Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

Disusun Oleh :
AULIA NOOR AZIZAH
11151040004106

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
A. PENGERTIAN

Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya


rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi
pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Hawari, Dadang. 2001).

Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera
seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar / terbangun, dasarnya fungsional
psikotik maupun histerik (Maramis, 2004).

Halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan


dalam jumlah atau pola rangsang yang mendekati (baik yang dimulai secara eksternal
maupun internal) disertai dengan respon yang berkurang dibesar-besarkan, distorsi
atau kerusakan rangsangan tertentu (Toesend, 1998).

Halusinasi adalah persepsi yang timbul tanpa stimulus eksternal serta tanpa
melibatkan sumber dari luar meliputi semua sistem panca indera.

B. TANDA DAN GEJALA

Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai
berikut :

a. Berbicara, senyum dan tertawa sendiri

b. Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasa


sesuatu yang tidak nyata.

c. Menggerakan bibir tanpa suara

d. Pergerakan mata cepat

e. Respon vebal lambat

f. Menarik diri dari orang lain

g. Berusaha untuk menghindari orang lain dan sulit berhubungan dengan orang lain

h. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkunga

i. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata

j. Tidak mampu melakukan perawatan diri secara mandiri seperti mandi, sikat gigi,
memakai pakaian dan berias dengan rapi
k. Sikap curiga, bermusuhan, menarik diri sulit membuat keputusan ketakutan,
mudah tersinggung, jengkel, mudah marah, ekspresi wajah tegang, pembicaraan
kacau dan tidak masuk akal dan banyak keringat

l. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik

m. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat

n. Biasa terdapat orientasi waktu, tempat dan orang

Sedangkan menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003),
seseorang yang, mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas
yaitu :

a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai

b. Menggerakan bibir tanpa menimbulkan suara

c. Gerakan mata abnormal

d. Respon verbal yang lambat

e. Diam

f. Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang menyakitkan

g. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukan ansietas misalnya,


peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah

h. Penyempitan kemampuan konsentrasi

i. Dipenuhi dengan pengalaman sensori

j. Mengkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan


realitas

k. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari pada
menolaknya.

l. Menarik diri atau katatonik

m. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik

n. Tremor

o. Perilaku menyerang teror atau panik

p. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain

q. Kegiatan fisik yang mereflesikan isi halusinasi seperti amuk atau agitasi
r. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks

s. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

C. JENIS-JENIS HALUSINASI

Menurut Stuart 2007 jenis halusinasi terdiri dari:

a. Halusinasi pendengaran

Yaitu klien mendengar suara atau bunyi yang tidak ada hubungannya dengan
stimulus yang nyata / lingkungan dengan kata lain orang yang berada disekitar
klien tidak mendengar suara / bunyi yang didengar klien.

b. Halusinasi penglihatan

Yaitu klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa adanya stimulus yang
nyata dari lingkungan, stimulus dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,
gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks.

c. Halusinasi penciuman

Yaitu klien mencium sesuatu yang bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa
stimulus yang nyata.

d. Halusinasi pengecapan

Yaitu klien merasa merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan rasa
yang tidak enak.

e. Halusinasi perabaan

Yaitu klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.

f. Halusinasi Cenestetik

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah dari vena dan arteri, pencernaan
makanan atau pembentukan urine.

g. Halusinasi Kinistetik

Merasakan gerakan sementara berdiri tegak.

h. Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba

Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada skizoprenia dengan waham
kebesaran terutama menjadi organ-organ.
i. Halusinasi viseral

Timbulnya perasaan tertentu pada tubuhnya.

D. TAHAPAN HALUSINASI

Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart Lardia (2001) dan
setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda yaitu :

a. Fase I ( Comforting)

Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah


serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan
ansietas. Disini kliuen tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan
lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri. Jika
kecemasan datang klien dapat mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya
namun intensitas persepsi meningkat.

b. Fase II (Comolementing)

Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsi.
Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti
peningkatan tanda-tanda vital. Asyik dengan pengalaman sensori danb kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita. Ansietas meningkat dan
berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, individu berada pada
tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran internal menjadi menonjol, gambaran
suara dan sensori dan halusionasinya dapat berupa bisikan yang jelas, klien
membuat jarak antara dirinya dan halusinasinya dengan memproyeksikan seolah-
olah halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain.

c. Fase III (Controlling)

Klien menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada


halusinasi tersebut. Disini klien sukar berhubungan dengan orang lain dan berada
dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan
orang lain.

Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien menjadi lebih


terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang halusinasi tersebut
memberi kesenangan dan rasa aman sementara.

d. Fase IV (Conquering Panic)


Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi.
Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
Kondisi klien sangat membahayakan. Klien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien hidup dalam dunia
yang menakutkan yang berlangsung secara singkat atau bahkan selamanya.

E. AKIBAT

Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu
keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan
secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.

Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan
orang lain dapat menunjukkan perilaku :

Data subjektif :

a) Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang menganca

b) perasaan takut, cemas dan khawatir

Data objektif :

a) Wajah tegang, merah

b) Mata melotot rahang mengatup

c) Tangan mengepal

d) Keluar keringat banyak

e) Mata merah

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :

1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat


halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual
dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di
pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat
masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila
akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan
yang akan di lakukan.

Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian


dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding,
gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan

2. Melaksanakan program terapi dokter

Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi
instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya,
serta reaksi obat yang di berikan.

3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada

Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu
mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui
keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.

4. Memberi aktivitas pada pasien

Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya


berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang
lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan

Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny
dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering
mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-
suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan
menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain
agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.

G. POHON MASALAH

Risiko tinggi perilaku kekerasan


Perubahan persepsi sensori: Halusinasi

Isolasi sosial: Harga diri rendah kronis

Gambar 1.1 Pohon Masalah perubahan persepsi sensori : halisinasi

H. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Risiko tinggi perilaku kekerasa

2. Perubahan persepsi sensori: Halusinasi

3. Isolasi sosial

4. Harga diri rendah kronis

I. MASALAH DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

A. Masalah keperawatan

Data yang perlu dikaji

Perubahan persepsi sensori: halusinasi

Subjektif:

 Klien mengatakan mendengar sesuat

 Klien mengatakan melihat bayangan putih

 Klien mengatakan dirinya seperti disengat listrik

 Klien mengatakan mencium bau-bauan yang tidak sedap, seperti feses

 Klien mengatakan kepalanya melayang di udara

 Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu yang berebda pada dirinya

Objektif:

 Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji


 Bersikap seperti mendengarkan sesuatu

 Berhenti bicara di tengah- tengah kalimat unutk menfengarkan sesuatu

 Konsentrasi rendah

 Pikiran cepat berubah-ubah

 Kekacauan alur pikiran

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

Gangguan sensori persepsi: halusinasi

C. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Tujuan umum

Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.

2. Tujuan khusus

a. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.

1) Kriteria evaluasi:

Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan
dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.

2) Intervensi

Bina hubungan saling percaya dengan :

a) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.

b) Perkenalkan diri dengan sopan.

c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.

d) Jelaskan tujuan pertemuan.

e) Jujur dan menepati janji.

f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

g) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien


b. TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi

1) Kriteria evaluasi :

a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya halusinasi.

b) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.

2) Intervensi

a) Adakan sering dan singkat secara bertahap

b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya. Bicara dan tertawa
tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada teman bicara.

c) Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :

 Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apakah ada suara
yang di dengar.

 Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.

 Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat
sendiri tidak mendengarnya (dengan nada sahabat tanpa
menuduh/menghakimi).

 Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama seperti dia.

 Katakan bahwa perawat akan membantu klien.

d) Diskusikan dengan klien tentang :

 Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.

 Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau
jika sendiri, jengkel, sedih)

 Jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih, tenang) beri kesempatan


mengungkapkan perasaan.

c. TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.

1) Kriteria evaluasi :

a) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk


mengendalikan halusinasinya

b) Klien dapat menyebutkan cara baru.


c) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah
didiskusikan dengan klien.

d) Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasi.

e) Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.

2) Intervensi

a) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi


(tidur, marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-lain)

b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.

c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi :

 Katakan: “Saya tidak mau dengar kau” pada saat halusinasi muncul.

 Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota keluarga yang lain
untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang didengar.

 Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.

 Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri.

d) Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk memutus halusinasi
secara bertahap, misalnya dengan :

 Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al-Qur’an.

 Membersihakan rumah dan alat-alat rumah tangga.

 Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian, gotong royong)

 Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda).

 Mencari teman untuk ngobrol

e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.

 Evaluasi : hasilnya dan beri pujian jika berhasil.

f) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita dan
stimulasi persepsi.

d. TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

1) Kriteria evaluasi

a) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.


b) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk
mengendalikan halusinasi.

2) Intervensi

a) Membina hubungan saling percaya dengan menyebutkan nama, tujuan


pertemuan dengan sopan dan ramah.

b) Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga. Untuk mendapatkan


bantuan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

c) Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tenang :

 Pengertian halusinasi

 Gejala halusinasi yang dialami klien.

 Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi.

 Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di rumah, misalnya : beri


kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama

 Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan :


halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.

e. TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

1) Kriteria evaluasi

a) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping
obat.

b) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.

c) Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat.

d) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsutasi.

e) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.

2) Intervensi

a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi serta
manfaat minum obat.

b) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
c) Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan efek samping obat
yang dirasakan.

d) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter

e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar dosis, benar obat,
benar waktunya, benar caranya, benar pasiennya).

DAFTAR PUSTAKA

Dalami E, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika

Deden Dermawan & Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai