Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA KEPALA

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen Pengajar : Kusniawati, S. Kep, Ners, M. Kep

Disusun Oleh :
KELOMPOK 5

Regiyani Septi Diana S. (P27901117073)

Tantri Liliani (P27901117081)

Wike Rosmalinda (P27901117085)

TINGKAT 3B/ SEMESTER V

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI DIII KEPERAWATAN
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang dengan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA
KEPALA”, dalam memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk
maupun pedoman bagi pembaca dalam menuntut ilmu. Kami mengucapkan
banyak terima kasih atas dukungannya kepada :
1. Ibu, Kusniawati, S. Kep, Ners, M. Kep, selaku Dosen Pengampu Mata
Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
2. Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga ke depannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Tangerang, Juli 2019

Kelompok 5

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1


1.2 Tujuan Penulisan Umum .............................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan Khusus ............................................................. 2
1.4 Sistematika Penulisan................................................................... 3
1.5 Metode Penulisan ........................................................................ 3

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Trauma Kepala ........................................................... 8


2.2 Etiologi Trauma Kepala .............................................................. 8
2.3 Klasifikasi Trauma Kepala .......................................................... 9
2.4 Manifestasi Klinis Trauma Kepala ............................................... 14
2.5 Patofisiologi Trauma Kepala ........................................................ 15
2.6 Pencegahan Trauma Kepala ......................................................... 18
2.7 KomplikasiTrauma Kepala .......................................................... 19
2.8 Pemeriksaan Diagnostik ............................................................... 21
2.9 Penatalaksanaan ........................................................................... 22
2.10 Konsep Asuhan Keperawatan pada Trauma Kepala .................. 24

BAB III TINJAUAN KASUS ........................................................................ 34

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan .................................................................................. 45


4.2 Saran ............................................................................................. 45

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... iii

2
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan


Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Ningsih, nurna dan Lukman. 2011. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal”. : Salemba medika.

Nayduch, Donna. 2014. Nurse to Nurse:Perawatan Trauma. Terjemahan oleh


dr. Nina Irawati, Sp. B. Jakarta: Salemba.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2.
Jogjakarta: Mediaction.

Samba, Suharyanti, dkk. 1994. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah.


Vol.3. Jakarta : EGC.

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok produktif dan sebagai besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas. Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih
dari 700.000 mengalami trauma cukup berat yang memerlukan perawatan di
rumah sakit, dua pertiga berusia di bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki
lebih banyak dibandingkan jumlah wanita lebih dari setengah pasien trauma
kepala mempunyai signifikasi terhadap trauma/cidera bagian tubuh lainnya.
Trauma kepala meliputi trauma kepala, tengkorak dan otak. Trauma
kepala paling sering terjadi dan merupakan penyakit neurologis yang serius
diantara penyakit neurlogis lainnya serta mempunyai proporsi epidemik
sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Lebih dari setengah dari semua pasien
dengan trauma kepala berat mempunyai signifikansi terhadap cedera bagian
tubuh lainnya. Adanya shock hipovolemik pada pasien trauma kepala biasanya
karena adanya cedera bagian tubuh lainnya. Resiko utama pasien yang
mengalami trauma kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau
pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan
peningkatan tekanan intra cranial (PTIK).
Angka kejadian trauma kepala pada laki-laki 58% lebih banyak
dibandingkan perempuan. Hal ini disebabkan karena mobilitas yang tinggi di
kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di
jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum benar benar
rujukan yang terlambat (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut penelitian nasional Amerika Guerrero et al (2000) di bagian
kegawatdaruratan menunjukkan bahwa penyebab primer cedera kepala pada
anak-anak adalah karena jatuh, dan penyebab sekunder adalah terbentur oleh
benda keras. Penyebab trauma kepala pada remaja dan dewasa muda adalah
kecelakaan kendaraan bermotor dan terbentur, selain karena kekerasan.

4
Insidensi cedera kepala karena trauma kemudian menurun pada usia dewasa,
kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan yang sebelumnya merupakan
etiologi cedera utama, digantikan oleh jatuh pada usia >45 tahun.
Pemeriksaan klinis pada pasien trauma kepala secara umum meliputi
anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan
radiologis. Pada anamnesis informasi penting yang harus ditanyakan adalah
mekanisme trauma. Pada pemeriksaan fisik secara lengkap dapat dilakukan
bersamaan dengan secondary survey. Pemeriksaan meliputi tanda vital dan
sistem organ. Penilaian GCS awal saat penderita datang ke Rumah Sakit
sangat penting untuk menilai derajat kegawatan cedera kepala. Pemeriksaan
neurologis, selain pemeriksaan GCS, perlu dilakukan lebih dalam, mencakup
pemeriksaan fungsi batang otak, saraf kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik,
dan refleks-refleks. Pemeriksaan radiologis yang paling sering dan mudah
dilakukan adalah rontgen kepala yang dilakukan dalam dua posisi, yaitu
anteroposterior dan lateral. Idealnya penderita trauma kepala diperiksa dengan
CT Scan, terutama bila dijumpai adanya kehilangan kesadaran yang cukup
bermakna, amnesia, atau sakit kepala hebat.

1.2 Tujuan Penulisan Umum


Mahasiswa mampu mengartikan dan menjelaskan tentang penyakit Trauma
Kepala, serta dapat mengetahui cara memberikan Asuhan Keperawatan Pada
Klien dengan diagnosa Trauma Kepala.

1.3 Tujuan Penulisan Khusus


1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian trauma kepala.
2. Untuk mengetahui dan memahami etiologi trauma kepala.
3. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi trauma kepala.
4. Untuk mengetahui dan memahami tanda dan gejala / manifestasi trauma
kepala.
5. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi trauma kepala .
6. Untuk mengetahui dan memahami pencegahan trauma kepala.

5
7. Untuk mengetahui dan memahami komplikasi trauma kepala.
8. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik trauma kepala.
9. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan trauma kepala.
10. Untuk mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan klien
dengan trauma kepala.

1.4 Sistematika Penulisan


BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulisan Umum
1.3 Tujuan Penulisan Khusus
1.4 Sistematika Penulisan
1.5 Metode Penulisan
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Trauma Kepala
2.2 Etiologi Trauma Kepala
2.3 Klasifikasi Trauma Kepala
2.4 Manifestasi Klinis Trauma Kepala
2.5 Patofisiologi Trauma Kepala
2.6 Pencegahan Trauma Kepala
2.7 Komplikasi Trauma Kepala
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
2.9 Penatalaksanaan
2.10 Konsep Asuhan Keperawatan
BAB III TINJAUAN KASUS
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

6
1.5 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam pemuatan makalah ini adalah metode literature
yaitu dengan cara mempelajari buku-buku sumber/internet yang berhubungan
dengan judulu makalah ini.

7
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi
Trauma kepala merupakan trauma yang mengenai otak yang dapat
mengakibatkan perubahan fisik intelektual, emosional, dan sosial. Trauma
tenaga dari luar yang mengakibatkan berkurang atau terganggunga status
kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi dan emosional (Judha &
Rahil, 2011).
Trauma kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak dan otak yang
terjadi baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat menyebabkan
kematian. Sebagian besar kasus trauma yang mengenai otak adalah trauma
tertutup akibat kecelakaan lalulintas. 84% yang mendapat terpai konservatif,
dan hanya 16% yang mendapat terapi operatif (Rendy, 2012).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), trauma kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana dapat menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, trauma kepala
adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak dan otak yang terjadi baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala yang dapat mengakibatkan
terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematian.

2.2 Etiologi
Mekanisme trauma kepala meliputi trauma/cedera akselerasi, deselerasi,
akselerasi-deselerasi,coup-counter coup, dan cedera rotasional.
2.2.1 Cedera Akselerasi, terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang
tidak bergerak (mis., alat pemukul menghantam kepala atau peluru yag
ditembakkan kekepala)

8
2.2.2 Cedera Deselerasi, terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek
diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil karena kepala
membentur kaca depan mobil.
2.2.3 Cedera Akselerasi-Deselerasi, sering terjadi dalam kasus kecelakaan
kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik.
2.2.4 Cedera Coup-countre coup, terjadi jika kepala terbentur yang
menyebabkan otak bergerak dalam ruang kraniak dan dengan kuat
mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang
pertama kali terbentur. Sebagai contoh pasien dipukul dibaagian belakang
kepala.
2.2.5 Cedera Rotasional, terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak
berputar dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau
robeknya neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah
yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.

2.3 Klasifikasi
Trauma kepala dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
2.3.1 Berdasarkan Patofisiologinya:
2.3.1.1 Trauma Kepala Primer
Merupakam akibat trauma/cedera awal. Cedera awal
menyebabkan gangguan integritas fisik, kimia, dan listrik dari sel diarea
tersebut, yang menyebabkan kematian sel. Trauma dapat berasal dari
berbagai bentuk kekuatan/tekanan seperti akselerasi rotasi, kompresi,
dan distensi akibat dari akselerasi (gerakan cepat yang terjadi
mendadak) atau deselerasi (penghentian akselerasi secara mendadak).
Tekanan itu dapat mengakibatkan kerusakan lokal, multifokal ataupun
difus. Cedera otak dapat mengenai parenkim otak dan atau pembuluh
darah. Cedera parenkim berupa comosio, kontusio, laserasi atau diffuse
axonal injury (DAI), sedangkan cedera pembuluh darah berupa
perdarahan epidural, subdural, dan intraserebral, yang dapat dilihat pada
CT-Scan.

9
1. Comosio cerebri
 Gangguan fungsi otak sementara
 Gaya akselerasi-deselerasi
 Tanpa kerusakan struktur otak.
2. Contusio cerebri
 Kerusakan struktur otak
 Gangguan tergantung luas-lokasi otak yang rusak
3. Laserasi cerebri
 Contusio robeknya piamater
4. Hematoma intracranial
 EDH (Epidural Hematom)
- Perdarahan ini dakibatkan oleh cedera pada arteri atau vena
meningea. Yang paling sering cedera adalah arteri meningea
media.
- Jika tidak terdapat fraktur tengkorak , perdarahan epidural
akan cepat menimbulkan gejala. Sesuai dengan sifat dari
tengkorak yang merupakan kotak tertutup, maka perdarahan
epidural tanpa fraktur menyebabkan tekanan intrakranial yang
akan cepat meningkat. Jika ada fraktur, maka darah bisa keluar
dan membentuk hematom subperiostal dan sifat tengkorak
sebagai kotak tertutup sudah tidak berlaku lagi.
- Lucid interval (+)

10
 SDH (Subdural Hematom)
- Terjadi perdarahan antara lapisan meningeal duramater dan
arachnoidea mater. Diakibatkan oleh robeknya vena cerebri
superior (bridging veins) pada tempat masuknya vena ke dalam
sinus sagittalis superior.
- Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan
lateral dan atas hemisferium dan sebagian di daerah temporal,
sesuai dengan distribusi bridging veins. Lucid interval (+).

 ICH (Intracerebral Hematom)


- Umumnya disebabkan oleh ruptur arteri ateromatosa dan
paling sering terjadi pada pasien hipertensi, yang menyebabkan
rusaknya serabut-serabut kortikobulbaris dan kortikospinalis
dalam kapsula interna dan menimbulkan hemiplegi pada sisi
tubuh kontralateral. Perdarahan ini juga dapat terjadi ke dalam
batang otak dan serebellum.
- Jika penderita dengan perdarahan intraserebral luput dari
kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan
pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa
menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi
bagian otak yang terkena.

11
2.3.1.2 Trauma Kepala Sekunder
Cedera otak sekunder merupakan lanjutan dari cedera otak
primer yang dapat terjadi karena adanya reaksi inflamasi, biokimia,
pengaruh neurotransmitter, gangguan autoregulasi, neuro-apoptosis dan
inokulasi bakteri.
Faktor intrakranial (lokal) yang memengaruhi cedera otak
sekunder adalah adanya hematoma intrakranial, iskemia otak akibat
penurunan tekanan perfusi otak, herniasi, penurunan tekanan arterial
otak, Tekanan Tinggi Intrakranial (TTIK), demam, vasospasm, infeksi,
dan kejang.
Sebaliknya faktor ekstrakranial (sistemik) yang dikenal dengan
istilah nine deadly H’s adalah hipoksemia, hipotensi, hiperkapnia
(depresi nafas), hipokapnea (hiperventilasi), hipertermi (respon stres),
hiperglikemia, hipoglikemia, hiponatremia, hipoproteinemia,dan
hemostasis. Beratnya cedera primer karena lokasinya memberi efek
terhadap beratnya mekanisme cedera sekunder.

2.3.2 Berdasarkan Jenis Trauma


Berdasarkan jenis trauma kepala (Brunner dan Suddarth, 2001):
2.3.2.1 Trauma kepala terbuka
Dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
duameter. Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak,
seperti halnya peluru menembus otak.

12
2.3.2.2 Trauma kepala tertutup
Dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak ringan degan
cedera serebral yang luas. Biasanya diakibatkan karena adanya
benturan.

2.3.3 Berdasarkan Beratnya Trauma/Cedera


Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian
Glasgow Coma Scale (GCS), Rosjidi, 2007:
2.3.3.1 Trauma kepala ringan
1. GCS 14-15
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari
30 menit
3. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cedera, hematoma
2.3.3.2 Trauma kepala sedang
1. GCS 9-13
2. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam
3. Dapat mengalami fraktur tengkorak
2.3.3.3 Trauma kepala berat
1. GCS 3-8
2. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
3. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

Skala Koma Glasgow (GCS)


Dewasa Respon Bayi dan anak-anak

Buka Mata (Eye)


Spontan 4 Spontan

Berdasarkan perintah verbal 3 Berdasarkan suara

Berdasarkan rangsang nyeri 2 Berdasarkan rangsang nyeri

Tidak memberi respon 1 Tidak memberi respon

13
Respon Verbal

Orientasi baik 5 Senyum, orientasi terhadap obyek


Menangis tetapi dapat
Percakapan kacau 4
ditenangkan
Menangis dan tidak dapat
Kata-kata kacau 3
ditenangkan
Mengerang 2 Mengerang dan agresif

Tidak memberi respon 1 Tidak memberi respon

Respon Motorik

Menurut perintah 6 Aktif

Melokalisir rangsang nyeri 5 Melokalisir rangsang nyeri

Menjauhi rangsang nyeri 4 Menjauh rangsang nyeri

Fleksi abnormal 3 Fleksi abnormal

Ekstensi abnormal 2 Ekstensi abnormal

Tidak memberi respon 1 Tidak memberi respon


Sumber: ilmu bedah saraf satyanegara, hal:185/ Nanda Nic-Noc Edisi Revisi
Jilid 2.

2.4 Manifestasi Klinis


2.4.1 Cedera kepala ringan, menurut Diane C (2002):
1. Skala GCS 13-15 (sadar penuh, atentif dan orientatif)
2. Kebingungan saat kejadian
3. Pusing dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
4. Tidak ada kehilangan kesadaran (konkusi)
5. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah
laku.
2.4.2 Cedera kepala sedang, menurut Diane C (2002):
1. Skala GCS 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)
2. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai kebingungan atau
bahkan koma.

14
3. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, defisit neurologis, perubahan
TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik,
kejang otot, sakit kepala,mual muntah, vertigo dan gangguan
pergerakan.
2.4.3 Cedera kepala berat, menurut Diane C (2002):
1. Skala GCS 3-8 (koma)
2. Amnesia
3. Pupil tidak aktual, pemeriksan motorik tidak aktual adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik
4. Nyeri, biasanya menunjukkan adanya fraktur
5. Fraktur pada kubah kranial yang menyebabkan pembengkakan pada
area tersebut.

2.5 Patofisiologi
Trauma kepala dapat terjadi pada ekstrakranial, tulang kranial, dan
intrakranial, trauma yang terjadi pada ekstrakranial akan mengakibatkan
terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot dan vaskuler sehingga berkibat
terjadinya perdarahan, hematoma, gangguan suplai darah, resiko infeksi dan
timbulnya nyeri serta kerusakan integritas kulit. Perdarahan dan hematoma
akan mempengaruhi perubahan sirkulasi cairan serebrospinal yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial. Pada keadaan ini
akan mengakibatkan girus medialis lobus temporalis tergeser melalui tepi
bawah tentorium serebri.
Kompresi pada korteks serebri batang otak mengakibatkan gangguan
kesadaran, dan hilangnya reflek batuk. Karena terjadi gangguan kesadaran
maka klien megalami penumpukan sekret akibat sekret yang statik, hal ini
menyebabkan terjadinya bersihan jalan nafas tidak efektif.
Trauma kepala yang terjadi pada tulang kranial akan menyebabkan
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan hal ini akan merangsang
timbulnya rasa nyeri, sedangkan trauma kepala yang terjadi pada intrakranial,
akan merusak jaringan otak atau sering disebut kontusio, atau terjadi laserasi

15
pada jaringan otak, keadaan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan
outoregulasi, dan suplai oksigen ke otak terganggu, maka terjadi edema
serebral, sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan. Kerusakan yang terjadi
juga menyebabkan rangsang simpatis meningkat, sehingga tahanan vasikuler,
tekanan darah, tekanan hidrostatik meningkat. Sehingga terjadi kebocoran pada
pembuluh kapiler, dan menyebabkan edema paru yang menyebabkan
penurunan curah jantung dan difusi oksigen di alveoli terhambat dan
menyebabkan tidak efektifnya pola nafas.
Cidera kepala juga dapat menimbulkan stres bagi klien. Hal ini
direspon juga oleh saraf otonom untuk meningkatkan sekresi hormon, seperti
katekolamin yang menyebabkan asam lambung meningkat dan membuat mual,
muntah, dan anoreksia. Hal ini menyebabkan resiko pemenuhan nutrisi tidak
sesuai kebutuhan.

16
PATHWAY
Kecelakaan lalu lintas, terjatuh/
terbentur,terkena tembakan, dan lain-lain

Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusny Treput Jaringa


a kontinuitas MK: resiko usnya n otak
jaringan kulit,otot perdarahan kontinuitas rusak(kontusio
dan vaskuler jaringan tulang laserasi

Peruba
han
Perdar Gangguan MK: resiko MK: nyeri akut autoregulasi
ahan dan suplai darah infeksi dan oedema
hematoma serebral

MK:
Peruba Iskemia Kejang
Kerusakan memori
han sirkulasi
CSS
Hipoksia MK: Ga - Bersihan jalan
Peningakatan ketidakefektifan ngguan nafas
TIK perfusi jaringan neurologis - Obstruksi
serebral vokal jalan nafas
- Dispnea
Defisit - Henti nafas
Gilus - mual muntah, neurologis - Purubahan
medialis lobus papioloedema pola nafas
temporalis , pandangan MK: Resiko
bergeser kabur, kekurangan MK:
penurunan volume cairan Gangguan MK:
fungsi persepsi
Hernia Ketidakefektifan
pendengaran, sensori
si unkus bersihan jalan
nyeri kepala.
nafas

Mesensefalon MK: resiko cedera Tonsil Kompresi


tertekan serebrum bergeser medula oblongata
Imobilisasi
Gangguan MK: Hambatan
kesadaran Ansietas mobilitas fisik

Menurut Amin H & Hardi K (2015)

17
2.6 Pencegahan
Upaya pencegahan trauma kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan
pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma.
Uapaya yang dilakukan yaitu:
2.6.1 Pencegahan primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa
terjadinya kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor
yang menunjang terjadinya trauma, seperti pengatur lalu lintas, memakai
sabuk pengaman, dan memakai helm.
2.6.2 Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi
yang dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya trauma
yang terjadi. Dilakukan dengan pemberian pertolongan pertama, yaitu:
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jarigan vital lain merupakan pembunuh
tercepat pada kasus cidera. Untuk menghindari gangguan tersebut
penanganan masalah airway menjadi prioritas utana dari masalah yang
lainnya. Beberapa kematian karena masalah airway disebabkan oleh
karena kegagalan mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh
karena aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga
jalan nafas tertutup lidah penderita sendiri. Pada pasien dengan
penurunan kesadaran mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya gangguan
jalan nafas, selain memeriksa adanya benda asing, sumbatan jalan nafas
dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga
menutupi aliran udara ke dalam paru. Selain itu aspirasi isi lambung juga
menjadi bahaya yang mengancam airway.
2. Memberi nafas/nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatan
adalah membantu pernafasan. Keterlammbatan dalam mengenali
gangguan pernafasan dan membantu pernafasan akan dapat menimbulkan
kematian.

18
3. Menghentikan perdarahan (Circulations)
Perdarahan dapat dihenttikan dengan memberikan tekanan pada tempat
yang berdarah sehingga pembuluh darah tertutup. Kepala dapat dibalut
dengan ikatan yang kuat. Bila ada syik, dapat diatasi dengan pemberian
cairan infus dan bila perlu dilanjutkan dengan pemberian tranfusi darah.
Syok biasanya disebabkan karena penderita kehilangan banyak darah.
2.6.3 Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier bertujuan untuk mengurangi terjadiya komplikasi
yang lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala
akibat kecelakaan lalu lintas untuk menguragi kecacatan dan
memperpanjang harapan hidup. Pencegahan tertier ini penting untuk
meningkatkan kualitas hiduo penderita, meneruskan pengobatan serta
memberikan dukungan psikologis bagi penderita. Upaya rehabilitasi
terhadap cedera kepala akibat kecelakaan lalli lintas perlu ditangani
melalui rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial.

2.7 Komplikasi
2.7.1 Edema Pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi
mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress
pernafasan dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks
cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi
dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan darah
sistematik meningkat untuk mencoba mempertahankan aliran darah ke
otak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun (bradikardi) dan
bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat.
Hipotensi akan memperburuk keadan, harus dipertahankan tekanan perfusi
paling sedikit 70 mmHg,yang membutuhkan tekanan sistol 100-110
mmHg, pada penderita cedera kepala. Peningkatan vasokontriksi tubuh
secara umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru,
perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses

19
berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan
karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih
lanjut (Rosjidi, 2007).
2.7.2 Peningkatan TIK
Tekanan intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15
mmHg,dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan
darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral.
Yang merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal
pernafasan dan gagal jantung serta kematian (Rosjidi, 2007).
2.7.3 Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase
akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang
dengan menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral
disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang,
perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas paten
dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis untuk mengatasi
kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan obat yang paling
banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena. Hati-hati
terhadap efek pada system pernafasan, pantau selama pemberian diazepam,
frekuensi dan irama pernafasan (Rosjidi, 2007).
2.7.4 Kebocoran cairan serebrospinal
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari
fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulang temporal akan merobek
meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh
dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah
hidung atau telinga. Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung
atau telinga (Rosjidi, 2007).
2.7.5 Infeksi
Frekuensi tengkorak atau luka terbuka dapat merobek membran
(meningen) sehingga kuman dengan mudah dapat masuk. Infeksi meningen

20
ini sangat berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar
ke sistem saraf yang lain (Rosjidi, 2007).
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada trauma kepala, yaitu:
2.8.1 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan CT Scan (dengan atau tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan
perubahan jaringan otak.
2. MRI (Magnetic Resonnce Imaging)
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. BAER (Brainstem Auditory Evoked Response)
Dilakukan untuk menentukan/mengoreksi batas fungsi korteks dan
otak kecil.
4. PET (Positron Emission Tomography)
Dilakukan untuk mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
5. EEG (Elektroencepalograf)
Dilakukan untuk melihat perkembangan gelombang yang patologis.
6. X-Ray, untuk mendeteksi perubahan struktur tulang (bila ada fraktur),
perubahan struktur garis (perdarahan, edema), fragmen tulang.
7. Cerebral Angiography, menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti:
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan
trauma.
2.8.2 Pemeriksaan Laboratorium
1. AGD (PO2, PH, HCO2), untuk mengkaji keadekuatan ventilisasi agar
AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran darah serebral
adekuat atau dapat juga untuk melibat masalah oksigenasi yang dapat
meningkatkan tekanan intraknial.
2. Elektrolit serum , untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrkranial.Hematologi, meliputi leukosit,
Hb, albumin, globulin, protein serum.

21
3. CSS, untuk menentukan kemungkinan adanya perdarahan
subarachnoid (warna, komposisi, tekanan)
4. Pemeriksaan toksikologi, untuk mendeteksi obat yang mengakibatkan
penurunan kesadaran.
5. Kadar antikonvulsan darah, untuk mengetahui tingkat terapin yang
cukup efektif untuk mengatasi kejang.

2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Umum, menurut Tunner (2000):
2.9.1.1 Airway
1. Atur posisi : posisi kepala datar dan tidak miring ke satu sisi untuk
mencegah penekanan/bendungan pada vena jugularis
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
3. Cek adanya pengeluaran cairan dari hidung, telinga atau mulut.
2.9.1.2 Breathing
1. Kaji pola nafas, frekuensi, irama nafas, kedalaman
2. Monitoring ventilasi : pemeriksaan analisa gas darah, saturasi
oksigen.
2.9.1.3 Circulation
1. Kaji keadaan perfusi jaringan perifer (akral, nadi, capillary rafill
time, sianosis pada kuku, bibir)
2. Monitor tingkat kesadaran, GCS, periksa pupil, ukuran, reflek
terhadap cahaya
3. Monitoring tanda – tanda vital
4. Monitoring intake dan output
2.9.2 Khusus, menurut Tunner (2000):
2.9.2.1 Konservatif: Dengan pemberian manitol/gliserin, furosemid,
pemberian steroid
2.9.2.2 Operatif: Tindakan kraniotomi, pemasangan drain, shuting prosedur
2.9.2.3 Monitoring tekanan intrakranial: yang ditandai dengan sakit kepala
hebat, muntah proyektil dan papil edema

22
2.9.2.4 Pemberian diet/nutrisi.

2.9.3 Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi, menurut Mansjoer (2000):


2.9.3.1 Penatalaksanaan Cedera Kepala Ringan (GCS 14–15)
1. Observasi atau dirawat di rumah sakit bila CT Scan tidak ada atau
hasil CT Scan abnormal
2. Indikasi rawat inap adalah riwayat hilang kesadaran, sakit kepala
sedang–berat, pasien dengan intoksikasi alkohol/obat-obatan, fraktur
tulang tengkorak, adanya kebocoran liuor serebro-spinalis
(rinorre/ottorea), cedera penyerta yang bermakna, indikasi sosial
(tidak ada keluarga atau pendamping di rumah).
3. Bila tidak memenuhi kriteria rawat inap maka pasien dipulangkan
dengan diberikan pengertian kemungkinan kembali ke rumah sakit
bila dijumpai tanda-tanda perburukan, seperti:
 mengatuk dan sukar dibangunkan
 mual, muntah dan pusing yang hebat
 kelumpuhan sala satu sisi anggota gerak dan kejang
 nyeri kepala yang hebat atau bertambah hebat
 bingung,gelisah, tidak mampu berkonsentrasi
 perubahan denyut nadi atau pola pernapasan.
4. Observasi tanda-tanda vital serta pemeriksaan neurologis secara
periodik setiap ½- 2 jam.
5. Pemeriksaan CT Scan kepala sangat ideal pada penderita CKR kecuali
memang sama sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal.
2.9.3.2 Penatalaksanaan cedera kepala sedang (GCS 9-13)
1. Dirawat di rumah sakit untuk observasi, pemeriksaan neurologis
secara periodik.
2. Bila kondisi membaik, pasien dipulangkan dan kontrol kembali, bila
kondisi memburuk dilakukan CT Scan ulang dan penatalaksanaan
sesuai protokol cedera kepala sedang.

23
2.9.3.3 Penatalaksanaan Cedera Kepala Berat (GCS > 8)
1. Pastikan jalan nafas korban clear (pasang ET), berikan oksigenasi dan
jangan banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera cervical
dapat disingkirkan.
2. Berikan cairan secukupnya (ringer laktat/ringer asetat) untuk resusitasi
korban agar tetap normovolemia, atasi hipotensi yang terjadi dan
berikan transfusi darah jika Hb kurang dari 10 gr/dl.
3. Periksa tanda vital, adanya cedera sistemik di bagian anggota tubuh
lain, GCS dan pemeriksaan batang otak secara periodik.
4. Berikan manitol IV dengan dosis 1 gr/kgBB diberikan secepat
mungkin pada penderita dengan ancaman herniasi dan peningkatan
TIK yang mencolok.
5. Berikan anti edema cerebri: kortikosteroid deksametason 0,5 mg 3×1,
furosemide diuretik 1 mg/kg BB tiap 6-12 jam bila ada edema cerebri,
berikan anti perdarahan.
6. Berikan obat-obatan neurotonik sebagai obat lini kedua, berikan anti
kejang jika penderita kejang, berikan antibiotik dosis tinggi pada
cedera kepala terbuka, rhinorea, otorea.
7. Berikan antagonis H2 simetidin, ranitidin IV untuk mencegah
perdarahan gastrointestinal.
8. Koreksi asidodis laktat dengan natrium bikarbonat.

2.10 Konsep Asuhan Keperawatan


2.10.1 Pengkajian
2.10.1.1 Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, golongan darah, no. register, tanggal MRS, dan
diagnosa medis.
2.10.1.2 Riwayat Kesehatan
2.10.1.2.1 Keluhan Utama

24
Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya
lesi/luka dikepala
2.10.1.2.2 Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien datang dengan keadaan penurunan kesadaran,
konvulsi, adanya akumulasi sekret pada saluran pernafasan, lemah,
paralisis, takipnea, fraktur kepala terbuka ataupun tertutup.
2.10.1.2.3 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Apakah ada penyakit sistem persyarafan, riwayat trauma masa lalu,
riwayat penyakit darah, riwayat penyakit sistemik / pernafasan,
kardiovaskuler dan metabolik.
2.10.1.2.4 Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang
sama sebelumnya, riwayat penyakit menular/genetik.
2.10.1.3 Pemeriksaan Primer
2.10.1.3.1 Airway management/penatalaksanaan jalan napas:
1. Kaji obstruksi dengan menggunakan tangan dan mengangkat dagu
(pada pasien tidak sadar).
2. Kaji jalan napas dengan jalan napas orofaringeal atau nasofaringeal
(pada pasien tidak sadar).
3. Kaji adanya obstruksi jalan nafas antara lain suara stridor, gelisah
karena hipoksia, penggunaan oto bantu pernafasan, sianosis.
4. Kaji jalan napas definitive (akses langsung melalui oksigenasi
intratrakeal).
5. Kaji jalan napas dengan pembedahan (krikotiroidotomi).
2.10.1.3.2 Breathing/pernapasan:
1. Kaji pemberian O2.
2. Kaji nilai frekuensi napas/masuknya udara (simetris)/pergerakan
dinding dada (simetris)/posisi trakea.
3. Kaji dengan oksimetri nadi dan observasi.
2.10.1.3.3 Circulation/sirkulasi:

25
1. Kaji frekuensi nadi dan karakternya/tekanan darah/pulsasi
apeks/JVP/bunyi jantung/bukti hilangnya darah.
2. Kaji darah untuk cross match, DPL, dan ureum dan elektrolit.
3. Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi,
takipnea, hipotermi,pucat, akral dingin, kapilari refill>2 detik,
penurunan produksi urin.
2.10.1.4 Pemeriksaan Sekunder
2.10.1.4.1 Penampilan atau keadaan umum
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada gerakan, lemah, lemas.
2.10.1.4.2 Tingkat kesadaran
Kesadaran klien mengalami penurunan GCS <15.
2.10.1.4.3 Tanda-Tanda Vital
Suhu Tubuh : Biasanya meningkat saat terjadi benturan
(Normalnya 36,5-37,5°C)
Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak
dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg (Normalnya 110/70-
120/80 mmHg)
Nadi : Biasanya cepat dan lemah pada keadaan kesakitan dan TIK
meningkat (Normalnya 60-100 x/menit)
Respirasi : Biasanya menurun saat TIK meningkat (Normalnya 16-
24).
2.10.1.4.4 Pemeriksaan Nervus Cranial
1. Nervus I (Oflaktorius): Penurunan daya penciuman.
2. Nervus II (Optikus): Pada trauma frontalis terjadi penurunan
penglihatan karena edema pupil.
3. Nervus III, IV, VI (Okulomotor, Trokhlear, Abdusens):
Penurunan lapang pandang, reflex cahaya menurun, perubahan
ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
4. Nervus V (Trigeminus): Gangguan mengunyah karena terjadi
anastesi daerah dahi.

26
5. Nervus VII, XII (Fasialis, Hypoglossus): Lemahnya penutupan
kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah, Jatuhnya
lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartia.
6. Nervus VIII (Audotorius): Penurunan pendengaran dan
keseimbangan tubuh.
7. Nervus IX, X, XI (Glossofaringeus, Vagus, Spinal): Jarang
ditemukan.

2.10.1.3 Pemeriksaan Head to Toe


2.10.1.3.1 Pemeriksaan Kepala
1. Tulang tengkorak: Inspeksi (bentuk mesocepal, ukuran kranium,
ada deformitas, ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada
pembesaran kepala) Palpasi (ada nyeri tekan, ada robekan)
2. Kulit kepala: Inspeksi (kulit kepala tidak bersih, ada lesi, ada
skuama, ada kemerahan)
3. Wajah : Inspeksi (ekspresi wajah cemas dan menyeringai nyeri,
keadaan simetris, tidak ada lesi) Palpasi : (tidak ada kelainan
sinus)
4. Rambut: Inspeksi (rambut tidak bersih, mudah putus, ada
ketombe, ada uban) Palpasi (rambut mudah rontok)
5. Mata: Inspeksi (simestris, konjungtiva warna pucat, sclera putih,
pupil anisokor, reflex pupil tidak teratur, pupil tidak bereaksi
terhadap rangsangan cahaya, gerakan mata tidak normal, banyak
sekret) Palpasi (bola mata normal, tidak ada nyeri tekan).
6. Hidung: Inspeksi (keadaan kotor, ada rhinorhoe (cairan
serebrospinal keluar dari hidung), ada pernafasan cuping hidung,
tidak ada deviasi septum) Palpasi sinus (ada nyeri tekan)
7. Telinga: Inpeksi (Simetris, kotor, fungsi pendengaran tidak baik,
ada otorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari telinga), battle
sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os

27
mastoid), dan memotipanum (perdarahan di daerah membrane
timpani telinga)) Palpasi (tidak ada lipatan, ada nyeri)
8. Mulut: Inspeksi (keadaan tidak bersih, tidak ada stomatitis,
membran mukosa kering pucat, bibir kering, lidah simetris, lidah
bersih, gigi tidak bersih, tidak goyang, faring tidak ada
pembekakan, tonsil ukuran normal, uvula simetris, mual-
muntah) Palpasi (tidak ada lesi, lidah tidak ada massa)
9. Leher dan Tenggorok: Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada
pembesaran jvp, tidak ada pembesaran limfe, leher tidak panas,
trakea normal, tidak ditemukan kaku kuduk)
2.10.1.3.2 Pemeriksaan Dada dan Thorak
1. Paru-paru:
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada batuk,
nafas dada cepat dan dangkal, sesak nafas, frekuensi
nafas <16 x/menit.
Palpasi : Suara fremitus simetris, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Sonor pada kedua paru.
Auskultasi : Suara nafas tidak baik, ada weezing.
2. Jantung :
Inspeksi: Bentuk simetris, Iktus kordis tidak tampak
Palpasi: Iktus kordis teraba pada V±2cm, tidak ada nyeri tekan,
denyut nadi Bradikardia
Perkusi: Pekak, batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4
sternal kiri, batas kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5
axilla anterior kanan
Auskultasi: BJ I-II tunggal, tidak ada gallop, ada murmur,
Irama nafas tidak teratur, tekanan darah menurun.
2.10.1.3.3 Pemeriksaan Abdomen
1. Inspeksi: Permukaan simetris, warna cokelat, permukaan
normal
2. Auskultasi: Bising usus normal

28
3. Palpasi: Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal,
Hepar tidak teraba, limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba, tidak
ada ascites, tidak ada nyeri pada Titik Mc. Burney.
4. Perkusi: Tidak ada cairan atau udara suara redup.
Perlu dikaji Bagaimana sensori adanya makanan di mulut,
refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk,
mudah tersedak. Jika pasien sadar, tanyakan pola makan?.
2.10.1.3.4 Pemeriksaan Genetalia
1. Inspeksi : Terjadi penurunan jumlah urin dan peningkatan
cairan.
2. Waspadai fungsi ADH (antidiuretik hormon), aldosteron :
retensi natrium dan cairan. Retensi urine, konstipasi,
inkontinensia.
2.10.1.3.5 Pemeriksaan Ekstremitas
1. Inspeksi : Adanya perubahan-perubahan warna kulit, kelemahan
otot, adanya sianosis.
2. Palpasi : Turgor buruk, kulit kering.
3. Biasanya terdapat kerusakan area motorik, hemiparesis/plegia,
gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
2.10.1.4 Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras): Mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan
dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2. MRI: Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
3. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral,
seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema,
perdarahan dan trauma.
4. Serial EEG : Dapat melihat perkembangan gelombang yang
patologis.

29
5. X-Ray : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
7. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit
sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial.
8. AGD (PO2, PH, HCO2), untuk mengkaji keadekuatan ventilisasi agar
AGD dalam rentang normal untuk menjamin aliran darah serebral
adekuat atau dapat juga untuk melibat masalah oksigenasi yang
dapat meningkatkan tekanan intraknial.
9. Hematologi, meliputi leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.

2.10.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d obstruksi jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola napas b.d gangguan neurologis (mis., trauma
kepala).
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d trauma.
4. Kekurangan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi.
5. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d agen cedera fisik.
6. Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.

2.10.3 Intervensi Keperawatan


N
N Diagnosa Rencana Keperawatan
o Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakefektifan
1 NOC: NIC:
bersihan
. jalan 1. Respiratory status : 1. Posisikan pasien untuk
nafas berhubungan ventilation memaksimalkan
dengan obstruksi 2. Respiratory status : airway ventilasi.
jalan nafas, patency 2. Monitor repirasi dan
ditandai dengan Setelah dilakukan asuhan status O2

30
dispnea. keperawatan selama ...x24 3. Monitor adanya
jam, bersihan jalan nafas kecemasan pasien
dapat teratasi dengan kriteria terhadap oksigenasi.
hasil : 4. Monitor TTV
1. Mendemontrasikan batuk 5. Monitor pola nafas
efektif dan suara nafas 6. Lakukan fisio terapi
yang bersih, tidak ada dada dan pasang mayo
sianosis dan dispnea jika perlu
(mampu mengeluarkan 7. Keluarkan sekret dengan
sputum, mampu bernapas batuk atau suction
dengan mudah, tidak ada 8. Pertahankan jalan nafas
pursed lips). yang paten
2. Menunjukkan jalan nafas 9. Observasi adanya tanda-
yang paten (klien tidak tanda hipoventilasi
merasa tercekik, irama 10. Kolaborasi dengan
nafas, frekuensi dokter dalam pemberian
pernapasan dalam rentang bronkodilator.
normal, tidak ada suara
napas abnormal).
3. Mampu
mengidentifikasikan dan
mencegah faktor yang
dapat menghambat jalan
nafas.
Ketidakefektifan
2 NOC: NIC:
perfusi
. jaringan 1. Circulation status 1. Monitor adanya daerah
serebral b/d 2. Tissue perfusion : cerebral tertentu yang hanya peka
penurunan ruangan Setelah dilakukan tindakan terhadap
untuk perfusi keperawatan selama ...x24jam panas/dingin/tajam/tump
serebral, sumbatan perusi jaringan serebral dapat ul.
aliran darah tertasi dengan kriteria hasil : 2. Monitor adanya paratese

31
serebral. 1. Tekanan sisteole dan 3. Batasi gerakan pada
diastole dalam rentang leher, kepala dan
yang diharapkan punggung.
2. Tidak ada ortostatik 4. Monitor adanya
hipertensi tromboplebitis
3. Tidak ada tanda-tanda 5. Kolaborasi pemberian
peningkatan TIK antibiotik untuk
4. Dapat berkomunikasi mencegah terjadinya
dengan jelas dan sesuai infeksi pada cedera
kemampuan kepala terbuka.
5. Menunjukkan fungsi
sensori motorik cranial
yang utuh: tingkat
kesadaran membaik, tidak
ada gerakan-gerakan
involunter.

Resiko
3 NOC: NIC:
kekurangan
. 1. Fluid balance 1. Monitor TTV
volume cairan 2. Hydration 2. Monitor status hidrasi
berhubungan 3. Nutritional status : food (kelembaban membran
dengan and fluid intake mukosa, nadi adekuat,
perubahan kadar Setelah dilakukan tindakan TD ortostatik)
elktrolit serum keperawatan selama ...x24 3. Monitor intake dan urin
(muntah). jam jam, kekuragan volume output
cairan pasien dapat teratasi 4. Monitor elektrolit
dengan kriteria hasil : 5. Monitor tanda dan gejala
1. Mempertahankan urin dari edema
output sesuai dengan usia 6. Monitor BB
dan BB 7. Kolaborasi dengan
2. TTV dalam batas normal dokter dalam pemberian

32
3. Tidak ada tanda-tanda obat-obatan.
dehidrasi, elastisitas turgor
kulit baik, membran
mukosa lembab, tidak ada
rasa haus yang berlebihan.
4. Elektrolit, HB dalam batas
normal
5. PH urin dalam batas
normal

2.10.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan merupakan inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan di mulai setelah
rencana tidakan di susun dan di tujukan pada nursing orders untuk
mambantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana
tibdakan yang spesifik di laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan (Sunardi, 2011).

2.10.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan.
Evaluasi adalah kegiatan yang sengaja dan terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal
ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi dan strategi
evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melangkah pengkajian ulang
(Lasimidar, 2012)

33
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.A
Usia : 12 April 1949
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Diagnosis Medis :Trauma Cavitis / Cedera Kepala Berat GCS 3
Alamat : Bukit Sangkal
No. RM : xxxxxx
Tanggal masuk RS : 11 Mei 2017
Tanggal pengkajian : 11 Mei 2017

3.1.2 Riwayat Kesehatan


1. Keluhan utama : Penurunan Kesadaran post KLL
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Keluarga klien mengatakan , klien tidak sadarkan diri ± 2 jam sebelum
masuk rumah sakit karena kecelakaan lalu lintas ditabrak oleh motor di
jalan jalur, keluarga mengatakan keadaan klien muntah-muntah dengan
mengeluarkan cairan darah konsistensi cair pekat. Lalu klien segera
dibawa ke RSMH Palembang untuk mendapatkan pertolongan.
Sesampainya di RSMH klien dengan penurunan kesadaran GCS 3
(E1M1V1) langsung masuk ke ruangan perawatan Prioritas 1 (Triage
Merah) dan dilakukan tindakan membersihkan jalan nafas dan memasang
ETT serta alat bantu nafas ventilator pada tanggal 11 Mei 2017 jam 09.00
WIB. Pada tanggal 11 Mei 2017 pukul 09:30 di lakukan pengkajian
kasus keperawatan dan didapatkan hasil klien mengalami penurunan

34
kesadaran dengan GCS 2t (E1VtM1), terpasang ventilator, terpasang
monitor EKG, terpasang IVFD Ringerfundin gtt 20x/menit, terpasang
kateter, TD= 100/60 mmHg , RR= 30x/menit, S= 37,50C, N=
65x/menit, adanya jejas di daerah mata, pipi, luka di bagian kepala
belakang sebelah kanan berukuran 3cm dan terdapat darah dari mulut.

3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Keluarga mengatakan Klien dulunya belum pernah mengalami
kecelakaan berat seperti sekarang ini dan juga tidak ada riwayat penyakit
kronis dan akut sebelumnya seperti hipertensi dan DM.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga pasien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang
menderita penyakit seperti pasien, keluarga pasien mengatakan dalam
keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit keturunan, seperti
hipertensi, asma, penyakit jantung, dll.

3.1.3 Pemeriksaan Primer


Airway : Hidung / Mulut
- Bebas √ Tersumbat
- Sputum √ Adanya Darah
- Spasme - Benda Asing
- Pangkal lidah jatuh -
Suara Napas
- Normal √ Stridor
√ Gurgling - Wheezhing
- Ronchi - Lain-lain

35
Breathing : Respirasi: 30x/Menit
- Teratur - Tidak Teratur
- Apnea - Dispnea
- Bradipnea √ Takipnea
√ Retraksi dada √ Pernapasan Cuping Hidung
√ Pernapasan dada/perut - Kusmaul / Chyne Stokes
Suara Napas
- Normal √ Stridor
√ Gurgling - Wheezhing
- Ronchi - Lain -lain

Circulation: √ Pucat - Sianosis


- Perdarahan - Luka Bakar
- Jumlah: cc - Lokasi:
Grade :
Nadi
√ Teraba Frekuensi : 65x/M
- Tidak Teraba - Irama Tidak Teratur
√ Irama teratu

TD: 100/60 mmHg T: 37,5oC


Capillary Refill Time
√ <2 detik - > 2 detik
Akral
√ Hangat - Dingin - Edema
Turgor
√ Normal - Sedang - Kurang

Disability : Tingkat Kesadaran:


GCS: 3
Pupil

36
- Isokor - Miosis
√ Anisokor - Midriasis
- Muntah Proyektil - Riwayat kejang

Fungsi Bicara
- Normal - Afasia
- Pelo - Mulut Mencong

Kekutan otot
0 0
0 0
Ket:
0: Tidak dapat berkontraksi
1: Hanya dapat berkontraksi
2: Ada pergerakan tidak mamu melawan gaya gravitasi
3: Adapergerakan hanya dapat mengatasi gaya gravitasi
4: Mampu melawan gaya gravitasi dan melawan sedikit tahanan
5: Mampu melawan gravitasi dan melawan tahanan yang maksimal

Sensabilitas
- Normal √ Gangguan Menelan air
√ Gangguan Menelan Air dan Makanan

Exposur Trauma :
e Jejas : Terdapat jejas di daerah mata dan pipi sebelah kanan, luka
3cm di kepala belakang sebelah kanan
Luas : luka 3cm di kepala belakang sebelah kanan
Kedalaman : -

37
3.1.4 Pemeriksaan Sekunder
3.1.4.1 Keadaan umum : penurunan kesadaran
3.1.4.2 Tanda vital : TD : 100/60 mmHg, N: 65 x/menit, RR:
30x/menit, S: 37,50C
3.1.4.3 Pemeriksaan Fisik
1. Kepala: asimetris, terdapat perdarahan, bengkak, terdapat Echymosis,
terdapat luka (ukuran ± 3cm) pada kepala sebelah kanan bagian
belakang, klien terpasang ETT dan ventilator.
2. Mata: terdapat kebiruan (lingkaran mata), konjungtiva ananemis,
sklera anikterik, anisokor
3. Telinga: simetris, tidak terdaat cairan/benda asing
4. Hidung: terdapat lesi/kemerahan
5. Leher: simetris, tidak terdapat lesi
6. Dada/paru: simetris, frekuensi pernapasan 30x/menit, BJ S1(Lup) S2
(Dup), suara nafas stridor
7. Abdomen: simetris, terdapat lesi, tidak terdapat distensi abdomen
8. Genital: tidak terdapat lesi, pasien terpasang kateter
9. Ekstremitas: tepasang IUVD dengan caira Ringer Fundin, pada tangan
sebelah kiri terdapat luka pada ekstremitas bawah sebelah kanan,
bengkak (+), terdapat keterbatasan gerak, tidak terdapat fraktur
10. Kulit: terdapat luka pada ekstremitas bawah sebelah kanan, terdapat
echymosis.
3.1.4.4 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Glukosa sewaktu 150 mg/dl 70-140
Ureum 32 mg/dl 10-50
Kreatinin 1,00 mg/dl 0,5-1,2
SGOT 23 u/L 0-31
SGPT 14 u/L 0-32
K 41 Mmol/L 3,4-5,4
Na 145 Mmol/L 135-155
Cl 99 Mmol/L 95-108
HbsAg Negatif - Negatif

38
3.1.4.5 Therapi
N Cara
Nama Terapi Dosis Golongan Obat
o Pemberian
1 Ceftriaxone 2x1 Gr I.V Antibiotik
2 Paracetamol 3x1 gr I.V Antipiretik
3 Omeperazole 1x40 ml I.V Analgetik
4 Dobutamin 150 gr Kontinyu I.V Obat jantung
5 Ringer Fundin 500cc Kontinyu I.V Elektrolit

3.1.4.6 Analisa Data


No DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS: tidak dapat dinilai Cidera kepala Ketidakefektifan
DO: bersihan jalan
1. Ku:Penurunan Cidera otak primer nafas
kesadaran
Kerusakan Sel otak 
2. Kesadaran: coma
3. Terpasang
 rangsangan simpatis
Ventilator,
4. RR: 30x/m,  tahanan vaskuler Sistemik & TD 
N : 65x/M
T : 37,50C  tek. Pemb.darah Pulmonal

TD:100/60 mmHg  tek. Hidrostatik


5. Terdapat secret di
selang ETT dan kebocoran cairan kapiler

mulut
oedema paru
6. Suara nafas
Penumpukan cairan/secret
tambahan stridor.

Difusi O2 terhabat

Ketidakefektif bersihan jalan napas

39
2 DS: tidak dapat dinilai Ketidak efektifan
Cidera kepala
DO: perfusi jaringan
1. Ku:penurunan serebral
Cidera otak primer
kesadaran
2. Kesadaran: coma
Kerusakan Sel otak 
3. GCS: 2t
(E1VtM1)
Gangguan autoregulasi
4. Terpasang
Ventilator,
Aliran darah keotak 
5. RR: 30x/m,
N : 65x/M
O2 
T : 37,50C
TD:100/60 mmHg
gangguan
6. Pupil anisokor
metabolisme
7. Kebiruan sekitar
mata (jejas)
Asam laktat 
8. Kepala bengkak
dan asimetris
Asam laktat 

Ketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral

40
3 DS: tidak dapat dinilai Ketidak efektifan
Kecelakaan lalu lintas
DO: Pola Nafas
1. Ku:penurunan Cidera kepala
kesadaran
2. Kesadaran: coma Cidera otak primer
3. Terpasang
Ventilator,
4. RR: 30x/m, Kerusakan sel otak
N : 65x/m
T : 37,50C Rangsangan simpatis
TD:100/60 mmHg
5. Suara nafas
Kebocoran cairan
tambahan stridor.
kapiler

Oedema paru

Penumpukan cairan /
secret

Ketidak efektifan Pola


Nafas

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d obstruksi jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola nafas b/d gangguan neurologi
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d trauma

41
3.3 Intervensi/ Rencana Tindakan Keperawatan

NO DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN KEPERAWTAN


KEPERAWATAN NOC NIC
1 Ketidakefektifan bersihan NOC: Status Pernapasan: NIC: manajemen jalan napas
jalan nafas b/d obtruksi Kepatenan jalan nafas 1. Monitor status pernafasan dan
jalan nafas ditandai Setelah dilakukan tindakan selama oksigenisasi
dengan 3 x 24 jam status pernafasan klien 2. Buka jalan nafas dengan teknik
DS: tidak dapat dinilai tidak terganggu dengan kriteria chin lift atau jaw thrust
DO: hasil: 3. Identifikasi kebutuhan aktual/
1. Ku:Penurunan No Skala Awal Akhir potensial untuk memasukkan
kesadaran 1 Suara 2 5 alat membuka jalan nafas
2. Kesadaran: coma nafas 4. Masukkan alat nasopharingeal
3. GCS: E1V1M1, tambahan airway (NPA) atau
4. Terpasang Ventlator, 2 Pernapasan 4 5 oropharingeal airway (OPA)
5. RR: 30x/m, cuping 5. Posisikan klien untuk
N : 65x/m hidung memaksimalkan ventilasi
T : 37,50C 3 Akumulasi 3 5 6. Lakukan penyedotan melalui
TD:100/60 mmHg sputum endotrakea dan nasotrakea
6. Terdapat secret di 4 Frekuensi 3 5 7. kelola nebulizer ultrasonik
selang ETT dan mulut pernafasan 8. posisikan untuk meringankan
7. Suara nafas stridor. Indikator: sesak napas
1. Sangat berat 9. Auskultasi suara nafas, catat
2. berat area yang ventilasinya menurun
3. sedang atau tidak ada dan adnaya suara
4. ringan tambahan
5. tidak ada 10.Edukasi keluarga klien tentang
keadaan klien.
11. Kolaborasi dengan tim dokter
dala pemberian obat

42
3.4 Implementasi/ Tindakan Keperawatan
N Hari/
Diagnosa Keperawatan Tindakan keperawatan Paraf
o Tanggal
1 Kamis, Ketidak efektifan bersihan 1. Memonitor status pernafasan Ani
11-5-17 jalan nafas b/d obtruksi jalan dan oksigenisasi
09:40 nafas ditandai dengan R/: Respirasi : 28x/menit Spo2 :
Wib DS : tidak dapat dinilai 80%
DO : 2. Memposisikan klien untuk
09:45 1. Ku: Penurunan kesadaran memaksimalkan ventilasi
Wib 2. Kesadaran: coma R/: Posisi klien semi fowler
3. GCS: E1VtM1, 3. Melakukan penyedotan
09:50 4. Terpasang Ventilator, (suction) melalui endotrakea
Wib 5. RR: 30x/m, N : 65x/m, S: R/: Penumpukan secret di jalan
37,50C, TD: 100/60 mmHg nafas klien berkurang setelah di
6. Terdapat secret suction
09:55 ditenggorokan dan mulut 4. Memposisikan untuk
Wib 7. Suara nafas gargling meringankan sesak napas
R/: Posisi tempat tidur klien di
tinggi kan (semi fowler)
09: 57 5. Mengauskultasi suara nafas,
Wib catat area yang ventilasinya
menurun atau tidak ada dan
adanya suara tambahan
R/: suara nafas tambahan
stridor.
10:00 6. Mengedukasi keluarga klien
Wib
tentang keadaan klien.
R/: keluarga klien menerima
keadaan apapun yang terjadi
pada klien karena klien sudah
kritis

43
7. Berkolaborasi dengan tim
dokter dalam pemberian obat
a) Ceftriaxone
b) Omeprazole
c) Paracetamol
d) Ringer Fundin
e) Dobutamin

3.5 Evaluasi Keperawatan


Hari/Tanggal Evaluasi Paraf
Kamis, 11-5- S: - Ani
2017 Pukul O: 1. Ku: Meninggal
14:30 WIB 2. Kesadaran: -
3. GCS: -
4. Terpasang Ventilator
5. Tanda-tanda vital:
TD: - mmHg, RR: -x/m N: -x/m, S: - 0C.
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi di hentikan (pasien meninggal)

44
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Trauma kepala adalah trauma pada otak, yang menimbulkan perubahan
fisik, intelektual, emosi, sosial, ataupun vokasional (pekerjaan) yang
menimbulkan perdarahan yang berasal dari vena menyebabkan lambatnya
pembentukan hematoma. Penyebab dari trauma kepala yaitu Kecelakaan
kendaraan atau transportasi, Kecelakaan terjatuh, Kecelakaan yang berkaitan
dengan olahraga, dan Kejahatan dan tindak kekerasan. Manifestasi klinis dari
trauma kepala yang umum yaitu terjadi penurunan kesadaran, nyeri hebat, dan
adanya lesi. Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya Meningkatnya tekanan
intrakraial (TIK), Perdarahan, Kejang, Infeksi (trauma terbuka), Depresi
pernapasan dan gagal napas, dan Herniasi otak.
Penatalaksanan secara medis yaitu diantaranya dengan ABC untuk
mempertahankan jalan nafas, Pemberian obat-oabatan, dapat dilakukan
pembedahan, dan immobilisasi. Sedangkan penatalaksanaan keperawatan yaitu
memantau ttv, adanya perdarahan, riwayat cidera, rehidrasi cairan, serta
mencegah infeksi akibat pembedahan.
Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien trauma kepala
mulai dari pengkajian misalnya biodata, riwayat kesehatan, pengkajian primer,
pengkajian sekunder, dan pemeriksaan penunjang. Setelah itu ditentukan
diagnosa keperawatan dan dilanjut dengan intervensi keperawatan.

4.2 Saran
Kepada Mahasiswa diharapkan dapat mengerti tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan trauma kepala serta mampu untuk
memberikan komunikasi yang jelas kepada pasien dalam mempercepat
penyembuhan. Berikan pula penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada
pasien untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

45

Anda mungkin juga menyukai