Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan rujukan di Indonesia
akhir-akhir ini sangat pesat, baik dari jumlah maupun pemanfaatan teknologi kedokteran.
Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tetap harus mengedepankan peningkatan
mutu pelayanan kepada masyarakat dengan tanpa mengabaikan upaya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) bagi seluruh pekerja Rumah Sakit.
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat maka
tuntutan pengelolaan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS)
semakin tinggi karena Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah Sakit, pengunjung/pengantar
pasien, pasien dan masyarakat sekitar Rumah Sakit ingin mendapatkan perlindungan dari
gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik sebagai dampak proses kegiatan pemberian
pelayanan maupun karena kondisi sarana dan prasarana yang ada di Rumah Sakit yang tidak
memenuhi standar.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit perlu mendapat perhatian serius dalam
upaya melindungi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh proses pelayanan
kesehatan, maupun keberadaan sarana, prasarana, obat-obatan dan logistik lainnya yang ada di
lingkungan Rumah Sakit sehingga tidak menimbulkan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja
dan kedaruratan termasuk kebakaran dan bencana yang berdampak pada pekerja Rumah Sakit,
pasien, pengunjung dan masyarakat di sekitarnya.
Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di RS (K3RS) ini merupakan pedoman yang
dipakai sebagai acuan dalam pelaksanaan pengelolaan K3RS dan dapat menggantikan peran
standar K3RS terdahulu yang di kenal dengan Kebakaran, Keselamatan Kerja dan
Kewaspadaan Bancana. Standar K3RS sebagai acuan lebih komprehensif karena didalamnya
terdapat Standar Kesehatan Kerja dan Standar Keselamatan Kerja yang mencakup standar
penanggulangan kebakaran dan kewaspadaan terhadap bencana. Standar K3RS yang ditetapkan
melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1087/MENKES/SK/VIII/2010 diharapkan dapat
diterapkan di seluruh Rumah Sakit sebagai bagian dalam pengelolaan Rumah Sakit dan sebagai
salah satu parameter penilaian Akreditasi Rumah Sakit yang diamanatkan oleh Undang undang
no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Di dunia Internasional, program K3 telah lama diterapkan di berbagai sektor industri
(akhir abad 18), kecuali di sektor kesehatan. Perkembangan K3RS tertinggal dikarenakan fokus
pada kegiatan kuratif, bukan preventif. Fokus pada kualitas pelayanan bagi pasien, tenaga
profesi di bidang K3 masih terbatas, organisasi kesehatan yang dianggap pasti telah melindungi
diri dalam bekerja.
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik
tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan
teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan
pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya. Selain dituntut mampu memberikan pelayanan dan pengobatan yang
bermutu, Rumah Sakit juga dituntut harus melaksanakan dan mengembangkan program K3 di
Rumah Sakit (K3RS) seperti yang tercantum dalam buku Standar Pelayanan Rumah Sakit dan
terdapat dalam instrumen akreditasi Rumah Sakit.
Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya pasal 165 :
”Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya
pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja”. Berdasarkan pasal di
atas maka pengelola tempat kerja di RumahSakit mempunyai kewajiban untuk menyehatkan
para tenaga kerjanya. Salah satunya adalah melalui upaya kesehatan kerja disamping
keselamatan kerja. Rumah Sakit harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap
pasien, penyedia layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi bahaya
di Rumah Sakit. Oleh karena itu, Rumah Sakit dituntut untuk melaksanakan Upaya Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3) yang dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga
risiko terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di Rumah
Sakit dapat dihindari.
K3RS merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit,
khususnya dalam hal kesehatan dan keselamatan bagi SDM Rumah Sakit, pasien,
pengunjung/pengantar pasien, masyarakat sekitar Rumah Sakit. Hal ini secara tegas dinyatakan
di dalam Undang-undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 40 ayat 1 yakni
“Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara
berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali”. K3 termasuk sebagai salah satu standar pelayanan yang
dinilai di dalam akreditasi Rumah Sakit, disamping standar pelayanan lainnya.
Selain itu seperti yang tercantum dalam pasal 7 ayat 1 Undang-undang No.44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit, bahwa “Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,
prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan”, yang mana persyaratan-
persyaratan tersebut salah satunya harus memenuhi unsur K3 di dalamnya. Dan bagi Rumah
Sakit yang tidak memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut tidak diberikan izin mendirikan,
dicabut atau tidak diperpanjang izin operasional Rumah Sakit (pasal 17).
Bahaya-bahaya potensial di Rumah Sakit dapat dikelompokkan, seperti dalam tabel
berikut :

Bahaya Fisik Diantaranya : radiasi pengion, radiasi non-pengion, suhu panas,suhu


dingin, bising, getaran, pencahayaan
Bahaya Kimia Diantaranya Ethylene Oxide, Formaldehyde, Glutaraldehyde, Ether,
Halothane, Etrane, Mercury, Chlorine
Bahaya Biologi Diantaranya : Virus (misal : Hepatitis B, Hepatitis C, Influenza, HIV),
Bakteri (misal : S. Saphrophyticus, Bacillus sp., Porionibacterium sp.,
H.Influenzae, S.Pneumoniae, N.Meningitidis, B.Streptococcus,
Pseudomonas), Jamur (misal : Candida) dan Parasit (misal : S. Scabiei)
Bahaya Ergonomi Diantaranya :Cara
Cara kerja yang salah, diantaranya posisi kerja statis,
angkat angkut pasien, membungkuk, menarik, mendorong
Bahaya Diantaranya : kerja shift, stress beban kerja, hubungan kerja, post
Psikososial traumatic
Bahaya Mekanik Diantaranya : terjepit, terpotong, terpukul, tergulung, tersayat, tertusuk
benda tajam
Bahaya Listrik Diantaranya : sengatan listrik, hubungan arus pendek, kebakaran,
petir,listrik statis
Kecelakaan Diantaranya : kecelakaan benda tajam, tergelincir
Limbah RS Diantaranya :Diantaranya
limbah medislimbah
(jarum medis
suntik,vial obat, nanah, darah)
limbah non medis,
(jarumlimbah
suntik,vial
cairanobat,
tubuh
nanah
manusia (misal : droplet, liur,
sputum)

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka Rumah Sakit Kharitas Bhakti perlu dibuat standar
pelayanan K3RS yang merupakan pedoman bagi Rumah Sakit dalam upaya-upaya
melaksanakan program kesehatan dan keselamatan kerja secara komperenship sehinnga tercipta
kondisi lingkungan yang sehat dilingkungan rumah sakit yang pada akhirya terciptanya kualitas
pelayanan kesehatan yang aman diberikan di lingkungan rumah sakit.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM Rumah
Sakit, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung/pengantar pasien, masyarakat dan lingkungan
sekitar Rumah Sakit sehingga proses pelayanan Rumah Sakit berjalan baik dan lancer
2. Tujuan Khusus
a. Terwujudnya organisasi kerja yang menunjang tercapainya K3RS.
b. Meningkatnya profesionalisme dalam hal K3RS bagi manajemen, pelaksana dan
pendukung program.
c. Terpenuhi syarat-syarat K3 di setiap unit kerja.
d. Terlindunginya pekerja dan mencegah terjadinya PAK dan KAK.
e. Terselenggaranya program K3RS secara optimal dan menyeluruh.
f. Peningkatan mutu, citra dan produktivitas Rumah Sakit.

C. Sasaran
1. SDM rumah sakit
2. Pasien rumah sakit
3. Pengunjung rumah sakit
4. Mitra rumah sakit
5. Lingkungan rumah sakit
D. Ruang Lingkup
Standar K3RS mencakup; prinsip, program dan kebijakan pelaksanaan K3RS, standar
pelayanan K3RS, standar sarana, prasarana dan peralatan K3RS, pengelolaan barang
berbahaya, standar sumber daya manusia K3RS, pembinaan, pengawasan, pencatatan dan
pelaporan.

E. Batasan Operasional
1. Manajemen K3RS
Upaya terpadu seluruh pekerja Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit
untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja Rumah Sakit yang sehat, aman dan
nyaman baik bagi pekerja Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit maupun
bagi masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit
2. Pengembangan kebijakan K3RS
Merencanakan program K3RS selama 3 tahun ke depan. (setiap 3 tahun dapat direvisi
kembali, sesuai dengan kebutuhan) maupun revitalisasi organisasi K3RS.
3. Pembudayaan perilaku K3RS
Upaya Advokasi sosialisasi K3 pada seluruh jajaran Rumah Sakit, baik bagi SDM
Rumah Sakit, pasien maupun pengantar pasien/pengunjung Rumah Sakit termasuk
penyebaran brosur, poster, pamlet,dll termasuk promosi kesehatan
4. Pengembangan SDM K3RS
Upaya peningkatan kapasitas petugas di bidang K3RS melalui Upaya pendidikan dan
latihan baik dalam maupun luar daerah melalui kegiatan seminar, pelatihan lanjutan,
worshop dll.
5. Pengembangan Pedoman, Petunjuk Teknis dan Standard Operational Procedure (SOP)
K3RS
Menyusun standar pedoman pelaksanaan pelayanan yang berhubungan dengan K3RS
6. Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja
Upaya Pemetaan daerah yang dianggap beresiko atau berbahaya yang belum
melaksanakan K3RS maupun yang sudah melakukan termasuk evaluasi lingkungan melalui
observasi,wawancara sumber daya manusia Rumah Sakit.
7. Pelayanan Kesehatan Kerja
Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana, prasarana dan peralatan
Rumah Sakit, termasuk pembianan pengawasan perlengkapan keselamatan, maupun dalam
hal pengadaan pemeliharaan sarana dan prasarana alat kesehatan.
8. Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair dan gas
Upaya Penyediaan fasilitas untuk penanganan dan pengelolaan limbah padat, cair dan
gas.
9. Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya
Upaya Inventarisasi bahan racun berbahaya, barang berbahaya Membuat kebijakan dan
prosedur pengadaan, penyimpanan dan penanggulangan bila terjadi kontaminasi dengan
acuan Lembar Data Keselamatan Bahan (MSDS-Material Safety Data Sheet) atau Lembar
Data Pengaman (LDP); lembar informasi dari pabrik tentang sifat khusus (fisik/kimia) dari
bahan, cara penyimpanan, risiko pajanan dan cara penanggulangan bila terjadi kontaminasi.
10. Pengembangan manajemen tanggap darurat
Menyusun rencana tanggap darurat (survey bahaya, membentuk tim tanggap darurat,
menetapkan prosedur pengendalian, pelatihan dll)
11. Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3
Menyusun prosedur pencatatan dan pelaporan serta penanggulangan kecelakaan kerja,
PAK, kebakaran dan bencana dan pembuatan pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya.
12. Review program tahunan
Upaya internal audit K3 dengan menggunakan intrumen self assessment maupun umpan
balik SDM Rumah Sakit melalui wawancara, observasi maupun survey.

F. Landasan Hukum
1. Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
3. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
4. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
5. Peraturan Menaker RI No. 5/MENAKER/1996 tentang Sistem Manajemen K3.
6. Keputusan Menkes No. 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis
Dampak Kesehatan Lingkungan
7. Keputusan Menkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan lingkungan Rumah Sakit
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 432/Menkes/IV/2007 tentang
Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.66/MENKES/SK/VIII/2016 tentang
standar kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Dalam upaya melaksanakan pelayanan K3RS di Rumah Sakit Kharitas Bhakti Maka
diperlukan tenaga yang memiliki kemampuan atau yang telah mendapatkan pelatihan khusus
dibidang K3RS. Rumah Sakit Kharitas Bhakti merupakan Rumah Sakit dengan kelas D apabila
mengacu kepada standar pelayanan K3RS ketersediaan tenaga yang telah mendapatkan
pendidikan dan pelatihan belum merata, perlu kiranya melakukan kegiatan peningkatan sumber
daya yang ada baik itu jumlah maupun kualitas ketenagaan guna melaksanakan program
pelayanan K3RS lebih optimal.
Atas dasar tersebut perlu adanya perencanaan SDM, yaitu proses dimana Rumah Sakit
berkomitmen pada kebijakan pelayanan K3RS melalui pengembangan kemampuan petugas
dibidang K3RS sehingga tujuan pelayanan kesehatan diberikan dapat tercipta pada lingkungan
yang aman dan sehat.
Perencanaan bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan oganisasi
dalam mencapai sasarannya melalui strategi pengembangan kontribusi.
Berdasarkan Kepmenkes No. 1087 tahun 2010 tentang kesehatan dan keselamatan kerja
bahwa Rumah Sakit dengan klas D sumber daya manusia dalam melaksanakan program K3RS
antara lain :
1. Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 Diploma III dan S1 minimal 1 orang dan mendapatkan
pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3RS
2. Dokter/dokter gigi Spesialis atau dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan
sertifikasi Dalam bidang K3 dan mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai
K3RS
3. Tenaga paramedis yang mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3RS
minimal 1 orang
4. Tenaga teknis lainnya yang mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai
K3RS minimal 1 orang.
B. Distribusi Ketenagaan
SDM Di Rumah Sakit Kharitas Bhakti yang bersertifikat K3 belum merata ini dapat
terlihat dari struktur organiasi K3RS yang ada dari jumlah 5 ketenaganaan dari berbagi disiplin
ilmu terdapat 2 orang yang telah memiliki sertifikat pelatihan khusus K3 sedangkan 3 orang
lagi belum mendapatkan pelatihan.
Dibawah ini terlihat data ketenagaan yang melaksanakn K3 Di Rumah Sakit Kharitas
Bhakti adalah sebagai berikut :
No. Tenaga Posisi Kualifikasi
1. Drg. Yosef Surasih Kepala K3 Dokter Gigi, Tersertifikasi K3
2. Danan Rizki Pranata Sekretaris S1 FKM minat K3, Tersertifikasi K3RS
3. Zulkarnaen Anggota SMK Teknik Elektro, Belum tersertifikasi
4. Bhetut Wahyudi Anggota SMK Mekanika Umum, Tersertifikasi K3
listrik
5. Gesna Suryandi Anggota D3 Kesehatan Lingkungan, Belum
tersertifikasi
6. Candra Wijaya Anggota S1 TI, Belum tersertifikasi

C. Pelatihan Serta Pengembangan SDM K3


Program pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) K3RS merupakan hal pokok yang
tidak bisa dikesampingkan. Direktur Dan Manajemen serta Tim K3RS memegang peranan
penting dalam membangun kepedulian dan memotivasi pekerja dengan menjelaskan nilai-nilai
organisasi dan mengkomunikasikan komitmennya pada kebijakan yang telah dibuat.
Selanjutnya transformasi sistem manajemen K3 dari prosedur tertulis menjadi proses yang
efektif merupakan komitmen bersama.
Identifikasi pengetahuan, kompetensi dan keahlian yang diperlukan dalam mencapai
tujuan dilakukan mulai dari proses: rekruitmen, seleksi, penempatan, orientasi, pengkajian,
pelatihan dan pengembangan kompetensi/keahlian lainnya.
Dalam ini Rumah Sakit Kharitas Bhakti dalam upaya pengembangan SDM melalui
pendidikan dan latihan hendaknya memuat unsur - unsur antaranya :
1. Identifikasi kebutuhan pelatihan SDM Rumah Sakit
2. Pengembangan rencana pelatihan untuk memenuhi kebutuhan tertentu
3. Ditetapkannya program dan jadwal pelatihan di bidang K3
4. Ditetapkannya program simulasi atau latihan praktek untuk semua SDM Rumah Sakit di
bidang K3
5. Harus ada kegiatan keterampilan melalui seminar, workshop, pertemuan ilmiah, pendidikan
lanjutan yang dibuktikan dengan sertifikat
6. Verifikasi kesesuaian program pelatihan dengan persyaratan organisasi atau perundang-
undangan
7. Pelatihan untuk sekelompok SDM Rumah Sakit yang menjadi sasaran
8. Pendokumentasian pelatihan yang telah diterima
9. Evaluasi pelatihan yang telah diterima
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Manajemen Risiko K3RS


Manajemen risiko K3RS sebagaimana dimaksud bertujuan untuk meminimalkan risiko
keselamatan dan kesehatan di Rumah Sakit sehingga tidak menimbulkan efek buruk terhadap
keselamatan dan kesehatan SDM Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung dan
lingkungan rumah sakit.
Manajemen risiko K3RS harus dilakukan secara menyeluruh yang meliputi:
a. Persiapan/penentuan konteks kegiatan yang akan dikelola risikonya
Setiap kegiatan di rumah sakit mempunyai potensi masing-masing untuk
menimbulkan kejadian yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja,
sehingga perlu untuk mengetahui setiap kegiatan di rumah sakit terutama yang
diperkirakan mempunyai risiko tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan
b. Identifikasi bahaya potensial
Seluruh kegiatan di rumah sakit perlu dilakukan identifikasi bahaya guna
mengetahui besar risiko terkait keselamatan dan kesehatan kerja terkait kegiatan
tersebut
c. Analisis risiko
Melakukan perhitungan besarnya risiko suatu pekerjaan / kegiatan menggunakan
instrumen K3, observasi, wawancara ataupun berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium
d. Evaluasi risiko
Melakukan kajian terhadap hasil analisa risiko dan melakukan prioritas terhadap
masalah untuk mengetahui masalah mana yang akan diselesaikan terlebih dahulu
e. Pengendalian risiko
Melakukan upaya untuk menghilangkan atau mengurangi potensi bahaya di suatu
kegiatan
f. Komunikasi dan konsultasi risiko
Melakukan sosialisasi terkait risiko di suatu kegiatan dengan pelaksana kegiatan
tersebut untuk mencari jalan keluar/pengendalian risiko bersama-sama
g. Pemantauan dan telaah ulang
Melakukan pemantauan terkait pengendalian risiko yang telah dijalankan
kemudian melakukan telaah ulang untuk mengetahui besar pengaruh dari
pengendalian risiko terhadap risiko di pekerjaan tersebut

B. Keselamatan dan Keamanan


Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit bertujuan untuk mencegah terjadinya
kecelakaan dan cidera serta mempertahankan kondisi yang aman bagi sumber daya manusia
Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, dan pengunjung.
Keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit dilakukan melalui :
a. Identifikasi dan penilaian risiko
1) Seluruh kegiatan di rumah sakit perlu dilakukan identifikasi bahaya guna
mengetahui besar risiko terkait keselamatan dan keamanan kerja
2) Identifikasi dan penilaian risiko dilakukan dengan cara inspeksi keselamatan dan
Kesehatan Kerja di area Rumah Sakit
3) Melakukan perhitungan besarnya risiko suatu pekerjaan / kegiatan menggunakan
instrumen K3, observasi, wawancara atau berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium
4) Melakukan kajian terhadap hasil analisa risiko dan melakukan prioritas terhadap
masalah untuk mengetahui masalah mana yang akan diselesaikan terlebih dahulu
b. Pemetaan area risiko
Pemetaan area risiko merupakan hasil identifikasi area risiko terhadap
kemungkinan kecelakaan dan gangguan keamanan di Rumah Sakit. Sehingga dari
pemetaan area risiko dapat ditentukan upaya pengendalian yang akan dilakukan
c. Upaya pengendalian
Upaya pengendalian merupakan tindakan pencegahan terhadap risiko
kecelakaan dan gangguan keamanan, selain itu perlu untuk melakukan sosialisasi
terkait risiko di suatu kegiatan dengan pelaksana kegiatan tersebut untuk mencari jalan
keluar/pengendalian risiko bersama-sama
Melakukan pemantauan terkait pengendalian risiko yang telah dijalankan
kemudian melakukan telaah ulang untuk mengetahui besar pengaruh dari
pengendalian risiko terhadap risiko terkait keselamatan dan keamanan tersebut

C. Pelayanan Kesehatan Kerja


Pelayanan Kesehatan dilakukan secara komprehensif melalui kegiatan yang bersifat
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
1. Kegiatan yang bersifat promotif paling sedikit meliputi sosialisasi dan pelatihan terkait
K3RS, sosialisasi terkait SPO unit
2. Kegiatan yang bersifat preventif paling sedikit meliputi Imunisasi, pemeriksaan kesehatan
dan surveilans lingkungan kerja. Imunisasi dilakukan bagi tenaga kesehatan dan tenaga non
kesehatan serta SDM Rumah Sakit lainnya yang berisiko. Pemeriksaan kesehatan dilakukan
bagi SDM Rumah Sakit yang meliputi:
a. pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja
b. pemeriksaan kesehatan berkala
c. pemeriksaan kesehatan khusus
3. Kegiatan yang bersifat kuratif paling sedikit meliputi pelayanan tata laksana penyakit baik
penyakit menular, tidak menular, penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja.
4. Kegiatan yang bersifat rehabilitatif paling sedikit meliputi rehabilitasi medik dan program
kembali bekerja (return to work)

D. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun dari Aspek Keselamatan dan kesehatan
Kerja
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek keselamatan dan Kesehatan
Kerja bertujuan untuk melindungi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping
pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit dari pajanan dan limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3).
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek keselamatan dan Kesehatan
Kerja dilaksanakan melalui:
1. Identifikasi dan inventarisasi Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Rumah Sakit
Bahan B3 di rumah sakit harus dilakukan inventarisasi berkala serta harus dilakukan
identifikasi dan pemantauan rutin terhadap kondisi barang, tempat penyimpanan, cara
penggunaan dan lingkungan sekitar bahan B3 tersebut.
2. Menyiapkan dan memiliki lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet)
Setiap bahan B3 yang berada di lingkungan rumah sakit harus memiliki MSDS, karena
dengan adanya MSDS berarti barang terdaftar di kementrian RI dan dalam MSDS terdapat
sifat bahan B3 dan cara pengelolaannya yang aman, sehingga dapat diterapkan di rumah
sakit
3. Menyiapkan sarana keselamatan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Penyediaan tempat penyimpanan yang sesuai dengan karakteristik bahan B3
berdasarkan peraturan yang berlaku di pelayanan kesehatan. Sarana keselamatan Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) paling sedikit meliputi :
a. Lemari Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
b. Penyiram badan (body wash)
c. Pencuci mata (eyewasher)
d. Alat Pelindung Diri (APD)
e. Rambu dan simbol Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
f. Spill kit.
4. Pembuatan standar prosedur operasional pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
yang aman
5. Penanganan keadaan darurat Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Penanganan keadaan darurat B3 minimal berupa penyiapan Spillkit dan pelatihan terhadap
spillkit, pelatihan kebakaran dan sosialisasi jalur evakuasi
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek keselamatan dan Kesehatan
Kerja adalah upaya meminimalkan risiko penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan
limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) terhadap sumber daya manusia Rumah Sakit,
pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit. Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau jumlah, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat membahayakan
kesehatan, kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup serta mencemarkan dan/atau
merusak lingkungan hidup sekitarnya. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah
adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Untuk di Rumah Sakit, limbah
medis termasuk limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Berikut ini yang termasuk katagori Bahan Berbahaya dan Beracun yang mengacu pada
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian
Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun:
a. Memancarkan radiasi
Bahan yang memancarkan gelombang elektromagnetik atau partikel radioaktif yang
mampu mengionkan secara langsung atau tidak langsung materi bahan yang dilaluinya.
b. Mudah meledak
Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat tanpa disertai pengimbangan
kehilangan panas, sehingga kecepatan reaksi, peningkatan suhu dan tekanan meningkat pesat
dan dapat menimbulkan peledakan. Bahan mudah meledak apabila terkena panas, gesekan
atau bantingan dapat menimbulkan ledakan.
c. Mudah menyala atau terbakar
Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat disertai dengan pengimbangan
kehilangan panas, sehingga tercapai kecepatan reaksi yang menimbulkan nyala. Bahan
mudah menyala atau terbakar mempunyai titik nyala (flash point) rendah.
d. Oksidator
Bahan yang mempunyai sifat aktif mengoksidasikan sehingga terjadi reaksi oksidasi,
mengakibatkan reaksi keluar panas(eksothermis)
e. Racun
Bahan yang bersifat beracun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan
kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan kulit atau
mulut
f. Korosif
Bahan yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan proses pengkaratan
pada lempeng baja dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur uji
550C, mempunyai pH sama atau kurang dari 2 (asam), dan sama atau lebih dari 12,5 (basa)
g. Karsinogenik
Sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel luar yang dapat merusak jaringan tubuh.
h. Mutagenik
Sifat bahan yang dapat mengakibatkan perubahan kromosom yang berarti dapat
merubah genetika.
i. Teratogenik
Sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan embrio.
j. Iritasi
Bahan yang dapat mengakibatkan peradangan pada kulit dan selaput lendir.
k. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous for environment)
Bahan kimia ini dapat merusak atau menyebabkan kematian pada ikan atau organisme
aquatic lainnya atau bahaya lain yang dapat ditimbulkan, seperti merusak lapisan ozon
(misalnya CFC=Chlorofluorocarbon), persistent di lingkungan (misalnya
PCBs=Polychlorinated Biphenyls)
l. Gas bertekanan (pressure gas)
Bahaya gas bertekanan yaitu bahan ini bertekanan tinggi dan dapat meledak bila
tabung dipanaskan/terkena panas atau pecah dan isinya dapat menyebabkan kebakaran.
Sedangkan yang termasuk dalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah
sebagai berikut:
a. Infeksius
b. Benda tajam
c. Patologis
d. Bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa kemasan
e. Radioaktif
f. Farmasi
g. Sitotoksik
h. Peralatan medis yang memiliki kandungan logam berat tinggi
i. Tabung gas atau kontainer bertekanan

Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Pengelolaan Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) di Rumah Sakit bertujuan untuk melindungi sumber daya manusia Rumah Sakit,
pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit dari pajanan Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
m. Jenis Kegiatan
1) Identifikasi dan Inventarisasi Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang di Rumah Sakit
Mengidentifikasi jenis, lokasi, dan jumlah semua Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan
instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-ciri dan karakteristiknya. Diperlukan
penataan yang rapi dan teratur, hasil identifikasi diberi label atau kode untuk dapat
membedakan satu dengan lainnya
2) Mengawasi pelaksanakan kegiatan inventarisasi, penyimpanan, penanganan, penggunaan
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
3) Menyiapkan dan Memiliki Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data
Sheet)
Informasi mengenai bahan-bahan berbahaya terkait dengan penanganan yang aman,
prosedur penanganan tumpahan, dan prosedur untuk mengelola pemaparan sudah yang
terbaru dan selalu tersedia.
4) Menyiapkan sarana keselamatan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3):
1) Lemari Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
2) Pencuci mata (eyewasher)
3) Alat Pelindung Diri (APD)
4) Rambu dan Simbol Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
5) Spill Kit
n. Pembuatan Pedoman dan Standar Prosedur Operasional Pengelolaan Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) yang Aman
1) Menetapkan dan menerapkan secara aman bagi petugas dalam penanganan,
penyimpanan, dan penggunaan bahan-bahan dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3)
2) Menetapkan dan menerapkan cara penggunaan alat pelindung diri yang sesuai dan
prosedur yang dipersyaratkan sewaktu menggunakannya
3) Menetapkan dan menerapkan pelabelan bahan-bahan dan limbah berbahaya yang sesuai
4) Menetapkan dan menerapkan persyaratan dokumentasi, termasuk surat izin, lisensi, atau
lainnya yang dipersyaratkan oleh peraturan yang berlaku
5) Menetapkan mekanisme pelaporan dan penyelidikan (inventigasi) untuk tumpahan dan
paparan, Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
6) Menetapkan prosedur untuk mengelola tumpahan dan paparan.
o. Penanganan Keadaan Darurat Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
1) Melakukan pelatihan dan simulasi tumpahan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
2) Menerapkan prosedur untuk mengelola tumpahan dan paparan Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3)
3) Menerapkan mekanisme pelaporan dan penyelidikan (inventigasi) untuk tumpahan dan
paparan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

E. Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran


1. Pengertian
Kebakaran merupakan salah satu bencana yang mungkin terjadi di Rumah Sakit.
Dimana akibat yang ditimbulkannya akan berdampak buruk sangat luas dan menyeluruh
bagi pelayanan, operasional, sarana dan prasarana pendukung lainnya, dimana didalamnya
juga terdapat pasien, keluarga, pekerja dan pengunjung lainnya. Untuk hal tersebut maka
Rumah Sakit harus melakukan upaya pengelolaan keselamatan kebakaran.
Pencegahan kebakaran adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
kebakaran di Rumah Sakit.
Pengendalian kebakaran adalah upaya yang dilakukan untuk memadamkan api pada
saat terjadi kebakaran dan setelahnya.
2. Tujuan
a. Memastikan sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit aman dan selamat dari api dan asap.
b. Memastikan asset/properti Rumah Sakit (bangunan, peralatan, dokumen penting, sarana)
yang aman dan selamat dari api dan asap
3. Jenis Kegiatan
a. Identifikasi Area Berisiko Bahaya Kebakaran dan Ledakan
1) Mengetahui potensi bahaya kebakaran yang ada di tempat kerja, dengan membuat
daftar potensi-potensi bahaya kebakaran yang ada di semua area Rumah Sakit.
2) Mengetahui lokasi dan area potensi kebakaran secara spesifik, dengan membuat denah
potensi berisiko tinggi terutama terkait bahaya kebakaran.
3) Inventarisasi dan pengecekan sarana proteksi kebakaran pasif dan aktif
a) proteksi kebakaran secara aktif, yaitu APAR, hidran, detektor api, detektor asap,
sprinkler, dan lain-lain.
b) proteksi kebakaran secara pasif, contohnya jalur evakuasi, pintu darurat, tangga
darurat, dan tempat titik kumpul aman.
b. Pemetaan Area Berisiko Tinggi Kebakaran dan Ledakan
1) Peta area risiko tinggi kebakaran
2) Peta keberadaan alat proteksi kebakaran aktif (APAR, hydrant)
3) Peta jalur evakuasi dan titik kumpul aman
4) Denah lokasi di setiap gedung
c. Pengurangan Risiko Bahaya Kebakaran dan Ledakan
1) Sistim peringatan dini kebakaran
2) Tanda-tanda dan/ atau rambu evakuasi
3) Akses keluar, akses evakuasi, dan area tempat titik kumpul aman
4) Penempatan bahan mudah terbakar aman dari api dan panas
5) Pengaturan konstruksi gedung sesuai dengan prinsip keselamatan dan Kesehatan
Kerja, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
6) Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang mudah terbakar dan gas medis
7) Pelarangan bagi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, dan
pengunjung yang dapat menimbulkan kebakaran (peralatan masak-memasak)
8) Larangan merokok
9) Inspeksi fasilitas/area berisiko kebakaran secara berkala
10) Menyusun kebijakan, pedoman dan SPO terkait keselamatan kebakaran
d. Pengendalian Kebakaran
1) Alat pemadam api ringan
2) Deteksi asap
3) Sistim alarm kebakaran
4) Penyemprot air otomatis (sprinkler)
5) Pintu darurat
6) Jalur evakuasi
7) Tangga darurat
8) Pengendali asap
9) Tempat titik kumpul aman
10) Penyemprot air manual (Hydrant)
11) Pembentukan tim penanggulangan kebakaran
12) Pelatihan dan sosialisasi
e. Simulasi Kebakaran
Minimal dilakukan 1 tahun sekali untuk setiap gedung.
f. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran:
1) Rumah Sakit perlu menguji secara berkala rencana penanganan kebakaran dan asap,
termasuk semua alat yang terkait dengan deteksi dini dan pemadaman serta
mendokumentasikan hasil ujinya.
2) Bahaya terkait dengan setiap pembangunan di dalam/berdekatan dgn bangunan yang
dihuni pasien. Yaitu dengan melakukan :
a) Melakukan pemantauan, terutama yang terkait dengan penggunaan bahan-bahan
mudah terbakar, penggunaan sumber panas / api melakukan sosialisasi terhadap
pihak ketiga/kontraktor terkait pencegahan kebakaran.
b) Jalan keluar yang aman dan tidak terhalang bila tejadi kebakaran (jalur evakuasi),
yaitu dengan melakukan :
 Memastikan jalur darurat tidak boleh terhalang oleh benda apapun atau yang
dapat menghalangi jalannya proses evakuasi.
 Jalur tersebut harus sesuai standar, dimulai dari penerangan yg cukup, rambu
dan petunjuk yang jelas dan mudah terbaca.
3) Sistem peringatan dini, smoke detector, alarm kebakaran, antara lain :
a) Seperangkat alat yang merupakan sistem dari pemadam kebakaran yang terintegrasi
yang harus dipahami oleh setiap pegawai yang ada dilokasi atau area tersebut
b) Seperangkat alat yang merupakan sistem dari pemadam kebakaran yang terintegrasi
bersifat otomatis yang merupakan bagian dari proteksi aktif yang disesuaikan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) Sosialisasi bagi semua karyawan yang ada dilokasi atau area tersebut.
4) Mekanisme penghentian/supresi sistem penyemburan (sprinkler)
5) Sistem proteksi kebakaran:
a) Sarana Proteksi Pasif
 Membatasi penggunaan bahan-bahan mudah terbakar
Suatu upaya yang dilakukan dengan cara memisahkan bahan-bahan yang mudah
terbakar dari sumber panas atau api dan juga mengurangi volume atau jumlah
bahan yang mudah terbakar pada area-area tertentu dimana gudang
penyimpanannya cukup kecil dan tidak tahan api.
 Struktur tahan api dan kompartemenisasi bangunan
Merupakan upaya proteksi dengan memasukkan standar baku terhadap struktur
bangunan agar tahan api dan juga kompartemenisasi agar tidak terjadi
perambatan asap dan api ke area lainnya.
 Penyediaan sarana evakuasi untuk penghuni.
Merupakan upaya untuk mengurangi risiko banyaknya korban dan juga sebagai
upaya dalam memindahkan orang dari tempat yang terbakar ke tempat yang
lebih aman melalui jalur atau akses evakuasi yang disediakan. Dimana sarana
tersebut harus sesuai standar.
 Penyediaan kelengkapan penunjang evakuasi.
- Kelengkapan penunjang dalam melakukan evakuasi bisa berupa rambu exit
dan rambu atau tanda jalur evakuasi yang mudah terlihat.
- Halaman atau lokasi titik kumpul aman harus ditentukan yang dilengkapi
dengan rambu dan tersedia
- Akses bagi petugas pemadam kebakaran harus disediakan baik itu lokasi
maupun upaya agar memudahkan manuver kendaraan
b) Sarana Proteksi Aktif
 Sistem deteksi dan alarm kebakaran
Merupakan sistem yang terdiri dari detektor asap yang tersambung dengan
manual control fire alarm.
 Alat pemadam api ringan
Sistem pemadam berbasis bahan kimia dan ringan, yang digunakan pada tahap
awal terjadinya kebakaran dengan volume api kecil dan digunakan oleh satu
orang.
 Hydrant
 Sistem pemadam berbasis air yang digunakan untuk penanggulangan kebakaran.
 Pemadam api khusus pada area ruang server, gizi, gudang obat dan disesuaikan
dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
c) Sistem Proteksi Pasif
 Sarana jalan ke luar dan komponen-komponennya terdiri atas tanda keluar dan
lampu darurat
 Pembatasan terhadap bahan mudah terbakar
 Kondisi halaman bangunan dan akses pemadam
Halaman bangunan biasanya digunakan sebagai titik kumpul aman dengan
dilengkapi rambu dan hal lainnya yang diperlukan seperti lampu penerangan
darurat, dapat dijadikan tempat penampungan sementara atau penanganan awal
pada korban. Selain itu juga pada halaman atau jalan yang ada dibangunan harus
diperhatikan akses atau manuver dari kendaraan dinas pemadam kebakaran.
Sistem proteksi pasif harus dilakukan dan dibuat adanya perencanaan dan
perancangan dari awal dalam hal desain, material pembentuk maupun
pengawasannya oleh K3 dan satuan kerja terkait.
d) Fire Safety Management, terdiri atas :
 Pemeriksaan dan pemeliharaan peralatan proteksi kebakaran, yang harus
dilakukan secara berkala sesuai ketentuan.
 Pembentukan tim fire dan emergency dalam upaya pencegahan kebakaran dan
penanggulangan kebakaran saat kondisi darurat.
 Pembinaan dan pelatihan tim fire dan emergency yang merupakan upaya untuk
meningkatkan kompetensi dari setiap pegawai dalam hal mencegah dan
menaggulangi bahaya kebakaran.
 Penyusunan Fire Emergency Plan (FEP) yang merupakan pedoman bagi area
atau lokasi tersebut dalam upayanya mencegah dan pengendalian kebakaran.
 Latihan kebakaran dan evakuasi yang merupakan simulasi yang dilakukan secara
rutin yang mendekati kejadian sebenarnya sekaligus juga dengan melakukan
upaya evakuasi.
 Penyusunan SPO pelaksanaan kerja yang aman atau yang terkait dampak
kebakaran yang merupakan langkah-langkah atau tahapan dalam melakukan
kegiatan terutama yang terkait dengan pekerjaan api terbuka.
 Penetapan pusat kendali keadaan darurat merupakan upaya komunikasi yang
dilakukan secara terkendali dan terpusat pada suatu area.

F. Pengelolaan Prasarana Rumah Sakit dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1. Pengertian
Prasarana atau sistem utilitas Rumah Sakit adalah sistem dan peralatan yang
mendukung pelayanan mendasar perawatan kesehatan yang aman. Sistem ini mencakup
distribusi listrik, air, ventilasi dan aliran udara, gas medis, pipa air, pemanasan, limbah, dan
sistem komunikasi dan data. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan
Kesehatan Kerja adalah upaya memastikan sistim utilitas aman bagi sumber daya manusia
Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit.
2. Tujuan
Menciptakan lingkungan kerja yang aman dengan memastikan kehandalan prasarana
atau sistem utilitas dan meminimalisasi risiko yang mungkin terjadi. Aspek keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada sistim utilitas mencakup strategi-strategi untuk pengawasan
pemeliharaan utilitas yang memastikan komponen-komponen sistem kunci, seperti listrik,
air, lift, limbah, ventilasi, dan gas medis dan lain lain diperiksa, dipelihara, dan diperbaiki
secara berkala. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan
Kerja antara lain meliputi :
a. Penggunaan listrik
b. Penggunaan air
c. Penggunaan tata udara
d. Penggunaan genset
e. Penggunaan lift
f. Penggunaan gas medis
g. Penggunaan jaringan komunikasi
h. Penggunaan mekanikal dan elektrikal
i. Penggunaan instalasi pengelolaan air limbah
3. Sasaran Prasarana atau Sistem Utilitas Rumah Sakit:
a. Air bersih dan listrik tersedia 24 jam sehari, tujuh hari dalam seminggu
b. Rumah Sakit mengidentifikasi area dan layanan yang memiliki risiko terbesar jika terjadi
pemadaman listrik atau kontaminasi atau gangguan air
c. Rumah Sakit merencanakan sumber-sumber listrik dan air alternatif dalam keadaan
darurat
d. Tata udara, gas medis, sistim kunci, sistim perpipaan limbah, lift berfungsi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
4. Jenis Kegiatan
a. Memastikan adanya daftar inventaris komponen-komponen sistem utilitasnya dan
memetakan pendistribusiannya.
b. Memastikan dilakukan kegiatan pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan terhadap
semua komponen-komponen sistem utilitas yang beroperasi, semua komponennya
ditingkatkan bila perlu.
c. Mengidentifikasi jangka waktu untuk pemeriksaan, pengujian, dan pemeliharaan semua
komponen-komponen sistem utilitas yang beroperasi di dalam daftar inventaris,
berdasarkan kriteria seperti rekomendasi produsen, tingkat risiko, dan pengalaman
Rumah Sakit.
d. Memberikan label pada tuas-tuas kontrol sistem utilitas untuk membantu pemadaman
darurat secara keseluruhan atau sebagian.
e. Memastikan dilakukannya dokumentasi setiap kegiatan sistem utilitas

G. Pengelolaan Peralatan Medis dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja


1. Pengertian
Peralatan medis merupakan sarana pelayanan di Rumah Sakit dalam memberikan
tindakan kepada pasiennya, perawatan, dan pengobatan yang digunakan untuk diagnosa,
terapi, rehablitasi dan penelitian medik baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah upaya
memastikan sistem peralatan medis aman bagi sumber daya manusia Rumah, Sakit, pasien,
pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit
2. Tujuan
Melindungi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit dari potensi bahaya peralatan medis baik saat
digunakan maupun saat tidak digunakan.
3. Jenis Kegiatan
a. Memastikan tersedianya daftar inventaris seluruh peralatan medis
b. Memastikan penandaan pada peralatan medis yang digunakan dan yang tidak
digunakan.
c. Memastikan dilaksanakanya Inspeksi berkala.
d. Memastikan dilakukan uji fungsi dan uji coba peralatan
e. Memastikan dilakukan pemeliharaan promotif dan pemeliharaan terencana pada
peralatan medis
f. Memastikan petugas yang memelihara dan menggunakan peralatan medis kompeten dan
terlatih

H. Kesiapsiagaan Menghadapi Kondisi Darurat atau Bencana


1. Pengertian
Suatu rangkaian kegiatan yang dirancang untuk meminimalkan dampak kerugian atau
kerusakan yang mungkin terjadi akibat keadaan darurat oleh karena kegagalan teknologi,
ulah manusia atau bencana yang dapat terjadi setiap saat dan dimana saja (internal dan
eksternal). Keadaan darurat adalah suatu keadaan tidak normal atau tidak diinginkan yang
terjadi pada suatu tempat/kegiatan yang cenderung membahayakan bagi manusia, merusak
peralatan/harta benda atau merusak lingkungan sekitarnya.
2. Tujuan
Meminimalkan dampak terjadinya kejadian akibat kondisi darurat dan bencana yang
dapat menimbulkan kerugian fisik, material, jiwa, bagi sumber daya manusia Rumah Sakit,
pasien, pendamping pasien, dan pengunjung yang dapat mengganggu operasional serta
menyebabkan kerusakan lingkungan ataupun mengancam finansial dan citra Rumah Sakit.
3. Langkah-Langkah
a. Identifikasi risiko kondisi darurat atau bencana
Mengidentifikasi potensi keadaan darurat di area kerja yang berasal dari aktivitas (proses,
operasional, peralatan), produk dan jasa.
b. Penilaian analisa risiko kerentanan bencana
1) Menilai risiko keadaan darurat di area kerja yang berasal dari aktivitas (proses,
operasional, peralatan), produk dan jasa.
2) Analisis kerentanan bencana terkait dengan bencana alam, teknologi, manusia,
penyakit / wabah dan hazard material.
c. Pemetaan risiko kondisi darurat atau bencana
Pemetaan risiko kondisi darurat atau bencana untuk menentukan skala prioritas.
d. Pengendalian kondisi darurat atau bencana
1) Menyusun pedoman tanggap darurat atau bencana
2) Membentuk Tim Tanggap Darurat atau Bencana
3) Menyusun SPO tanggap darurat atau bencana antara lain:
a) Kedaruratan keamanan
b) Kedaruratan keselamatan
c) Tumpahan bahan dan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
d) Kegagalan peralatan medik dan non medik
e) Kelistrikan
f) Ketersediaan air
g) Sistem tata udara
h) Menghadapi bencana internal dan eksternal
4) Menyediakan alat/sarana dan prosedur keadaan darurat berdasarkan hasil identifikasi.
5) Menilai kesesuaian, penempatan dan kemudahan untuk mendapatkan alat keadaan
darurat oleh petugas yang berkompeten dan berwenang.
6) Memasang rambu-rambu mengenai keselamatan dan tanda pintu darurat sesuai dengan
standar dan pedoman teknis.
e. Simulasi kondisi darurat atau bencana.
1) Simulasi kondisi darurat atau bencana berdasarkan penilaian analisa risiko kerentanan
bencana dilakukan terhadap keadaan, antara lain:
a) Darurat air
b) Darurat listrik
c) Penculikan bayi
d) Ancaman bom
e) Tumpahan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
f) Kebocoran radiasi
g) Gangguan keamanan
h) Banjir
i) Gempa bumi
2) Memberikan pelatihan tanggap darurat atau bencana
3) Melakukan uji coba (simulasi) kesiapan petugas yang bertanggung jawab menangani
keadaan darurat yang dilakukan minimal 1 tahun sekali pada setiap gedung.
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

Dalam pelaksaan pelayanan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit Kharitas
Bhakti diperlukan peningkatan pelayanan Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk meningkatkan
kesehatan tenaga kerja agar lebih produktif dalam bekerja serta meningkatkan derajat kesehatan
tenaga kerja setinggi-tingginya.
Bentuk pengendalian mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja, yaitu sebagai
berikut:
1. Orientasi/pengenalan terhadap K3RS
Orientasi/pengenalan dilakukan pada tenaga kerja yang baru diterima maupun tenaga
kerja yang sudah lama bekerja di Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya, yaitu dengan
melakukan kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi berupa seminar dan safety briefing
pada setiap rapat.
2. Penerapan prinsip safety minded (utamakan keselamatan kerja)
3. Studi kasus terhadap kejadian K3RS
4. Melakukan Audit K3RS
Audit K3RS dilakukan oleh Satuan Pengawas Internal mengenai dokumen yang dimiliki
K3RS.
5. Penilaian resiko di tempat kerja
Penilaian resiko dilakukan pada daerah yang memiliki resiko tinggi dalam terjadinya
kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja. Penilaian resiko dilakukan sebagai penilaian
awal agar dapat dilakukan upaya pencegahan PAK maupun KAK.
6. Pelatihan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
7. Mengikuti kursus/seminar/pelatihan/simposium yang terkait dengan K3, termasuk pelatihan
di tempat kerja
8. Diskusi di tiap unit kerja mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja
9. Studi banding ke rumah sakit lain/unit lain
Bentuk evaluasi pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja, yaitu sebagai berikut :
1. Catatan harian/register kejadian yang berhubungan dengan K3RS.
2. Laporan bulanan
3. Laporan semesteran
4. Laporan tahunan
BAB V
PENGENDALIAN MUTU

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan
ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk mengukur
mutu pelayanan Rumah Sakit yaitu :
a. Definisi Indikator adalah:
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator
merupakan suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang baik
adalah yang sensitif tapi juga spesifik.
b. Kriteria :
Adalah spesifikasi dari indikator.
c. Standar :
1) Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang
dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk mempertahankan
tingkat performance atau kondisi tersebut.
2) Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.
3) Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan
prinsip dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
 Keprofesian
 Efisiensi
 Keamanan pasien
 Kepuasan pasien
 Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih
 Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses
 Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada
untuk perorangan.
 Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar Rumah Sakit
 Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk
dimonitor
 Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai
indikator, sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu
tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
 Acuan dari berbagai sumber
 Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
 Berdasarkan trend yang menuju kebaikan
BAB VII
PENUTUP

Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di RS (K3RS) ini merupakan pedoman yang
dipakai sebagai acuan dalam pelaksanaan pengelolaan K3RS dan dapat menggantikan peran
standar K3RS terdahulu yang di kenal dengan Kebakaran, Keselamatan Kerja dan Kewaspadaan
Bancana. Standar K3RS sebagai acuan lebih komprehensif karena didalamnya terdapat Standar
Kesehatan Kerja dan Standar Keselamatan Kerja yang mencakup standar penanggulangan
kebakaran dan kewaspadaan terhadap bencana.
Standar K3RS yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1087/MENKES/SK/VIII/2010 diharapkan dapat diterapkan di seluruh Rumah Sakit sebagai
bagian dalam pengelolaan Rumah Sakit dan sebagai salah satu parameter penilaian Akreditasi
Rumah Sakit yang diamanatkan oleh Undang undang no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Diharapkan dengan dengan adanya standar ini, pembinaan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) dapat dilaksanakan dan sebagai pedoman dalam melaksanakan program K3RS yang
lebih baik lagi dan yang selama ini sudah dijalankan oleh Kementerian Kesehatan dapat
ditingkatkan hasilnya. Untuk SDM Rumah Sakit, diharapkan standar ini dapat membantu mereka
dalam memahami masalah-masalah K3RS dan dapat melakukan upaya-upaya antisipasi terhadap
akibat-akibat yang ditimbulkan sehingga tercapai budaya ”sehat dalam bekerja”.
Tentu saja pedoman ini masih jauh dari sempurna, dan kami mengaharapkan masukan dari
berbagai pihak-pihak terkait guna penyempurnaan dimasa yang akan dating dan atas kerjasama
dari berbagai pihak kami mengucapkan terima kasih.
LAMPIRAN (beberap contoh simbol dan tanda terkait K3RS)

Jalur evakuasi

Titik Kumpul
simbol jalur evakuasi

ALAT PEMADAM API 3cm

7,5 cm

APAR
Simbol arus tegangan tinggi

Simbol limbah B3
KODE ARTI

CODE GRAY GANGGUAN KEAMANAN


CODE PINK PENCULIKAN BAYI
CODE RED KEJADIAN KEBAKARAN
CODE BLACK ANCAMAN BOM
CODE GREEN GEMPA BUMI
KEJADIAN TUMPAHAN BAHAN
CODE ORANGE
BERBAHAYA DAN BERACUN
CODE BLUE ANCAMAN KESELAMATAN JIWA
CODE PURPLE PERINTAH EVAKUASI
Tanda Kode keselamatan dan keamanan

Standar wadah penyimpanan B3 di TPS

Anda mungkin juga menyukai