Petunjuk Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk Pengunjung
6. Kesiapan Menghadapi Pandemi Penyakit Menular (Emerging Infectious Diseases)
C. Ruang Lingkup Pelayanan
Pedoman ini memberi panduan bagi petugas kesehatan di Puskesmas Bumijawa dalam
melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada pelayanan pasien yang menderita
penyakit menular melalui udara (airborne). Pedoman ini dapat juga diterapkan untuk menghadapi
penyakit-penyakit infeksi lainnya (Emerging Infectious Diseases) yang mungkin akan muncul di
masa mendatang, baik yang menular melalui droplet, airborne atau kontak langsung.
D. Batasan Operasional
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan dunia, termasuk Indonesia.
Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berhasil dan komunitas (Comunity Acquired
Infection) atau berasal dari lingkungan Puskesmas yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi
nosokomial. Dengan berkembangnya sistem pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang
pelayanan perawatan pasien, sekarang perawatan tidak hanya di faskes Puskesmas saja, melainkan
juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan perawatan di rumah (home care). Tindakan
medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang dimaksudkan unutk tujuan perawatan atau
penyembuhan pasien, bila dilakukan tidak sesuai prosedur berpotensi untuk menularkan infeksi,
baik bagi pasien (yang lain) atau bahkan pada petugas itu sendiri. Karena seringkali tidak bisa
secara pasti ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosokomial (Hospital Acquired
Infection) diganti dengan istilah baru yaitu Healthcare Associated Infection (HAI’s) dengan
pengertian yang lebih luas tidak hanya di faskes Puskesmas tetapi juga di fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas
kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakan perawatan pasien. Khusus untuk infeksi
yang terjadi atau didapat di faskes Puskesmas .
Untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi khususnya infeksi di Puskesmas ,
perlu memiliki pengetahuan mengenai konsep dasar penyakit infeksi.
1. Beberapa Batasan / Definisi
a. Kolonisasi :
merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi, dimana organisme
tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, tetapi tanpa disertai adanya respon imun atau
gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh pejamu tidak dalam keadaan suseptibel. Pasien atau

2
petugas kesehatan bisa mengalami kolonisasi dengan kuman patogen tanpa menderita sakit,
tetapi dapat menularkan kuman tersebut ke orang lain.
Pasien atau petugas kesehatan tersebut dapat bertindak sebagai “Carrier”.
b. Infeksi :
merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme), dimana
terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.
c. Penyakit infeksi :
merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme) yang disertai
adanya respon imun dan gejala klinik.
d. Penyakit menular atau infeksius :
adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
e. Inflamasi (radang atau perdangan lokal) :
merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen (tidak hanya infeksi, dapat berupa
trauma, pembedahan atau luka bakar), yang ditandai dengan adanya sakit/nyeri (dolor),
panas (calor), kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.
f. “Systemic Inflammatory Response Syndrome” (SIRS) :
Sekumpulan gejala klinik atau kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh
(inflamasi) yang bersifat sistemik.
Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih dari keadaan berikut :
1) Hipertermi atau hipotermi atau suhu tubuh yang tidak stabil,
2) Takikardi (sesuai usia)
3) Takipnoe (sesuai usia)
4) Leukositosis atau leukopenia (sesuai usia) atau pada hitung jenis leukosit jumlah
sel muda (batang) lebih dari 10%. SIRS dapat disebabkan karena infeksi atau non-infeksi
seperti trauma, pembedahan, luka bakar, pankreatitis atau gangguan metabolik. SIRS yang
disebabkan infeksi disebut “Sepsis”.
g. “Healthcare-associated infections” (HAIs) :
An infection occurring in a patient during the process of care in a puskesmas or other
healthcare facility which was not present or incubating at the time of admission. This
includes infections acquired in the puskesmas but appearing after discharge, and also
occupational infections among staff of the facility.
INFEKSI TERKAIT PERAWATAN KESEHATAN (HIS):
INFEKSI TERJADI PADA PASIEN SELAMA PROSES PERAWATAN DI PUSKESMAS
PERAWATAN KESEHATAN LAINNYA TIDAK HADIR ATAU DIINKUBASI SAAT
MASUK .INI TERMASUK INFEKSI YANG DI BUTUHKAN DI PUSKESMAS NAMUN
MUNCUL SETELAH KELUAR ,DAN JUGA INFEKSI KERJA DI ANTARA STAF
FASILITAS

3
2. Rantai Penularan
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui rantai
penularan. Apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau
dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan tersebut adalah:
a. Agen infeksi (infectious agent)
adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Pada manusia, agen infeksi dapat
berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang
mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis, atau
“load”).
b. Reservoir
Tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan
kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan,
tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada orang sehat, permukaan kulit, selaput
lendir saluran napas atas, usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar (portal of exit)
adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir.
Pintu keluar meliputi saluran pernapasan, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan
membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
d. Transmisi (cara penularan) :
Adalah mekanisme bagaimana transpor agen infeksi dari reservoar ke penderita (yang
suseptibel).
Ada beberapa cara penularan yaitu :
1. Kontak : langsung dan tidak langsung
2. Droplet
3. Airborne
4. Melalui vetikulum (makanan, air/ minuman, darah).
5. Vektor (seranga, binatang, pengerat)
e. Pintu masuk (portal of entry) :
Adalah tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa
melalui saluran pernapasan, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta
kulit yang tidak utuh (luka).
f. Pejamu (host) yang suseptibel :
Adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi
serta mencegah terjadinya infeksi atau penyakit. Faktor yang khusus dapat mempengaruhi
adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau
pembedahan, pengobatan dengan imunosupresan. Faktor lain yang mungkin berpengaruh
adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan
herediter.

4
Gambar 1. Skema Rantai Penularan Infeksi

3. Faktor Risiko “Healthcare – Associated Infections” (HAI’s)


a. Umur : Neonatus dan lansia lebih rentan.
b. Status Imun yang rendah/ terganggu (imuno-kompromais) :
Pasien dengan penyakit kronis.
c. Interupsi barier anatomis:
 Kateter Urine : meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih (ISK)
 Prosedur Operasi : dapat menyebabkan Infeksi Daerah Operasi (IDO) atau
Surgical Site Infection (SSI)
 Kanula vena dan arteri : menimbulkan infeksi luka infus (ILI), “Blood Stream
Infection” (BSI).
 Luka bakar dan trauma.
d. Implantasi benda asing :
 “indwelling catheter”/PEMASANGAN CATHETER
 “surgical suture material”/BAHAN JAHIT BEDAH
e. Perubahan mikroflora normal : pemakaian antibiotika yang tidak bijaksana
menyebabkan timbulnya kuman yang resisten terhadap berbagai antimikroba.

4. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas pejamu, agen infeksi
(patogenitas, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi faktor risiko pada pejamu
dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs),
baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.
5. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :
a. Peningkatan daya tahan pejamu.
Daya tahan pejamu dapat meningkat dengan

5
pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif
(imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan
meningkatkan daya tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi.
Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh
metode fisik adalah pemanasan (Pasteurisasi atau Sterilisasi) dan memasak makanan
seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.
c. Memutus rantai penularan :
Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi,
tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur
yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation
Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua pilar/tingkatan yaitu “Standard
Precautions” (Kewaspadaan standar) dan “Transmissionbased Precautions” (Kewaspadaan
berdasarkan cara penularan). Prinsip dan komponen apa saja dari kewaspadaan standar akan
dibahas pada bab berikutnya.
d. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis” / PEP) terhadap
petugas kesehatan
Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan
cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan
lainnya. Penyakit yang perlu mendapat perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C dan HIV. Untuk
lebih jelasnya akan dibahas pada bab selanjutnya.
E. Landasan Hukum
1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran RI tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
4431).
2. Undang – undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran negara RI
tahun 2009 Nomor 144, tambahan negara RI nomor 5072).
3. Undang-undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara RI
tahun 2009 Nomor 153, Tambahan lembaran Negara RI Nomor 5064)
4. Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 1045/ MenKes/ Per/XI/ 2006 Tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit di lingkungan Departemen Kesehatan.
5. Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 1144/ menKes/ Per/ VIII/ 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
6. Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor 1333/ MenKes/ SK/XII/ 1999 tentang Standar
Pelayanan RS.
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/ Menkes/ SK/ III/ 2004 Tentang Standar
Pelayanan minmal RS
8. Keputusan Mentri Kesehatan RI nomor 129/ MenKes/ SK/ II/ 2008
9. Surat edaran Direktur Jendral Bina Pelayanan Medik Nomor HK.03.01/III/3744/08
tentang Pembentukan Komite dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit.

6
10. Kepmenkes RI Nomor : 270/ MENKES/ III/ 2007 tentang Pedoman Manajerial
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan lainnya.
11. Kepmenkes RI Nomor : 382/ MENKES/ SK/ III/2007 tentang Pedoman PPI di RS dan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.
12. KepMenKes Nomor : 1204/ MenKes/ SK/ X/ 2004 tentang Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit.
13. Permenkes Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman PPI di Fasyankes

BAB II
STANDAR KETENAGAAN

Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPPI) Puskesmas Bumijawa merupakan unit
non struktural yang mengkoordinasikan penerapan sistem pencegahan dan pengendalian infeksi di
Puskemas Bumijawa untuk melindungi pasien, keluarga/ pengunjung dan petugas dari infeksi
PUSKESMAS dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Puskemas dan keselamatan pasien
(patient safety).
Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Puskesmas merupakan pedoman
bagi Panitisa PPI dalam pelaksanaan program PPI dengan menggerakkan segala sumber daya yang ada

7
di Puskesmas secara efektif dan efisien agar pelaksanaan PPI dapat diterapkan secara optimal, sehingga
angka kejadian infeksi di Puskesmas dapat menurun secara bermakna.
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Panitia PPI dalam melaksanakan tugasnya bekerjasama dan berkoordinasi dengan satuan kerja
lain. Kualifikasi Sumber Daya Panitia PPI terdiri dari :
N NAMA KUALIFIKASI
FORMAL SERTIFIKAT PENGALAMAN KERJA
O JABATAN
1 Ketua Panitia Dokter UMUM Pelatihan PPI  Pengalaman kerja 2 tahun
 Mempunyai minat dalam
Dasar
PPI
2 IPCO Dokter Umum Pelatihan PPI  Pengalaman kerja 2
Dasar tahun
 Mempunyai minat
dalam PPI
 Memiliki kemampuan
dalam Leadership
3 IPCN Pendidikan S1  Pelatihan  Memiliki komitmen di
Keperawatan PPI Dasar bidang pencegahan dan
 Pelatihan pengendalian infeksi.
IPCN  Memiliki pengalaman
kerja sebagai kepalaruang
atau setara.
 Memiliki kemampuan
Leadership, Inovatif dan
Confident
 Bekerja full time purna
waktu.
4 IPCLN Pendidikan Diklat Pelatihan  Memiliki komitmen di
minimal D3 PPI Dasar bidang pencegahan dan
pengendalian infeksi.
 Memiliki kemampuan
Leadership

a. Ketua PPI / IPCO


(Infection Prevention and Control Officer)

IPCN
(Infection Prevention and Control Nurse)
b. IPCLN : Semua penanggung jawab di
ruang/ bangsal keperawatan.
(Infection Prevention and Control Link Nurse)
 UGD
 RAWAT INAP
 RAWAT JALAN

8
 PONED
 Linen Laundry
 Sanitasi, Limbah dan Ke Ling
 Cleaning service
 Gizi
 Laboratorium
 Farmasi
B. Distribusi Ketenagaan
Panitia pencegahan dan pengendalian infeksi Puskesmas Bumijawa Kabupaten Tegal distribusinya
meliputi :
 Ketua Panitia PPI di ruang PPPI
 IPCO di ruang PPPI
 IPCN full time di ruang PPPI
 IPCLN dan anggota Tim PPPI lainnya di ruangan masing – masing sebagai Supervisor.
C. Pengaturan Jaga
Ketua PPPI, IPCO dan IPCN setiap hari dinas pagi, sedangkan IPCLN selain dinas pagi secara
bergilir dengan diatur jadwal supervisor manager juga bertugas supervisi sore dan malam hari.

BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang
Dalam pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi di Puskesmas diperlukan tata kelola
bangunan Puskesmas yang mampu memenuhi harapan masyarakat : keselamatan, kesehatan,
kenyamanan dan kemudahan. Karena Puskesmas penuh dengan berbagai sumber penyakit dan
sumber infeksi diperlukan zonasi tingkat risiko terjadinya penularan penyakit yang terdiri dari :
1. Zona Resiko Rendah
Zona dengan resiko rendah meliputi : ruang administrasi, ruang pertemuan, gudang.
2. Zona Resiko Sedang
Zona dengan resiko sedang meliputi ruangan : Ruanjg pendaftaran, Rawat Inap bukan penyakit
menular, Rawat jalan, Linen Laundry, Instalasi Gizi/dapur, Koridor/ Lorong Puskesmas .
Persyaratan bangunan pada zona resiko sedang sama dengan zona resiko rendah.
3. Zona Resiko Tinggi
Zona dengan resiko Tinggi meliputi ruangan : IGD Perawatan , PONED/ Ruang Perawatan
Bersalin, Kamar Bayi, Bangsal Perawatan Anak, Farmasi, Laboratorium, Ruang USG, Kamar
jenazah.
4. Zona Resiko Sangat Tinggi

9
Zona dengan Resiko sangat Tinggi meliputi ruangan : Ruang operasi/IGD bad tindakan
,KIA,KB, Poliklinik Gigi, Ruang tindakan Bersalin/PONED.
Dalam tata kelola bangunan rumah sakit yang terkait PPI yang harus diperhatikan
1. Pra Desain
Diperlukan informasi tentang fungsi ruang, standar PPI, standar Operasional, persyaratan
lingkungan.
2. Desain / Perencanaan
Adanya pemenuhan standar PPI yang meliputi sirkulasi, zonasi, tata udara dan ventilasi,
sanitasi serta prasarana pendukung.
3. Konstruksi
Adanya pengendalian konstruksi meliputi dampak lingkungan (getaran, kebisingan, debu,
sampah , sanitasi, keamanan dan keselamatan).
4. Operasional, maintenance dan renovasi : perlu pengendalian operasional, pengendalian
program maintenance dan pengendalian renovasi ruangan/ bangunan fisik puskesmas .
Denah ruang area ruang lingkup sasaran dan fasilitas pencegahan dan pengendalian infeksi di
puskesmas bumijawa meliputi seluruh ruangan mulai dari depan puskesmas (parkiran) sampai
dengan ruangan belakang Laundry.
B. Standar Fasilitas
Puskesmas bumijawa dalam menerapkan pelayanan PPI untuk mengurangi resiko infeksi
yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan pada pasien dan petugas diperlukan perencanaan
fasilitas serta pengadaannya di bagian unit pelayanan yang terkait dengan pelayanan PPI meliputi :
1. Unit sterilisasi : diperlukan peralatan dan bahan dalam proses pembersihan dan
sterilisasi serta pengelolaan linen.
2. Unit Sanitasi, Limbah dan Kesehatan lingkungan : diperlukan sarana dan peralatan
dalam penanganan limbah di puskesmas .
3. Unit Pemeliharaan Bangunan dan Sarana Fisik puskesmas : diperlukan peralatan dalam
upaya pemeliharaan peralatan dan sarana di puskesmas.
4. Prosedur perawatan pelayanan pasien dan keselamatan pasien/ pengunjung dan petugas
puskesmas terdiri dari :
a. Prosedur isolasi : puskesmas menyediakan alat pelindung kewaspadaan (barrier
precaution) dan prosedur isolasi yang melindungi pasien, pengunjung dan staff dari penyakit
menular dan melindungi pasien imunosupresi dari infeksi.
b. Penyediaan alat pelindung diri sesuai dengan kewaspadaan standar.
c. Penyediaan fasilitas kebersihan tangan di lingkungan puskesmas yang meliputi :
1) Fasilitas cuci tangan berupa wastafel, fasilitas sumber air mengalir disediakan di
setiap unit pelayanan, termasuk untuk keperluan kebersihan tangan keluarga pasien
pengunjung.
2) Penyediaan larutan antiseptik untuk cuci tangan/ alternatif cuci tangan.
Standar fasilitas Panitia pencegahan dan pengendalian infeksi di puskesmas bumijawa kabupaten
tegal meliputi :
1. Keperawatan
Fasilitas PPI di Pelayanan Keperawatan meliputi :
a. Hand Hygiene : Sabun antiseptik, Cairan handrub dan handuk satu kali pakai
b. APD (Alat Pelindung Diri) : Tutup kepala dari kain, masker bedah, baju pelindung
apron, baju kerja, skort, hand scun, sepatu boot/sandal tertutup.

10
c. Antiseptik dan Desinfektan : DTR (desinfeksi Tingkat Rendah) untuk alat kesehatan non
kritikal di menggunakan Melliseptol.
2. Linen Laundry
Fasilitas PPI di Pelayanan Linen Laundry meliputi :
a. Ruang penerimaan linen kotor
b. Ruang pemisahan linen kotor
c. Ruang pencucian dan pengeringan linen
d. Ruang penyetrikaan linen bersih dan penyimpanan linen bersih
e. Ruang distribusi linen bersih ke ruangan

3. Stelilisasi
Fasilitas PPI di Pelayanan stirilisasi meliputi : DTT (Desinfeksi Tingkat Tinggi) dan sterilisator
4. Sanitasi Limbah dan kesehatan lingkungan
5. Pemeliharaan
6. Cleaning Service

11
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Kewaspadaan Isolasi (Isolation Precations)


Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di puskesmas sebgai upaya untuk memutus
siklus rantai penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan
masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan. Sedangkan petugas kesehatan termasuk
petugas pendukung seperti petugas laboratorium, rumah tangga,stirilisasi , petugas sanitasi dan
lainnya juga terpajan pada risiko besar terhadap infeksi. Petugas kesehatan harus memahami,
mematuhi dan menerapkan kewaspadaan Isolasi yaitu kewaspadaan Standar, Kewaspadaan
berdasarkan Transmisi agar tidak terinfeksi.
Dua Lapis Kewaspadaan Isolasi :
a. Kewaspadaan Standar
Diciptakan untuk mencegah transmisi silang sebelum diagnosis ditegakkan atau hasil
pemeriksaan laboratorium belum ada. Strategi utama untuk PPI, menyatukan Universal
Precautions dan Body Substance Isolation adalah kewaspadaan dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi Rutin dan harus diterapkan terhadap Semua Pasien.
b. Kewaspadaan berdasarkan transmisi
Sebagai tambahan Kewaspadaan Standar, terutama setelah terdiagnosis jenis infeksinya.
KEWASPADAAN STANDAR
A. Kewaspadaan Standar untuk pelayanan semua pasien.
1. Kebersihan tangan/Hand hygiene.
2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, google ( kaca mata
pelindung), face shield (pelindung wajah), gaun.
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pemprosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan pasien
8. Hygiene respirasi/Etika batuk

12
9. Praktek menyuntik yang aman
B. KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI
Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab infeksi dibuat untuk
diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan terinfeksi atau terkolonisasi patogen
yang dapat ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau permukaan
terkontaminasi. Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi :

1. Kontak.
2. Melalui droplet
3. Melalui udara (Airborne)
4. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)
5. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
Catatan : Suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara :
a. Kewaspadaan transmisi Kontak
Cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan HAIs. Ditujukan untuk
menurunkan risiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi ditransmisikan melalui
kontak langsung atau tidak langsung. Kontak langsung meliputi kontak permukaan kulit
terluka/abrasi orang yang rentan/petugas dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi.
Misal perawat membalikkan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak,
dokter bedah dengan luka basah saat mengganti verband, petugas tanpa sarung tangan
merawat oral pasien HSV atau scabies.
Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang rentan dengan
benda yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan, instrumen yang
terkontaminasi, jarum, kasa, tangan terkontaminasi dan belum dicuci atau sarung tangan
yang tidak diganti saat menolong pasien satu dengan yang lainnya, dan melalui mainan
anak. Kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan
petugas atau benda mati di lingkungan pasien.
Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata, hidung, mulut saat masih
memakai sarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa sarung tangan.
Hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan
perawatan pasien misal: pegangan pintu, tombol lampu, telepon.
b. Kewaspadaan transmisi droplet
Diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien dengan infeksi
diketahui atau suspek mengidap mikroba yang dapat ditransmisikan melalui droplet ( >
5μm).
Transmisi droplet langsung, dimana droplet mencapai mucus membrane atau terinhalasi.
Transmisi droplet ke kontak, yaitu droplet mengkontaminasi permukaan tangan dan
ditransmisikan ke sisi lain misal: mukosa membrane. Transmisi jenis ini lebih sering
terjadi daripada transmisi droplet langsung, misal: commoncold, respiratory syncitial

13
virus (RSV). Dapat terjadi saat pasien terinfeksi batuk, bersin, bicara, intubasi
endotrakheal, batuk akibat induksi fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.
c. Kewaspadaan transmisi melalui udara ( Airborne Precautions )
Kewaspadaan transmisi melalui udara diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan
Standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi mikroba yang secara
epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui jalur udara. Seperti misalnya transmisi
partikel terinhalasi (varicella zoster) langsung melalui udara.
Peraturan untuk Kewaspadaan Isolasi
Harus dihindarkan transfer mikroba patogen antar pasien dan petugas saat perawatan pasien
rawat inap. Perlu dijalankan hal berikut :
1. Kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari seluruh pasien
unutk meminimalisir risiko transmisi infeksi.
2. Dekontaminasi tangan sebelum kontak diantara pasien.
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh).
4. Gunakan tehnik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari menyentuh
bahan infeksius.
5. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan cairan tubuh
serta barang yang terkontaminasi. Disinfeksi tangan segera setelah melepas sarung tangan,
Ganti sarung tangan antara pasien.
6. Penanganan limbah feses, urin dan sekresi pasien yang lain dalam lubang pembuangan
yang disediakan,bersihkan dan desinfeksi bedpan/pispot, urinal dan container pasien yang
lain.
7. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur.
8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien telah dibersihkan dan
didisinfeksi dengan benar antar pasien.
Kebersihan Tangan / Cuci Tangan (Hand Hygiene)
Tujuan kebersihan tangan adalah untuk menghilangkan semua kotoran dan debris serta
menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit tangan. Mikroorganisme di tangan ini
diperoleh dari kontak dengan pasien dan lingkungan.
1. Definisi
a. Mencuci tangan :
Proses yang secara mekanik melepasan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan
menggunakan sabun biasa dan air.
b. Flora Transien dan Flora residen pada kulit :
Istilah ini menggambarkan dimana bakteri dan mikroorganisme berada dalam lapisan
kulit. Flora transien diperoleh melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lain
atau permukaan yang terkontaminasi (misalnya meja periksa, lantai atau toilet) selama
bekerja. Organisme ini tinggal dilapisan luar kulit dan terangkat sebagian dengan
mencuci tangan menggunakan sabun biasa dan air. Flora residen tinggal dilapisan kulit
yang lebih dalam serta didalam folikel rambut, dan tidak dapat dihilangkan sepenuhnya,
bahkan dengan pencucian dan pembilasan kertas dengan sabun dan air bersih.
Untungnya, pada sebagian besar kasus, flora residen kemungkinan kecil terkait dengan

14
penyakit infeksi yang menular melalui udara, seperti flu burung. Tangan atau kuku dari
sejumlah petugas kesehatan dapat terkolonisasi pada lapisan dalam oleh organisme yang
menyebabkan infeksi seperti S.aureus, batang Gram negatif si ragi.
c. Air bersih :
Air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring sehingga aman untuk
diminum, serta untuk pemakaian lainnya (misalnya mencuci tangan dan membersihkan
instrument medis) karena memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan. Pada
keadaan minimal, air bersih harus bebas dari mikroorganisme dan memiliki turbiditas
rendah (jernih, tidak berkabut).
d. Sabun :
Produk-produk pembersih (batang, cair, lembar, bubuk) yang menurunkan tegangan
permukaan sehingga membantu melepaskan kotoran, debris dan mikroorganisme yang
menempel sementara pada tangan. Sabun biasa memerlukan gosokan untuk melepas
mikroorganisme secara mekanik, sementara sabun antiseptik (antimikroba) selain
melepas juga membunuh atau menghambat pertumbuhan dari hampir sebagian besar
mikroorganisme.
e. Agen antiseptik atau antimikroba
Bahan kimia yang diaplikasikan di atas kulit atau jaringan hidup lain untuk menghambat
atau membunuh mikroorganisme (baik yang sementara atau yang merupakan penghuni
tetap), sehingga mengurangi jumlah hitung bakteri total.
Contohnya adalah :
1) Alkohol 60-90% (etil dan isopropil atau metil alkohol)
2) Klorheksidin glukonat 2-4% (Hibiclens, Hibiscrub, Hibitane)
3) Klorheksidin glukonat dan cetrimide, dalam berbagai konsentrasi (Savlon)
4) Yodium 3%. Yodium dan produk alkohol berisi yodium atau lincture (yodium
linktur)
5) Lodofor 7,5-10% , berbagai konsentrasi (Betadine atau Wescodyne)
6) Kloroksilenol 0,5-4% (para kloro metaksilenol atau PCMX) berbagai konsentrasi
(Dettol)
7) Triklosan 0,2-2%
f. Emollient
Cairan organik, seperti gliserol, propilen glikol, atau sorbitol yang ketika ditambahkan
pada handrub dan losion tangan akan melunakan kulit dan membantu mencegah
kerusakan kulit (keretakan, kekeringan, iritasi, dan dermatitis) akibat pencucian tangan
dengan sabun yang sering (dengan atau tanpa antiseptik) dan air.
g. Handscrub antiseptik berbasis alkohol tanpa air
Antiseptik handrub yang bereaksi cepat menghilangkan sementara atau mengurangi
mikroorganisme penghuni tetap tanpa melindungi kulit tanpa menggunakan air.
Sebagian besar antiseptik ini mengandung alkohol 60-90%, suatu emolient dan

15
seringkali antiseptik tambahan (misalnya khlorheksidin glukonat 2-4%) yang memiliki
aksi residual (Larson et al. 2001).
Mencuci tangan dengan baik merupakan unsur satu-satunya yang paling penting dan
efektif untuk mencegah penularan infeksi. Idealnya, air mengalir dan sabun yang
digosok-gosokkan harus digunakan selama 40 sampai 60 detik. Penting sekali untuk
mengeringkan tangan setelah mencucinya.
Pemakaian sabun dan air tetap penting ketika tangan terlihat kotor. Untuk kebersihan
tangan rutin ketika tidak terlihat kotoran atau debris, alternatif seperti handrub berbasis
alkohol 70% yang tidak mahal, mudah didapat, mudah dijangkau dan sudah semakin
diterima terutama ditempat dimana akses wastafel dan air bersih berbatas.
5 Saat Mencuci Tangan :
a. Sebelum kontak dengan pasien
b. Sebelum melakukan tindakan / prosedur terhadap pasien
c. Setelah tindakan / prosedur atau beresiko terpapar cairan tubuh pasien
d. Setelah kontak dengan pasien
e. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien
Teknik Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air Mengalir harus dilakukan seperti di
bawah ini :
a. Buka kran dan basahi tangan dengan air
b. Tuangkan sabun cair secukupnya
c. Gosok kedua telapak tangan hingga merata
d. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya
e. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
f. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci dan saling digosokkan
g. Gosok ibu jari kiri berputar kearah bawah dalam genggaman tangan kanan dan
sebaliknya
h. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri
dan sebaliknya
i. Bilas tangan dengan air bersih
j. Keringkan tangan dengan menggunakan handuk kertas
k. Gunakan handuk kertas tersebut untuk memutar kran sewaktu mematikan air
l. Setiap gerakan dilakukan sebanyak 7 (tujuh) kali. Lamanya seluruh prosedur
sebaiknya selama 40-60 detik.
Karena mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak pada keadaan lembab dan air
yang tidak mengalir, maka :
a. Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang

16
b. Jangan menambahkan sabun cair kedalam tempatnya bila masih ada isinya,
penambahan ini dapat menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang
dimasukkan
c. Jangan menggunakan baskom yang berisi air. Meskipun memakai tambahan
antiseptik (seperti Dettol atau Savlon), mikroorganisme dapat bertahan dan
berkembang biak dalam larutan ini (Rutala 1996)
d. Jika air mengalir tidak tersedia, gunakan wadah air dengan kran atau gunakan
ember dan gayung, tampung air yang telah digunakan dalam sebuah ember dan
buanglah di toilet
Jika tidak ada handuk kertas, keringkan tangan dengan handuk yang bersih sekali
pakai atau keringkan dengan udara. Handuk yang digunakan bersama dapat dengan
cepat terkontaminasi dan tidak boleh. Untuk mendorong agar mencuci tangan diterapkan
dengan baik, kepala instalasi harus melakukan segala cara untuk menyediakan sabun dan
pasokan bersih terus menerus baik dari keran atau ember dan handuk sekali pakai atau
handuk kertas.
h. Handrub Antiseptik (Handrub Berbasis Alkohol)
Penggunaan handrub antiseptik untuk tangan yang bersih lebih efektif
membunuh flora residen dan flora transien daripada mencuci tangan dengan sabun
antiseptik atau dengan sabun biasa dan air. Antiseptik ini cepat dan mudah digunakan
serta menghasilkan penurunan jumlah flora tangan awal yang lebih besar (Girou et
al.2002). Handrub antiseptik juga berisi emolien seperti gliserin, glisol propelin, atau
serbitol yang melindungi dan melembutkan kulit.
Teknik Mencuci Tangan dengan Handscrub Antiseptik harus dilakukan seperti di
bawah ini :
a. Tuangkan segenggam penuh bahan antiseptik berbasis alkohol ke dalam tangan
b. Gosok kedua telapak tangan hingga merata
c. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya
d. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
e. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci dan saling digosokkan
f. Gosok ibu jari kiri berputar kearah bawah dalam genggaman tangan kanan dan
sebaliknya
g. Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri
dan sebaliknya
h. Biarkan tangan mengering
Setiap gerakan dilakukan sebanyak 4 (empat) kali. Lamanya seluruh prosedur
sebaiknya selama 20-30 detik.

17
Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika
tangan sangat kotor atau terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh, harus mencuci
tangan dengan sabun dan air terlebih dahulu. Selain itu, untuk mengurangi
”penumpukan” emolien pada tangan setelah pemakaian handrub antiseptik berulang,
tetap diperlukan mencuci tangan dengan sabun dan air setiap kali setelah 5 kali
aplikasi handrub. Terakhir, handrub yang hanya berisi alkohol sebagai bahan aktifnya,
memiliki efek residual yang terbatas dibandingkan dengan handrub yang berisi
campuran alkohol dan antiseptik seperti khlorheksidin.

Larutan Alkohol untuk Membersihkan Tangan

Handrub antiseptik yang tidak mengiritasi dapat dibuat dengan menambahkan


gliserin, glikol propilen atau sorbitol ke dalam alkohol (2 mL dlm 100 mL etil
atau isopropil alkohol 60-90%)

2. Upaya Meningkatkan Kebersihan Tangan


Masalah yang selalu timbul adalah bagaiman membuat petugas kesehatan patuh pada praktek
mencuci tangan yang telah direkomendasikan. Meskipun sulit untuk merubah kebiasaan
mengenai hal ini, ada beberapa cara yang dapat meningkatkan keberhasilan, seperti :
1. Menyebar luaskan panduan terbaru mengenai praktek menjaga kebersihan
tangan dimana tercantum bukti mengenai efektifitasnya dalam mencegah penyakit dan
perlunya petugas kesehatan untuk mengikuti panduan tersebut
2. Melibatkan pimpinan/pengelola rumah sakit dalam diseminasi dan penerapan
pedoman kebersihan tangan
3. Menggunakan teknik pendidikan yang efektif, termasuk role model (khususnya
supervisor), mentoring, monitoring, dan umpan balik positif
4. Menggunakan pendekatan kinerja yang ditargetkan ke semua petugas kesehatan,
bukan hanya dokter dan perawat, untuk meningkatkan kepatuhan
5. Mempertimbangkan kenyamanan petugas dan pilihan yang efektif untuk
menjaga kebersihan tangan sehingga membuat petugas lebih mudah mematuhinya.
Selain itu, salah satu cara mudah untuk meningkatkan kepatuhan adalah dengan
menyediakan botol kecil handrub antiseptik untuk setiap petugas. Pengembangan produk di
mulai dari observasi bahwa teknik pencucian tangan yang tidak layak serta rendahnya
kepatuhan akan menjadikan tidak efektifnya rekomendasi untuk menjaga kebersihan tangan.
Pemakaian handrub antiseptik yang murah dengan pembuatannya yang mudah dapat
meminimalisasi banyak faktor yang menghambat penerapan panduan yang telah
direkomendasikan. Sebagai tambahan, handrub lebih efektip dibanding mencuci tangan

18
dengan sabun biasa atau sabun antiseptik karena dapat disediakan diberbagai tempat sesuai
jumlah yang dibutuhkan, tidak memerlukan sumber air, waktu lebih singkat dan kurang
menimbulkan iritasi kulit ( tidak kering, pecah-pecah atau merekah ).
Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Menjaga Kebersihan Tangan
1. Jari Tangan
Penelitihan membuktikan bahwa daerah di bawah kuku ( ruang subungual ) mengandung
jumlah mikroba tertinggi ( McGinley, Larson dan Leydon 1988 ). Beberapa penelitian
baru-baru ini telah memperlihatkan kuku yang panjang dapat berperan sebagai resevoar
untuk bakteri Gram negatif ( P. aeruginosa ), jamur dan patogen lain ( Hedderwick et al.
2000 ). Kuku panjang, baik yang alami maupun buatan, lebih mudah melubangi sarung
tangan ( Olsen et al. 1993 ). Oleh karena itu, kuku harus dijaga tetap pendek, tidak lebih
dari 3 mm melebihi ujung jari.
2. Kuku Buatan
Kuku buatan ( pembungkus kuku, ujung kuku, pemanjang akrilik ) yang dipakai oleh
petugas kesehatan dapat berperan dalm infeksi nosokomial (Hedderwick et al. 2000 ).
Selain itu, telah terbukti bahwa kuku buatan dapat berperan sebagai reservoar untuk
bakteri Gram negatif, pemakaiannya oleh petugas kesehatan harus dilarang.
3. Cat kuku
Penggunaan cat kuku saat bertugas tidak diperkenankan.
4. Perhiasan
Penggunaan perhiasan saat bertugas tidak diperkenankan

PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI


A. Apa yang dimaksud dengan Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai dengan bahaya
dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan petugas itu sendiri dan orang lain disekitarnya. Alat
pelindung diri mencakup sarung tangan, alat pelindung mata (pelindung wajah, dan kaca mata),
topi, gaun, apron dan pelindung lainnya. Sebaiknya bahan kain yang digunakan berwarna putih
atau terang agar kotoran dan kontaminasi dapat terlihat dengan mudah. Topi atau masker yang
terbuat dari kertas tidak boleh digunakan ulang karena tidak ada cara untuk membersihkannya
dengan baik. Jika tidak dapat dicuci, jangan digunakan lagi !
B. Jenis-Jenis Alat Pelindung Diri
1. Sarung Tangan
Berfungsi melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan
melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan. Sarung
tangan merupakan penghalang (barrier) fisik paling penting untuk mencegah penyebaran

19
infeksi. Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya,
untuk menghindari kontaminasi silang.
a. Kapan Pemakaian Sarung Tangan Diperlukan
Tergantung keadaan, sarung tangan periksa atau serbaguna bersih harus digunakan
oleh semua petugas ketika :
1) Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain, membran
mukosa atau kulit yang terlepas
2) Melakukan prosedur medis yang besifat invasif misalnya memasang infus
3) Menangani bahan-bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau menyentuh
permukaan yang tercemar
4) Menerapkan Kewaspadaan Berdasarkan Penularan melalui kontak (yang
diperlukan pada kasus penyakit menular melalui kontak yang telah di ketahui atau
dicurigai), yang mengharuskan petugas menggunakan sarung tangan bersih, tidak steril
ketika memasuki ruang pasien. Petugas kesehatan harus melepas sarung tangan tersebut
sebelum meninggalkan ruangan pasien dan mencuci tangan dengan air dan sabun atau
dengan handscrub berbasis alkohol.

Apakah kontak dengan darah atau cairan tubuh? Tanpa Sarung Tangan
Tidak

Ya
Sarung tangan rumah tangga atau sarung tangan bersih
Apakah kontak dengan pasien?
Tidak

Ya

Apakah kontak dengan jaringan di bawah kulit?


Sarung tangan bersih atau Sarung tangan DTT
Tidak

Ya
Sarung tangan steril Atau
Sarung tangan DTT

Bagan alur pemilihan jenis sarung tangan

Hal Yang Harus Diperhatikan Pada Pemakaian Sarung Tangan


1) Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung
tangan bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat mengganggu
ketrampilan dan mudah robek
2) Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan risiko sarung tangan robek

20
3) Tarik sarung tangan ke atas manset gaun (jika Anda memakainya) untuk
melindungi pergelangan tangan
4) Gunakan pelembab yang larut dalam air (tidak mengandung lemak) untuk
mencegah kulit tangan kering/berkerut.
5) Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak, karena akan merusak sarung
tangan bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks
6) Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengndung parfum karena dapat
menyebabkan iritasi pada kulit
7) Jangan menyimpan sarung tangan ditempat dengan suhu yang terlalu panas atau
terlalu dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, di dekat pemanas, AC, cahaya
ultra violet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena dapat merusak bahan sarung
tangan sehingga mengurangi efektifitasnya sebagai pelindung
b. Reaksi Alergi Terhadap Sarung Tangan
Reaksi alergi terhadap sarung tangan lateks semakin banyak dilaporkan oleh berbagai
petugas di fasilitas kesehatan, ternasuk bagian rumah tangga, petugas laboratorium dan
dokter gigi. Jika memungkinkan, sarung tangan bebas lateks ( nitril ) atau sarung tangan
lateks rendah alergen harus digunakan, jika dicurigai terjadi alergi ( reaksi alergi terhadap
nitril juga terjadi, tetapi lebih jarang ). Selain itu, pemakaian sarung tangan bebas bedak
juga direkomendasikan. Sarung tangan dengan bedak banyak menyebabkan reaksi lebih
banyak, karena bedak pada sarung tangan membawa partikel lateks ke udara. Jika hal ini
tidak memungkinkan, pemakaian sarung tangan kain atau vinil di bawah sarung tangan
lateks dapat membantu mencegah sersitisasi kulit. Pada sebagian besar orang yang sensitif,
gejala yang muncul adalah warna merah pada kulit, hidung berair dab gatal-gatal pada mata,
mungkin berulang atau semakin parah misalnya menyebabkan gangguan pernafasan seperti
asma. Reaksi alergi terhadap lateks dapat muncul dalam waktu 1 bulan pemakaian. Tetapi
pada umumnya reaksi baru terjadi setelah pemakaian yang lebih lama, sekitar 3-5 tahun,
bahkan sampai 15 tahun ( Baumann 1992 ), meskipun pada orang yang rentan. Belum ada
terapi atau desensitisasi untuk mengatasi alergi lateks, satu-satunya pilihan adalah
menghindari kontak.
2. Masker
Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas
bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh
lainnya memasuki hidung atau mulut petugas.
3. Alat Pelindung Mata
Pelindung mata melindung petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara
melindungi mata. Pelindung mata mencakup kaca mata (goggles) plastik bening, kaca mata
pengaman, pelindung wajah, dan visor. Kaca mata koreksi atau kaca mata dengan lensa polos

21
juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan pelindung pada bagian sisi mata. Petugas
kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika
melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja kearah
wajah. Bila tidak tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kaca mata
pelindung atau kaca mata biasa serta masker.
4. Topi
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut
tidak masuk kedalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup besar untuk menutup semua
rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan
utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau
menyemprot.
5. Gaun Pelindung
Gaun digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain, pada saat
merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui
droplet/airborne. Pemakain gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi baju baju dan
kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau
dicurigai penderita penyakit menular tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun
pelindung setiap memasuki ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik
atau tersemprot darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi. Pangkal sarung tangan harus
menutupi ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien.
setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian yang
potensial tercemar, lalu cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya organisme.
6. Apron
Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk sepanjang
bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan apron di bawah
gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien, atau
melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini
penting jika gaun pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien
mengenai baju dan kulit petugas keamanan.
7. Pelindung Kaki
Pelindun kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat
yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu, sandal, sandal jepit atau
sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu
kulit tertutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas
kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu
bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia dikamar bedah.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat meningkatkan

22
kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan sering kali digunakan
sampai di luar ruang operasi. Kemudian di lepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran
’(Summer et al. 1992).
C. Pemakaian APD
1. Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan pada pemakaian APD
a) Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan
b) Gunakan dengan hati-hati jangan menyebarkan kontaminasi
c) Lepas dan buang secara hati-hati ke tempat sampah infeksius yang telah di sediakan
diruang ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan
d) Segera lakukan pencucian tangan dengan handrub antiseptik atau air mengalir dan sabun
2. Cara Mengenakan APD
a. Gaun pelindung
1) Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian
pergelangan tangan dan selubungkan ke balakang punggung
2) Ikat dibagian belakang leher dan pinggang
b. Masker
1) Eratkan tali atau karet elastis pada bagian tengah kepala dan leher
2) Paskan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung
3) Paskan dengan erat pada wajah dan dibawah dagu sehingga melekat dengan baik
4) Periksa ulang pengepasan masker
c. Kacamata atau pelindung wajah
Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas
d. Sarung tangan
Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi
3. Cara Melepas APD
Kecuali masker, lepaskan APD di pintu atau di anteroom. Masker dilepaskan setelah
meninggalkan ruangan pasien dan menutup pintunya.

Urutan Melepas APD

1. Sarung tangan
2. Kacamata atau pelindung wajah
3. Apron, Gaun pelindung dan Topi
4. Masker
5. Pelindung kaki
*Ikuti urutan untuk meminimalkan penyebaran penyakit

a. Sarung Tangan

23
1) Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi!
2) Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarungtangan lainnya, lepaskan
3) Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan yang masih
memakai sarung tangan
4) Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah sarung tangan
yang belum dilepas di pergelangan tangan
5) Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama
6) Buang sarung tangan di tempat sampah infeksius
b. Kacamata atau Pelindung wajah
1) Ingatlah bahwa bagian luar kacamata atau pelindung wajah telah terkontaminasi!
2) Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang kacamata
3) Letakkan di wajah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau dalam tempat
sampah infeksius
c. Gaun Pelindung
1) Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah terkontaminasi !
2) Lepas tali
3) Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung saja
4) Balik gaun pelindung
5) Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah disediakan untuk
diproses ulang atau buang di tempat sampah infeksius
d. Masker
1) Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi. – JANGAN SENTUH!
2) Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas
3) Buang ke tempat sampah infeksius

PEMPROSESAN ALAT DAN LINEN YANG AMAN

24
Konsep penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi cara memproses instrumen
yang kotor, sarung tangan, dan alat yang akan di pakai kembali, dekontaminasi dengan larutan
klorin 0,5%, mengamankan alat-alat kotor yang akan tersentuh dan akan di tangani, serta memilih
dan alasan setiap proses yang di gunakan.

Dekontaminasi
DEKONTAMINASI
Rendam dalam larutan enzimatik
selama 10 menit

KESELURUHAN DICUCI DAN DIBILAS


Pakai sarung tangan dan pelindung lain bila perlu
(kaca mata, visors, google)

Cara yang diinginkan Cara yang bisa diterima

STERILISASI DESINFEKSI TINGKAT TINGGI (DTT)

Otoklaf Radiasi
Kimiawi Panaskan 170°CDidihkan
60 menit
/ semprot
Kimiawi
uap
106 k/pa tekanan
Rendam 10-24 jam Tutup 20 menitRendam 20 menit
(15 lbs/m2 121°C atau 250°F) 20 menit tidak dibungkus, 30 menit dibungkus

DINGINKAN
(pakai segera/simpan)

A. Definisi
1. Dekontaminasi : Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani oleh
petugas sebelum dibersihkan (umpamanya menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV) dan
mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi.
2. Pembersihan : Proses yang secara fisik membuang semua debu yang tampak, kotoran,
darah atau cairan tubuh lain dari benda mati ataupun membuang sejumlah mikroorganisme
untuk mengurangi resiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani objek tersebut.
Proses ini terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau deterjen dan air, membilas
dengan air bersih dan mengeringkan/

25
3. Desinfeksi Tingkat Tinggi : Proses menghilangkan semua mikroorganisme kecuali
beberapa endospora bakterial dari objek, dengan merebus, menguapkan atau memakai
desinfektan kimiawi.
4. Sterilisasi : Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, fungi dan
parasit) termasuk endospora bakterial dari benda mati dengan uap tekanan tinggi (otoklaf),
panas kering (oven), sterilan kimiawi atau radiasi.
Setiap benda, baik peralatan metal maupun sarung tangan, memerlukan penanganan dan pemrosesan
khusus agar :
1. Mengurangi resiko perlukaan aksi dental atau terpapar darah atau duh tubuh terhadap
petugas pembersih dan rumah tangga
2. Memberikan hasil akhir berkualitas tinggi (umpamanya peralatan atau benda lain yang
steril atau yang didesinfeksi tingkat tinggi (DTT)

PENGELOLAAN SAMPAH

A. Definisi
1. Bahan berbahaya : Setiap unsur peralatan, bahan atau proses yang mampu atau
berpotensi menyebabkan kerusakan
2. Benda-benda tajam : Jarum suntik, jarum jahit bedah, pisau skalpel, gunting, benang
kawat, pecahan kaca dan benda lain yang dapat menusuk dan melukai.
3. Insinerasi : Pembakaran sampah padat, cair atau gas mudah terbakar yang terkontrol
untuk menghasilkan gas dan sisa yang tidak atau tinggal sedikit mengandung bahan mudah
terbakar.
4. Sampah infeksius : Bagian dari sampah medis yang dapat menyebabkan penyakit
infeksi.
B. Pengelolaan Sampah
Maksud pengelolaan sampah ialah :
1. Melindungi petugas pembuangan sampah dari perlukaan
2. Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan
3. Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya
4. Membuang bahan-bahan berbahaya ( bahan toksin dan radioaktif ) dengan aman
Tumpukan sampah terbuka harus dihindari, karena :
1. Menjadi objek pemulung yang akan memanfaatkan sampah yang terkontaminasi
2. Dapat menyebabkan perlukaan
3. Menimbulkan bau busuk
4. Mengundang lalat dan hewan penyebar penyakit lainnya

26
C. Pembuangan Sampah Terkontaminasi
Pembuangan sampah terkontaminasi yang benar meliputi :
1. Menuangkan cairan atau sampah basah ke sistem pembuangan kotoran tertutup
2. Insinerasi (pembakaran) untuk menghancurkan bahan-bahan sekaligus
mikroorganismenya. ( ini merupakan metode terbaik untuk pembuangan sampah
terkontaminasi. Pembakaran juga akan mengurangi volume sampah dan memastikan bahwa
bahan-bahan tersebut tidak akan dijarah dan dipakai ulang )
3. Mengubur sampah terkontaminasi agar tidak disentuh lagi
Penanganan sampah terkontaminasi yang tepat akan mengurangi penyebaran infeksi pada
petugas kesehatan dan masyarakat setempat. Jika memungkinkan, sampah terkontaminasi harus
dikumpulkan dan dipindahkan ke tempat pembuangan dalam wadah tertutup dan antibocor.

1. Untuk sampah terkontaminasi, pakailah kantong plastik berwarna kuning untuk


membedakannya dengan sampah rumah tangga / sampah tidak terkontaminasi.
2. Gunakan wadah tahan tembus (safety box) untuk pembuangan semua benda-benda
tajam.
3. Tempatkan wadah sampah dekat dengan lokasi terjadinya sampah itu dan mudah dicapai
oleh pemakai (mengangkat-angkat sampah kemana-mana meningkatkan risiko infeksi pada
pembawanya). Terutama penting sekali terhadap benda tajam yang membawa risiko besar
kecelakaan perlukaan pada petugas kesehatan dan staf.
4. Peralatan yang dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkat sampah tidak boleh
dipakai untuk keperluan lain di klinik atau rumah sakit. Wadah sampah sebaiknya ditandai
sebagai wadah sampah terkontaminasi (bio hazard).
5. Cuci semua wadah sampah dengan larutan pembersih disinfektan (larutan klorin 0,5 %
ditambah sabun) dan bilas teratur dengan air.
6. Jika mungkin, gunakan wadah terpisah untuk sampah yang akan dibakar dan yang tidak
akan dibakar sebelum dibuang. Langkah ini akan menghindarkan petugas dari memisahkan
sampah dengan tangan kemudian
7. Gunakan Alat Perlindungan Diri (APD) ketika menangani sampah (misalnya sarung
tangan utilitas dan sepatu pelindung tertutup)
8. Cuci tangan atau gunakan penggosok tangan antiseptik berbahan dasar alkohol tanpa air
setelah melepaskan sarung tangan apabila menangani sampah
D. Bagaimana Membuang Benda-Benda Tajam
Benda-benda tajam sekali pakai (jarum suntik, jarum jahit, silet, pisau skalpel) memerlukan
penanganan khusus karena benda-benda ini dapat melukai petugas pembuangan sampah umum.
Insinerasi adalah proses pembakaran dengan suhu tinggi untuk mengurangi isi dan berat sampah.
Proses ini biasanya dipilih untuk menangani sampah terkontaminasi, sampah yang tidak dapat

27
didaur ulang, dipakai lagi, atau dibuang ketempat pembuangan sampah atau tempat kebersihan
perataan tanah.
E. Membuang Sampah Berbahaya
Bahan Bakar kimia termasuk sisa-sisa bahan sewaktu pengepakan, bahan-bahan kadaluarsa atau
kimia dekomposisi, atau bahan kimia tidak dipakai lagi. Bahan kimia yang tidak terlalu banyak
dapat dikumpulkan dalam wadah dengan sampah terinfeksi, dan kemudian diinsinerasi,
enkapsulasi atau dikubur. Pada jumlah yang banyak, tidak boleh dikumpulkan dengan sampah
terinfeksi. Karena tidak ada metode yang aman dan murah, maka pilihan penanganannya adalah
sebagai berikut :
1. Insinerasi pada suhu tinggi merupakan opsi terbaik untuk pembuangan sampah kimia.
2. Jika ini tidak mungkin, kembalikan sampah kimia tersebut kepada pemasok.
Karena kedua metode ini mungkin mahal dan tidak praktis, maka jagalah agar sampah kimia
terdapat seminimal mungkin.
F . Sampah Farmasi
Dalam jumlah yang sedikit sampah farmasi (obat dan bahan obat-obatan), dapat dikumpulkan
dalam wadah dengan sampah terinfeksi dan di buang dengan cara yang sama insinerasi,
enkapsulisasi atau dikubur secara aman. Perlu dicatat bahwa suhu yang dicapai dalam insinerasi
kamar tunggal seperti tong atau insinerator dari bata adalah tidak cukup untuk menghancurkan
total sampah farmasi ini, sehingga tetap berbahaya. Sampah farmasi dapat di buang secara metode
berikut :
1. Sitotoksik dan antibiotik dapat di insinerasi, sisanya dikubur di tempat pemerataan tanah
(gunakan insinerator seperti untuk membuat mencapai suhu pembakaran hingga 800 C)
2. Bahan yang larut air, campuran ringan bahan farmasi seperti larutan vitamin, obat batuk,
cairan intravena, tetes mata, dan lain-lain dapat diencerkan dengan sejumlah besar air lalu
dibuang dalam tempat pembuangan kotoran ( jika terdapat sistem pembuangan kotoran )
3. Jika itu semua gagal, kembalikan ke pemasok, jika mungkin.
G. Sampah dengan Bahan Mengandung Logam Berat
Air raksa merupakan neurotoksin kuat, terutama pada masa tumbuh kembang janin dan bayi.
Jika di buang dalam air dan uadara, air raksa masuk dan mengkontaminasi danau, sungai, dan
aliran air lainnya. Untuk mengurangi risiko polusi, benda-benda yang mengandung air raksa
seperti termometer dan tensimeter sebaiknya diganti dengan yang tidak mengandung air raksa.
Jika termometer pecah :
1. Pakai sarung tangan pemeriksaan pada keduabelah tangan.
2. Kumpulkan semua butiran air raksa yang jatuh dengan sendok, dan mungkin dalam
wadah kecil tertutup untuk dibuang atau dipakai kembali.
H. Wadah Penyembur Aerosol tidak Daur Ulang
1. Semua tekanan sisa harus dikeluarkan sebelum aerosol dikubur.

28
2. Wadah bertekanan gas tidak boleh dibakar atau diinsinerasi karena dapat meledak.

PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN

Petugas kesehatan yang merawat pasien penyakit menular melalui udara harus mendapatkan
pelatihan mengenai cara penularan dan penyebaran, tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi
yang sesuai dan protokol bila terpajan. Petugas yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus
diberikan penjelasan umum mengenai penyakit tersebut.
A. Menjaga Diri
Petugas kesehatan yang kontak dengan pasien penyakit menular melalui udara harus
menjaga fungsi saluran pernafsan ( tidak merokok, minuman dingin ) dengan baik dan menjaga
kebersihan tangan setiap saat dan :
1. Memeriksa suhu dua kali sehari dan mewaspadai terhadap munculnya gejala pernafasan
terutama batuk
2. Memiliki catatan pribadi mengenai kontak yang dialami. Catatan tidak boleh dibawa ke
dalam area isolasi
3. Bila timbul demam, segera batasi interaksi dan isolasi diri dari area umum. Segera lapor
ke Kepala Ruangan / Penanggung Jawab Shift, Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
mengenai adanya kemungkinan terinfeksi penyakit menular yang sedang ditangani
B. Petunjuk Pencegahan Infeksi untuk Petugas yang Kontak dengan Kasus Penyakit
Menular
1. Untuk mencegah transmisi penyakit menular di dalam tatanan pelayanan kesehatan,
petugas harus menggunakan APD yang sesuai untuk Kewaspadaan Standar serta Kewaspadaan
Berdasarkan Penularan secara kontak, droplet atau udara sesuai penyebaran penyakit
2. Semua petugas harus mendapatkan pelatihan tentang gejala penyakit menular yang
sedang dihadapi
3. Semua petugas dengan penyakit seperti flu harus di evaluasi untuk memastikan agen
penyebab. Dan ditentukan apakah perlu dipindah tugaskan dari kontak dengan pasien langsung,
terutama mereka yang bertugas di unit perawatan PONED dan ruang rawat INAP.
4. Jika petugas mengalami gejala demam atau gangguan pernafasan dalam jangka waktu
10 hari setelah terpajan penyakit menular melalui udara, maka ia perlu dibebas tugaskan dan
dirawat di ruang isolasi
5. Bebas tugas tidak diharuskan untuk petugas yang terpajan jika ia tidak memiliki gejala
demam atau gangguan pernafasan. Akan tetapi petugas tersebut harus melaporkan pajanan yang
dialami segera kepada Tim pencegahan dan pengendalian infeksi
6. Petugas yang mengalami gejala tidak dibenarkan masuk kerja dan harus segera mencari
pertolongan medis. Sebelumya, petugas tersebut harus memberitahukan kepada dokternya

29
bahwa ia mungkin telah tertular penyakit menular tertentu. Selain itu, petugas harus melaporkan
masalah ini kepada Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
7. Surveilans aktif perlu dilakukan terhadap gejala demam dan gangguan pernafasan setiap
hari pada petugas kesehatan yang terpajan. Petugas diinstruksikan untuk mewaspadai terhadap
timbulnya demam, gejala gangguan pernafasan dan/atau peradangan terhadap konjungtiva
selama 10 hari setelah terpajan pasien dengan penyakit menular melalui udara
C. Petunjuk bagi petugas yang mengalami kecelakaan tertusuk jarum bekas pakai :
1. Jangan panik
2. Segera keluarkan darah dengan memijat bagian tubuh yang tertusuk dan cuci dengan air
mengalir menggunakan sabun atau cairan antiseptik
3. Lapor ke Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi . Tim PPI akan melakukan
tindakan lanjut
4. Menentukan status pasien sebagai sumber jarum/alat tajam bekas pakai terhadap status
HIV, HBV,HCV
5. Petugas yang terpapar diperiksa status HIV, HBV, HCV jika tidak diketahui sumber
paparannya
6. Bila status pasien bebas HIV, HBV, HCV dan bukan dalam masa inkubasi, tidak perlu
tindakan khusus untuk petugas, tetapi bila petugas khawatir dapat dilakukan konseling
7. Bila status pasien HIV, HBV, HCV positif maka tentukan status HIV, HBV, HCV
petugas kesehatan tersebut.
D. Petunjuk bagi petugas laboratorium yang menagani penyakit menular
1. Petugas laboratorium harus mendapatkan pelatihan mengenai biosafety (keamanan
biologik)
2. Petugas yang menangani spesimen dari pasien penyakit menular harus melaporkan jika
mengalami atau timbul gejala utama penyakit tersebut seperti sesak nafas atau demam dan
harus dipantau secara ketat
3. Laporkan juga gejala-gejala yang mengarah kepada penyakit menular yang sedang di
periksa spesimennya
E. Pengumpulan bahan spesimen
Semua bahan spesimen harus dianggap infeksius dan petugas yang mengambil,
mengumpulkan atau membawa bahan spesimen klinis sebaiknya mengikuti dengan penerapan
Kewaspadaan standar upaya perlindungan untuk meminimalisasi pajanan.
Spesimen yang akan dikirim harus diletakan dalam wadah anti bocor yang memiliki tutup
berulir yaitu wadah plastik untuk spesimen biohazard. Petugas yang membawa spesimen
hendaknya dilatih untuk penanganan yang aman dan prosedur dekontaminasi jika terjadi
tumpahan.

30
PENANGANAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR/ SUSPEK

A. Manajemen Pasien dengan Penyakit Menular / Suspek


1. Penempatan Pasien dengan Penyakit Menular / Suspek
Untuk kasus / suspek penyakit menular melalui udara :
a. Letakkan pasien di dalam satu ruangan tersendiri. Jika ruangan tersendiri tidak tersedia,
kelompokkan kasus yang telah dikonfirmasi secara terpisah di dalam ruangan atau bangsal
dengan beberapa tempat tidur dari kasus yang belum dikonfirmasi atau sedang didiagnosis
(kohorting). Bila ditempatkan dalam 1 ruangan, jarak antar tempat tidur harus lebih dari 2
meter dan diantara tempat tidur harus ditempatkan penghalang fisik seperti tirai atau sekat.
b. Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara bertekanan negatif dengan
6-12 pergantian udara per jam dan sistem pembuangan udara keluar atau menggunakan
saringan udara partikulasi efisiensi tinggi (filter HEPA) yang termonitor sebelum masuk ke
sistem sirkulasi udara lain di Puskesmas.
c. Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negatif dengan sistem penyaringan udara
partikulasi efisiensi tinggi, buat tekanan negatif di dalam ruangan pasien dengan memasang
pendingin ruangan atau kipas angin di jendela sedemikian rupa agar aliran udara ke luar
gedung melalui jendela. Jendela harus membuka keluar dan tidak mengarah ke area publik.
Uji untuk tekanan negatif dapat dilakukan dengan menempatkan sedikit bedak tabur di
bawah pintu dan amati apakah terhisap ke dalam ruangan. Jika diperlukan, kipas angin
tambahan di dalam ruangan dapat meningkatkan aliran udara.
d. Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai perlunya tindakan
pencegahan ini.
e. Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai.
2. Pertimbangan pada saat penempatan pasien :
a. Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap lingkungan, misalnya luka
lebar dengan cairan yang merembes keluar, diare, perdarahan tidak terkontrol
b. Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui udara ke kontak,
misalnya luka dengan infeksi kuman gram positif
c. Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhaust ke area
tidak ada orang lalu lalang, misalnya pada TBC
d. Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas, misalnya
varicella
e. Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak, gangguan
mental).
f. Bila kamar terpisah tidak memungkinkan, dapat dilakukan sistem kohorting. Bila pasien
infeksi dicampur dengan pasien non infeksi, petugas dan pengunjung menjaga
kewaspadaan untuk mencegah transmisi infeksi
Keluarga pendamping pasien di PUSKESMAS harus diedukasi oleh petugas agar
menjaga kebersihan tangan dan menjalankan kewaspadaan isolasi untuk mencegah penyebaran

31
infeksi kepada mereka sendiri ataupun kepada pasien lain. Kewaspadaan seperti yang dijalankan
oleh petugas kecuali pemakaian sarung tangan.

B. Transport Pasien Infeksius


1. Transport pada pasien infeksius harus dibatasi, bila perlu saja.
2. Bila mikroba pasien virulen, hal yang perlu diperhatikan :
a. Pasien dipakaikan APD (masker, gaun)
b. Petugas di area tujuan harus diingatkan akan kedatangan pasien tersebut
sehingga dapat menjalankan kewaspadaan berdasarkan transmisi yang sesuai
c. Pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya agar tidak terjadi
transmisi kepada orang lain
3. Pada pasien dengan diagnosa SARS atau Flu Burung
a. Jangan izinkan mereka meninggalkan tempat isolasi kecuali untuk pelayanan kesehatan
penting
b. Pindahkan pasien melalui alur yang dapat mengurangi kemungkinan terpajannya staff,
pasien lain atau pengunjung
c. Bila memungkinkan, pasien memakai masker bedah. Petugas kesehatan harus
menggunakan masker, gaun pelindung dan sarung tangan.
C. Pemindahan Pasien yang Dirawat Di Ruang Isolasi
Batasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan isolasi hanya untuk keperluan
penting. Lakukan hanya jika diperlukan dan beritahu tempat yang akan menerima sesegera
mungkin sebelum pasien tiba. Jika perlu dipindahkan dari ruangan / area isolasi dalam Puskesmas ,
pasien harus dipakaikan masker dan gaun.semua petugas yang terlibat dalam transportasi pasien
harus menggunakan APD yang sesuai. Demikian pula bila pasien perlu dipindahkan keluar fasilitas
pelayanan kesehatan. Semua permukaan yang kontak dengan pasien harus dibersihkan. Jika pasien
dipindahkan menggunakan ambulans, maka sesudahnya ambulans tersebut harus dibersihkan
dengan desinfektan.
D. Pemulangan Pasien
1. Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas waktu masa penularan
2. Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang dicurigai terkena penyakit
menular melalui udara / airborne harus diisolasi di dalam rumah selama pasien tersebut
mengalami gejala sampai batas waktu penularan atau sampai diagnosa alternatif dibuat atau
hasil uji diagnosa menunjukkan bahwa pasien tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut.
Keluarga harus diajarkan cara menjaga kebersihan diri, pencegahan dan pengendalian infeksi
serta perlindungan diri
3. Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diajarkan tentang tindakan
pencegahan yang perlu dilakukan, sesuai dengan cara penularan infeksi yang diderita pasien
4. Pembersihan dan desinfeksi ruangan yang benar harus dilakukan setelah pemulangan
pasien
E. Pemulasaraan Jenazah
1. Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar ketika menangani pasien
yang meninggal akibat penyakit menular
2. APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika pasien tersebut
meninggal dalam masa penularan

32
3. Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak mudah tembus
sebelum dipindahkan ke kamar jenazah
4. Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong jenazah
5. Segera pindahkan ke kamar jenazah setelah meninggal dunia
6. Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk melakukannya sebelum
jenazah dimasukkan dalam kantong jenazah dengan menggunakan APD
7. Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang penanganan khusus
bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit menular. Sensitivitas agama, adat istiadat dan
budaya harus diperhatikan ketika seseorang dengan penyakit menular meninggal dunia
8. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet
9. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi
10. Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus
11. Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 jam disemayamkan di pemulasaraan jenazah.

KEBERSIHAN RUANG PERAWATAN

A. Pembersihan Harian dan Pembersihan Pada Akhir Perawatan


Disamping pembersihan secara seksama, desinfeksi bagi peralatan tempat tidur dan
permukaan perlu dilakukan. Permukaan yang perlu didesinfeksi antara lain dorongan tempat tidur,
meja di samping tempat tidur, kereta dorong, lemari baju, tombol pintu, keran, tombol lampu, bel
panggilan, telepon, TV dan remote kontrol. Virus dapat dinon-aktifkan oleh alkohol 70% dan
klorin. Dianjurkan untuk melakukan pembersihan lingkungan dengan deterjen yang netral
dilanjutkan dengan larutan desinfektan.
B. Pembuangan Sampah
1. Semua sampah yang dihasilkan dalam ruangan atau area isolasi harus dibuang dalam
wadah atau kantong yang sesuai, yaitu :
a. Untuk sampah infeksius gunakan kantong plastik kuning. Kemudian diikat dengan tali
warna kuning atau diberi tanda “infeksius”. Semua sampah dari suatu ruangan atau area
yang merawat pasien dengan penyakit menular melalui udara (airborne) harus ditangani
sebagai sampah infeksius.
b. Untuk sampah non infeksius / tidak menular gunakan kantong plastik hitam
c. Untuk sampah benda tajam atau jarum ditaruh dalam wadah tahan tusukan
2. Kantong sampah bila sudah ¾ penuh harus segera diikat dengan tali dan tidak boleh
dibuka kembali.
3. Petugas yang bertanggung jawab atas pembuangan sampah dari bangsal/area isolasi
harus menggunakan APD lengkap ketika membuang sampah.
4. Kantong pembuangan sampah infeksius perlu diberi label biohazard yang sesuai dan
dimusnahkan dengan incinerator.
5. Kantong sampah non infeksius dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Pemerintah
Kecamatan.
6. Limbah cair seperti urine atau faeces dibuang dalam sistem pembuangan kotoran yang
tertutup dan memenuhi syarat dan disiram dengan air yang banyak.

33
34
Tabel Pengenceran Tablet Precept® Untuk Sanitasi Lingkungan

UNTUK DESINFEKSI

No Kriteria Barang Konsentrasi Derajat Pengenceran Lama Perendaman


Clorin yang
Tablet 0,5 Tablet 2,5 Tablet 5,0
Dibutuhkan
gram gram gram

1. Instrumen/barang yang non kritikal (alat yang 1000 ppm 4 tablet 4 tablet 3,5 tablet Rendam perlengkapan dalam
kontak dengan kulit utuh) a.l : larutan Precept selama 1 jam
1 liter air 5 liter air 10 liter air
a. Tubing/suction
b. Manset, Termometer
c. Alat-alat lain
2. Sanitasi lingkungan untuk Area Kritikal (UGD, 1000 ppm 4 tablet 4 tablet 3,5 tablet Usap permukaan area dengan
Lab, GIGI,KB dan PONED) lap yang telah direndam dalam
1 liter air 5 liter air 10 liter air larutan precept
a. Lantai d. Permukaan dinding
b. Lemari e. Lap / sikat
c. Permukaan meja f. Pel lantai
3. Sanitasi lingkungan untuk umum 140 ppm 1 tablet 1 tablet 1 tablet Usap permukaan area dengan
lap yang telah direndam dalam
a. Lantai d. Permukaan dinding 2 liter air 10 liter air 20 liter air larutan precept
b. Lemari e. Lap / sikat
c. Permukaan meja f. Pel lantai
4. Khusus sanitasi lingkungan yang terkontaminasi 10.000 ppm 18 tablet 7 tablet 9 tablet Basahi lap dengan larutan
dengan darah Presept dan bersihkan darah
0,5 liter air 1 liter air 2,5 liter air dengan lap tersebut

35
PETUNJUK PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
UNTUK PENGUNJUNG
A. Pengunjung dengan Gejala Infeksi Saluran Pernafasan Selama Terjangkitnya Penyakit
Menular
1. Pengunjung dengan gejala demam dan gangguan pernafasan tidak boleh mengunjungi
pasien di dalam puskesmas
2. Pengunjung yang setelah sakit sudah tidak menunjukkan gejala, perlu dibatasi
kunjungan ke pasien
3. Orang dewasa yang sakit tidak boleh berkunjung sampai batas waktu penularan
penyakit, sedangkan anak-anak dibawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien di puskesmas
4. Kebijakan ini agar dicantumkan di papan pengumuman puskesmas
B. Petunjuk pencegahan dan pengendalian infeksi untuk anggota keluarga yang merawat
penderita atau suspek flu burung
Anggota keluarga perlu menggunakan APD seperti petugas kesehatan yang merawat di
rumah sakit
C. Mengunjungi pasien dengan penyakit menular melalui udara
1. Petugas kesehatan atau Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi perlu mendidik
pengunjung pasien dengan penyakit menular mengenai cara penularan penyakit, dan
menganjurkan mereka untuk menghindari kontak dengan pasien selama masa penularan
2. Jika keluarga pasien atau teman perlu mengunjungi pasien yang masih suspek atau telah
dikonfirmasi menderita penyakit menular melalui udara, pengunjung tersebut harus mengikuti
prosedur pencegahan infeksi di puskesmas. Pengunjung harus memakai APD lengkap (masker,
gaun, sarung tangan dan kaca mata) jika kontak langsung dengan pasien atau lingkungan
pasien
3. Petugas kesehatan perlu mengawasi pemakaian APD dan masker secara benar bagi
pengunjung
4. Ketika pengunjung meninggalkan ruangan, ia harus melepas APD dan mencuci tangan
5. Jika keluarga dekat mengunjungi pasien penyakit menular melalui udara, petugas
kesehatan harus mewawancarai orang tersebut untuk menentukan apakah ia memiliki gejala
demam atau infeksi saluran pernafasan. Karena berhubungan dekat dengan pasien
meningkatkan resiko untuk terinfeksi. Jika ada demam atau gejala pernafasan, pengunjung
tersebut harus dievaluasi untuk penyakit menular yang sama dan ditangani dengan tepat
6. Puskesmas harus mendidik semua pengunjung tentang penerapan pencegahan dan
pengendalian infeksi dan wajib mentaatinya ketika mengunjungi pasien penyakit menular
D. Menjaga kebersihan alat pernafasan dan etika batuk di tempat pelayanan kesehatan

1
Untuk mencegah penularan infeksi saluran pernafasan di puskesmas, kebersihan saluran
pernafasan dan etika batuk harus menjadi bagian mendasar dari perilaku sehat. Setiap orang yang
memiliki tanda atau gejala infeksi pernafasan (batuk, bersin) harus :
1. Menutup hidung dan mulut ketika batuk atau bersin
366
2. Menggunakan tissue untuk menahan sekresi pernafasan dan buang di tempat sampah
medis
3. Bila tissue tidak tersedia, dapat menggunakan lengan baju bagian dalam
4. Cuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernafasan
E. Puskesmas harus menjamin tersedianya :
1. Tempat sampah tertutup yang tidak perlu disentuh atau dapat dioperasikan dengan
pijakan kaki di semua area
2. Tempat cuci tangan dengan air mengalir di ruang tunggu
3. Pengumuman / informasi tertulis untuk menggunakan masker bagi setiap pengunjung
yang batuk
Jika memungkinkan, dianjurkan bagi orang yang batuk untuk duduk pada jarak 1 meter dari yang
lainnya di ruang tunggu. Pada pintu masuk dan di ruang fasilitas rawat jalan seperti ruang gawat
darurat, ruangan dokter, klinik rawat jalan, perlu dipasang instruksi untuk pasien dan pengantarnya
agar mempraktekkan kebersihan alat pernafasan dan etika batuk serta memberitahukan pada
petugas sesegera mungkin mengenai gejala penyakit yang diderita. Bagi orang yang batuk harus
disediakan masker

2
BAB V
37
LOGISTIK

A. Definisi
Suatu proses unutk memenuhi kebutuhan dari unit logistik yang akan diperlukan dari PPI, baik
perencanaan, proses anfrah dan stok di ruangan masing – masing.
B. Tujuan
1. Terpenuhinya kebutuhan sarana dan prasaraa di tiap ruangan.
2. Lebih bisa dilakukan manage tentang barang yang direncanakan.
3. Bisa memperkirakan kebutuhan barang sesuai dengan anggaran.
C. Prosedur di Logistik Umum
Pemenuhan logistik dalam pelayanan PPI di Puskesmas Bumijawa menjadi tanggungjawab
masing-masing unit/ bagian yang ada di puskesmas sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan.
1. Prosedur Permintaan anfrah barang logistik.
2. Prosedur Penyimpanan barang logistik.
3. Prosedur Penerimaan barang logistik.
4. Prosedur Pembelian barang logistik.
5. Prosedur order barang logistik.

3
BAB VI
38
KESELAMATAN PASIEN

A. Definisi
Keselamatan pasien (Patient Safety) puskesmas adalah suatu sistem dimana puskesmas
membuat asuhan pasien lebih aman.
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di puskesmas
2. Meningkatnya akuntabilitas puskesmas terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di Puskesmas Bumijawa
4. Terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD).
C. Standar Patient Safety
Standar keselamatan pasien (patient safety) untuk pelayanan PPI adalah :
1. Hak Pasien
Pasien/ keluarga pasien mempunyai hak mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil
pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD.
2. Mendidik Pasien dan Keluarga
Edukasi kepada keluarga pasien tentang kewajiban dan tanggungjawab keluarga dalam
asuhan perawatan/ asuhan kebidanan. Untuk keluarga pasien diajarkan cara mengurangi
resiko terjadinya infeksi nosokomial seperti mencuci tangan.
3. Keselamatan Pasien dan Kesinambungan Pelayanan.
Puskesmas menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga
(dokter, bidan/ perawat, gizi dll) dan antar unit pelayanan terkait.
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien.
Puskesmas harus terus memperbaiki pelayanan, memonitot dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja dan keselamatan pasien.
5. Peran pimpinan puskesmas dalam meningkatkan keselamatan pasien.
Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program patient safety melalui penerapan
standar patient safety.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.
Puskesmas menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan sesuai standar
profesi, standar pelayanan puskesmas dan standar prosedur operasional unutkmeningkatkan
kompetensi staf dalam pelayanan pengendalian dan pencegahan infeksi.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Komunikasi antara tenaga kesehatan dan keluarga pasien selama melaksanakan pelayanan
dapat mencegah kemungkinan terjadinya
39KTD.

4
D. Program pengamanan
1. Program pengamanan fasilitas dan peralatan
Sistem pemeriksaan secara berkala harus dilakukan terhadap semua peralatan dalam
pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi antara lain : alat – alat listrik, gas medis
(O2 ), AC, saluran udara (ventilasi), peralatan anesthesi. Alat-alat gawat darurat/ emergensi
dan alat-alat resusitasi. Daerah pengamanan listrik paling sedikit diperiksa 2 (dua) bulan
sekali dan catatan daerah-daerah yang diperiksa, prosedur yang diikuti dan hasilnya harus
disimpan dengan baik. Alat-alat ini harus dipelihara oleh teknisi yang terlatih. Bila mungkin
pemeliharaan oleh ahli teknik atau konsultan dan luar puskesmas
2. Program pengamanan infeksi nosokomial
Harus ada sistem yang digunakan untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi
nosokomial. Sistem ini harus merupakan bagian integral dan pengendalian infeksi
(Dalin) di Puskesmas Bumijawa.
E. Tata laksana
1. Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada pasien.
2. Melaporkan pada dokter jaga ruangan.
3. Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter
4. Mengobservasi keadaan umum pasien
5. Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir pelaporan insiden keselamatan.

PETUNJUK PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


40
UNTUK PENGUNJUNG

Pengunjung dengan Gejala Infeksi Saluran Pernafasan Selama Terjangkitnya Penyakit Menular
1. Pengunjung denan gejala demam dan gangguan pernafasan tidak boleh mengunjungi
pasien di dalam puskesmas
2. Pengunjung yang setelah sakit sudah tidak menunjukkan gejala, perlu dibatasi
kunjungan ke pasien
3. Orang dewasa yang sakit tidak boleh berkunjung sampai batas waktu penularan
penyakit, sedangkan anak-anak dibawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien di puskesmas
4. Kebijakan ini agar dicantumkan di papan pengumuman puskesmas

5
Petunjuk pencegahan dan pengendalian infeksi untuk anggota keluarga yang merawat penderita
atau suspek flu burung
Anggota keluarga perlu menggunakan APD seperti petugas kesehatan yang merawat di puskesmas
Mengunjungi pasien dengan penyakit menular melalui udara
1. Petugas kesehatan atau Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi perlu mendidik
pengunjung pasien dengan penyakit menular mengenai cara penularan penyakit, dan
menganjurkan mereka untuk menghindari kontak dengan pasien selama masa penularan
2. Jika keluarga pasien atau teman perlu mengunjungi pasien yang masih suspek atau telah
dikonfirmasi menderita penyakit menular melalui udara, pengunjung tersebut harus mengikuti
prosedur pencegahan infeksi di rumah sakit. Pengunjung harus memakai APD lengkap
(masker, gaun, sarung tangan dan kaca mata) jika kontak langsung dengan pasien atau
lingkungan pasien
3. Petugas kesehatan perlu mengawasi pemakaian APD dan masker secara benar bagi
pengunjung
4. Ketika pengunjung meninggalkan ruangan, ia harus melepas APD dan mencuci tangan
5. Jika keluarga dekat mengunjungi pasien penyakit menular melalui udara, petugas
kesehatan harus mewawancarai orang tersebut untuk menentukan apakah ia memiliki gejala
demam atau infeksi saluran pernafasan. Karena berhubungan dekat dengan pasien
meningkatkan resiko untuk terinfeksi. Jika ada demam atau gejala pernafasan, pengunjung
tersebut harus dievaluasi untuk penyakit menular yang sama dan ditangani dengan tepat
6. Puskesmas harus mendidik semua pengunjung tentang penerapan pencegahan dan
pengendalian infeksi dan wajib mentaatinya ketika mengunjungi pasien penyakit menular
Menjaga kebersihan alat pernafasan dan etika batuk di tempat pelayanan kesehatan
Untuk mencegah penularan infeksi saluran pernafasan di puskesmas kebersihan saluran pernafasan dan
etika batuk harus menjadi bagian mendasar dari perilaku sehat. Setiap orang yang memiliki tanda atau
gejala infeksi pernafasan (batuk, bersin) harus :
1. Menutup hidung dan mulut ketika batuk atau bersin
2. Menggunakan tissue untuk menahan sekresi pernafasan dan buang di tempat sampah
41
medis
3. Bila tissue tidak tersedia, dapat menggunakan lengan baju bagian dalam
4. Cuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernafasan
Puskesmas harus menjamin tersedianya :
1. Tempat sampah tertutup yang tidak perlu disentuh atau dapat dioperasikan dengan
pijakan kaki di semua area
2. Tempat cuci tangan dengan air mengalir di ruang tunggu
3. Pengumuman / informasi tertulis untuk menggunakan masker bagi setiap pengunjung
yang batuk

6
Jika memungkinkan, dianjurkan bagi orang yang batuk untuk duduk pada jarak 1 meter dari yang
lainnya di ruang tunggu. Pada pintu masuk dan di ruang fasilitas rawat jalan seperti ruang gawat
darurat, ruangan dokter, klinik rawat jalan, perlu dipasang instruksi untuk pasien dan pengantarnya
agar mempraktekkan kebersihan alat pernafasan dan etika batuk serta memberitahukan pada
petugas sesegera mungkin mengenai gejala penyakit yang diderita. Bagi orang yang batuk harus
disediakan masker.

BAB VII
42
KESELAMATAN KERJA

A. Pendahuluan
HIV – AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi lebih tinggi
karena pengidap HIV tidak menampakkan gejala. Setiap hari ribuan anak berusia kurang dan 15

7
tahun dan 14.000 penduduk berusia 15-49 tahun terinfeksi HIV. Dan keseluruhan kasus baru
25% terjadi di negara-negara berkembang yang belum mampu menyelenggarakan kegiatan
penanggulangan yang memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus yang sangat
bermakna. Ledakan kasus HIV/ AIDS terjadi akibat masuknya kasus secara langsung
kemasyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi penularan di masyarakat cukup
tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelindung, pelayanan kesehatan yang belum
aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan umum dengan baik,, penggunaan bersama
peralatan menembus kulit : tato, tindik, dll.
Penyakit Hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk menular melalui tindakan pada
pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut data PMI angka kesakitan
Hepatitis B di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada tahun 1998 dan angka kesakitan
Hepatitis C di masyarakat menurut perkiraan WHO adalah 2,10%. Kedua penyakitini sering
tidak dapat dikenali secara klinis karena tidak memberikan gejala. Dengan munculnya
penyebaran penyakit tersebut di atas, memperkuat keinginan untuk mengembangkan dan
menjalankan prosedur yang bisa melindungi semua pihak dari penyebaran infeksi. Upaya
pencegahan penyebaran infeksi dikenal melalui Kewaspadaan Umum atau Universal Precaution
yaitu dimulai sejak dikenal infeksi nosokomial yang terus menjadi ancaman bagi “Petugas
Kesehatan”
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang melayani dan melakukan kontak langsung dengan
pasien dalam waktu 24 jam secara terus menerus tentunya mempunyai resiko terpajan infeksi,
oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dan resiko
tertular penyakit agar dapat bekerja maksimal.
B. Tujuan
a. Petugas kesehatan di dalam menjalan tugas dan kewajibannya dapat melindungi diri
sendiri, pasien dan masyarakat dan penyebaran infeksi.
b. Petugas kesehatan di dalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai resiko
tinggi terinfeksi penyakit menular di lingkungan tempat kerjanya, unutk menghindarkan
paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip “Universal Precaution”
C. Tindakan yang beresiko terpajan
1. Cuci tangan yang kurang benar
2. Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat.
3. Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman.
4. Tehnik dekontaminasi dan sterilisasi43peralatan kurang tepat.
5. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.
D. Prinsip keselamatan kerja
Prinsip utama prosedur Universal Precaution dalam kaitan keselamatan kerja adalah menjaga
hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip
tersebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu :
1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
2. Pemakaian alat pelindung diri diantaranya pemakaian sarung tangan guna
mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksi yang lain.
3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai.

8
4. Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan.
5. Pengelolaan limbah sanitasi ruangan.

BAB VIII
44
PENGENDALIAN MUTU

Indikator mutu pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi yang dilaksanakan di Puskesmas
Bumijawa meliputi :
1. Pengendalian mutu klinis :
1.Angka terjadinya infeksi nosokomial (Phlebitis) di rawat inap (umum dan poned).
2.Tidak ada tempat sampah medis tercampur
3. kepatuhan petugas menglakukan cuci tangan 5 momen.
4.Tersedianya APD di semua unit layanan ,
5.semua petugas yang melakukan tindakan medis maupun tidak medis menggunakan APD.
2. Pengendalian mutu sterilisasi.
3. Pengendalian mutu Linen Laundry.Pengendalian mutu sanitasi, limbah dan kesehatan
lingkungan
4. Pengendalian mutu pemeliharaan bangunan dan sarana fisik puskesmas.
5. Pengendalian di bagian K3.
Adapun pelaksanaan pengendalian mutu PPI di Puskesmas Bumijawa menjadi tanggungjawab masing-
masing bagian dan pelaporan pelaksanaan mutu dilakukan setiap satu bulan sekali.

9
BAB IX
45
PENUTUP

Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Puskesmas Bumijawa ini dibuat sebagai
acuan dalam pelayanan ke pasien bagi karyawan di Puskesmas Bumijawa Semoga dengan adanya
Pedoman Pelayanan ini, dapat lebih memudahkan semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan
kegiatan dan pelayanan internal maupun eksternal bagian.

10
46

11

Anda mungkin juga menyukai