PENDAHULUAN
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh
Arthrophod borne virus dari famili Flaviviridae dan genus flavivirus. (Soedarto,
2012). Virus ini memiliki empat serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN4
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Di Indonesia, nyamuk yang merupakan
vektor DBD adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus. (Kemenkes, 2011)
1
DKI Jakarta adalah kota terbesar di Indonesia dan mempunyai jumlah penderita
DBD terbanyak. Salah satu wilayah di DKI Jakarta yaitu Kota Madya Jakarta
Pusat merupakan daerah endemis DBD. Pada tahun 2008 terdapa 3452 penderita
DBD dan pada tahun 2009 terdapat 3222 penderita. Di Jakarta Pusat terdapat 44
kelurahan dan sembilan di antaranya merupakan zona merah; salah satunya adalah
Kelurahan Paseban. Zona merah adalah wilayah yang dalam tiga minggu berturut-
turut terdapat tiga pasien DBD/minggu atau total penderita selama periode tiga
minggu pengamatan terdapat ≥ 9 penderita atau ada yang meninggal akibat DBD.
(Ramadhani, 2013)
Pada infeksi pertama oleh virus dengue, sebagian besar penderita tidak
menunjukkan gejala (asimptomatik), atau hanya menimbulkan demam yang tidak
khas. Dapat juga terjadi demam dengue (DD) yang klasik antara lain berupan
demam tinggi yang terjadi mendadak, sakit kepala, nyeri retro orbital, rasa sakit
pada otot dan tulang, lemah badan, muntah, sakit tenggorokan, dan ruam kulit
makulopapuler. Beratnya nyeri otot dan tulang menyebabkan demam dengue
disebut sebagai demam patah tulang (breakbone fever). (Soedarto, 2012)
Sebagian kecil penderita yang mengalami infeksi kedua oleh serotipe lainnya
dapat mengalami perdarahan dan kerusakan endotel atau vaskulopati. Perembesan
vaskuler ini dapat menyebabkan hemokonsentrasi dan efusi cairan yang
2
menimbulkan kolaps sirkulasi. Keadaan ini dapat memicu Dengue Shock
Syndrome (DSS), penyebab kematian yang lebih tinggi dibandingkan perdarahan
itu sendiri. Gejala klinis demam dengue tidak spesifik dan variatif. Diperlukan
pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosis. Diagnosis serologi
dilakukan berdasarkan peningkatan titer antibody IgM dan IgG. (Soedarto, 2012)
Demam Berdarah Dengue menjadi salah satu penyakit menular dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi di Indonesia. DBD mengakibatkan
manifestasi klinis yang sangat bervariasi. Dengan mengenali variasi gejala klinis
yang paling sering ditimbulkan, tentu penatalaksanaan DBD akan dapat
dilaksanakan secara efektif dan tepat. Berdasarkan latar belakang tersebut, Penulis
termotivasi untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul “Keluhan
Utama Penderita DBD yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo”
3
1.5 Manfaat Penelitian
a. Bagi pelayanan kesehatan
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengevaluasi keluhan utama dari
Demam Berdarah Dengue (DBD) sehingga membantu dalam menegakkan
diagnosis DBD.
b. Bagi masyarakat umum
Menambah pengetahuan masyarakat tentang keluhan utama Demam Berdarah
Dengue (DBD).
c. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan pengetahuan peneliti terkait
keluhan utama penderita Demam Berdarah Dengue (DBD).
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus, ditandai dengan
demam 2 – 7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan, penurunan jumlah
trombosit < 100.000 / mm3, adanya kebocoran plasma ditandai peningkatan
hematokrit ≥ 20 % dari nilai normal. Pemeriksaan serologis (ELISA, Rapid
Diagnostic Test/RDT Dengue) menunjukkan hasil positif.
Demam Dengue (DD) ialah demam disertai 2 atau lebih gejala penyerta
seperti sakit kepala, nyeri dibelakang bola mata, pegal, nyeri sendi ( athralgia ),
rash, mual, muntah dan manifestasi perdarahan. Dengan hasil laboratorium
leukopenia ( lekosit < 5000 /mm3 ), jumlah trombosit cenderung menurun <
150.000/mm3 dan didukung oleh pemeriksaan serologis.
Sindrom Syok Dengue (SSD) ialah kasus DBD yang masuk dalam derajat
III dan IV dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi
yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi ( 20 mmHg) atau hipotensi
yang ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah
5
sampai terjadi syok berat (tidak terabanya denyut nadi maupun tekanan darah).
(Kemenkes, 2011)
Pada tahun 2005, jumlah kasus DBD sebanyak 61.335 kasus dan jumlah
kematian 1.214 orang dengan persentase kasus mematikan (Case Fatality
Rate/CFR)=1,98%. Pada tahun 2006 jumlah kasus DBD meningkat sebanyak
73.858 kasus dengan jumlah kematian 768 orang dan CFR=0,98%. Sedangkan
pada tahun 2007, kasus DBD di seluruh Indonesia telah mencapai 139.695
kasus, laju kejadiannya (Incidence Rate/IR)=64 per 100.000), dan total
6
meninggal mencapai 1.395 kasus dengan CFR=0,9%. Jumlah kasus di
Indonesia tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan negara lain
di Asia Tenggara. Menurut website Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kementerian Kesehatan RI, data DBD
tahun 2011 tercatat sejumlah 49.868 kasus (IR=21 per 100.000 penduduk),
menurun cukup jauh (66,43%) jika dibandingkan dengan tahun 2010 dimana
terdapat 148.560 kasus (IR=62,5 per 100.000 penduduk), sementara untuk
angka kematian (CFR) akibat DBD hanya terdapat sedikit penurunan, yaitu di
tahun 2010 sebesar 0,87% dan di tahun 2011 sebesar 0,80%. (Hermansyah,
2012)
Penyebab penyakit adalah virus Dengue. Sampai saat ini dikenal ada 4
serotype virus yaitu ;
7
Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia dan yang terbanyak adalah type 2 dan type 3. Penelitian di Indonesia
menunjukkan Dengue type 3 merupakan serotype virus yang dominan
menyebabkan kasus yang berat. (Sukohar, 2014)
CARA PENULARAN
Dalam tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4–6 hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari
manusia kepada nyamuk dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah
demam timbul. (Sukohar, 2014)
9
Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibodi
anamnestik yang akan terjardi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi
dan transformasi limfosit imun dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue
titer tinggi. Replikasi virus dengue terjadi dengan akibat terdapatnya virus
dalam jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya akan mengakibatkan
terbentuknya kompleks antigen antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi
sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5
menyebabkan meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya plasma melalui endotel dinding
pembuluh darah. Pada penderita renjatan berat, volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari pada 30% dan berlangsung selama 24-48 jam.
Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia
jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran
pencernaran hebat yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan
tidak dapat diatasi. Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang
ditemukan pada sebagian besar penderita DBD. Nilai trombosit mulai menurun
pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan. Jumlah
tromosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal
biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan penyakit. Kelainan sistem
koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab perdarahan pada penderita
DBD. Berapa faktor koagulasi menurun termasuk faktor II, V, VII, IX, X dan
fibrinogen. Faktor XII juga dilaporkan menurun. Perubahan faktor koagulasi
disebabkan diantaranya oleh kerusakan hepar yang fungsinya memang terbukti
terganggu, juga oleh aktifasi sistem koagulasi.
10
Gambar 2. Patogenesis perdarahan pada DBD
12
tidak enak di daerah epigastrium, nyeri di bawah lengkungan iga kanan,
kadang-kadang nyeri perut dapat dirasakan di seluruh perut. (Nopianto, 2012)
a. Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus,
berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak mempan dengan antipiretik. Kadang-
kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40oC dan dapat terjadi kejang demam.
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat fase demam
mulai cenderung menurun dan pasien tampak seakan sembuh, hati-hati karena
fase tersebut dapat sebagai awal kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga dari
demam. Hari ke 3,4,5 adalah fase kritis yang harus dicermati pada hari ke 6
dapat terjadi syok. Kemungkinan terjadi perdarahan dan kadar trombosit sangat
rendah (<20.000/µl). (Nopianto, 2012)
b. Tanda-tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati, trombositopenia
dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular yang menyeluruh.
Jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji Torniquet
(uji Rumple Leed/uji bendung) positif, petekie, purpura, ekimosis dan
perdarahan konjungtiva. Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam
tetapi dapat pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu
epistaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis. (Nopianto, 2012)
Tanda perdarahan ini tidak semua terjadi pada seorang pasien DBD.
perdarahan paling ringan adalah uji Torniquet positif berarti fragilitas kapiler
meningkat. (Nopianto, 2012)
c. Hepatomegali
Hepatomegali pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di
13
bawah lengkungan iga kanan. Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi
teraba, dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati
tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hati,
berhubungan dengan adanya perdarahan. Pada sebagian kecil kasus dapat
dijumpai ikterus. (Nopianto, 2012)
d. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang
setelah demam turun. Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan
pada denyut nadi dan tekanan darah, akral (ujung) ekstremitas dingin, disertai
dengan kongesti kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan
sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma yang dapat bersifat ringan atau
sementara. Pasien biasanya akan sembuh spontan dengan pemberian cairan dan
elektrolit. (Nopianto, 2012)
Pada kasus berat, keadaan umum atau beberapa saat setelah suhu turun,
antara hari sakit ke 3-7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin
dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien
menjadi gelisah, nadi pasien tampak sangat lemah, dan sangat gelisah. Sesaat
sebelum syok seringkali pasien mengeluh nyeri perut. Syok ditandai dengan
denyut nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau
kurang). Syok merupakan tanda kegawatan yang harus mendapat perhatian
serius, oleh karena bila tidak diatasi dengan sebaik-baiknya dan secepatnya
dapat menyebabkan kematian. Pasien dapat dengan cepat masuk ke dalam fase
kritis yaitu syok berat (profound shock), pada saat itu tekanan darah dan nadi
tidak dapat terukur lagi. Syok dapat terjadi dalam waktu yang sangat singkat,
pasien dapat meninggal dalam waktu 12-24 jam atau sembuh cepat setelah
mendapat penggantian cairan yang memadai. Apabila syok tidak dapat segera
diatasi dengan baik, akan terjadi komplikasi yaitu asidosis metabolik,
14
perdarahan saluran cerna hebat atau perdarahan lain. Hal ini merupakan
pertanda buruk prognosis. (Nopianto, 2012)
15
B. Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan. Tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat
dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto toraks sebaiknya
dilakukan dalam posisi lateral dekubitas kanan (pasien tidur di sisi
kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan
USG. (Nopianto, 2012)
C. Diagnosis serologis
Dikenal 5 uji serologi yang dipakai untuk menentukan adanya
infeksi virus dengue, misalnya:
1) Uji hemaglutinasi inhibisi (Haemagglutination Inhibition test = HI
test).
2) Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation test = CF test).
3) Uji netralisasi (Neutralization test= NT test).
4) IgM Elisa (Mac. Elisa).
5) IgG Elisa.
(Nopianto, 2012)
D. Isolasi virus
Kepastian diagnosis paling baik adalah kalau dapat menemukan virus.
(Nopianto, 2012)
16
b) Petekie, ekimosis, atau purpura.
c) Perdarahan mukosa (tersering epistaksis dan perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain.
d) Hematemesis atau melena.
3) Trombositopenia ( jumlah trombosit < 100.000/μl).
perdarahan lain.
3) Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
gelisah.
4) Derajat IV Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan
17
Catatan : adanya trombositopenia disertai hemokonsentrasi membedakan DBD
derajat I/II dengan DD.
a. Probable
- Muka kemerahan
- Konjungtiva kemerahan
- Nyeri kepala
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan
18
- Mual dan muntah
19
- Terdapat kriteria klinis a dan b
1) Klinis
c) Pembesaran hati
2) Laboratorium
20
Derajat I : Demam dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji
Tourniquet positif.
Catatan : DBD Derajat III & IV adalah Sindrom Syok Dengue Adanya
kebocoran plasma (plasma leakage) yang ditandai dengan hemokonsentrasi
membedakan DBD dari DD. Pembagian derajat penyakit dapat juga
dipergunakan untuk kasus dewasa.
1) Demam,
2) Tanda-tanda perdarahan,
3) Hepatomegali,
4) Syok
1) Demam
• Demam tinggi mendadak, sepanjang ahri, berlangsung 2-7 hari.
• Fase kritis ditandai saat demam mulai turun biasanya setelah hari ke 3-6,
hati-hati karena pada fase tersebut dapat terjadi syok.
2) Tanda-tanda perdarahan
21
• Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah gangguan pada pembuluh
darah, trombosit, dan faktor pembekuan. Jenis perdarahan yang terbanyak
adalah perdarahan kulit seperti uji Tourniquet positif, petekie, purpura,
ekimosis dan perdarahan konjungtiva.
• Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk
membedakannya: lakukan penekanan pada bintik merah yang dicurigai
dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan, atau dengan
meregangkan kulit. Jika bintik merah menghilang saat penekanan/
peregangan kulit berarti bukan petekie. Perdarahan lain yaitu epitaksis,
perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Pada anak yang belum pernah
mengalami mimisan, maka mimisan merupakan tanda penting. Kadang-
kadang dijumpai pula perdarahan konjungtiva atau hematuria.
• Pada hari ke-2 demam, uji Tourniquet memiliki sensitivitas 90,6% dan
spesifisitas 77,8%,dan pada hari ke-3 demam nilai sensitivitas 98,7% dan
spesifisitas 74,2%.
• Uji Tourniquet dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 petekie pada
area 1 inci persegi (2,8 cm x 2,8 cm) di lengan bawah bagian depan (volar)
termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti).
• Pasang manset anak pada lengan atas (ukuran manset sesuaikan dengan
umur anak, yaitu lebar manset = 2/3 lengan atas)
22
• Aliran darah pada lengan atas dibendung pada tekanan antara sistolik dan
diastolik (rata-rata tekanan sistolik dan diastolik) selama 5 menit. (Bila
telah terlihat adanya bintik-bintik merah 10 buah, pembendungan dapat
dihentikan).
• Lihat pada bagian bawah lengan depan (daerah volar) dan atau daerah
lipatan siku (fossa cubiti), apakah timbul bintik-bintik merah, tanda
perdarahan (petekie)
23
2.1.8 Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue
Tidak ada terapi spesifik untuk infeksi dengue. Hal utama dari
khusus dan hati-hati pada manajemen cairan. Rehidrasi oral biasanya cukup
(parasetamol) bisa digunakan untuk menurunkan demam; aspirin dan obat anti-
1) Tirah baring.
2) Makanan lunak dan bila belum nafsu makan diberi minum 1,5-2 liter dalam
24 jam (susu, air dengan gula, atau sirop) atau air tawar ditambah garam.
3) Medikamentosa yang bersifat simtomatis.
4) Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.
24
2.1.9 Pencegahan Demam Berdarah Dengue
penyemprotan.
Sampai saat ini belum ada vaksin yang efektif untuk menangani virus
25
2.2 Kerangka Teori
KELUHAN UTAMA
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.3 Populasi
Populasi penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis Demam Berdarah Dengue
dari RS Pasar Rebo pada periode Januari 2016 – Desember 2016.
3.4 Sampel
Penetapan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara total sampling dari
Januari 2016 – Desember 2016.
Pada penelitian ini tidak dilakukan perhitungan besar sampel karena sampel yang
dipilih adalah total sampling.
27
3.7 Jenis Data
Jenis data penelitian adalah data sekunder yang diambil dari rekam medis.
Analisa data dilakukan dengan analisis univariat untuk mengumpulkan data hasil
pengukuran dengan menggunakan Microsoft Excel
28
Penyusunan Proposal
Revisi Proposal
Persetujuan Etik
Pengambilan Data
Observasi rekam
medis
Pengolahan Data
Penyusunan Laporan
30
DAFTAR PUSTAKA
31
9. Satari H. 2016. Update Management of Infectious Diseases and
Gastrointestinal Disorders. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas
Indonesia. Jakarta: FKUI; p. 28-29
10. Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue: Dengue Haemorrhagic Fever.
Jakarta: Sagung Seto; p.32-140
11. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. 2014. Demam Berdarah Dengue.
In: Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing;
p. 2773-79.
12. Sukohar A. 2014. Demam Berdarah Dengue (DBD). Medula, Volume 2, Nomor
2. Bag. Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
32
ANGGARAN PENELITIAN
a. Persiapan
No. Jenis Pengeluaran Pengeluaran
1. Percetakan Rp. 300.000,00
Total pengeluaran Rp. 300.000,00
b. Pelaksanaan
No. Jenis Pengeluaran Pengeluaran
1. Biaya transportasi Rp. 300.000,00
2. Percetakan Rp. 400.000,00
3. Penghargaan kepada pihak klinik Rp. 500.000,00
Total pengeluaran Rp. 1.200.000,00
c. Pelaporan
No. Jenis Pengeluaran Pengeluaran
1. Penyusunan Laporan Rp. 300.000,00
2. Penggandaan laporan akhir Rp. 400.000,00
Total pengeluaran Rp. 700.000,00
33
BIODATA PENELITI
34