Anda di halaman 1dari 3

LAKUKAN UPAYA PREVENTIF BAGI PASIEN PJK

Jakarta - Penyakit kardiovaskular yang menyerang jantung dan pembuluh darah merupakan penyakit
katastropik dengan komplikasi yang membahayakan jiwa. Penyembuhan penyakit ini membutuhkan
biaya tinggi. Prevalensi penyakit ini mencapai angka yang tidak rendah dan menyerap sekitar 30% dari
seluruh biaya pengobatan oleh rumah sakit. "Berdasarkan data semester I tahun 2014, kasus katastropik
rawat inap tertinggi adalah penyakit jantung, yaitu sebanyak 232.010 kasus dengan biaya 1,8 trilliun
rupiah. Kita dapat menekan jumlah kasus penyakit jantung dengan upaya promotif dan preventif berarti
mulai dari pencegahan awal sampai dengan tindakan canggih dan dilanjutkan dengan rehabilitasi",
ungkap SAM Bidang Perlindungan Faktor Resiko Kesehatan, dr. Sri Henni Setiawati, MHA yang dalam hal
ini mewakili Menteri Kesehatan RI membuka acara peringatan 30 tahun RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita (28/11).

Direktur Utama RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Dr. dr. Hananto Andriantoro, Sp.JP(K),
MARS, FICA menambahkan untuk tingkat pelayanan pihak RS juga melakukan upaya tindakan preventif
yang ditujukan pada orang-orang yang beresiko menderita penyakit jantung, seperti orang-orang yang
menderita hipertensi, kolesterol, diabetes melitus, dll. Dengan upaya preventif diharapkan kami bisa
mengurangi beban BPJS Kesehatan, khusus untuk penyakit jantung. Rumah Sakit juga bekerja sama
dengan Yayasan Jantung Indonesia untuk melakukan pembinaan pasien dengan resiko jantung di 44
Puskesmas.

Perlu diketahui bahwa penyakit kardiovaskuler adalah penyumbang kematian utama di dunia, termasuk
di Indonesia. Menurut survei WHO (2004), penyakit kardiovaskular mencapai angka 29% sebagai
penyabab kematian, melebihi penyebab lain, seperti infeksi, kanker, dll. Di Indonesia, berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dari penyakit kardiovaskular, terdapat prevalensi hipertensi
31,7% per 1000 penduduk, Penyakit Jantung Koroner (PJK) 7,2% dan stroke 8,3% disamping penyakit
jantung lain, seperti penyakit jantung katup, kardiomiopati dan Penyakit Jantung Bawaan (PJB) dengan
angka sekitar 1% dari bayi baru lahir.

"Dengan angka kelahiran kita di Indonesia sekitar 2,3%, maka tiap tahun lahir sekitar 5 juta bayi. Artinya,
tiap tahun lahir 50.000 bayi dengan PJB. Semua jenis penyakit jantung ini, bila dibiarkan saja ataupun
tidak diobati, tentu akan menjadi gagal jantung dengan akibat kualitas hidup yang sangat rendah.
Penyakit jantung ini menyebabkan angka mortabilitas dan morbiditas yang tinggi, maka perlu dicegah
sedini mungkin", jelas dr. Sri Henni Setiawati, MHA.
Pencegahannya sama seperti pada kelompok penyakit degeneratif lain atau kelompok penyakit tidak
menular (non-communicable disease), yang mencakup pencegahan terhadap faktor risikonya. Bahkan
sejak bayi ataupun sejak masa janin, proses aterosklerosis sudah dapat dicegah. Apabila sudah timbul
menjadi suatu penyakit, maka tindakan pengobatan harus segera dilakukan dengan prinsip "the faster
the better", atau cepat dan tepat. dr. Sri Henni Setiawati, MHA mengharapkan kepada RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita sebagai Pusat Jantung Nasional telah menjadi PPK III dan Tersier, artinya
seluruh staf dan pegawai harus memposisikan dirinya sebagai top referral (tempat akhir rujukan). Rumah
Sakit tidak hanya menangani penderita penyakit jantung, tetapi juga sebagai pusat pelatihan, penelitian
dan teaching hospital dalam mendidik tenaga kesehatan khususnya di bidang kesehatan jantung. Untuk
itu lakukan penanganan tindakan medik komprehensif yang terbaru dan inovasi terutama dalam
pengembangan pelayanan jantung di Indonesia.

"Sebagai pembina nasional di bidang pelayanan jantung dan pembuluh darah, RS juga harus mampu
melakukan pembinaan terhadap rumah sakit lainnya untuk menjadi jejaring sehingga pelayanan bisa
semakin dekat dengan masyarakat yang membutuhkannya mengingat response time yang sangat pendek
pada penanganan kasus penyakit jantung. Baik dari sisi pengembangan metode-metode terbaru dalam
tatalaksana penyakit kardiovaskular, penelitian-penelitian mutakhir, maupun sebagai pusat pendidikan
para dokter spesialis jantung, sampai sebagai pelopor bagi kegiatan edukasi kepada masyarakat tentang
deteksi dini penyakit kardiovaskular serta cara pencegahannya", tambah dr. Sri Henni Setiawati, MHA.
Pada kesempatan itu juga, dr. Sri Henni Setiawati, MHA mengingatkan bahwa Indonesia akan memasuki
Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan diberlakukan pada 31 Desember 2015 dan tahun 2020 akan
diberlakukan perdagangan bebas se-Asia Pasifik. Untuk menjawab tantangan ini, diperlukan peningkatan
mutu dalam segala bidang, salah satunya peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu di rumah
sakit.

"Sudah banyak masyarakat Indonesia yang berobat ke luar negeri seperti ke Malaysia dan Singapura. Hal
ini tentu saja menyedot aliran devisa negara keluar negeri. Seringkali pelayanan yang diberikan di luar
negeri merupakan pelayanan yang juga tersedia di Indonesia. Namun jaminan kualitas pelayanan
kesehatan yang ditawarkan oleh fasilitas pelayanan di luar negeri menyebabkan kepercayaan sebagian
masyarakat lebih tinggi kepada fasilitas di luar negeri dibandingkan dengan fasilitas di Indonesia", ungkap
dr. Sri Henni Setiawati, MHA.

dr. Sri Henni Setiawati, MHA menekankan agar rumah sakit ini dapat melakukan upaya-upaya berupa
pemutahiran standar-standar pelayanan, menekan semaksimal mungkin kematian di Rumah Sakit, serta
mengelola sebaik mungkin pengaduan mengenai pelayanan Rumah Sakit. Peningkatan mutu di rumah
sakit harus terus dilakukan dalam rangka menjawab perkembangan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
Kemajuan teknologi harus dapat kita kelola dengan bijak, semata-mata demi kepentingan pasien dan
tidak mengabaikan keamanan penggunaannya.

Anda mungkin juga menyukai