Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan


penyakit infeksi akut yang banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan
subtropik dan dapat menyebabkan kematian. Sekitar 2,5 miliar manusia yang
merupakan duaperlima dari penduduk dunia mempunyai resiko tinggi tertular
demam dengue. WHO melaporkan angka kematian DBD sekitar 22.000 jiwa,
terutama anak-anak. (Soedarto, 2012)

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh
Arthrophod borne virus dari famili Flaviviridae dan genus flavivirus. (Soedarto,
2012). Virus ini memiliki empat serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN4
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Di Indonesia, nyamuk yang merupakan
vektor DBD adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus. (Kemenkes, 2011)

Secara epidemiologis, persebaran DBD hampir mencapai seluruh wilayah di


Indonesia. Secara nasional tidak satu pun provinsi terbebas dari kasus DBD,
bahkan cenderung terus meningkat tiap tahunnya. Menurut WHO, Demam
Berdarah Dengue di Indonesia termasuk dalam kategori A yaitu Demam Berdarah
dengue (DBD) sudah menjadi masalah utama. Indonesia merupakan daerah
endemis dengue dan mengalami epidemi sekali dalam 4-5 tahun. (Sahrir, 2016)

Pada tahun 2013 di Indonesia tercatat sebanyak 112.511 kasus Demam


Berdarah Dengue (Incidence Rate = 45,85 per 100.000 penduduk) dengan 871
kematian (CFR = 0,77%). Incidence Rate tertinggi ada di Propinsi Bali yaitu
sebesar 168,48 per 100.000 penduduk, sedangkan Case Fatality Rate (CFR)
tertinggi ada di Propinsi Jambi yaitu sebesar 2,82%. (Sahrir, 2016)

1
DKI Jakarta adalah kota terbesar di Indonesia dan mempunyai jumlah penderita
DBD terbanyak. Salah satu wilayah di DKI Jakarta yaitu Kota Madya Jakarta
Pusat merupakan daerah endemis DBD. Pada tahun 2008 terdapa 3452 penderita
DBD dan pada tahun 2009 terdapat 3222 penderita. Di Jakarta Pusat terdapat 44
kelurahan dan sembilan di antaranya merupakan zona merah; salah satunya adalah
Kelurahan Paseban. Zona merah adalah wilayah yang dalam tiga minggu berturut-
turut terdapat tiga pasien DBD/minggu atau total penderita selama periode tiga
minggu pengamatan terdapat ≥ 9 penderita atau ada yang meninggal akibat DBD.
(Ramadhani, 2013)

Virus dengue dapat mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi


antara yang paling ringan, Demam Dengue (DD), DBD dan demam dengue yang
disertai renjatan atau Dengue Shock Syndrome (DSS). Infeksi virus dengue tidak
selalu menyebabkan demam berdarah. Gambaran manifestasi klinis yang
bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es dengan kasus DBD dan
DSS yang dirawat di rumah sakit sebagai puncak gunung es yang terlihat di atas
permukaan laut, sedangkan kasus demam dengue merupakan dasarnya. (Satari,
2016)

Pada infeksi pertama oleh virus dengue, sebagian besar penderita tidak
menunjukkan gejala (asimptomatik), atau hanya menimbulkan demam yang tidak
khas. Dapat juga terjadi demam dengue (DD) yang klasik antara lain berupan
demam tinggi yang terjadi mendadak, sakit kepala, nyeri retro orbital, rasa sakit
pada otot dan tulang, lemah badan, muntah, sakit tenggorokan, dan ruam kulit
makulopapuler. Beratnya nyeri otot dan tulang menyebabkan demam dengue
disebut sebagai demam patah tulang (breakbone fever). (Soedarto, 2012)

Sebagian kecil penderita yang mengalami infeksi kedua oleh serotipe lainnya
dapat mengalami perdarahan dan kerusakan endotel atau vaskulopati. Perembesan
vaskuler ini dapat menyebabkan hemokonsentrasi dan efusi cairan yang

2
menimbulkan kolaps sirkulasi. Keadaan ini dapat memicu Dengue Shock
Syndrome (DSS), penyebab kematian yang lebih tinggi dibandingkan perdarahan
itu sendiri. Gejala klinis demam dengue tidak spesifik dan variatif. Diperlukan
pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosis. Diagnosis serologi
dilakukan berdasarkan peningkatan titer antibody IgM dan IgG. (Soedarto, 2012)

Demam Berdarah Dengue menjadi salah satu penyakit menular dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi di Indonesia. DBD mengakibatkan
manifestasi klinis yang sangat bervariasi. Dengan mengenali variasi gejala klinis
yang paling sering ditimbulkan, tentu penatalaksanaan DBD akan dapat
dilaksanakan secara efektif dan tepat. Berdasarkan latar belakang tersebut, Penulis
termotivasi untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul “Keluhan
Utama Penderita DBD yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo”

1.2 Perumusan Masalah


Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi akut yang
disebabkan oleh Arthrophod borne virus yang memiliki empat serotipe, yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN4 dan ditularkan melalui gigitan nyamuk. DBD
mengakibatkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi, Berdasarkan hal tersebut,
peneliti tertarik untuk mengetahui keluhan utama penderita DBD yang dirawat di
Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo.

1.3 Pertanyaan penelitian


Apa saja keluhan utama penderita DBD yang dirawat di Rumah Sakit Umum
Daerah Pasar Rebo?

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui keluhan utama penderita DBD yang dirawat di Rumah Sakit
Umum Daerah Pasar Rebo.

3
1.5 Manfaat Penelitian
a. Bagi pelayanan kesehatan
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengevaluasi keluhan utama dari
Demam Berdarah Dengue (DBD) sehingga membantu dalam menegakkan
diagnosis DBD.
b. Bagi masyarakat umum
Menambah pengetahuan masyarakat tentang keluhan utama Demam Berdarah
Dengue (DBD).
c. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan pengetahuan peneliti terkait
keluhan utama penderita Demam Berdarah Dengue (DBD).

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Definisi Demam Berdarah Dengue

DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan
ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Ae. albopictus, ditandai dengan
demam 2 – 7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan, penurunan jumlah
trombosit < 100.000 / mm3, adanya kebocoran plasma ditandai peningkatan
hematokrit ≥ 20 % dari nilai normal. Pemeriksaan serologis (ELISA, Rapid
Diagnostic Test/RDT Dengue) menunjukkan hasil positif.

Demam Dengue (DD) ialah demam disertai 2 atau lebih gejala penyerta
seperti sakit kepala, nyeri dibelakang bola mata, pegal, nyeri sendi ( athralgia ),
rash, mual, muntah dan manifestasi perdarahan. Dengan hasil laboratorium
leukopenia ( lekosit < 5000 /mm3 ), jumlah trombosit cenderung menurun <
150.000/mm3 dan didukung oleh pemeriksaan serologis.

Demam Berdarah Dengue (DBD) ialah demam 2 - 7 hari disertai dengan


manifestasi perdarahan, Jumlah trombosit < 100.000 /mm3, adanya tanda tanda
kebocoran plasma (peningkatan hematokrit 20 % dari nilai normal, dan/atau
efusi pleura, dan/atau ascites, dan/atau hypoproteinemia/ albuminemia) dan
atau hasil pemeriksaan serologis pada penderita tersangka DBD menunjukkan
hasil positif atau terjadi peninggian (positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada
pemeriksaan dengue rapid test (diagnosis laboratoris).

Sindrom Syok Dengue (SSD) ialah kasus DBD yang masuk dalam derajat
III dan IV dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi
yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi ( 20 mmHg) atau hipotensi
yang ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah
5
sampai terjadi syok berat (tidak terabanya denyut nadi maupun tekanan darah).
(Kemenkes, 2011)

2.1.2 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue

Setiap tahun di seluruh dunia dilaporkan sekitar 30-100 juta penderita


Demam Dengue dan 500.000 penderita Demam Berdarah Dengue, dengan
22.000 kematian terutama anak-anak. Sekitar 40% penduduk dunia atau sekitar
2,5-3 miliar orang berasal dari 112 negara di kawasan tropis dan subtropik
hidup dalam resiko tertular dengue. (Soedarto, 2012)

Dengue di Asia Tenggara menyebar ke negara-negara tropis dan


subtropik sekelilingnya, Cina Selatan dan Taiwan Selatan, anak benua India dan
Sri Lanka, lalu menurun ke negara-negara kepulauan Indonesia, Malaysia,
Filipina, New Guinea, Australia Timur Laut, dan beberapa pulau di pasifik.
Penularan hiperendemis berlangsung di Vietnam, Thailand, Indonesia, India,
Malaysia dan Filipina. (Soedarto, 2012)

Pada tahun 1968, Demam Berdarah Dengue pertama kali dilaporkan di


Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang, dan 24 diantaranya meninggal
dunia (41,3%). DBD kemudian menyebar ke seluruh Indonesia pada tahun 1988
dengan jumlah penderita mencapai 13,45 per 100.000 penduduk. Menurut
laporan Depkes seluruh provinsi di Indonesia telah terjangkit penyakit ini
dengan angka kejadian pada tahun 1994 sebesar 9,2% dan angka kematian
4,5%. (Soedarto, 2012)

Pada tahun 2005, jumlah kasus DBD sebanyak 61.335 kasus dan jumlah
kematian 1.214 orang dengan persentase kasus mematikan (Case Fatality
Rate/CFR)=1,98%. Pada tahun 2006 jumlah kasus DBD meningkat sebanyak
73.858 kasus dengan jumlah kematian 768 orang dan CFR=0,98%. Sedangkan
pada tahun 2007, kasus DBD di seluruh Indonesia telah mencapai 139.695
kasus, laju kejadiannya (Incidence Rate/IR)=64 per 100.000), dan total
6
meninggal mencapai 1.395 kasus dengan CFR=0,9%. Jumlah kasus di
Indonesia tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan negara lain
di Asia Tenggara. Menurut website Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kementerian Kesehatan RI, data DBD
tahun 2011 tercatat sejumlah 49.868 kasus (IR=21 per 100.000 penduduk),
menurun cukup jauh (66,43%) jika dibandingkan dengan tahun 2010 dimana
terdapat 148.560 kasus (IR=62,5 per 100.000 penduduk), sementara untuk
angka kematian (CFR) akibat DBD hanya terdapat sedikit penurunan, yaitu di
tahun 2010 sebesar 0,87% dan di tahun 2011 sebesar 0,80%. (Hermansyah,
2012)

Sementara kasus Demam Berdarah Dengue di Indonesia pada tahun 2013


tercatat sebanyak 112.511 kasus (Incidence Rate = 45,85 per 100.000
penduduk) dengan 871 kematian (CFR = 0,77%). Incidence Rate tertinggi ada
di Propinsi Bali yaitu sebesar 168,48 per 100.000 penduduk, sedangkan Case
Fatality Rate (CFR) tertinggi ada di Propinsi Jambi yaitu sebesar 2,82%.
(Sahrir, 2016)

2.1.3 Etiologi Demam Berdarah Dengue

Penyebab penyakit adalah virus Dengue. Sampai saat ini dikenal ada 4
serotype virus yaitu ;

1. Dengue 1 (DEN 1) diisolasi oleh Sabin pada tahun1944.


2. Dengue 2 (DEN 2) diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
3. Dengue 3 (DEN 3) diisolasi oleh Sather
4. Dengue 4 (DEN 4) diisolasi oleh Sather.
Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses
(arboviruses).

7
Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia dan yang terbanyak adalah type 2 dan type 3. Penelitian di Indonesia
menunjukkan Dengue type 3 merupakan serotype virus yang dominan
menyebabkan kasus yang berat. (Sukohar, 2014)

CARA PENULARAN

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi


virus dengue, yaitu mausia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui nyamuk Aedes Aegypti. Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini,
namun merupakan vektor yang kurang berperan. Aedes tersebut mengandung
virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia.
Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8
– 10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat di tularkan kembali pada
manusia pada saat gigitan berikutnya. Sekali virus dapat masuk dan
berkembang biak di dalam tubuh nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus
selama hidupnya (infektif).

Dalam tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4–6 hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari
manusia kepada nyamuk dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah
demam timbul. (Sukohar, 2014)

2.1.4 Patofisiologi dan Patogenesis Demam Berdarah Dengue

Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan


membedakan demam berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya
hipotensi, trombositopenia dan diabetes hemoragik. Meningginya nilai
hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa
8
renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler
melalui kapiler yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma
dan meningginya nilai hematokrit.
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis demam
berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar
menganut "the secondary heterologous infection hypothesis" yang mengatakan
bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama
mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan dalam
jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan sampai 5 tahun.
Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan hipotese infeksi sekunder dicoba
dirumuskan oleh Suvatte dan dapat dilihat pada gambar.

Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD

9
Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibodi
anamnestik yang akan terjardi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi
dan transformasi limfosit imun dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue
titer tinggi. Replikasi virus dengue terjadi dengan akibat terdapatnya virus
dalam jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya akan mengakibatkan
terbentuknya kompleks antigen antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi
sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5
menyebabkan meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya plasma melalui endotel dinding
pembuluh darah. Pada penderita renjatan berat, volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari pada 30% dan berlangsung selama 24-48 jam.
Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia
jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran
pencernaran hebat yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan
tidak dapat diatasi. Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang
ditemukan pada sebagian besar penderita DBD. Nilai trombosit mulai menurun
pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan. Jumlah
tromosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal
biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan penyakit. Kelainan sistem
koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab perdarahan pada penderita
DBD. Berapa faktor koagulasi menurun termasuk faktor II, V, VII, IX, X dan
fibrinogen. Faktor XII juga dilaporkan menurun. Perubahan faktor koagulasi
disebabkan diantaranya oleh kerusakan hepar yang fungsinya memang terbukti
terganggu, juga oleh aktifasi sistem koagulasi.

10
Gambar 2. Patogenesis perdarahan pada DBD

Pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM/DIC) secara potensial dapat


terjadi juga pada penderita DBD tanpa atau dengan renjatan. Renjatan pada
PIM akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki renjatan
irrevesible disertai perdarahan hebat, terlihatnya organ-organ vital dan berakhir
dengan kematian. (Sukohar, 2014)

2.1.5 Manifestasi Klinis Demam Berdarah Dengue

Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya


tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus.
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang
bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang
tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue (DD), atau
11
bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom
Syok Dengue (DSS). (Nopianto, 2012)

Gambar 3. Bagan manifestasi klinis infeksi virus dengue.

Demam dengue (DD) yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan


dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Fenomena patofisiologi utama yang
menentukan berat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, hipotensi,
trombositopenia dan diatesis hemoragik. (Nopianto, 2012)

Gejala klinis DBD diawali dengan demam mendadak, disertai dengan


muka kemerahan (flushed face) dan gejala klinis lain yang tidak khas,
menyerupai gejala demam dengue, seperti anoreksia, muntah, nyeri kepala, dan
nyeri pada otot dan sendi. Pada beberapa pasien mengeluh nyeri tenggorokan
dan pada pemeriksaan ditemukan faring hiperemis. Gejala lain yaitu perasaan

12
tidak enak di daerah epigastrium, nyeri di bawah lengkungan iga kanan,
kadang-kadang nyeri perut dapat dirasakan di seluruh perut. (Nopianto, 2012)

Gejala / tanda utama DBD adalah sebagai berikut:

a. Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus,
berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak mempan dengan antipiretik. Kadang-
kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40oC dan dapat terjadi kejang demam.
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat fase demam
mulai cenderung menurun dan pasien tampak seakan sembuh, hati-hati karena
fase tersebut dapat sebagai awal kejadian syok. Biasanya pada hari ketiga dari
demam. Hari ke 3,4,5 adalah fase kritis yang harus dicermati pada hari ke 6
dapat terjadi syok. Kemungkinan terjadi perdarahan dan kadar trombosit sangat
rendah (<20.000/µl). (Nopianto, 2012)

b. Tanda-tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah vaskulopati, trombositopenia
dan gangguan fungsi trombosit, serta koagulasi intravaskular yang menyeluruh.
Jenis perdarahan yang terbanyak adalah perdarahan kulit seperti uji Torniquet
(uji Rumple Leed/uji bendung) positif, petekie, purpura, ekimosis dan
perdarahan konjungtiva. Petekie dapat muncul pada hari-hari pertama demam
tetapi dapat pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu
epistaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis. (Nopianto, 2012)

Tanda perdarahan ini tidak semua terjadi pada seorang pasien DBD.
perdarahan paling ringan adalah uji Torniquet positif berarti fragilitas kapiler
meningkat. (Nopianto, 2012)

c. Hepatomegali
Hepatomegali pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di
13
bawah lengkungan iga kanan. Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi
teraba, dapat meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati
tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hati,
berhubungan dengan adanya perdarahan. Pada sebagian kecil kasus dapat
dijumpai ikterus. (Nopianto, 2012)

d. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang
setelah demam turun. Demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan
pada denyut nadi dan tekanan darah, akral (ujung) ekstremitas dingin, disertai
dengan kongesti kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan
sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma yang dapat bersifat ringan atau
sementara. Pasien biasanya akan sembuh spontan dengan pemberian cairan dan
elektrolit. (Nopianto, 2012)

Pada kasus berat, keadaan umum atau beberapa saat setelah suhu turun,
antara hari sakit ke 3-7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi: kulit teraba dingin
dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien
menjadi gelisah, nadi pasien tampak sangat lemah, dan sangat gelisah. Sesaat
sebelum syok seringkali pasien mengeluh nyeri perut. Syok ditandai dengan
denyut nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau
kurang). Syok merupakan tanda kegawatan yang harus mendapat perhatian
serius, oleh karena bila tidak diatasi dengan sebaik-baiknya dan secepatnya
dapat menyebabkan kematian. Pasien dapat dengan cepat masuk ke dalam fase
kritis yaitu syok berat (profound shock), pada saat itu tekanan darah dan nadi
tidak dapat terukur lagi. Syok dapat terjadi dalam waktu yang sangat singkat,
pasien dapat meninggal dalam waktu 12-24 jam atau sembuh cepat setelah
mendapat penggantian cairan yang memadai. Apabila syok tidak dapat segera
diatasi dengan baik, akan terjadi komplikasi yaitu asidosis metabolik,

14
perdarahan saluran cerna hebat atau perdarahan lain. Hal ini merupakan
pertanda buruk prognosis. (Nopianto, 2012)

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium bersama pemeriksaan klinis merupakan satu


kesatuan yang tidak dapat dipisahkan untuk menegakkan diagnosis infeksi
dengue.
A. Hematologi
a. Jumlah leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (>15% dari jumlah total leukosit) yang pada fase syok
meningkat. Hitung leukosit ini cukup penting untuk diperhitungkan
dalam menentukan prognosis pada fase-fase awal infeksi. Leukopenia
(<5000 sel/ µl) merupakan pertanda bahwa dalam 24 jam kedepan demam
akan turun dan penderita akan memasuki fase kritis. (Nopianto, 2012)
b. Jumlah trombosit
Pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan
hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Trombositopenia (jumlah
trombosit < 100.000/μl) biasanya ditemukan pada hari ke 3-8. (Nopianto,
2012)
c. Nilai hematokrit
Peningkatan hematokrit mengambarkan hemokonsentrasi dan
merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma. Hal
ini dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥20% dari
hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam. Perlu
diketahui bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian cairan
atau perdarahan. (Nopianto, 2012)

15
B. Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan. Tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat
dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto toraks sebaiknya
dilakukan dalam posisi lateral dekubitas kanan (pasien tidur di sisi
kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan
USG. (Nopianto, 2012)
C. Diagnosis serologis
Dikenal 5 uji serologi yang dipakai untuk menentukan adanya
infeksi virus dengue, misalnya:
1) Uji hemaglutinasi inhibisi (Haemagglutination Inhibition test = HI
test).
2) Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation test = CF test).
3) Uji netralisasi (Neutralization test= NT test).
4) IgM Elisa (Mac. Elisa).
5) IgG Elisa.
(Nopianto, 2012)
D. Isolasi virus
Kepastian diagnosis paling baik adalah kalau dapat menemukan virus.
(Nopianto, 2012)

2.1.7 Kriteria Diagnosis Demam Berdarah Dengue

Berdasarkan manifestasi klinis dan laboratoris diatas dapat ditegakkan


diagnosa DBD dengan mengacu pada kriteria WHO 1997. Diagnosis DBD
ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi :
1) Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya bifasik.
2) Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
a) Uji bendung positif.

16
b) Petekie, ekimosis, atau purpura.
c) Perdarahan mukosa (tersering epistaksis dan perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain.
d) Hematemesis atau melena.
3) Trombositopenia ( jumlah trombosit < 100.000/μl).

4) Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut :


a) Peningkatan hematokrit > 20 % dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin.
b) Penurunan hematokrit > 20 % setelah mendapat terapi cairan
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
c) Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites, atau
hipoproteinemia.

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit DBD Menurut WHO Tahun 1997

1) Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan ialah uji torniquet.

2) Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau

perdarahan lain.

3) Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,

tekanan nadi menurun ( 20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,

sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan tampak

gelisah.

4) Derajat IV Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan

tekanan darah tidak terukur.

17
Catatan : adanya trombositopenia disertai hemokonsentrasi membedakan DBD
derajat I/II dengan DD.

Menurut Kemenkes tahun 2011: Diagnosis DD dan DBD


1. Diagnosis Suspek Infeksi Dengue

Diagnosis Suspek Infeksi dengue ditegakkan bila terdapat 2 kriteria


berikut:

1) Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas berlangsung selama 2-


7 hari
2) Manifestasi perdarahan: sekurang-kurangnya uji tourniquet (Rumple
Leede) positif

2. Diagnosis Demam Dengue (DD)

a. Probable

1) Demam tinggi mendadak

2) Ditambah 2 atau lebih gejala/tanda penyerta:

- Muka kemerahan

- Konjungtiva kemerahan

- Nyeri kepala

- Nyeri belakang bola mata

- Nyeri otot & tulang

- Ruam kulit

- Manifestasi perdarahan

18
- Mual dan muntah

- Leukopenia (Lekosit = 5000 /mm3)

- Trombositopenia (Trombosit < 150.000 /mm3 )

- Peningkatan hematokrit 5 - 10 %, sebagai akibat dehidrasi.

3) Dan terdapat sekurang-kurangnya satu dari kriteria berikut:

- Pemeriksaan serologi Hemaglutination Inhibition (HI) test sampel serum


tunggal; titer 1280 atau tes antibodi IgM dan IgG positif, atau antigen
NS1 positif.

- Kasus berlokasi di daerah dan waktu yang bersamaan dimana terdapat


kasus konfirm Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue

b. Confirmed / diagnosis pasti

Kasus probable disertai sekurang-kurangnya satu kriteria berikut:

1) Isolasi virus Dengue dari serum

2) Pemeriksaan HI Test Peningkatan titer antibodi 4 kali pada pasangan


serum akut dan konvalesen atau peningkatan antibodi IgM spesifik untuk
virus dengue

3) Positif antigen virus Dengue pada serum atau cairan serebrospinal


(LCS=Liquor Cerebro Spinal) dengan metode immunohistochemistry,
immunofluoressence atau ELISA 4) Positif pemeriksaan Polymerase
Chain Reaction (PCR)

3. Diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD)

a. Penegakan Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis DBD diperlukan


sekurang-kurangnya:

19
- Terdapat kriteria klinis a dan b

- Dua Kriteria laboratorium

1) Klinis

a) Demam tinggi mendadak berlangsung selama 2-7 hari.

b) Terdapat manifestasi/ tanda-tanda perdarahan ditandai dengan:

- Uji Bendung (Tourniquet Test) positif

- Petekie, ekimosis, purpura

- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

- Hematemesis dan/ atau melena

c) Pembesaran hati

d) Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan


nadi (20 mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit
lembab dan pasien tampak gelisah

2) Laboratorium

a) Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)

b) Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler,


yang ditandai adanya: Hemokonsentrasi/ Peningkatan hematokrit
10% dari data baseline saat pasien belum sakit atau sudah sembuh
atau adanya efusi pleura, asites atau hipoproteinemia
(hipoalbuminemia).

b. Derajat Beratnya Penyakit DBD

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat:

20
Derajat I : Demam dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji
Tourniquet positif.

Derajat II : Terdapat perdarahan spontan antara lain perdarahan kulit


(petekie), perdarahan gusi, epistaksis atau perdarahan lain. (mesntruasi
berlebihan, perdarahan saluran cerna). Derajat III : Derajat I atau II disertai
kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20
mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin
dan lembab, dan anak tampak gelisah. Derajat IV : Seperti derajat III disertai
Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak
terukur.

Catatan : DBD Derajat III & IV adalah Sindrom Syok Dengue Adanya
kebocoran plasma (plasma leakage) yang ditandai dengan hemokonsentrasi
membedakan DBD dari DD. Pembagian derajat penyakit dapat juga
dipergunakan untuk kasus dewasa.

c. Gejala /tanda utama DBD

Gejala / tanda utama DBD sebagai berikut:

1) Demam,

2) Tanda-tanda perdarahan,

3) Hepatomegali,

4) Syok

1) Demam
• Demam tinggi mendadak, sepanjang ahri, berlangsung 2-7 hari.
• Fase kritis ditandai saat demam mulai turun biasanya setelah hari ke 3-6,
hati-hati karena pada fase tersebut dapat terjadi syok.
2) Tanda-tanda perdarahan

21
• Penyebab perdarahan pada pasien DBD ialah gangguan pada pembuluh
darah, trombosit, dan faktor pembekuan. Jenis perdarahan yang terbanyak
adalah perdarahan kulit seperti uji Tourniquet positif, petekie, purpura,
ekimosis dan perdarahan konjungtiva.
• Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk, untuk
membedakannya: lakukan penekanan pada bintik merah yang dicurigai
dengan kaca obyek atau penggaris plastik transparan, atau dengan
meregangkan kulit. Jika bintik merah menghilang saat penekanan/
peregangan kulit berarti bukan petekie. Perdarahan lain yaitu epitaksis,
perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Pada anak yang belum pernah
mengalami mimisan, maka mimisan merupakan tanda penting. Kadang-
kadang dijumpai pula perdarahan konjungtiva atau hematuria.

• Uji Tourniquet sebagai tanda perdarahan ringan,dapat dinilai sebagai


presumptif test (dugaan keras).

• Pada hari ke-2 demam, uji Tourniquet memiliki sensitivitas 90,6% dan
spesifisitas 77,8%,dan pada hari ke-3 demam nilai sensitivitas 98,7% dan
spesifisitas 74,2%.

• Uji Tourniquet dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 petekie pada
area 1 inci persegi (2,8 cm x 2,8 cm) di lengan bawah bagian depan (volar)
termasuk pada lipatan siku (fossa cubiti).

Cara melakukan uji Tourniquet sebagai berikut :

• Pasang manset anak pada lengan atas (ukuran manset sesuaikan dengan
umur anak, yaitu lebar manset = 2/3 lengan atas)

• Pompa tensimeter untuk mendapatkan tekanan sistolik dan tekanan


diastolik

22
• Aliran darah pada lengan atas dibendung pada tekanan antara sistolik dan
diastolik (rata-rata tekanan sistolik dan diastolik) selama 5 menit. (Bila
telah terlihat adanya bintik-bintik merah 10 buah, pembendungan dapat
dihentikan).

• Lihat pada bagian bawah lengan depan (daerah volar) dan atau daerah
lipatan siku (fossa cubiti), apakah timbul bintik-bintik merah, tanda
perdarahan (petekie)

• Hasil Uji Tourniquet dinyatakan positif (+) bila ditemukan 10 bintik


perdarahan (petekia), pada luas 1 inci persegi ( 2,8 cm2.)

3) Hepatomegali (pembesaran hati)


• Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable)
sampai 2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan dan dibawah procesus
Xifoideus
• Proses pembesaran hati, dari tidak teraba menjadi teraba, dapat
meramalkan perjalanan penyakit DBD. Derajat pembesaran hati tidak
sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan di hipokondrium
kanan disebabkan oleh karena peregangan kapsul hati. Nyeri perut lebih
tampak jelas pada anak besar dari pada anak kecil.
4) Syok Tanda-tanda syok (renjatan):
• Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan
dan kaki
• Capillary refill time memanjang > 2 detik
• Penderita menjadi gelisah
• Sianosis di sekitar mulut
• Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba
• Perbedaan tekanan nadi sistolik dan diastolik menurun 20 mmHg

23
2.1.8 Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue

Tidak ada terapi spesifik untuk infeksi dengue. Hal utama dari

penatalaksanaan adalah mempertahankan terapi suportif, dengan perhatian

khusus dan hati-hati pada manajemen cairan. Rehidrasi oral biasanya cukup

untuk pasien dengan sedikit atau tanpa permeabilitas kapiler. Acetaminophen

(parasetamol) bisa digunakan untuk menurunkan demam; aspirin dan obat anti-

inflamasi non steroid merupakan kontraindikasi.

Penatalaksanaan pasien DD atau DBD tanpa penyulit:

1) Tirah baring.
2) Makanan lunak dan bila belum nafsu makan diberi minum 1,5-2 liter dalam
24 jam (susu, air dengan gula, atau sirop) atau air tawar ditambah garam.
3) Medikamentosa yang bersifat simtomatis.
4) Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.

Pada pasien dengan tanda renjatan dilakukan:

1) Pemasangan infus dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan


diatasi.
2) Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernafasan tiap
jam, serta Hb dan Ht tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya 24 jam.

24
2.1.9 Pencegahan Demam Berdarah Dengue

Pencegahan infeksi dengue pada manusia dapat dilakukan melalui 2

pendekatan komplementer. Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari

gigitan nyamuk. Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan

menggunakan kelambu, menggunakan obat nyamuk (bakar,oles), tidak

melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung baju), melakukan

penyemprotan.

Mengendalikan populasi nyamuk (pengendalian vektor) dapat dilakukan


dengan menghilangkan tempat perkembangbiakan nyamuk dalam rumah dan
menggunakan larvasida dan insektisida. Kontrol Aedes aegypti, yaitu salah satu
dari vektor nyamuk, merupakan kunci utama pemberantasan penyakit.

Sampai saat ini belum ada vaksin yang efektif untuk menangani virus

dengue. Penelitian sedang dilakukan untuk mengembangkan vaksin dengue

yang efektif dan aman.

25
2.2 Kerangka Teori

DEMAM BERDARAH DENGUE

ANAMNESIS PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN TATALAKSANA


FISIK PENUNJANG

KELUHAN UTAMA

2.3 Kerangka Konsep

DEMAM BERDARAH KELUHAN


DENGUE UTAMA

2.4 Definisi Operasional

Tabel 2. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Cara Ukur Skala


1. Keluhan Gejala yang Diukur dengan Ordinal
Utama membawa pasien melihat data
berobat ke dokter. rekam medis

26
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif.

3.2 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian dilakukan secara cross sectional dengan mengolah data


sekunder dari rekam medis.

3.3 Populasi

Populasi penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis Demam Berdarah Dengue
dari RS Pasar Rebo pada periode Januari 2016 – Desember 2016.

3.4 Sampel

Pemilihan subyek penelitian menggunakan metode total sampling pada pasien


dengan diagnosis Demam Berdarah Dengue di RS Pasar Rebo pada periode Januari
2016 – Desember 2016.

3.5 Cara Penetapan Sampel

Penetapan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara total sampling dari
Januari 2016 – Desember 2016.

3.6 Penetapan Besar Sampel

Pada penelitian ini tidak dilakukan perhitungan besar sampel karena sampel yang
dipilih adalah total sampling.

27
3.7 Jenis Data

Jenis data penelitian adalah data sekunder yang diambil dari rekam medis.

3.8 Cara Pengumpulan dan Pengukuran Data

Cara pengumpulan data adalah dengan observasi pada rekam medik.

3.9 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data ini menggunakan rekam medis.

3.10 Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan analisis univariat untuk mengumpulkan data hasil
pengukuran dengan menggunakan Microsoft Excel

3.11 Protokol Penelitian

28
Penyusunan Proposal

Revisi Proposal

Persetujuan Etik

Pengambilan Data

Observasi rekam
medis

Pengolahan Data

Penyusunan Laporan

3.12 Jadwal penelitian


29
2017
Kegiatan
Jan Feb Mar Apr Mei Ags Sep Okt Nov Des
Bimbingan
Skripsi
Pengajuan
Judul Skripsi
Penyusunan
Proposal
Revisi
Proposal
Ujian
Proposal
Pengumpulan
Data
Pengolahan
dan Analisis
Data
Penyusunan
Laporan
Skripsi
Ujian
Skripsi
Revisi Skripsi

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Halstead S. 2013. Dengue: The Syndromic Basis to Pathogenesis Research.


Inutility of the 2009 WHO Case Definition. Am. J. Trop. Med. Hyg., 88(2),
2013, pp. 212–215. International Vaccine Institute, Seoul, Korea.
2. Hermansyah. 2012. Model Manajemen Demam Berdarah Dengue; Suatu
Analisis Spasial Pascatsunami Di Wilayah Kota Banda Aceh. Jakarta,
Universitas Indonesia. Dissertation.
3. Kamaruddin D, Sungkar S. 2013. The Trend of Dengue Hemorrhagic Fever
Cases in Central Jakarta 2008-2010 Vol. 1 No. 1. Jakarta, Bagian Parasitologi
Universitas Indonesia.
4. Kemenkes RI. 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan.
5. Muliansyah, Baskoro T. 2016. Analisis Pola Sebaran Demam Berdarah
Dengue Terhadap Penggunaan Lahan Dengan Pendekatan Spasial Di
Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2011-2013. Journal of
Information Systems for Public Health, Vol. 1, No. 1. Yogyakarta, Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada.
6. Nopianto H. 2012. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Lama Rawat
Inap Pada Pasien Demam Berdarah Dengue Di Rsup Dr Kariadi Semarang.
Semarang, Universitas Diponegoro. Thesis.
7. Ramadhani M, Astuty H. 2013. Kepadatan dan Penyebaran Aedes aegypti
Setelah Penyuluhan DBD di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat Vol. 1 No. 1.
Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
8. Sahrir N, Ishak H, Maidin A. 2016. Environmental Characteristics and Density
Mapping of Aegypti Aedes Dengue Based on Endemicity Status of DBD in
Kolaka District. JST Kesehatan, Vol.6 No.1 : 70 – 75. Universitas Hasanuddin.

31
9. Satari H. 2016. Update Management of Infectious Diseases and
Gastrointestinal Disorders. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas
Indonesia. Jakarta: FKUI; p. 28-29
10. Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue: Dengue Haemorrhagic Fever.
Jakarta: Sagung Seto; p.32-140
11. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. 2014. Demam Berdarah Dengue.
In: Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing;
p. 2773-79.
12. Sukohar A. 2014. Demam Berdarah Dengue (DBD). Medula, Volume 2, Nomor
2. Bag. Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

32
ANGGARAN PENELITIAN

a. Persiapan
No. Jenis Pengeluaran Pengeluaran
1. Percetakan Rp. 300.000,00
Total pengeluaran Rp. 300.000,00

b. Pelaksanaan
No. Jenis Pengeluaran Pengeluaran
1. Biaya transportasi Rp. 300.000,00
2. Percetakan Rp. 400.000,00
3. Penghargaan kepada pihak klinik Rp. 500.000,00
Total pengeluaran Rp. 1.200.000,00

c. Pelaporan
No. Jenis Pengeluaran Pengeluaran
1. Penyusunan Laporan Rp. 300.000,00
2. Penggandaan laporan akhir Rp. 400.000,00
Total pengeluaran Rp. 700.000,00

Total anggaran penelitian : Rp. 2.200.000,00

33
BIODATA PENELITI

Nama : Ain Fitrah Aulia Nur


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Ujung Pandang, 21 Juli 1996
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Anak ke- : 1 dari 2 bersaudara
Alamat : Jl. Jipang Raya Perum. Villa Megasari Blok B2,
Makassar, Sulawesi Selatan
No. HP : 081245075791
Email : ainftrh@gmail.com
Pendidikan
2002 – 2008 : SD Inpres Kampus IKIP
2008 – 2011 : SMP Negeri 1 Makassar
2011 - 2014 : SMA Islam Athirah 2 Makassar
2014 - sekarang : Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

34

Anda mungkin juga menyukai